• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

E. Pajak Penghasilan

1. Definisi Pajak Penghasilan (PPh)

Menurut Resmi (2009:80), pengertian pajak penghasilan adalah : “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang telah diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak ”.

Menurut Undang-undang pajak penghasilan tahun 2000 :

“Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.

Menurut Suandy (2005:45) pengertian Pajak penghasilan (PPh) adalah:

“PPh termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh”.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada subjeknya yaitu Wajib Pajak atas penghasilan yang diperolehnya baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang menambah kekayaan WP yang bersangkutan dalam satu tahun pajak.

2. Subjek Pajak Penghasilan (PPh)

Subjek pajak PPh terdiri atas orang pribadi, badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Disamping itu, ditentukan bahwa selama warisan tidak/belum dibagi maka warisan itu sendiri ditunjuk sebagai subjek pajak pengganti. Yang dimaksud dengan subjek pajak orang pribadi adalah setiap orang tidak memandang mereka itu warga negara atau bukan, keturunan atau pribumi, laki-laki atau perempuan yang bertempat tinggal di Indonesia atau bertempat

tinggal di luar Indonesia yang memungkinkan dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. (Marsyahrul, 2005:98).

Sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang PPh, subjek pajak dalam PPh terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni:

a.Subjek pajak dalam negeri

Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis dapat dilihat dalam ketentuan berikut:

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Atau juga orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Disamping itu, juga tidak harus secara berturut-turut 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tinggal di Indonesia, namun bisa jadi secara tidak kontinyu sepanjang jumlahnya memenuhi 183 hari selama 12 bulan.

2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Subjek pajak luar negeri

1. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. 2. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap

di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

3. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Yang dimaksud penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi. (Ilyas, 2006:85).

Meskipun UU No.17 Tahun 2000 menetapkan bahwa objek pajak adalah “penghasilan”, tetapi sebagai dasar penghitungan pajak (tax basic) adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP). Oleh karena itu, ukuran untuk

menentukan bahwa wajib pajak terutang pajak atau tidak tergantung ada tidaknya PKP tersebut.

Berdasarkan undang-undang pajak penghasilan tahun 2000, Objek Pajak Penghasilan (PPh) antara lain:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang PPh.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,

dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal 2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota.

3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk koperasi

yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

4. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25

a.Definisi Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25

Menurut Resmi (2009:355) pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25, selanjutnya disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

b.Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh pasal 21 ayat 1) adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak lalu dikurangi dengan:

1. PPh pasal 21 dan pasal 23 2. PPh pasal 22

3. PPh pasal 24 dibagi 12

1. PPh pasal 25 harus dibayar/disetorkan selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dokumen terkait