• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Penghindaran Pajak Berganda

1. Jenis-Jenis Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

Pada dasarnya perjanjian penghindaran pajak berganda adalah ditujukan untuk mencegah tejadinya pembebanan pajak selama lebih dari satu kali oleh dua negara yang berbeda. Suatu perjanjian dalam penghindaran pajak berganda dibuat oleh dua negara ataulebih. Terdapat dua jenis perjanjian penghindaran pajak berganda, yaitu sebagai berikut:55

a) Perjanjian Bilateral, yaitu perjanjian yang dibentuk antara dua negara, seperti Tax Treaty antara Indonesia dengan Australia. Sehingga perjanjian yang dibentuk tersebut berlaku untuk dua negara yang bersangkutan. Tax Treaty tersebut dapat menghindarkan secara mutlak terjadinya pajak ganda, karena:

1) Adanya pembatasan jumlah dan jenis pajak yang dicakup oleh perjanjian pajak ganda.

2) Adanya kemungkinan dilaksanakannya interpretasi berlainan di negara-negara yang membuat perjanjian tersebut. Dalam hal ini masing-masing negara akan membuat penafsiran sendiri yang diterapkan di negara

Rochmat Soemitro, Op. Cit., Hal. 14.

55

Bab VII Ketentuan Penutup Pasal 29 Saat Berlakunya P3B

Pasal 30 Saat Berakhirnya P3B

Bab VII mengatur mengenai kapan berlakunya P3B dan tatacara pencabutan P3B.

sendiri. Umumnya penafsiran tersebut berkaitan dengan “pendapatan/

Income”, “warga negara”, “tempat tinggal”, dan lain-lain.56

3) Tidak adanya Badan peradilan internasional yang dapat memutuskan perselisihan.

b) Perjanjian Multilateral, yaitu suatu kesepakatan secara tertulis yang dilakukan oleh lebih dari dua negara. Contoh: perjanjian yang dibentuk antara negara-negara yang tergabung dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang mengatur negara-negara terkait perjanjian secara menyeluruh, dan konvensi Jenewa tahun 1961 tentang kekebalan politik, serta yang termuar dalam ketentuan pembebasan pajak kepada wakil diplomatik.

Dakam praktek, lebih banyak digunakan perjanjian bilateral. Terdapat beberapa alasan yang mendukung hal tersebut, yaitu sebagai berikut:57

a) Bahwa perbedaan hukum nasional memerlukan definisi yang komprehensif, dimana hal tersebut dapat tercapai melalui perjanjian bilateral.

b) Perjanjian pajak berganda dinyatakan masih sangat penting sebagai kunci dalam melaksanakan kebijakan perdagangan asing dan kebijakan moneter, membawa akibat pemberian privileges, dimana hal tersebut dapat dicapai melalui perundingan give and take, yakni perjanjian bilateral.

Ibid., Hal. 134.

56

Ibid., Hal. 137.

57

2. Metode Penghindaran Pajak Berganda

Terdapat 2 metode dalam penghindaran pajak berganda, yaitu sebagai berikut: 58

a) Exemption method

Seluruh jumlah utang pajak dibayar di negara sumber. Sehingga negara domisili harus melepaskan hak pemajakannya. Exemption method terbagi atas dua, yaitu sebagai berikut:

1) Full exemption, Yaitu semua pendapatan yang diperole di luar negeri tidak dihitung di dalam negeri. Sehingga hanya penghasilan dalam negeri saja yang dikenakan pajak. Contoh: penghasilan dalam negeri adalah sebesar Rp. 200 juta. Sedangkan penghasilan luar negeri adalah Rp. 100 juta. Dengan demikian, penghasilan brupa Rp. 200 juta saja yang dikenakan pajak.

2) Exemption with progression, Yaitu penghasilan luar negeri tidak dikenakan pajak, namun jumlah penghasilan yang diperoleh dari luar negeri tersebut dijumlahkan dengan jumlah penghasilan dari dalam negeri untuk menentukan tarif pajak progresif. Contoh: Penghasilan dalam negeri adalah sebesar Rp.

200 juta. Sedangkan penghasilan luar negeri adalah Rp. 100 juta. Tarif pajak untuk pendapatan Rp 100 juta adalah 15%,.Sedangkan tarif untuk jumlah Rp 20 juta 25% serta tarif untuk jumlah Rp 300 juta adalah 35%. Berdasarkan tarif progresif ini yang dikenakan pajak adalah atas Rp 200 juta saja, tetapi dengan tarif 35%

Khairul Anwar, Skripsi. “Perjanjian Bilateral Indonesia Malaysia Atas

58

Penghindaran Pajak Berganda Dintinjau Dari Segi Hukum Perdagangan Internasional”.

(Medan: Universitas Sumatera Utara). Hal. 57.

b) Credit method

Yakni cara menghindari pajak berganda dengan mengkreditkan utang pajak luar negeri. Terdapat dua metode dalam credit method, yaitu sebagai beriktut:

1) Full credit method, Yaitu semua utang pajak yang dibayar di luar negeri dapat dikreditkan dalam menghitung jumlah utang pajak dalam negeri. Contoh:

Pendapatan Dalam Negeri : Rp. 80.000.000

Pendapatan Luar Negeri : Rp. 20.000.000

Total Pendapatan : Rp. 100.000.000

Tarif Pajak Dalam Negeri : 25%

Tarif Pajak Luar Negeri : 30%

Jumlah utang pajak penghasilan

25% x Rp. 100.000.000 : Rp. 25.000.000

Jumlah utang pajak penghasilan luar negeri

30% x Rp. 20.000.000 : Rp. 6.000.000

Jumlah utang pajak yang wajib dibayar : Rp. 19.000.000

2) Ordinary Credit Method, Yaitu jumlah utang pajak luar negeri yang dapat dikreditkan tidak boleh melebihi jumlah utang pajak dalam negeri yang dihitung berdasarkan tarif PPh domestik. Metode ini diterapkan oleh Indonesia berdasarkan ketentuan yang telah diatur Dalam pasal 24 UU PPh.

Contoh:

Pendapatan Dalam Negeri : Rp. 80.000.000

Pendapatan Luar Negeri : Rp. 20.000.000

Total Pendapatan : Rp. 100.000.000

Tarif Pajak Dalam Negeri : 25%

Tarif Pajak Luar Negeri : 30%

Jumlah PPh terutang:

25% x Rp. 100.000.000 : Rp. 25.000.000

Jumlah maksimum kredit pajak:

Rp. 20.000.000 X Rp. 25.000.000 : Rp. 5.000.000 Rp. 100.000.000

Jumlah pajak yang wajib dibayar : Rp. 20.000.000

3. Model Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

Sebagian besar P3B yang telah dibuat antar negara adalah didasarkan kepada model tertentu, yaitu: 59

a. OECD (Organisation of Economic Cooperation and Development). OECD pada tahun 1963 lebih memprioritaskan hak pemajakan kepada negara domisili, dimana negara anggota OECD yang merupakan negara maju lebih diperhatikan. Pada tahun 1977, OECD diperbaharui seiiring dengan adanya perubahan dalam kondisi ekonomi, teknologi, dan perkembangan metode penghindaran pajak serta penyeludupan pajak. Pada tahun 1992, OECD Model Tax Convention on Income and on Capital (OECD 1992) lahir. Model OECD 1992 telah mengadopsi format “loose leaf”. OECD kemudian terus menerus diperbaharui untuk mengantisipasi berbagai perubahan seiiring dengan adanya perkembangan perekonomian dan permasalahan dalam

Darussalam dan Danny Septriadi Op. Cit., hal. 19-20

59

perpajakan. Model OECD terakhir adalah OECD Model 2014. Tujuan utama dari P3B adalah untuk menghapus pajak berganda dalam skala internasional supaya menumbuhkan perdagangan antar negara yang terlibat dalam penandatanganan P3B.

b. UN (United of Nation). UN model lahir pada tahun 1980. Pengembangan pasal dalam ketentuan UN Model pada dasarnya berdasarkan OECD Model tahun 1977. Pasal-pasal dalam UN Model lebih merujuk kepada pemberian hak pemajakan kepada negara berkebang atau negara tujuan investasi, teknologi, dan sumber daya manusia (source country). Tujuan utama dari P3B adalah untuk menarik investor asing, mengembangkan ekonomi dan sosial negara berkembang.

Perbedaan antara OECD model dan UN model dalam BUT adalah sebagai berikut: 60

Tabel 3.3 Perbedaan OECD Model dan UN Model Dalam BUT

Perbedaan OECD Model UN Model

BUT Kontruksi Meliputi proyek bangunan, konstruksi, atau instalasi di atas 1 tahun.

Meliputi proyek bangunan, konstruksi, perakitan, instalasi, atau kegiatan pengawasan mengenai suatu proyek tertentu di atas 6 bulan.

Darussalam dan Danny Septriadi, Op. Cit., hal 31

60

Sumber: Darussalam & Septriadi (2017)

C. Penerapan Tax Treaty Atas Penghindaran Pajak Berganda Antara

Dokumen terkait