PENGARUH JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN KEPATUHAN WAJIB
PAJAK SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
(Studi Kasus Pada KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
ARYA HERWIN SAFITRI NIM: 206082003942
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Arya Herwin Safitri 2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 18 Mei 1988
3. Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Alpukat 2 Blok E 15 No. 7 Rt 02 Rw 18 Pamulang-Tangsel 15416 4. Nomor Telepon : 021-92534943
5. Status : Belum menikah
6. Agama : Islam
7. Kewarganegaraan : Indonesia
B. Data Pendidikan Formal
1.1994 - 1996 : SDN Benda Baru II
2.1996 - 2000 : SD Tirta Buaran
3.2000 - 2003 : SLTPN 2 CIPUTAT
4.2003 - 2006 : SMAN 1 CIPUTAT
5.2006 - 2010 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Latar Belakang Keluarga
1. Ayah : Suyitno
2. Tempat & Tanggal Lahir : Madiun, 29 Januari 1960
3. Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Alpukat 2 Blok E 15 No. 7 Rt 02 Rw 18 Pamulang- Tangsel 15416
4. Ibu : Siti Layinah
5. Tempat & Tanggal Lahir : Ambarawa, 07 November 1966
6. Alamat : Perumahan Benda Baru Jl. Alpukat 2 Blok E 15 No. 7 Rt 02 Rw 18 Pamulang- Tangsel 15416
v
Hari ini Kamis 2 bulan Desember Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Sidang Skripsi atas nama Arya Herwin Safitri NIM 206082003942 dengan judul
skripsi “PENGARUH JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI
PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN
DENGAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBAGAI VARIABEL
INTERVENING” (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Mampang Prapatan). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Desember 2010
Tim Penguji Sidang Skripsi
Prof. Dr. Ahmad Rodoni Yusro Rahma,SE.,M.Si Pembimbing I Pembimbing II
vi
INFLUENCE THE AMOUNT OF TAX AUDITS,, AND TAX PENALTIES
ON INCOME TAX RECEIPTS WITH TAXPAYER COMPLIANCE AS AN
INTERVENING VARIABLE
By:
Arya Herwin Safitri
State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
This study is aimed to analyze influence the amount of tax audits and tax penalties on income tax receipts with taxpayers compliance as an intervening variable in the Tax Office (KPP) Pratama Mampang Prapatan. This study uses primary data by conducting direct research in the field by providing in questionnaire/worksheet questions to 50 respondents with Likert Scale. The statistical method used is path analysis. Sampling method used was purposive sampling. The quality test of data used in this study are test of validity and reliability test. Meanwhile, in testing the hypothesis of this research uses path analysis.
Path analysis test results from this study are : (a) there is significant influence the amount of tax audits and tax penalties on income tax receipts, (b) there is significant influence the amount of tax audits, tax penalties, and taxpayer compliance on income tax receipts, (c) there is not significant influence the amount of tax audits and tax penalties on income tax receipts thoroughly taxpayer compliance as an intervening variable.
vii
PENGARUH JUMLAH PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN
DENGAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Oleh:
Arya Herwin Safitri
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Mampang Prapatan. Penelitian ini menggunakan data primer dengan melakukan penelitian langsung di lapangan sebanyak 50 responden melalui kuesioner dengan skala likert. Metode statistik yang digunakan dengan
Path Analysis. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Uji kualitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha dan uji validitas menggunakan pearson correlation serta uji hipotesis dengan menggunakan metode analisis jalur atau path analysis method (model trimming) dengan menggunakan program SPSS 17,0.
Hasil path analysis ditemukan bahwa: (a) jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak, (b) jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan, (c) jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak sebagai variabel intervening.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala rahmat dan hidayahnya, shalawat serta salam kepada sehingga
saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat yang ditetapkan
dalam rangka mengakhiri studi pada jenjang Strata Satu (S1) Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, saya tidak lupa menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung
dalam penyusunan skripsi saya ini, antara lain kepada:
1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Kedua orang tua yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus, membesarkan, mendidik penulis hingga sekarang ini serta memberikan semangat dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. Makasih Ibu dan Bapak,,aya sayang kalian...
3. Adikku tercinta (wahyu) yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
5. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
7. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan watu, memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Ibu Yusro Rahma SE.,M.Si selaku pembimbing 2 yang telah memberikan saran dan pengarahan serta bimbingan dengan kesabaran dan keikhlasan hingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Segenap dosen yang telah mentransformasikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Mba Ani, Empo, Mas Heri, Mas Ajiz, Mas Alfred) penulis ucapkan terima kasih atas partisipasinya dan segala bantuannya selama penulis menuntut ilmu. 10.Kawan-kawanku di Akuntansi A, Akuntansi B, Manajemen A, dan
Manajemen B yang telah membantu saya, dan memberikan semangat sehingga tersusunnya skripsi. Terus berjuang dan semangat.
11.Teman seperjuangan kompre dan sidang (Dwino, Sugi, Nopi, Mila, Tomi, Iras, Rhaina, Rika, Avrie, Luthfi, Ka Rifki),,akhirnya lulus juga kita....
12.Sutiawati, Adik Febria, Fitri sartika, qory, marina, Kholifah, Dian, Rike, Ana, Rina, Cicih dan semuanya yang telah memberi semangat dan dukungan kepada saya dari mulai ujian kompre sampe dengan selesainya skripsi saya,
“Moga kita semua bisa menjadi penyemangat satu sama lainnya”.
13.Buat Alya, Fachry, Mba Dina, Asep, Diky, Deva, Veris, Mas Dedwi. Akhirnya aya menyusul kalian juga,,,ngerasain di wisuda juga akhirnya akyu..he...
14.Kawan-kawanku tercinta yang tergabung dalam The End Touch Family (Akil, Abi, Pandu, Wahyu, Ucup, Asep, Tomi, Berli, Tio) pokonya smua deh, maap kalu aku lupa menyebutkan nama kalian yaaaa. Pokonya aku sayang kalian. Cepet nyusul ya..
x
belum berhenti sampe disini, masih panjang jalan kita). Jangan lupa kado buat aya...(Aa paling T.O.P B.G.T deh)
16.Pihak-pihak lain, yang saya tidak dapat sebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, November 2010
xi DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi... i
Lembar Pengesahan Ujian Kompre ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Abstract ... v
Abstrak ... vi
Kata Pengantar...vii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel...xiv
Daftar Gambar...xvi
Daftar Lampiran...xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Tinjauan Umum tentang Pajak ... 10
1. Pengertian Pajak ...10
2. Fungsi Pajak ...12
3. Jenis-jenis Pajak ...12
xii
5. Penggolongan Jenis Pajak ...16
6. Sistem Pemungutan Pajak ...17
7. Azas-azas Pemungutan Pajak ...19
B. Pemeriksaan Pajak ... 21
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 21
2. Tujuan Pemeriksaan Pajak ... 22
3. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan ... 23
4. Norma Pemeriksaan ... 25
5. Hak dan Kewajiban saat Dilakukan Pemeriksaan ... 29
6. Surat Ketetapan Pajak (SKP) ... 31
C. Kepatuhan Wajib Pajak ... 31
1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak ...31
2. Faktor yang Menentukan Tinggi Rendahnya Kepatuhan ...33
3. Kriteria Wajib Pajak Patuh ...35
D. Sanksi Perpajakan ... 36
1. Sanksi Administrasi ...36
2. Sanksi Pidana ...37
E. Pajak Penghasilan ... 37
1. Definisi Pajak Penghasilan ...37
2. Subjek Pajak Penghasilan ...38
3. Objek Pajak Penghasilan ...40
4. Pajak Penghasilan Pasal 25 ...42
F. Penelitian Sebelumnya dan Perumusan Hipotesis ...43
G. Kerangka Pemikiran ...48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 51
B. Metode Pengumpulan Sampel ... 51
C. Metode Pengumpulan Data ... 52
D. Metode Analisis Data ... 53
xiii
a. Uji Validitas ... 53
b. Uji Reliabilitas ... 53
2. Uji Analisis Jalur (Model Trimming) ... 54
a. Analisis Jalur Sub-Struktur 1 ... 54
1. Pengujian secara simultan ... 55
2. Pengujian secara individual ... 56
a. Jumlah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak ... 56
b. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak ... 56
b. Analisis Jalur Sub-Struktur 2 ...57
1. Pengujian secara simultan ...58
2. Pengujian secara individual ...59
a. Jumlah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap Penerimaan pajak penghasilan ...59
b. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak penghasilan ...59
c. Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap Penerimaan pajak penghasilan ...60
3. Pengujian Kesesuaian Model Koefisien : Q ...60
4. Uji Asumsi Klasik ...62
E. Operasionaisasi Variabel Penelitian ... 62
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 68
1. Sejarah Singkat KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan ... 68
2. Wilayah Kerja ... 69
3. Struktur Organisasi ...70
4. Kebijakan Ditjen Pajak ...72
5. KPP Pratama ... 73
xiv
1. Tingkat Pengembalian Kuesioner... 75
2. Deskripsi Statistik Demografi Responden... 76
C. Penemuan dan Pembahasan ... 77
1. Hasil Uji Kualitas Data ... 77
a. Hasil Uji Validitas ... 77
b. Hasil Uji Reliabilitas ...81
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 84
a. Hasil Uji Normalitas ... 84
3. Hasil Analisis Jalur (Model Trimming) ... 87
a. Menguji Sub-Struktur 1... 87
1. Pengujian secara simultan ... 89
2. Pengujian secara Individual ... 90
a. Jumlah pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wp ... 90
b. Sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak ... 90
b. Menguji Sub-Struktur 2... 93
3. Pengujian secara simultan ... 95
4. Pengujian secara individual ... 96
a. Jumlah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan ... 96
b. Sanksi perpajakan berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan ... 96
c. Kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap Penerimaan pajak penghasilan ... 97
4. Hasil Pengujian Kesesuaian Model : Koefisien Q ...102
D. Pembahasan ...104
E. Interpretasi ………107
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ...109
A. Kesimpulan ...109
B. Implikasi ...109
C. Saran ……….110
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Penelitian sebelumnya 46
3.1 Tabel Definisi Operasionalisasi 65
4.1 Sampel dan Tingkat Pengembalian 75
4.2 Deskripsi Statistik Demografi Responden
Berdasarkan Pendidikan dan Jenis Kelamin 75
4.3 Deskripsi Statistik Demografi Responden
Berdasarkan Jabatan dan Jenis Kelamin 76
4.4 Hasil Uji Validitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 78
4.5 Hasil Uji Validitas Sanksi Perpajakan 79
4.6 Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak 80
4.7 Hasil Uji Validitas Penerimaan Pajak Penghasilan 81
4.8 Hasil Uji Reliabilitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 82
4.9 Hasil Uji Reliabilitas Sanksi Perpajakan 83
4.10 Hasil Uji Reliabilitas Kepatuhan Wajib Pajak 83
4.11 Hasil Uji Reliabilitas Penerimaan Pajak Penghasilan 84
4.12 Hasil Uji summary Model 1 Sub-Struktur 1 87
4.13 Hasil Uji ANOVA (b) Model 1 Sub-Struktur 1 88
4.14 Hasil Uji Coefficients (a) Model 1 Sub-Struktur 1 88
4.15 Hasil Uji Summary Model 2 Sub-Struktur 2 91
4.16 Hasil Uji ANOVA (b) Model 2 Sub-Struktur 1 91
[image:16.595.113.497.135.754.2]xvi
Nomor Keterangan Halaman
4.18 Hasil Uji Summary Model 1 Sub-Struktur 2 93
4.19 Hasil Uji ANOVA (b) Model 1 Sub-Struktur 2 94
4.20 Hasil Uji Coefficient (a) Model 1 Sub-Struktur 2 94
4.21 Hasil Uji Summary Model 2 Sub-Struktur 2 98
4.22 Hasil Uji ANOVA (b) Model 2 Sub-Struktur 2 98
4.23 Hasil Uji Coefficient (a) Model 2 Sub-struktur 2 98
4.24 Hasil Uji Korelasi 100
4.25 Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Pengaruh Total dan Pengaruh Bersama Variabel Jumlah
Pemeriksaan Pajak, Sanksi Perpajakan, dan Kepatuhan Wajib
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 50
4.2 Uji Normalitas 86
4.3 Hubungan Kausal Empiris Sub-Struktur 1 Variabel
Jumlah Pemeriksaan Pajak (X1) dan Kepatuhan Wajib
Pajak (X3) 93
4.4 Hubungan Kausal Sub-Struktur 2 Variabel Jumlah
Pemeriksaan Pajak (X1) terhadap Penerimaan Pajak
Penghasilan (Y) 100
4.5 Hubungan Kausal Empiris Variabel Jumlah Pemeriksaan
Pajak (X1), Sanksi Perpajakan (X2), Kepatuhan Wajib
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Permohonan Pengisian Kuesioner 101
2 Identitas Responden 102
3 Pernyataan Jumlah Pemeriksaan Pajak 103
4 Pernyataan Sanksi Perpajakan 104
5 Pernyataan Kepatuhan Wajib Pajak 105
6 Pernyataan Penerimaan Pajak Penghasilan 106
7 Jawaban Pernyataan Jumlah Pemeriksaan Pajak 107
8 Jawaban Pernyataan Sanksi Perpajakan 109
9 Jawaban Pernyataan Kepatuhan Wajib Pajak 111
10 Jawaban Pernyataan Penerimaan Pajak Penghasilan 113
11 Hasil Uji Validitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 115
12 Hasil Uji Validitas Sanksi Perpajakan 117
13 Hasil Uji Validitas Kepatuhan Wajib Pajak 118
14 Hasil Uji Validitas Penerimaan Pajak Penghasilan 119
15 Hasil Uji Reliabilitas Jumlah Pemeriksaan Pajak 120
16 Hasil Uji Reliabilitas Sanksi Perpajakan 122
17 Hasil Uji Reliabilitas Kepatuhan Wajib Pajak 124
18 Hasil Uji Reliabilitas Penerimaan Pajak Penghasilan 126
19 Hasil Uji Hipotesis (1) 128
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemerintah suatu Negara, terutama Indonesia dalam melaksanakan
kegiatannya memerlukan dana yang jumlahnya setiap tahun semakin meningkat.
Perkembangan perekonomian global, seperti AFTA 2003 maupun APEC 2010
ikut memacu pemerintah dalam membenahi semua sektor perekonomian. Dalam
membenahi berbagai sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit
jumlahnya, dan ironisnya akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam
membenahi sektor penerimaan negara yang jumlah defisitnya mencapai angka
puluhan milyar rupiah. Peningkatan penerimaan luar negeri berupa ekspor dan
penerimaan dalam negeri, terutama penerimaan pajak sangat penting mengingat
fungsi pajak yang salah satunya adalah sebagai fungsi budgetair, yaitu pajak adalah sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya, dari penerimaan dikedua sektor tersebut diharapkan akan
tercapai fundamental ekonomi yang kuat, yang dilandasi oleh kemandirian
pembiayaan negara. Porsi penerimaan pajak dalam APBN kita terus mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 1970-an
hingga awal tahun 1980-an penerimaan masih bertumpu pada sektor minyak dan
gas bumi (migas), namun dengan seiring dinamika pasar dunia yang kurang
Pemerintah tidak lagi mengandalkan penerimaan negara dari sektor ini. Kemudian
dicari alternatif penerimaan dari sektor lain yang relatif aman dan mendukung
kesinambungan anggaran yaitu dengan memilih pajak sebagai primadona baru
penerimaan Negara (Hendra, 2008).
Menurut Taufan, penerimaan selalu dikaitkan dengan kebutuhan investasi
dalam negeri yang terus menerus akibat proyek-proyek pembangunan nasional
yang terus bertambah, dimana dalam pelaksanaan pembangunan nasional harus
sesuai kemampuan sendiri. Penerimaan pajak salah satunya dari Pajak
Penghasilah (PPh). Dalam perkembangan selama lebih dari dua dasawarsa
terakhir, penerimaan dari sektor pajak mengalami tren yang selalu meningkat dan
puncak penerimaan pajak tertinggi yaitu pada tahun 2007 penerimaan mencapai
Rp. 426,22 triliun atau 98,5% dari target APBN-P 2007 sebesar Rp 432,5 triliun.
Meski kekurangan (short fall) Rp 6,23 triliun, realisasi penerimaan pajak 2007 merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Hingga saat ini tidak kurang
dari 80% APBN penerimaan dari sektor pajak (Kompas, 12 April 2008). Sebagai
sebuah kebijakan yang lebih memandang ke dalam (inward looking policy), penerimaan dari sektor pajak diharapkan mampu mengurangi dari ketergantugan
dari hutang luar negeri serta mampu membangkitkan kembali kepercayaan diri
bangsa kita dihadapan bangsa-bangsa lain di dunia. Ini selaras benar dengan misi
yang diemban Ditjen Pajak selaku otoritas pajak yang berkompeten di negeri ini,
yaitu : menghimpun sumber dana dari sektor perpajakan guna menunjang
Dalam usaha untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, antara lain fiskus
melakukan grand strategy, yaitu extensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi adalah upaya mencari Wajib Pajak yang bersembunyi ditempuh dengan
meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang aktif. Intensifikasi adalah upaya untuk
meningkatkan penerimaan melalui peningkatkan kepatuhan Wajib Pajak,
kemampuan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap Wajib Pajak,
dan pembinaan terhadap Wajib Pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan,
penyidikan dan penagihan pasif dan aktif serta penegakan hukum (Handayani,
2009).
Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali
Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran
pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Isu kepatuhan
menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan akan menimbulkan
upaya menghindarkan pajak, seperti tax evasion dan tax avoidance, yang mengakibatkan berkurangnya penyetoran dana pajak ke kas Negara (Taufan
Sofyan, 2005).
Pajak adalah iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada Negara
berdasarkan kemampuan (daya pikulnya) masing-masing yang dapat dipaksakan
dan pembayaran pajak tidak menerima imbalan/kontribusi yang dapat secara
langsung dapat dihubungkan dengan pihak yang dibayarnya. Sedangkan pajak
berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun
pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan
bernegara sebagai suatu kewajiban yang dilaksanakannya (Hendra, 2008). Karena
sifat pajak tanpa adanya kontraprestasi langsung, pada umumnya wajib pajak
cenderung untuk menghindar dari pembayaran pajak atau memperkecil kewajiban
pajaknya. Kecenderungan melakukan penghindaran oleh Wajib Pajak lebih
banyak terjadi karena sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan
self assessment. Sistem yang memberikan wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang terhutang dan sebagai konsekuensi yuridis melaporkan pajak
yang telah dihitung dan disetor melalui SPT baik secara bulanan (masa) maupun
akhir tahun (tahunan).
Agar sistem self assessment berjalan secara efektif, keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum merupakan hal yang paling penting. Penegakan
hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan
penagihan pajak (Handayani, 2009). Penegakan hukum di bidang perpajakan
merupakan tindakan yang dilakukan pihak terkait untuk menjamin agar Wajib
pajak dan para calon Wajib Pajak memenuhi ketentuan undang-undang
perpajakan seperti menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), pembukuan dan
informasi lain yang relevan serta membayar pajak pada waktunya. Dengan
penegakan hukum yang diterapkan juga dapat memberikan sanksi kepada Wajib
Sanksi Perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi atau dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sanksi perpajakan ini
terdiri atas sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Menurut Burton (2002),
sanksi pidana maupun sanksi administrasi dalam hukum pajak secara luas dapat
diartikan sebagai tujuan untuk kelangsungan hidup bersama dalam masyarakat
dan sebagai salah satu kewajiban asasi manusia terhadap masyarakat tempat
dimana wajib pajak berada adalah dengan membayar pajak. Apabila pelanggaran
yang dilakukan sifatnya ringan cukup diselesaikan secara administratif, tetapi
kalau pelanggarannya berat maka sanksi pidana yang diterapkan. Sebagaimana
telah diatur berdasarkan Pasal 29 ayat 1 UU KUP tahun 2000 menyatakan bahwa: “Direktur Jendral Pajak berwenang melakukan pemeriksaan atau menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Norman (1973:68) menekankan bahwa pemeriksaan pajak memberikan
pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak oleh WP yang
diperiksa. Kepatuhan ini akan sangat berdampak baik secara langsung maupun
tidak langsung pada penerimaan pajak.
Penelitian mengenai pemeriksaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak
Salip (2006). Ia melakukan penelitian tentang pengaruh pemeriksaan pajak
terhadap penerimaan pajak di KPP Jakarta Kebon Jeruk. Penelitian ini ingin
mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak. Melalui
pemeriksaan yang merupakan upaya untuk penegakan hukum (law enforcement), diteliti apakah penerimaan pajak dari masing-masing sumber mengalami
peningkatan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil pemeriksaan pajak secara
nominal telah meningkatkan penerimaan pajak, namun penerimaan secara
nominal tersebut tidak diikuti oleh peningkatan yang signifikan pada rata-rata
rasio laba sebelum pajak terhadap penjualan (EBT) dan rata-rata penerimaan
pajak berdasarkan rasio Pajak Penghasilan Badan terhadap penjualan.
Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Handayani
(2009). Dalam penelitian ini ia menguji apakah terdapat pengaruh dari jumlah
pemeriksaan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak
penghasilan. Hasil dari pengujian hipotesa menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif dari jumlah pemeriksaan pajak terhadap penerimaan PPh dan tidak
terdapat pengaruh kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
Handayani (2009). Penelitian ini betujuan untuk menguji konsistensi hasil
penelitian sebelumnya dan diharapkan dapat memperbaiki keterbatasan yang ada
dalam penelitian tersebut. Ada hal yang membedakan penelitian kali ini dengan
penelitian sebelumnya. Perbedaannya adalah penulis menambahkan variabel
Dari upaya Direktorat Jendral Pajak melakukan pemeriksaan hasilnya ada
yang berpengaruh sangat rendah tetapi ada juga yang berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan pajak dan kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan
terhadap penerimaan pajak penghasilan. Maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan,
dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di KPP
wilayah Jakarta Selatan. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan memberi judul : “Pengaruh Jumlah Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan dengan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel Intervening Pada KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan”.
B. Perumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini:
1. Apakah jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak ?
2. Apakah jumlah pemeriksaan pajak, sanksi perpajakan dan kepatuhan wajib
pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan?
3. Apakah jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan berpengaruh
terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan wajib pajak
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi
perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
b. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak, sanksi
perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak
penghasilan.
c. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pemeriksaan pajak dan sanksi
perpajakan terhadap penerimaan pajak penghasilan melalui kepatuhan
wajib pajak sebagai variabel intervening.
2. Manfaat penelitian :
a. Bagi Praktisi
Bagi perusahaan (aparat pajak) sebagai informasi yang mungkin berguna
untuk menilai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mengoptimalkan pemeriksaan dalam meningkatkan penerimaan Negara
dari sektor perpajakan. Bagi masyarakat dapat memberikan informasi
tentang pemeriksaan secara umum, kepatuhan Wajib Pajak, dan sanksi
perpajakan.
b. Bagi Lembaga Perguruan Tinggi
Sebagai masukan dan tambahan informasi khususnya dalam bidang
c. Bagi Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wacana tentang pengaruh
jumlah pemeriksaan, kepatuhan wajib pajak, dan sanksi perpajakan
terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di dalam studi perpajakan.
d. Bagi Penulis
1. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai bahan informasi ilmiah dalam rangka mengembangkan ilmu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Pajak 1. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran partisipasi seluruh anggota masyarakat kepada
Negara berdasarkan kemampuan (daya pikulnya) masing-masing yang dapat
dipaksakan dan pembayaran pajak tidak menerima imbalan/kontribusi yang
dapat secara langsung dapat dihubungkan dengan pihak yang dibayarnya.
Untuk mengetahui apa arti pajak, Santoso Brotodiharjo dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” mengemukakan beberapa pendapat
pakar tentang definisi pajak yang antara lain sebagai berikut :
Menurut Feldmann (2004:4) berpendapat bahwa :
“ Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
Menurut Smeets (2004:4) :
Menurut Soeparman Soemahamidjaja :
“ Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
Menurut Lhia (2008) berpendapat bahwa:
“Pajak adalah sumbangan wajib yang harus dibayar oleh para Wajib Pajak kepada negara berdasarkan undang-undang tanpa ada balas jasa (kontraprestasi) yang secara langsung diterima oleh pembayar (Wajib Pajak)”.
Jadi, dapat disimpulkan pajak merupakan suatu iuran wajib yang harus
dibayarakan warga negara khususnya Wajib Pajak kepada Pemerintah/Negara
yang mana iuran ini sifatnya memaksa dan akan dikenai sanksi apabila ada
Wajib Pajak yang melanggarnya. Iuran ini nantinya digunakan untuk
membiayai seluruh pengeluaran Negara dan tidak ada imbalan secara
langsung yang dapat dinikmati oleh Wajib Pajak tersebut.
Dari pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat
unsur yang melekat dalam pengertian pajak, yaitu (Ilyas, 2004:5):
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang.
2. Sifatnya dapat dipaksakan.
3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak.
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan bangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2. Fungsi Pajak
Menurut Marsyahrul (2005:3), fungsi pajak antara lain:
a. Fungsi Budgeter
Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke
dalam kas Negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran Negara,
yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
b. Fungsi Regulerend
Ragulerend disebut juga sebagai fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, misalnya bidang
ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan seperti:
1. Mengadakan perubahan-perubahan tarif dan
2. Memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau
sebaliknya, yang ditujukan kepada masalah tertentu.
3. Jenis-jenis Pajak
Menurut Lubis (2006:35), jenis-jenis pajak dibagi berdasarkan:
a. Berdasarkan pembagian antar tingkat pemerintah di suatu Negara, antara
lain adalah :
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Materai.
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang pemungutannya dilaksanakan oleh
pemerintah daerah.
e. Berdasarkan sifatnya pajak tersebut dibagi menjadi dua (2), yaitu:
1. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah suatu jenis pajak yang kewajiban pajaknya
sangat ditentukan pertama-tama oleh keadaan subjektif subjek pajak,
walaupun untuk menentukan timbulnya kewajiban membayar pajak
tergantung pada keadaan objek pajaknya. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah pajak penghasilan
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban
pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh objek pajak. Keadaan
subjektif subjek pajak tidak relevan, walaupun dalam kasus-kasus
tertentu ikut dipertimbangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak
c. Berdasarkan Golongan
1. Pajak Langsung (direct taxes)
Pajak langsung adalah pajak yang langsung dipikul sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan, tidak dapat dialihkan kepada orang lain dan
dipungut secara berkala atau periodik, seperti Pajak Penghasilan
(PPh).
2. Pajak Tidak Langsung (indirect taxes)
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan kalau ada peristiwa,
perbuatan tertentu, dimana pembebanan pembayaran pajaknya dapat
dialihkan kepada pihak lain. Contoh pajak tidak langsung adalah PPN,
PPnBM, dan Bea Materai.
4. Teori Pemungutan Pajak
Menurut Suandy (2005:28), teori pemungutan pajak antara lain :
a. Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi
jiwa raga dan harta benda perseorangan. Oleh sebab itu, negara disamakan
dengan perusahaan asuransi, untuk mendapat perlindungan warga negara
harus membayar pajak sebagai premi. Namun, teori ini sudah lama
ditinggalkan dan sekarang praktis tidak ada pembelanya lagi.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan
individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah,
makin besar pula pajaknya.
c. Teori Daya Pikul
Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan
kekuatan membayar dari Wajib Pajak (individu-individu). Jadi, tekanan
semua pajak-pajak harus sesuai dengan daya pikul Wajib Pajak dengan
memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga
pengeluaran belanja Wajib Pajak tersebut.
d. Teori Daya Beli
Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai
gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa yaitu
mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan untuk
membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa
menyelenggarakan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap
sebagai dasar keadilan pemungut pajak, bukan kepentingan individu, juga
bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang
meliputi keduanya.
e.Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini didasari paham organisasi negara (Organische Staatsleer) yang mengajarkan bahwa negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk
atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak.
Dengan sifat seperti itu maka negara mempunyai hak mutlak untuk
memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda
baktinya. Menurut teori ini dasar hukum pajak terletak pada hubungan
antara rakyat dengan negara, dimana negara berhak memungut pajak dan
rakyat berkewajiban membayar pajak.
5. Penggolongan Jenis Pajak
Penggolongan jenis pajak menurut Ilyas (2004:17) yaitu :
a. Menurut Sifatnya
1. Pajak langsung
Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang
lain serta dikenakan pajak secara berulang-ulang pada waktu-waktu
tertentu, misalnya pajak penghasilan.
2. Pajak tidak langsung
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan kepada hal-hal
tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya Pajak
b. Menurut Sasaran/Obyeknya
1. Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan
pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya).
2. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan/melihat obyeknya baik berupa keadaan perbuatan atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak.
c. Menurut Lembaga Pemungutannya
1. Pajak Pusat
Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan.
2. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
yang dalam pelaksanaanya sehari-hari dilakukan oleh Dinas
Pendapatan Daerah (Dipenda).
6. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2009:11) dalam memungut pajak dikenal sistem
pemungutan yaitu:
a. Official Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak
sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian,
berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung
pada aparatur perpajakan.
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam
sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak
sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak. Dengan demikian berhasil atau
tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib
Pajak sendiri.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Penunjukkan pihak ketiga ini dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan
lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor, dan
7. Azas-Azas Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus adil dalam pelaksanaannya dan bebannya
juga dipikul oleh masyarakat, tidak boleh melakukan diskriminasi atau
pemberian keistimewaan kepada salah satu golongan wajib pajak, terdapat
kepastian hukum bagi wajib pajak maupun aparatur pajak (Lubis, 2006:26).
Beberapa Azas-azas pemungutan pajak yang menjadi dasar
penyusunan hukum pajak, yaitu terdiri dari:
a. Azas Falsafah Hukum
Undang-undang perpajakan harus mengabdi kepada keadilan, baik dalam
arti perundangan maupun pelaksanaanya. Oleh karena itu
undang-undang perpajakan harus memperhatikan teori seperti teori bakti, teori
asuransi, teori kepentingan, taori daya pikul, teori daya beli.
b. Azas Yuridis
Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan/kepastian hukum yang
perlu untuk menyatakan keadilan bagi warga negara dan warganya. Oleh
karena itu pemungutan pajak negara hukum haruslah berdasarkan
undang-undang, agar tercapai kepastian hukum. Hal-hal yang perlu diperhatikan
ialah:
1. Hak-hak aparatur perpajakan harus dijamin dapat dilaksanakan dengan
lancar.
2. Wajib pajak harus mendapat jaminan hukum agar tidak diperlakukan
dituntut memenuhi kewajibannya, tetapi hak wajib pajak juga harus
diperhatikan.
3. Harus ada jaminan terhadap kerahasiaan diri wajib pajak orang pribadi
maupun perusahaan.
c. Azas Finansial
Sesuai dengan fungsi budgeter, maka biaya pemungutan pajak harus seminimal mungkin, dan hasil pungutan pajak hendaknya cukup untuk
menutupi pengeluaran negara. Harus pula diperhatikan saat pengenaan
pajak hendaknya sedekat mungkin dengan terjadinya perbuatan, peristiwa,
keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak.
d. Azas Ekonomis
Selain fungsi budgeter, pajak juga dipergunakan sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian, tidak mungkin suatu negara
menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat, karena itu
pemungutan pajak sebagai berikut:
1. Harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya
produksi dan perdagangan.
2. Harus diusahakan, supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam
usahanya menuju kemakmuran dan jangan sampai merugikan
B. Pemeriksaan Pajak
1. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Beberapa pengertian tentang pemeriksaan pajak antara lain :
Pengertian pemeriksaan pajak menurut Pasal 1 angka 25
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor
28 tahun 2007 (selanjutnya ditulis UU.No.28/2007) adalah :
“Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Menurut Lubis (2006:84), pengertian pemeriksaan pajak adalah : “Pemeriksaan pajak merupakan law enforcement, yaitu salah satu kebijakan dari Direktorat Jenderal Pajak secara office assessment menetapkan pajak terutang atas surat pemberitahuan pajak (SPT) yang disampaikan wajib pajak secara self assessment”.
Menurut ketentuan dalam Pasal 1 Angka 24 KUP dikatakan :
“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Jadi, dapat disimpulkan pengertian pemeriksaan pajak adalah suatu
proses kegiatan untuk menghimpun, mencari, dan mengolah data atau
keterangan lainnya yang digunakan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak
Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan
prinsip self assessment.
2. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Menurut Pardiat (2007:6), pemeriksaan pajak yang dilakukan
Pemeriksa pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketantuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak dilakukan terhadap SPT WP, yang bertujuan
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak, kecuali ditemukan bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan akan dilanjutkan dengan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti yang disebutkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor:199/PMK.03/2007 Tanggal 28
Desember 2000, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:
a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.
b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
f. Pencocokkan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak.
j. Menentukan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda.
3. Ruang Lingkup Pemeriksaan dan Jangka Waktu Pemeriksaan
a. Menurut Suandy (2005:211), ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
1. Pemeriksaan lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh
jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya
dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak.
2. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik
tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di
kantor Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pemeriksaan lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap
atau pemeriksaan sederhana.
c. Pemeriksaan kantor hanya dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan
sederhana.
d. Pemeriksaan lengkap dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan
e. Pemeriksaan sederhana lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu 1
(satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
f. Pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dalam jangka waktu 4
(empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam)
bulan.
g. Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan kantor ditemukan indikasi
adanya transaksi unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi pemeriksaan lapangan.
h. Pemeriksaan lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi adanya
unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun.
Pemeriksaan lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat
wajib pajak meliputi seluruh jenis pajak, dan/atau tujuan lain baik tahun
berjalan dan/atau tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan
teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada
umumnya.
Pemeriksaan sederhana lapangan adalah pemeriksaan pajak meliputi
seluruh jenis pajak, dan/atau tujuan lain baik tahun berjalan dan/atau
tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik
Pemeriksaan sederhana kantor adalah pemeriksaan pajak meliputi jenis
pajak tertentu untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang
dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan
kedalaman yang sederhana.
4. Norma Pemeriksaan
Norma pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor 545/KMK.04/2000 meliputi Norma Pemeriksaan
lapangan, Norma Pemeriksaan Kantor, dan Norma Pelaksanaan Pemeriksan.
a. Norma Pemeriksan Lapangan
Norma pemeriksan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka
Pemeriksaan Lapangan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksa pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan
dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan pada waktu
melaksanakan pemeriksan.
2. Wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan
pemeriksaan kepada wajib pajak.
3. Wajib pajak memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat
perintah pemeriksaan kepada wajib pajak.
4. Wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksan kepada wajib pajak
yang diperiksa.
6. Wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang
hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat
Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib
Pajak.
7. Wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai
penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya
8. Wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen
pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14
(empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan.
9. Dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala
sesuatu diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak
dalam rangka pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan lapangan, pemeriksa pajak mempunyai wewenang
sebagai berikut:
1. Memeriksa, dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan
dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media
komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya.
2. Meminta keterangan lisan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa
3. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat
menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk
dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat
tersebut.
4. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut, apabila wajib
pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk
memasuki atau ruangan dimaksud, dan atau kesempatan untuk
memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat
pada saat pemeriksaan dilakukan.
5. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga
yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa
b. Norma Pemeriksaan Kantor
Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak dalam
rangka pemeriksaan kantor adalah sebagai berikut :
1. Memanggil wajib pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan, dengan menggunakan
surat panggilan.
2. Wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada wajib
pajak yang akan diperiksa.
3. Wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP).
4. Wajib memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak tentang
hal-hal yang berbeda antar SPT dengan hasil pemeriksaan.
5. Wajib memberi petunjuk kepada wajib pajak mengenai
6. Wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen
pendukung lainnya yang dipinjam dari wajib pajak paling lama 7
(tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan.
7. Dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak atas
segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh
Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan kantor, pemeriksa pajak mempunyai wewenang
sebagai berikut:
1. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan wajib
pajak.
2. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang
diperiksa.
3. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga
yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.
c. Norma Pelaksanaan Pemeriksan
Norma pemeriksaan yang berkaitan dengan Pelaksanaan pemeriksaan
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak.
2. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, di kantor
Wajib pajak atau di kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha
atau di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal wajib pajak atau
3. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu
dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
4. Hasil pemeriksan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
5. Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) disusun berdasarkan Kertas Kerja
Pemeriksaan (KPP).
6. Hasil pemeriksaan lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak
atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut
dan ditandatangani oleh wajib pajak yang bersangkutan atau kuasanya.
7. Hasil pemeriksaan lengkap yang tidak atau seluruhnya disetujui oleh
wajib pajak, dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan
dibuatkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan.
8. Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP), diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan
dilanjutkan dengan tindakan penyelidikan.
5. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
Menurut Pardiat (2008:2) adanya hak dan kewajiban Wajib Pajak
apabila dilakukan pemeriksaan yaitu:
a. Hak-Hak Wajib Pajak Apabila dilakukan Pemeriksaan:
1) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan tanda
pengenal pemeriksa pajak dan surat perintah pemeriksaan.
2) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan pemberitahuan
3) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan
tentang alasan dan tujuan pemeriksaan.
4) Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan surat tugas
apabila susunan tim pemeriksa pajak mengalami perubahan.
5) Menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
6) Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha Wajib Pajak
dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak.
b. Kewajiban Wajib Pajak Apabila dilakukan Pemeriksaan:
1) Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
2) Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain
termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib pajak.
3) Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau
ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberikan
bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
4) Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan.
6. Jumlah Pemeriksaan Pajak
Jumlah pemeriksaan pajak adalah jumlah aktifitas pemeriksaan pajak
yang dilakukan oleh fiskus. Salah satu produk dari aktivitas pemeriksaan
pajak adalah dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat
ketetapan pajak yang mempunyai potensi untuk meningkatkan jumlah
pemeriksaan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
7. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(Resmi, 2009:51).
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
C. Kepatuhan Wajib Pajak
1. Definisi Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan perpajakan menurut Pakde Sofa (2008) dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban
Menurut Nurmantu (2009), terdapat 2 (dua) macam kepatuhan yaitu
kepatuhan formal dan kepatuhan materiil.
a. Kepatuhan formal
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajiban perpajakan dengan menitik beratkan pada nama dan bentuk
kewajiban saja, tanpa memperhatikan hakekat kewajiban itu. Misalnya
menyampaikan SPT PPh sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor Pelayanan
Pajak (KPP), dengan mengabaikan apakah isi Surat Pemberitahuan (SPT)
PPh tersebut sudah benar atau belum dan hal yang terpenting SPT PPh
sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.
b. Kepatuhan Materiil
Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak selain
memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk
kewajiban perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat kewajiban
perpajakannya. Di sini wajib pajak yang bersangkutan, selain
memperhatikan tanggal penyampaian SPT PPh juga memperhatikan
kebenaran yang sesungguhnya dari isi SPT PPh tersebut.
Menurut Gunadi (2005:5) kepatuhan Wajib Pajak adalah bahwa
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan
peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi,
seksama, peringatan, atau ancaman dan partisipasi sanksi baik hukum maupun
Jadi, dapat disimpulkan pengertian dari kepatuhan Wajib Pajak yaitu
suatu keadaan dimana Wajib Pajak memiliki kesediaan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya tanpa adanya pemeriksaan ataupun sanksi yang
diberikan dan secara sukarela mau membayar kewajibannya berupa pajak
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Faktor-Faktor yang Menentukan Tinggi Rendah Kepatuhan yaitu:
Menurut Nurmantu (2009), ada beberapa faktor yang menentukan
tinggi rendahnya kepatuhan perpajakan, antara lain kejelasan (clarity) undang-undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan, besarnya biaya kepatuhan
(compliance cost), dan adanya panutan. a. Kejelasan
Makin jelas undang-undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan, makin
mudah bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Makin berbelit aturan pelaksanaan perpajakan, apalagi kalau terdapat
ketidakpastian dan ketidaksinambungan peraturan, maka makin sulit bagi
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
b. Biaya kepatuhan
Untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas negara, maka
dibutuhkan biaya-biaya yang dalam literatur perpajakan disebut sebagai
kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya kepatuhan. Biaya kepatuhan adalah semua biaya baik secara fisik maupun
psikis yang harus dipikul oleh wajib pajak untuk memnuhi kewajiban
perpajakannya. Biaya kepatuhan terdiri dari fee untuk konsultan/akuntan, biaya pegawai, biaya transport ke kantor pajak/bank/kas negara, biaya
fotocopy sebagai biaya fisik, dan biaya psikis berupa stress,
keingintahuan, dan kekhawatiran. Makin rendah biaya kepatuhan, makin
mudah bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Permintaan lembar fotocopy lebih dari satu kali oleh seksi/petugas kantor
pajak di bawah satu atap merupakan contoh dari biaya kepatuhan yang
tidak perlu.
c. Panutan
Sistem panutan di kalangan masyarakat wajib pajak di Indonesia untuk menjadi wajib pajak ”terbesar” dapat merupakan faktor yang
meningkatkan rasa kepatuhan perpajakan. Menjadi salah satu dari 100
pembayar pajak terbesar mendorong konglomerat baik pada tingkat pusat
maupun daerah untuk meningkatkan pembayaran pajaknya yang sekaligus
mendekatkan dirinya pada tingkat kepatuhan. Contoh yang diberikan
presiden untuk mengisi SPT dan menyampaikannya ke KPP sebelum
tanggal 31 Maret ikut mendorong pimpinan Departemen, pimpinan
Perusahaan untuk mengajak anggota organisasinya untuk mengikuti jejak
pimpinan bahkan tetangga yang tidak membayar pajak, atau tidak
menyampaikan SPT bahkan tidak atau belum memiliki NPWP akan
merupakan panutan yang negatif bagi anggota masyarakat wajib pajak
untuk tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya.
3. Kriteria Wajib Pajak Patuh
Menurut Keputusan Menteri Keuangan nomor : 544/KMK.04/2000,
kriteria wajib pajak patuh adalah:
a. Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
3) Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau Lembaga
Pengawasan Keuangan Pemerintah dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian selama 3 tahun berturut-turut
4) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
b.Tepat Waktu
Tepat waktu menyampaikan SPT meliputi penyampaian Surat
Pemberitahuan (SPT) yang tidak terlambat dalam tahun terakhir untuk
masa pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak
setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. Surat Pemberitahuan Masa yang
terlambat tersebut telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu
penyampaian SPT Masa Pajak berikutnya
D. Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan akan dituruti/ditaati/dipatuhi atau dengan kata lain sanksi
perpajakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar ketentuan
perundang-undangan perpajakan (Lubis, 2006:55).
Menurut Resmi (2009:71) sanksi pajak terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu
sanksi administrasi dan sanksi pidana. Adapun pengertian dari sanksi-sanksi
tersebut adalah:
1. Sanksi Adminsitrasi
Sanksi administrasi sehubungan dengan surat ketetapan pajak dan surat
tagihan pajak. Sanksi Administrasi adalah sanksi yang ditetapkan oleh
undang-undang kepada wajib pajak karena tidak dipenuhinya
kewajiban-kewajiban sebagaimana ditentukan dalam undang-undang perpajakan yaitu
a. Denda (Pasal 7, Undang-undang No.6 tahun 1983).
b. Bunga (Pasal 8, ayat (2) dan Pasal 13, ayat (2) undang-undang No.6 tahun
1983).
c. Kenaikan (Pasal 13, ayat (1), (2), (3), dan pasal 15, ayat (1), (2),
Undang-undang No.6 tahun 1983).
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana adalah sanksi yang ditetapkan oleh undang-undang kepada
wajib pajak karena melakukan tindak pidana, yaitu berupa :
a. kurungan (pasal 38, 39, dan 41 undang-undang No.6 tahun 1983).
b. denda (pasal 38, 39, dan 41 undang-undang No.6 tahun 1983).
Jadi, dapat disimpulkan pengertian dari sanksi perpajakan adalah sanksi yang
diberikan kepada Wajib Pajak karena tidak mematuhi perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Sanksi tersebut bisa berupa sanksi adminitrasi ataupun
sanksi pidana. Sanksi administrasi bisa berupa denda, sedangkan sanksi pidana
berupa kurungan penjara. Sanksi tersebut diberikan agar mampu memberikan
efek jera bagi WP yang telah melakukan pelanggaran pajak.
E. Pajak Penghasilan (PPh)
1. Definisi Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Resmi (2009:80), pengertian pajak penghasilan adalah : “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang telah
Menurut Undang-undang pajak penghasilan tahun 2000 :
“Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
Menurut Suandy (2005:45) pengertian Pajak penghasilan (PPh)
adalah:
“PPh termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya yakni yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Sehingga terdapat ketegasan bahwa apabila tidak ada subjek pajaknya, maka jelas tidak dapat dikenakan PPh”.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada subjeknya yaitu
Wajib Pajak atas penghasilan yang diperolehnya baik yang berasal dari
Indonesia maupun luar Indonesia yang menambah kekayaan WP yang
bersangkutan dalam satu tahun pajak.
2. Subjek Pajak Penghasilan (PPh)
Subjek pajak PPh terdiri atas orang pribadi, badan, dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT). Disamping itu, ditentukan bahwa selama warisan tidak/belum
dibagi maka warisan itu sendiri ditunjuk sebagai subjek pajak pengganti.
Yang dimaksud dengan subjek pajak orang pribadi adalah setiap orang tidak
memandang mereka itu warga negara atau bukan, keturunan atau pribumi,
tinggal di luar Indonesia yang memungkinkan dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia. (Marsyahrul, 2005:98).
Sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang PPh, subjek pajak
dalam PPh terdiri dari 2 (dua) jenis, yakni:
a.Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang
berada atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis dapat
dilihat dalam ketentuan berikut:
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Atau juga orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. Disamping itu, juga tidak harus
secara berturut-turut 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tinggal di
Indonesia, namun bisa jadi secara tidak kontinyu sepanjang jumlahnya
memenuhi 183 hari selama 12 bulan.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
b. Subjek pajak luar negeri
1. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
ataupun berada di Indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12