• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari

III. METODE PENELITIAN

3.3 Metode Penelitian

3.3.2 Analisis Data

3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida

3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari

Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik dilakuka n melalui pendekatan. Pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan jumlah konsumsi listrik Kota Pekanbaru tahun 2004 dan faktor emisi karbon dioksida. Total emisi karbon dioksida diperoleh dari perhitungan : konsumsi listrik/tahun/kecamatan dikali faktor emisi (gram karbon dioksida/kWh).

Nilai konsumsi listrik diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara. Jumlah konsumsi listrik (kWh) pada tahun 2004 terdiri dari empat rayon/kecamatan yaitu

31

Pekanbaru Kota, Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan (Lampiran 4). Nilai fakt or emisi adalah nilai emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik yang ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara, untuk negara Indonesia nilainya adalah 454 gram CO2/kWh. Nilai total emisi adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik yang berada pada empat kecamatan (rayon). Total emisi karbon dioksida = Total kWh x 454 gram karbon dioksida.

Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan asumsi bahwa masing-masing rayon sebagai sumber karbon dioksida . Empat kecamatan lain yaitu Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak menghasilkan emisi dari pembangkit listrik.

3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak

Tanah

Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi minyak tanah dilakukan melalui pendekatan. Total emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan jumlah konsumsi minyak tanah di Kota Pekanbaru tahun 2004 dikali faktor emisi minyak tanah.

Nilai konsumsi minyak tanah diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Nilai yang dipakai adalah jumlah konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru pada tahun 2004. Konsumsi minyak tanah masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan data jumlah rumah tangga pengguna minyak tanah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru. Nilai faktor emisi Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara. Faktor emisi untuk negara Indonesia nilainya adalah 2,52 gram CO2/liter. Nilai total emisi Karbondioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 0,24 gram CO2/liter.

3.3.2.3.3 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium.

Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi premium dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi bahan bakar premium pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru. Seluruh SPBU yang ada di Kota Pekanbaru dikelompokkan berdasarkan lokasinya pada masing-masing kecamatan. Emisi karbon dioksida yang dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masing-masing kecamatan.

Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertaminan cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar premium adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi karbon dioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information

Administration (EIA) tahun 2001. Faktor emisi premium adalah 2,3 gram

CO2/liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi premium di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = Total konsumsi (liter) x 2,3 gram CO2/liter.

3.3.2.3.4 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar.

Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi solar dilakukan melalui pendekatan jumlah konsumsi dan nilai faktor emisi. Jumlah konsumsi pada masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan jumlah konsumsi untuk seluruh SPBU di Kota Pekanbaru. Emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan asumsi bahwa masing SPBU menyediakan pemakaian untuk masing-masing kecamatan.

Nilai konsumsi bensin diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Pendekatan yang digunakan untuk mendapatkan jumlah konsumsi bahan bakar solar adalah berdasarkan jumlah konsumsi dari seluruh SPBU yang berada pada masing-masing kecamatan (Lampiran 5). Nilai faktor emisi

33

Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar. Faktor emisi ditetapkan oleh Energy Information Administration

(EIA) tahun 2001 dengan nilai 2,7 gram CO2/liter. Nilai total emisi karbon dioksida adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi solar di masing-masing kecamatan. Total emisi karbon dioksida = total konsumsi (liter) x 2,7 gram CO2/liter.

3.3.2.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida

Emisi karbon dioksida dari empat jenis penggunaan energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar) dijumlahkan untuk mengetahui nilai total pada masing-masing kecamatan. Nilai total ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui kecukupan ruang terbuka hijau menyerap emisi karbon dioksida.

3.3.2.4 Selisih Serapan Karbon Dioksida dan Emisi Karbon Dioksida

Selisih serapan karbon dioksida dan emisi karbon dioksida diperoleh berdasarkan pendugaan sebaran serapan karbon dioksida. Serapan karbon dioksida diperoleh dari klasifikasi penutupan lahan untuk daerah bervegetasi yaitu hutan, perkebunan, semak, dan rumput. Penghitungan selisih juga berdasarkan pada perkiraan jumlah serapan karbon dioksida pada existing condition ruang terbuka hijau serta pendugaan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari kebutuhan energi yaitu dari konsumsi listrik, minyak tanah, bensin, dan solar. Dari perkiraan nilai sebaran dan luas ruang terbuka hijau maka akan diketahui kecukupan vegetasi dalam perannya untuk menyerap karbon dioksida , secara khusus yang berasal dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, bensin, dan solar). Informasi ini sangat diperlukan untuk arahan penanaman vegetasi dengan melakukan perencanaan pembangunan hutan kota jika ditinjau dari sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang ada.

3.3.2.5 AnalisisStandar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

Peningkata n pembangunan di wilayah perkotaan menghasilkan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat kota. Dampak-dampak negatif yang terjadi terhadap lingkungan dan aspek tata ruang kota yaitu berupa berkurangnya

ruang terbuka hijau yang berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem kota. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah pencegahan dengan mewujudkan ruang terbuka hijau yang serasi di wilayah perkotaan.

Ruang terbuka hijau kota mempunyai fungsi yaitu sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Manfaat yang dapat diperoleh da ri ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lihgkungan; memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah.

Untuk mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau sesuai dengan fungsinya maka ditentukan standar luas berdasarkan pada:

1. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan yang mempunyai tujuan untuk (1) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkungan dan (2) menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Standar luasan RTH kota di Indonesia menurut Inmendagri No. 14 Tahun 1988, dihitung berdasarkan persentase luas total wilayah kota yaitu 40 % dari total wilayah harus dihijaukan.

2. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk. Standar ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dikemukakan oleh Simonds (1983). Kebutuhan ruang terbuka hijau dibagi menjadi empat kelas. Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983), Kota Pekanbaru

35

mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per jiwa. Standar luas ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk

Hirarki Wilayah Jumlah KK Wilayah Jumlah Jiwa Wilayah RTH (m2 /1.000 jiwa) Penggunaan Ruang Terbuka

Ketetanggaan 1.200 4.320 1.200 Lapangan bermain, areal

rekreasi, taman

Komunitas 10.000 36.000 20.000 Lapangan bermain,

lapangan atau taman, (termasuk ruang terbuka ketetanggaan)

Kota 100.000 40.000 Ruang terbuka umum,

taman areal bermain (termasuk ruang terbuka untuk komuniti) Wilayah/

Region

1.000.000 80.000 Ruang terbuka umum,

taman areal rekreasi, berkemah (termasuk ruang terbuka kota)

Sumber: Simonds (1983)

3. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Emisi Karbondioksida (CO2). Cahaya matahari dimanfaatkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses ini sangat bermanfaat bagi manusia karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan mengakibatkan efek rumah kaca. Jumlah emisi karbon dioksida akan berpengaruh terhada p jumlah luas ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk menyerap emisi karbon dioksida , sehingga diperlukan standar luas agar emisi karbon dioksida mampu diserap seluruhnya oleh tanaman. Nilai serapan karbon dioksida oleh beberapa tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5.

3.3.2.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau

Analisis ruang terbuka hijau digunakan untuk mengetahui kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUT RK) Pekanbaru tahun 2004 untuk kawasan hijau. Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) untuk kawasan hijau dianalisis dengan standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988, berdasarkan jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi.

3.3.2.7 Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota

Perencanaan pembangunan hutan kota disusun dengan kriteria berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau ditinjau dari luas wilayah, kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, dan jumlah emisi karbon dioksida dari penggunaan energi yaitu listrik, minyak tanah, bensin, dan premium. Masing-masing kebutuhan ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kecamatan yang ada di Kota Pekanbaru. Perencanaan pembangunan hutan kota merupakan arahan revegetasi untuk mencukupi jumlah ruang terbuka hijau.

Perencanaan lokasi pembangunan hutan kota di Kota Pekanbaru dilakukan berdasarkan luas dan sebaran ruang terbuka hijau yang sudah direncanakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru yang diatur dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004. Kesesuaian luas dan lokasi ruang terbuka hijau dihitung berdasarkan kebutuhan ruang terbuka hijau untuk kriteria yang telah ditentukan. Alternatif lokasi pada kecamatan yang dijadikan prioritas untuk lokasi penanaman hutan kota dipilih berdasarkan kawasan yang mempunyai ruang terbuka.

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Wilayah

Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 terdiri dari 8 wilayah kecamatan dengan luas wilayah 446,5 km2. Setelah diadakan pengukuran dan pematokan oleh tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau luas Kota Pekanbaru menjadi 632,26 km2 melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau Nomor 83/11/1993. Luas Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan

No. Kecamatan Luas Wilayah (km2)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan 2,26 6,65 4,04 5,10 3,26 203,03 299,08 108,84 Jumlah Luas 632,26

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru Tahun 2003

Batas-batas wilayah Kota Pekanbaru adalah; sebelah Utara berbatasan Kabupaten Bengkalis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Kampar dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Posisi strategis Kota Pekanbaru yang terletak di jalur lintas Timur Pulau Suma tera dan mudah dilalui oleh arus lalu-lintas dari ujung Utara sampai ke ujung Selatan Sumatera. Posisi strategis ini memberikan berbagai dampak serta peluang bagi perkembangan perekonomian dan pembangunan Kota Pekanbaru. Letak Kota Pekanbaru secara geografis berada di tengah-tengah Pulau Sumatera dan merupakan dataran yang mudah untuk dikembangkan.

4.2 Topografi

Kota Pekanbaru terletak pada ketinggian rata-rata 5 meter di atas permukaan air laut, hanya daerah-daerah tertentu yang letaknya lebih tinggi dari

ketinggian rata -rata, yaitu daerah di sekitar Bandar Udara Sultas Syarif Kasim II dengan ketinggian 26 meter di atas permukaan air laut dan di bagian Utara dan Timur Kota Pekanbaru. Topografi di Kota Pekanbaru berdasarkan kelas kelerengan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:

§§

0 % - 2 % : merupakan wilayah yang datar

§§

2 % - 15 % : landai sampai berombak

§§

15 % - 40 % : berombak sampai bergelombang

§§

di atas 40 % : bergelombang sampai berbukit

Secara umum kondisi wilayah Kota Pekanbaru merupakan dataran rendah dengan kemiringan lereng 0 persen - 2 persen. Beberapa wilayah di bagian Utara dan Timur memiliki morfologi bergelombang dengan kemiringan di atas 40 persen. Kemiringan lereng di Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan disajikan pada pada Tabel 8.

Tabel 8. Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan

di Kota Pekanbaru

Kemiringan Lahan (Ha)

No. Kecamatan 0–2 % 2–15 % 15-40 % > 40 % Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Tampan Bukit Raya Limapuluh Sail Pekanbaru Kota Sukajadi Senapelan Rumbai 7.456 22.441 404 326 226 510 665 9.004 - 9.208 - - - - - 6.416 - 240 - - - - - 124 2.964 908 - - - - - 2.328 10.420 32.797 404 326 226 510 665 17.872 Jumlah 41.032 15.624 364 6.200 63.220 Prosentase (%) 64.90 24.71 0.58 9.81 100.00

Sumber : Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 1994-2004.

Ditinjau dari kondisi topografi wilayah perencanaan Kota Pekanbaru, kelerengan 0-20 persen sampai dengan 2-15 persen mencakup luasan yang cukup besar yaitu 566,56 ha atau 89,61 persen da ri luas wilayah secara keseluruhan. Dengan kondisi lahan datar yang cukup luas ini menunjukkan secara fisik, Kota Pekanbaru mampu menampung berbagai pembangunan kota, sedangkan lahan

39

dengan kelerengan yang lebih besar dari 40 persen disarankan sebagai kawasan konservasi.

4.3 Geologi

Struktur geologi Kota Pekanbaru terdiri atas Formasi Minas yang dikelilingi oleh aluvium muda sepanjang aliran Sungai Siak dan Aluvium tua yang berawa -rawa. Formasi Minas ini terdiri dari kerikil, sebaran kerakal, pasir dan lempung yang juga merupakan alluvium namun relatif lebih terkonsolidasi.

Adanya sebaran kerakal, kerikil dan pasir menyebabkan daya dukung pada Formasi Minas lebih baik jika dibandingkan dengan alluvium tua dan alluvium muda. Pada umumnya Formasi Minas merupa kan formasi terbaik bagi pengembangan kawasan perkotaan. Namun untuk mendelineasi tingkat kesesuaian lahan dari Formasi Minas yang disusun oleh berbagai jenis ukuran batuan di atas masih memerlukan penelitian baik pemetaan geologi permukaan maupun penelitian geologi bawah permukaan.

Pengaruh patahan yang berumur kuarter yang kemungkinan merupakan patahan aktif sebagai sumber patahan dangkal memerlukan uji seismoteknik untuk lebih menyakin kan eksistensinya. Pengujian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan pembangunan bertingkat dan kawasan perumahan padat.

Pada daerah yang tinggi sebagian besar tanahnya berjenis podzolik merah kuning sedangkan di daerah yang lebih rendah berawa dan gambut berjenis tanah organosol/glei humus. Pada umumnya tanah di Kota Pekanbaru terdiri dari jenis tanah alluvial hydromorf yang berasal dari endapan tanah liat dan asosiasi aluvial dengan pasir. Tanah jenis ini memiliki sifat sedikit menahan/kedap air. Hal ini menyebabkan peresapan air berjalan lambat.

Pada umumnya keadaan tanah di Kota Pekanbaru mempunyai daya pikul (T tanah) antara 0,7 kg/cm2 - 1 kg/cm2, kecuali di beberapa lokasi yang berdekatan dengan anak sungai (T tanah antara 0,4 kg/cm2 - 0,6 kg/cm2).

Sumber daya bahan bangunan yang terdapat di Kota Pekanbaru berupa pasir dan batu (sirtu). Bahan bangunan ini terutama berasal dari Formasi Minas yang berupa kerakal, kerikil dan pasir. Sumber daya bahan bangunan seperti

batuan beku yang berupa granit dan bahan bangunan lainnya seperti batu gamping, batu sabak dan batuan yang berasal dari gunung berapi tersier dapat diperoleh dari pegunungan jauh disebelah Barat Daya Kota Pekanbaru

4.4 Hidrologi

Kondisi hidrologi di Kota Pekanbaru dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu kondisi hidrologi air permukaan dan air tana h. Hidrologi air permukaan pada umumnya berasal dari sungai-sungai yang mengalir di Kota Pekanbaru yaitu Sungai Siak. Sungai Siak selain digunakan sebagai alat transportasi air juga merupakan jalur perhubungan lalu-lintas perekonomian rakyat pedalaman ke kota serta dari daerah lainnya, selain itu airnya digunakan sebagai sumber air permukaan yang digunakan untuk air minum dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (MCK). Sungai Siak mempunyai anak-anak sungai di dalam kota yang berfungsi sebagai saluran utama pembuangan air limbah dan drainase. Sungai Siak mengalir dari barat ke timur, memliki beberapa anak sungai antara lain: Sungai Umban Sari, Air Hitam, Sibam, Setukul, Pengamba ngan, Ukai, Sago, Senapelan, Limau dan Tampan.

Hidrologi air tanah dalam kemungkinan berasal dari Formasi Petani, sifat air tanahnya kurang baik sebagai air minum. Sedangkan hidrologi air tanah dangkal berasal dari Formasi Minas. Mengingat kondisi batuan Formasi Minas yaitu memiliki permeabilitas dan porositas yang tinggi, maka Kota Pekanbaru memiliki potensi keter sediaan air tanah dangkal yang cukup banyak.

Sungai Siak yang merupakan Sungai terbesar yang membelah Kota Pekanbaru menjadi 2 bagian utara dan selatan, banyak anak sungai yang bermuara pada Sungai Siak, dengan demikian beban Sungai Siak dalam proses pendangkalan atau sedimentasi cukup besar. Selain itu sebagai sumber air baku untuk PDAM Tirta Siak, air sungai perlu dijaga dari polusi hal ini disebabkan terdapat beberapa kegiatan industri yang ada pada sepanjang alur sungai diantaranya industri plywood, crumb rubber, dan pulp.

41

Potensi lain sebagai sumber air minum adalah air tanah dangkal dan sumber-sumber air tanah perlu dijaga kelestariannya untuk memenuhi kebutuan air minum bagi penduduk yang tidak terlayani oleh jaringan PDAM.

4.5 Klimatologi

Kota Pekanbaru pada umumnya beriklim tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31,6 °C - 33,7 °C dan suhu minimum berkisar antara 22,1 °C - 23,3 °C. Rata-rata curah hujan bulanan pada tahun 2004 sekitar 263,73 mm dan rata-rata jumlah hari hujan pada tahun 2004 sekitar 17 hari (BMG Pekanbaru, 2004). Keadaan musim berkisar: musim hujan jatuh pada bulan September sampai dengan Pebruari dan musim kemarau jatuh pada bulan Maret sampai dengan Agustus. Kelembaban maksimum antara 94% - 96%, kelembaban minimum antara 59 persen - 69 persen (BPS Kota Pekanbaru, 2003).

4.6 Kependudukan

Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru yang tinggi terdapat di Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan. Jumlah penduduk yang tinggi terjadi karena Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan mempunyai wilayah yang luas dibanding dengan kecamatan lainnya. Prakiraan jumlah penduduk Kota Pekanbaru sampai tahun 2006 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Prakiraan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006

Tahun No. Kecamatan 2002 2003 2004 2005 2006 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumba i Bukit Raya Tampan 33.831 36.137 45.289 71.993 25.482 63.970 176.614 161.879 34.316 36.226 46.203 72.940 25.851 65.275 181.916 174.724 34.802 36.315 47.117 73.887 26.220 66.581 187.217 187.568 35.288 36.404 48.031 74.834 26.589 67.886 192.519 200.412 35.774 36.492 48.946 75.781 26.958 69.191 197.821 213.257 Jumlah 615.195 637.451 659.707 681.963 704.220

Sumber: Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006 (Hasil Analisis)

Kepadatan penduduk yang tinggi di Kota Pekanbaru untuk masing-masing kecamatan adalah Kecamatan Pekanbaru dan Kecamatan Sukajadi, kepadatan

penduduk yang sedang terdapat di Kecamatan Senapelan, Kecamatan Limapuluh dan Kecamatan Sail, sedangkan kepadatan penduduk yang rendah terdapat di Kecamatan Rumbai, Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Tampan. Kepadatan penduduk yang tinggi sampai sedang terdapat di Kecamatan pusat kota, sementara kepadatan penduduk rendah terdapat di kecamatan luar pusat kota. Prakiraan kepadatan penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan tahun 2006 disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Prakiraan Kepadatan Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2000-2006 Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/ha) No. Kecamatan 2002 2006 Luas Wilayah (ha) 2002 2006 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pekanbaru Kota Senapelan Limapuluh Sukajadi Sail Rumbai Bukit Raya Tampan 33.831 36.137 45.289 71.993 25.482 63.970 176.614 161.879 35.774 36.492 48.946 75.781 26.958 69.191 197.821 213.257 226 665 404 510 326 20.303 29.908 10.884 150 54 112 141 78 3 6 15 158 55 121 149 83 3 7 20 Jumlah 615.195 704.220 63.226

Sumber: Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006 (Hasil Analisis) 4.7 Kesesuaian Lahan

Pengembangan Kota Pekanbaru berdasarkan arahan kemampuan lahan yang dimiliki secara garis besar pengembangan kota dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu pengembangan kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya.

4.7.1 Arahan Pengembangan Kawasan Lindung

Wilayah Kota Pekanbaru yang perlu dilindungi (yang merupakan kawasan lindung) meliputi :

§§

Areal hulu sungai di Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Rumbai. Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area).

§§

Daerah dengan kemiringan lereng lebih dari 40 persen, terdapat di Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Wilayah ini ditetapkan sebagai kawasan lindung

43

karena kondisi fisik lahannya yang digunakan sebagai daerah resapan air dan untuk mencegah kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor dan sebagainya.

§§

Daerah tepi sungai (kiri kanan sungai), yaitu :

Sungai Siak ( 100 meter di sisi kiri dan kanan sungai).

Sungai Senapelan, Sungai Sail, Sungai Tanjung Datuk (50 meter di sisi kiri kanan sungai).

§§

Kawasan sepanjang perbatasan kota yaitu sepanjang 500 - 1.000 meter. Penetapan daerah hijau pada kawasan hijau ini ditujukan untuk :

memberikan tanda/pembatas fisik kota dengan kabupaten lainnya

mencegah terjadinya konflik dalam perencanaan, pengawasan dan pembanguna nnya.

§§

Wilayah sepanjang jalur patahan di Barat Daya sampai Selatan Kecamatan Tampan, mengingat potensinya yang rawan gempa (gempa bumi dangkal) pemba ngunan fisik yang dilakukan di wilayah ini perlu disesua ikan dengan adanya potensi gempa/ bencana tersebut.

§§

Daerah rawa dan bergambut dalam yang banyak terdapat di Kecamatan Rumbai dan Bukit Raya. Penetapan wilayah-wilayah ini sebagai kawasan lindung, selain sesuai dengan Keppres No.32 Tahun 1990 juga mengingatkan aspek tingginya biaya investasi yang diperlukan untuk membangun di daerah ini serta masih luasnya lahan pengembangan kota, maka disarankan daerah-daerah berawa dan bergambut dijadikan kawasan lindung.

§§

Wilayah yang terdiri dari sistem lahan Klaru, Benjah Bekasih dan Mendawai, ketiga sistem lahan ini dijadikan kawasan lindung/hijau karena ketiga sistem lahan ini tidak dapat dijadikan sebagai pengembangan kawasan budidaya baik budidaya pertanian maupun permukiman/perkotaan.

4.7.2 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya

Kota Pekanbaru memiliki luas wilayah 632,26 km2 atau 63.226 hektar. Wilayah yang dapat dikembangkan sebagai kawasan terbangun adalah sebesar 60 persen (379,365 km2) dari seluruh wilayah kota sedangkan sisanya harus tetap

Dokumen terkait