• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU

DI KOTA PEKANBARU

Oleh

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisis

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru” adalah karya penulis

sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

(3)

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Dibawah bimbingan Lilik Budi Prasetyo dan Endes N. Dahlan.

Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, premium dan solar. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah CO2.

Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis penutupan lahan. Perkiraan jumlah CO2 dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar)

dihitung berdasarkan jumlah konsumsi dan nilai-nilai faktor emisi yang diperoleh dari studi literatur. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kota Pekanbaru berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan vegetasi dengan jumlah 12.499,27 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk dan emisi CO2 masih memenuhi syarat. Untuk tingkat kecamatan, berdasarkan jumlah

penduduk dan emisi hanya Rumbai dan Bukit Raya yang masih memenuhi syarat. Penambahan vegetasi yang diperlukan pada masing-masing kecamatan adalah 3.033,19 hektar untuk Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 hektar, dan Tampan 4.134,84 hektar.

(4)

ABSTRACT

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. The Analysis of Urban Green Space Requirement in Kota Pekanbaru. Under the supervision of Lilik Budi Prasetyo and Endes N. Dahlan.

The main factor in environmental issues is human population. The increase of population is a major source that triggering the development of residential and other permanently public facilities. Therefore, the need of energy such as electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel increase significantly. The existing urban green space due to the conversion of residential development is decreasing. Scattered clusters of inhabitant and residential site in one particular area generate a kind of negative impact into environmental carrying capacity. The need of energy as a sequencing consequence from urban development was considerably distressing the quality of air in Kota Pekanbaru. The study was purposed to estimate the need of urban green space based on total area, number of citizens and CO2 level. The standard for the need of urban green space is acquired by

literatures study. The estimated total need of urban green space was obtained from land coverage analysis, whereas the level of CO2 was estimated from an amount

of energy consumption (electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel) and emission factors that obtained furthermore from literature. The result of this study revealed that based on the size of area, Kota Pekanbaru was experiencing a shortage of green space for 12.499,27 ha, but considerably insufficient condition based on population and CO2 emission, as well as Kecamatan Rumbai dan

Kecamatan Bukit Raya for subsequent level. To comply a standard prerequirement in such space, Kecamatan Pekanbaru Kota was recommended to extend as large as 3.033,19 ha urban forest. For another district that were Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi Sail, Rumbai, Bukit Raya and Tampan required open spaces 266 ha, 164,62 ha, 246,34 ha, 130,40 ha, 5.305,67 ha, 2.206,76 ha, and 4.134,84 ha, respectively.

(5)

© Hak cipta milik Riswandi Stepanus Tinambunan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(6)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU

DI KOTA PEKANBARU

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

di Kota Pekanbaru

Nama : Riswandi Stepanus Tinambunan

NRP : P052020461

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana IPB

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc Ir. Endes N. Dahlan, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi. Penulis berharap, karya kecil yang telah disusun dapat memberikan informasi kepada masyarakat Kota Pekanbaru secara umum dan secara khusus kepada Pemerintah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. W.E. Tinambunan, Drs.,MS dan Ibu R. Sipayung, kedua orang kakak Rostiana dan Evi, serta kedua orang adik Harley dan Wahyu, untuk kesabaran dan kasih sayang yang diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing dan Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bantuan pemikiran, waktu dan dorongan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki.

3. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

4. Bapak Gubernur Provinsi Riau, yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan.

5. Instansi Pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru, untuk pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi dan tukar pikiran, sehingga penulisan menjadi lebih baik.

(9)

Bogor, Juni 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

(11)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU

DI KOTA PEKANBARU

Oleh

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

SEKOLAH PASCASARJANA

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisis

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru” adalah karya penulis

sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

(13)

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Dibawah bimbingan Lilik Budi Prasetyo dan Endes N. Dahlan.

Faktor penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, premium dan solar. Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan jumlah CO2.

Standar kebutuhan ruang terbuka hijau diperoleh dari studi literatur. Perkiraan jumlah ruang terbuka hijau diperoleh dengan analisis penutupan lahan. Perkiraan jumlah CO2 dari konsumsi energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar)

dihitung berdasarkan jumlah konsumsi dan nilai-nilai faktor emisi yang diperoleh dari studi literatur. Hasil yang diperoleh bahwa kebutuhan ruang terbuka hijau untuk Kota Pekanbaru berdasarkan luas wilayah terdapat kekurangan vegetasi dengan jumlah 12.499,27 hektar, sedangkan berdasarkan jumlah penduduk dan emisi CO2 masih memenuhi syarat. Untuk tingkat kecamatan, berdasarkan jumlah

penduduk dan emisi hanya Rumbai dan Bukit Raya yang masih memenuhi syarat. Penambahan vegetasi yang diperlukan pada masing-masing kecamatan adalah 3.033,19 hektar untuk Kecamatan Pekanbaru Kota, Senapelan 266 hektar, Limapuluh 164,62 hektar, Sukajadi 246,34 hektar, Sail 130,40 hektar, Rumbai 5.305,67 hektar, Bukit Raya 2.206,76 hektar, dan Tampan 4.134,84 hektar.

(14)

ABSTRACT

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN. P052020461. The Analysis of Urban Green Space Requirement in Kota Pekanbaru. Under the supervision of Lilik Budi Prasetyo and Endes N. Dahlan.

The main factor in environmental issues is human population. The increase of population is a major source that triggering the development of residential and other permanently public facilities. Therefore, the need of energy such as electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel increase significantly. The existing urban green space due to the conversion of residential development is decreasing. Scattered clusters of inhabitant and residential site in one particular area generate a kind of negative impact into environmental carrying capacity. The need of energy as a sequencing consequence from urban development was considerably distressing the quality of air in Kota Pekanbaru. The study was purposed to estimate the need of urban green space based on total area, number of citizens and CO2 level. The standard for the need of urban green space is acquired by

literatures study. The estimated total need of urban green space was obtained from land coverage analysis, whereas the level of CO2 was estimated from an amount

of energy consumption (electricity, petroleum, gasoline and diesel fuel) and emission factors that obtained furthermore from literature. The result of this study revealed that based on the size of area, Kota Pekanbaru was experiencing a shortage of green space for 12.499,27 ha, but considerably insufficient condition based on population and CO2 emission, as well as Kecamatan Rumbai dan

Kecamatan Bukit Raya for subsequent level. To comply a standard prerequirement in such space, Kecamatan Pekanbaru Kota was recommended to extend as large as 3.033,19 ha urban forest. For another district that were Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi Sail, Rumbai, Bukit Raya and Tampan required open spaces 266 ha, 164,62 ha, 246,34 ha, 130,40 ha, 5.305,67 ha, 2.206,76 ha, and 4.134,84 ha, respectively.

(15)

© Hak cipta milik Riswandi Stepanus Tinambunan, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(16)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU

DI KOTA PEKANBARU

RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

di Kota Pekanbaru

Nama : Riswandi Stepanus Tinambunan

NRP : P052020461

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana IPB

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc Ir. Endes N. Dahlan, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(18)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi. Penulis berharap, karya kecil yang telah disusun dapat memberikan informasi kepada masyarakat Kota Pekanbaru secara umum dan secara khusus kepada Pemerintah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan kepada penulis, yaitu :

1. Kedua orang tua, Bapak Prof. Dr. W.E. Tinambunan, Drs.,MS dan Ibu R. Sipayung, kedua orang kakak Rostiana dan Evi, serta kedua orang adik Harley dan Wahyu, untuk kesabaran dan kasih sayang yang diberikan. 2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing dan Bapak Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala bantuan pemikiran, waktu dan dorongan semangat, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki.

3. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

4. Bapak Gubernur Provinsi Riau, yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan.

5. Instansi Pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru, untuk pengumpulan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam diskusi dan tukar pikiran, sehingga penulisan menjadi lebih baik.

(19)

Bogor, Juni 2006

(20)

RIWAYAT HIDUP

(21)

DAFTAR ISI

2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan... 17

2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida ... 18

2.6 Sistem Informasi Geografis ... 20

2.7 Pembangunan Berkelanjutan... 23

III. METODE PENELITIAN... 24

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Alat dan Bahan... 24

3.3 Metode Penelitian ... 24

3.3.1 Pengumpulan Data ... 24

3.3.2 Analisis Data ... 26

3.3.2.1 Analisis Penutupan Lahan... 27

3.3.2.1.1 Cropping... 28

3.3.2.1.2 Pengambilan Data Lapangan... 28

3.3.2.1.3 Klasifikasi Citra... 28

3.3.2.1.4 Akurasi Klasifikasi... 28

3.3.2.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida ... 29

3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida... 30

3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik ... 30

3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak Tanah... 31

3.3.2.3.3 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Premium ... 32

3.3.2.3.4 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Solar... 32

(22)

xii

Dioksida... 33 3.3.2.5 Analisis Standar Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau... 33 3.3.2.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kota

untuk Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan Ruang

Terbuka Hijau ... 36 3.3.2.7 Arahan Revegetasi dengan Pembangunan Hutan Kota .. 36

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 37 4.1 Letak da n Luas Wilayah ... 37 4.7.1 Arahan Pengembangan Kawasan Lindung... 42 4.7.2 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya ... 43 4.8 Bentuk Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50 5.1 Analisis Penutupan Lahan... 50 5.1.1 Klasifikasi Citra Landsat ETM+... 50 5.1.2 Pemotongan Citra (Cropping)... 50 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan... 53 5.1.4 Akurasi Klasifikasi... 56 5.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida ... 57 5.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida... 59 5.3.1 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Listrik ... 60 5.3.2 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan

Minyak Tanah... 61 5.3.3 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan

Premium ... 63 5.3.4 Emisi Karbon Dioksida dari Sumber Penggunaan Solar ... 65 5.3.5 Total Emisi Karbon Dioksida... 67 5.4 Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida ... 69 5.5 Analisis Kebutuhan Luas Ruang Terbuka Hijau... 70

5.5.1 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14... Tahun 1988 ... 71 5.5.2 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk... 73 5.5.3 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Sebaran Emisi Karbon

Dioksida... 74 5.5.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Existing

Condition Ruang Terbuka Hijau... 76 5.6 Analisis Kesesuaian Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Hijau

(23)

RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988... 78 5.6.2 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan

RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk... 80 5.6.3 Kesesuaian RUTRK Kawasan Hijau terhadap Kebutuhan

RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida ... 81 5.6.4 Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Rencana

Umum Tata Ruang Kota ... 82 5.7 Arahan Revegetasi... 84 5.7.1 Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing Condition RTH .... 84 5.7.2 Penanaman Vegetasi Berdasarkan RUTRK Pekanbaru Tahun

2004 ... 86 5.7.3 Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi... 87 5.7.4 Pengembangan Hutan Kota ... 88 5.7.4.1 Manfaat Hutan Kota ... 89 5.7.4.2 Kawasan Potensial untuk Lokasi Penanaman Hutan

Kota ... 89

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 94 6.1. Kesimpulan... 94 6.2. Saran... 96

(24)

xiv

DAFTAR TABEL

1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar... 19 2. Faktor Emisi untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar ... 19 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi

Minyak... 20 4. Contoh Matrik Kesalahan ... 29 5. Nilai Serapan Karbon Dioksida oleh Vegetasi... 29 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk... 35 7. Luas Wilayah Kota Pekanbaru Berdasarkan Kecamatan ... 37 8. Kemiringan Lereng dan Luas Lahan Masing-Masing Kecamatan di

Kota Pekanbaru ... 38 9. Prakiraan Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006... 41 10. Prakiraan Kepadatan Penduduk Kota Pekanbaru Tahun 2002-2006... 42 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004.... 53 12. Matrik Kesalahan... 56 13. Serapan Karbon Dioksida dengan Tipe Vegetasi ... 58 14. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Listrik ... 60 15. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Minyak

Tanah ... 62 16. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Premium ... 64 17. Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Penggunaan Solar ... 66 18. Total Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari Aktivitas Kota

(Listrik, Minyak Tanah, Premium dan Solar)... 68 19. Selisih Serapan dan Emisi Karbon Dioksida ... 70 20. Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No. 14 Tahun 1988... 71 21. Selisih Kebutuhan RTH Berdasarkan Inmendagri No.14/88 dengan

Existing Condition Kawasan Hijau Tahun 2004 ... 72 22. Kebutuhan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk ... 73 23. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Standar Luas RTH

Berdasarkan Jumlah Penduduk ... 74 24. Kebutuhan RTH Berdasarkan Emisi Karbon Dioksida ... 75 25. Kesesuaian Existing Condition RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida .. 75 26. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Existing Condition

Ruang Terbuka Hijau... 76 27. Rencana Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru Tahun 2004 ... 78 28. Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun

1988 ... 80 29. Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhada p Standar Luas RTH untuk

Jumlah Penduduk ... 81 30. Kesesuaian RUTRK Untuk RTH terhadap Emisi Karbon Dioksida ... 82 31. Ketercukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Rencana Umum

Tata Ruang Kota ... 83 32. Arahan Luas dan Lokasi Penanaman Vegetasi Berdasarkan Existing

(25)

Umum Tata Ruang Kota untuk Kawasan Hijau... 86 34. Perbedaan Luas Penanaman Vegetasi antara Exsisting Condition

Vegetasi dengan RUTRK Kawasan Hijau... 88 35. Potensi Jumlah Pohon yang Ditanam Pada Masing-Masing Unit Tempat

(26)

xvi

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran ... 8 2. Peta Lokasi Penelitian... 25 3. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan... 27 4. Taman Hutan Raya ... 45 5. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Rekreasi... 45 6. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai... 46 7. Ruang Terbuka Hijau Jalur Jalan... 46 8. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkantoran... 47 9. Hutan Kota ... 47 10. Pemakaman Umum Sebagai RTH ... 48 11. Semak Belukar ... 48 12. Perkebunan Kelapa Sawit ... 49 13. Cuplikan Citra Landsat 7 ETM+, 127/060, 4 Maret 2004... 51 14. Potongan Citra Untuk Wilayah Studi... 52 15. Persentase Kelas Penutupan Lahan Tahun 2004 di Kota Pekanbaru... 54 16. Peta Penutupan Lahan Tahun 2004 ... 55 17. Grafik Serapan Emisi Karbon Dioksida Oleh Vegetasi ... 59 18. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari

Penggunaan Listrik di Kota Pekanbaru ... 61 19. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari

Penggunaan Minyak Tanah di Kota Pekanbaru... 63 20. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari

Penggunaan Premium di Kota Pekanbaru ... 65 21. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida yang Dihasilkan dari

Penggunaan Solar di Kota Pekanbaru... 66 22. Grafik Perbandingan Total Emisi Karbon Dioksida yang dihasilkan

Untuk Setiap Kecamatan di Kota Pekanbaru... 69 23. Grafik Perbandingan Emisi Karbon Dioksida Berdasarkan Sumber

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Banyaknya Kekuatan dan Tenaga Listrik yang Dibangkitakan oleh

PLN Cabang Pekanbaru... 101 2. Rekapitulasi Nilai Indeks Standar Pencemar Udara Tahun 2000, 2001,

2002, dan 2003... 102 3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107

(28)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberha silan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan.

Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk (1) mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia. (2) Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat. (3) Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 24 Tahun 1992).

Ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasa n hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga kawasan hijau dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. Pemanfatan ruang terbuka hijau lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Inmendagri No. 14 Tahun 1988).

(29)

bahan pangan dan energi serta bertambahnya limbah domestik dengan cepat. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup, sehingga lingkungan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang dapat berupa terjadinya peningkatan suhu udara dan pencemaran udara.

Peningkatan konversi lahan sekitar 60,11 % pada tahun 2004 dilakukan untuk pengembangan kawasan-kawasan pemukiman (Anonim, 2002). Rencana tata ruang untuk pemukiman tahun 2000 berjumlah 14.172 hektar, sementara pada tahun 2004 jumlahnya meningkat menjadi 35.531 hektar. Pengembangan kawasan untuk pemukiman terjadi karena jumlah penduduk semakin berkembang pesat, baik itu penduduk lokal ataupun pendatang yang ambil bagian dalam kegiatan perekonomian. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru Tahun 2002-2006 memperkirakan jumlah penduduk Kota Pekanbaru sampai dengan tahun 2006 mencapai 704.220 jiwa, sementara pada tahun 2002 hanya berjumlah 615.195 jiwa , terjadi peningkatan sekitar 12,64% . Peningkatan jumlah penduduk akan berdampak pada perubahan penggunaan lahan baik untuk pemukiman, kawasan hijau kota ataupun peruntukan lainnya.

(30)

3

Sukajadi 121 jiwa/hektar, Sail 66 jiwa/hektar, Rumbai 5 jiwa/hektar, Bukit Raya 7 jiwa/hektar, dan Tampan 14 jiwa/hektar.

Besarnya pemakaian energi listrik di Kota Pekanbaru terjadi seiring dengan meningkatnya populasi dan aktifitas masyarakat untuk berbagai kegiatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Kota Pekanbaru, terjadi peningkatan konsumsi listrik dalam hit ungan kWh. Rata-rata peningkatan hingga tahun 2004 sekitar 8,74 %. Jumlah kWh yang terpakai pada tahun 1998 yaitu sebesar 346.506.282 dan pemakaian sampai dengan tahun 2004 berjumlah 563.669.923 kWH (Lampiran 1).

Jumlah kendaraan di Kota Pekanbaru pada Tahun 2000 berjumlah 247.683 unit. Terjadi peningkatan sekitar 12,14 %, pa da akhir Tahun 2004 berjumlah 300.112 unit (Direktorat Lalu Lintas, Polda RIAU). Peningkatan jumlah kendaraan akan meningkatkan kebutuhan energi yang berdampak terhadap peningkatan jumlah karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan.

Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta ma khluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Supaya udara dapat bermanfaat sebesar -besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara (PP No.41 Tahun 1999).

Berdasarkan informasi dari Laboratorium Udara BAPEDALDA Kota Pekanbaru bahwa untuk saat tertentu keadaan kualitas udara ambien Kota Pekanbaru telah melebihi ambang batas. Kriteria ambang batas ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-45/MENLH/10/1997 tentang perhitungan dan pelaporan serta informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Parameter pencemaran udara meliputi nilai partikulat (PM-10), ozon (O3), CO, SO2 dan NO2. Nilai Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)

disajikan pada Lampiran 2.

(31)

dari partikulat (PM-10) untuk kategori sedang adalah terjadi penurunan pada jarak pandang, kategori tidak sehat selain gangguan jarak pandang terjadi juga pengotoran debu, kategori sangat tidak sehat akan terjadi peningkatan sensitivitas pada penderita asma dan bronhitis (Lampiran 3). Dampak yang ditimbulkan dari Ozon (O3) untuk kategori sedang akan mengakibatkan luka pada beberapa spesies

tumbuhan, kategori tidak sehat mengakibatkan penurunan kemampuan daya tahan tubuh, kategori sangat tidak sehat akan mempengaruhi pernafasan penderita paru-paru kronis (Lampiran III Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997). Sementara dampak untuk masing-masing kategori sedang yang ditimbulkan dari karbon monoksida (CO), nitrogen (NO2),

dan sulfur dioksida (SO2) adalah terjadinya perubahan kimia darah, berbau, dan

luka pada beberapa spesies tumbuhan.

Perubahan yang terjadi mempunyai pengaruh buruk terhadap lingkungan, apalagi jika sebelumnya aparat pemerintah belum mempersiapkan strategi perencanaan khusus untuk mengantisipasi segala bentuk perubahan yang terjadi khususnya terhadap pengelolaan lingkungan hidup kawasan perkotaan secara berkesinambungan. Permasalahan lingkungan di Kota Pekanbaru ditimbulkan akibat terjadi peningkatan kawasan untuk pemukiman, peningkatan jumlah penduduk yang berhubungan dengan daya tampung lingkungan, jumlah karbon dioks ida yang dihasilkan serta keberadaan vegetasi atau kawasan hijau sebagai daya dukung lingkungan.

(32)

5

Untuk mengatasi permasalahan lin gkungan yang timbul maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan sesuai dengan daya dukung dan kebutuhan kota. Bentuk pengelolaan dapat berupa pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan kota. Penelitian ini dilakukan supaya dapat memperoleh gambaran mengenai jumlah kebutuhan luas vegetasi untuk mendukung perkembangan kota di Kota Pekanbaru.

1.2 Kerangka Pemikiran

Kota yang sedang berkembang pada umumnya berusaha untuk mengembangkan dirinya dari suatu keadaan dan sifat masyarakat tradisional dengan keadaan ekonomi terbelakang, menuju ke arah keadaan yang lebih baik. Dalam hal ekonomi, ditujukan untuk mendapatkan kesejahteraan dan tingkat ekonomi yang lebih baik. Akan tetapi perhatian terhadap pembangunan ekonomi saja tidak akan memberikan jaminan untuk suatu proses pembangunan yang stabil dan berkelanjutan apabila mengabaikan aspek lain seperti lingkungan (Tjokroamidjojo, 1995).

Meningkatnya jumlah populasi penduduk kota dan kebutuhan sumber daya, keberadaan kota tidak dapat dilepaskan dari masalah-masalah lingkungan seperti keterbatasan lahan, polusi air, udara dan suara, sistem sanitasi yang buruk, dan kondisi perumahan yang tidak memadai serta masalah transportasi. Lebih lanjut, persoalan lingkungan kota juga mempunyai implikasi yang kompleks, terutama berkaitan dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat kota. Lingkungan kota yang kurang baik dan sehat memicu berkembangnya berbagai persoalan sosial kota, baik menyangkut kriminalitas kota, persoalan psikologis penduduk kota, kemiskinan, serta konflik-konflik sosial lainnya.

(33)

lingkungan yang diakibatkan dengan terjadinya penurunan kualitas udara oleh adanya kegiatan industri dan transportasi.

Pencemaran terjadi dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, dalam hal ini adalah semakin banyaknya jumlah kendaraan di kawasan perkotaan akan menimbulkan berbagai macam polusi udara yang membahayakan kesehatan manusia. Terjadinya perubahan iklim mikro dapat dirasakan dengan meningkatnya suhu udara di kawasan perkotaan sebagai dampak dari banyaknya sumber pencemar. Keadaan ini juga akan menimbulkan penurunan nilai estetika, artinya pada kawasan perkotaan, masyarakat sudah tidak dapat lagi merasakan kenyamanan yang nantinya juga akan menimbulkan permasalahan-permasalahan psikologis bagi manusia di kawasan perkotaan. Pencemaran udara juga menjadi bagian dari penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat adanya kegiatan industri, jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah dan berbagai jenis aktifitas masyarakat.

Perkembangan kota yang terjadi di Kota Pekanbaru terlihat dengan semakin berkembangnya perekonomian di segala sektor. Industri, perdagangan dan jasa juga memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Bertambahnya tingkat pertumbuhan penduduk juga merupakan dampak dari suatu perubahan kota yang menunjukkan banyaknya aktivitas yang terjadi di dalam kota tersebut yang pada akhirnya membutuhkan lahan yang banyak untuk pemukiman. Perkembangan kota juga akan mengakibatkan konversi terhadap lahan-lahan hijau, sehingga peran lahan hijau tersebut menjadi prioritas yang terakhir dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota. Ketiga kelompok tersebut yaitu kegiatan industri, perdagangan dan jasa berpengaruh terhadap perekonomian, pemukiman serta konversi lahan-lahan hijau akan menimbulkan dampak-dampak perubahan yang negatif dari keadaan sebelumnya terhadap lingkungan, hal ini tentu akan menimbulkan masalah-masalah baru terhadap lingkungan yang akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan.

(34)

7

dengan pengadaan ruang terbuka hijau yang tepat dan sesuai fungsinya serta lebih khusus untuk menghasilkan suatu perencanaan hutan kota yang nantinya akan memberikan sumbangan yang positif dengan keberadaan pohon-pohon yang ditata dengan suatu perencanaan yang baik.

Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota, keberadaannya memiliki makna mengamankan ekosistem alam yang besar pengaruhnya terhadap eksistensi dan kelangsungan hidup kota itu sendiri. Manfaat keberadaan hutan kota yaitu untuk memperbaiki lingkungan dan menjaga iklim, meresapkan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota serta mendukung pelestarian plasma nutfah dan aspek lainnya, sehingga pembangunan dapat berjalan seiring sejalan dengan aspek kelestarian lingkungan. Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parsial yakni menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota (Dahlan, 2004). Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan: (1) persentase luas (Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988); (2) luasan perkapita (Simonds,1983); dan (3) isu penting pada suatu kota. Persentase luas yang dipakai menjadi acuan adalah 40 % dari luas wilayah adalah kawasan hijau. Luasan perkapita yang digunakan adalah kebutuhan ruang terbuka hijau masyarakat yaitu 40 meter persegi/jiwa. Isu penting yang digunakan ada lah berdasarkan jumlah karbon dioksida berdasarkan kemampuan tipe vegetasi untuk menyerap karbon dioksida (Iverson et. al. 1993).

(35)

Kesesuaian

Pembangunan di Kota Pekanbaru merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Kawasan Kota Pekanbaru merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi sehingga menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan pemukiman dan lingkungan perumahan.

(36)

9

Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana dan sarana. Pertambahan jumlah penduduk juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan energi seperti energi listrik, minyak tanah, bahan bakar transportasi yaitu premium dan solar. Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi atau pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Pekanbaru terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup.

Ruang terbuka hijau semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dalam suatu wilayah, akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya dukung lingkungan. Kebutuhan energi sebagai dampak adanya kegiatan pembangunan, meningkatkan pengaruhnya terhadap kualitas udara Kota Pekanbaru. Rencana tata ruang yang merupakan aplikasi peraturan mengenai ruang terbuka hijau, belum bisa diwujudkan dengan baik untuk mengakomodasi aspek-aspek yang membutuhkan ruang terbuka hijau.

Secara lebih khusus, permasalahan pokok yang hendak diteliti atau diungkapkan pada penelitian ini adalah :

1. Apakah ruang terbuka hijau yang ada telah memberi keseimbangan lingkungan terhadap penyebaran dan jumlah penduduk, luas wilayah serta dampak yang ditimbulkan dari penggunaan energi (listrik, minyak tanah, premium, dan solar) ?

(37)

1.4 Tujuan Penelitian

Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru. 2. Menganalisis jumlah kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru

berdasarkan luas kawasan, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan.

3. Mengidentifikasi apakah luas dan sebaran ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru telah sesuai terhadap kebutuhan luas kawasan hijau berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH), jumlah penduduk, dan jumlah karbon dioksida yang dihasilkan.

4. Mengidentifikasi kesesuaian jumlah dan sebaran ruang terbuka hijau berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) terhadap kebutuhan ruang terbuka hijau.

5. Arahan penambahan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah ini :

1. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru mengenai kebutuhan ruang terbuka hijau Kota Pekanbaru.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru untuk menentukan lokasi dan luas kawasan hijau kota.

(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004).

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dala m bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.

2.2 Hutan Kota

Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar -besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000).

(39)

Keha diran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993).

Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu :

1. Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain sebagainya di wilayah pemukiman.

2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair, maupun gas.

3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen.

4. Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam.

(40)

13

Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002).

Secara umum bentuk hutan kota adalah :

1. Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan. 2. Taman Kota. Taman Kota diartikan seba gai tanaman yang ditanam dan ditata

sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia, untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.

3. Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat me nghasilkan buah.

4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.

5. Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut (Dahlan, 1992).

2.3 Fungsi Hutan Kota

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi lingkungan perkotaan yang rusak adalah dengan pembangunan ruang terbuka hijau kota yang mampu memperbaiki keseimbangan ekosistem kota. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara membangun hutan kota yang memiliki beranekaragam manfaat. Manfaat hutan kota diantaranya adalah sebagai berikut :

Identitas Kota

(41)

alasan pohon tersebut serba guna dan istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini (Fandeli, 2004).

Nilai Estetika

Komposisi vegetasi dengan strata yang bervariasi di lingkungan kota akan menambah nilai keindahan kota tersebut. Bentuk tajuk yang bervariasi dengan penempatan (pengaturan tata ruang) yang sesuai akan memberi kesan keindahan tersendiri. Tajuk pohon juga berfungsi untuk memberi kesan lembut pada bangunan di perkotaan yang cenderung bersifat kaku. Suatu studi yang dilakukan atas keberadaan hutan kota terhadap nilai estetika adalah bahwa masyarakat bersedia untuk membayar keberadaan hutan kota karena memberikan rasa keindahan dan kenyamanan (Tyrväinen, 1998).

Penyerap Karbondioksida (CO2)

Hutan merupakan penyerap gas karbon dioksida yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya ke mampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menyusutnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat (C6H1 2O6) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan karbohidrat (C6H12O6)

dan oksigen (O2) adalah 6 CO2 + 6 H2O + Energi dan klorofil menjadi C6H12O6 +

6 O2.

Proses fotosintesis sangat bermanfaat bagi manusia. Pada proses fotosintesis dapat menyerap gas yang bila konsentarasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses fotosintesis menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Jenis tanaman yang baik sebagai penyerap gas Karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen adalah damar (Agathis alba), daun

(42)

15

(Acacia auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson and

McPherson, 1999). Pelestarian Air Tanah

Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Hutan kota dengan luas minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002).

Penahan Angin

Hutan kota berfungsi sebagai penahan angin yang mampu mengurangi kecepatan angin 75 - 80 %. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam mendesain hutan kota untuk menahan angin adalah sebagai berikut :

§ Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat.

a. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang

b. Memiliki jenis perakaran dalam.

c. Memiliki kerapatan yang cukup (50 - 60 %).

d. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan.

(43)

pohon-pohon akan menahan sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan (Forest Service Publications. Trees save energy, 2003). Ameliorasi Iklim

Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari da n sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi. Jumlah pantulan radiasi matahari suatu hutan sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar matahari, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh hutan kota adalah kelembaban. Pohon dapat memberikan kesejukan pada daerah-daerah kota yang panas (heat island) akibat pantulan panas matahari yang berasal dari gedung-gedung, aspal dan baja. Daerah ini akan menghasilkan suhu udara 3-10 derajat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Penanaman pohon pada suatu areal akan mengurangi temperatur atmosfer pada wilayah yang panas tersebut (Forest Service Publications, 2003.

Trees Modify Local Climate, 2003). Habitat Hidupan Liar

Hutan kota bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Hutan kota merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Hutan kota dapat menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan ma kanan untuk burung dan binatang lainnya (Forest Service Publications, 2003. Trees Reduce Noise Pollution and Create Wildlife and Plant Diversity, 2003).

Produksi Terbatas atau Manfaat Ekonomi

(44)

17

atau bunga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf gizi, kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari selain untuk dikonsumsi juga dapat dimanfaatkan untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung dapat diambil bunganya. Buah sawo, pala, kelengkeng, duku, asam, menteng dan lain -lain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan masyarakat kota. Sedangkan secara tidak langsung, manfaat ekonomi hutan kota berupa perlindungan terhadap angin serta fungsi hutan kota sebagai perindang, menambah kenyamanan masyarakat kota dan meningkatkan nilai estetika lingkungan kota. (Fandeli, 2004).

Hutan kota dapat meningkatkan stabilitas ekonomi masyarakat dengan cara menarik minat wisatawan dan peluang-peluang bisnis lainnya, orang-orang akan menikmati kehidupan dan berbelanja dengan waktu yang lebih lama di sepanjang jalur hijau, kantor-kantor dan apartemen di areal yang berpohon akan disewakan serta banyak orang yang akan menginap dengan harga yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lama, kegiatan dilakukan pada perkantoran yang mempunyai banyak pepohonan akan memberikan produktifitas yang tinggi kepada para pekerja (Forest Service Publications , 2003. Trees Increase Economic Stability, 2003).

2.4 Pencemaran Lingkungan Perkotaan

Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat mempengaruhi langsung manusia, atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda -benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Sastrawijaya, 2000).

(45)

ulah hidupnya dan jumlah serta kadar bahayanya semakin meningkat. Pencemar udara dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu (1) pergesekan permukaan; (2) penguapan; (3) pembakaran; (Sastrawijaya, 2000).

Pada keadaan yang masih pada batas-batas kemampuan alamiah, udara di atmosfer sebagai suatu sistem mempunyai kemampuan ekologis untuk beradaptasi dan mengadakan mekanisme pengendalian alamiah (ecological auto-mechanism) dengan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem (kemampuan pengenceran dengan tumbuh-tumbuhan maupun lain-lain). Gangguan-gangguan terhadap ketimpangan susunan udara atmosfir dikatakan apabila zat-zat pencemar telah melewati angka batas atau baku mutu yang ditentukan oleh kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung maupun potensialnya. Nilai ambang batas tersebut berbeda untuk masing-masing kontaminan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan aspek kesehatan, estetika, pertumbuhan industri dan lain-lain (Ryadi, 1982).

Gas buang sisa pembakaran bahan bakar minyak mengandung bahan-bahan pencemar seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), volatile hydrocarbon (VHC), suspended particulate matter dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu. Peningkatan penggunaan bahan bakar minyak untuk sektor transportasi menyebabkan gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar pencemaran udara (Sugiyono, 1998).

2.5 Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida

Salah satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menjerap yang berbeda -beda (Gusmailina, 1996).

(46)

19

dalam produksi oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Irwan, 1992). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson, 1999). Penanaman pohon menghasilkan absorbsi karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (IPCC, 1995).

Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai, misalnya konsumsi listrik, minyak tanah, premium, solar da n sebagainya. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi disajikan pada Tabel 1, 2, dan 3.

Tabel 1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar

Bahan Bakar Cair gram CO2/gallon gram CO2/liter

Bensin 8,9 2,3

Solar 10,1 2,7

Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)

Tabel 2. Faktor Emisi Untuk Konsumsi Listrik dengan Semua Bahan Bakar

Negara Gram CO2/kWh Negara Gram CO2/kWh

(47)

Tabel 3. Faktor Emisi untuk Menghitung Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak

Fuel Type gram CO2/liter

Natural Gas 0,19

Gas/Diesel Oil 0,25

Petrol 0,24

Heavy Fuel Oil 0,26

Rata-Rata 0,24

Sumber : World Resources Institute (WRI) and World Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 2001 )

Biomassa atau bahan organik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksida (CO2) dengan air (H2O)

menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). Senyawa hasil konversi itu dapat berbentuk arang (karbon), kayu, ter, alkohol dan lain -lain (Kadir, 1995). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50 % bahan kering dari tanaman (Kusmana e t. al. 1992).

2.6 Sistem Informasi Geografis

(48)

21

tersimpan dalam format raster dan tercetak ke hardcopy, sehingga dapat dimanfaatkan secara operasional (Anonim, 2002).

Struktur data spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur data vektor dan raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, sedangkan struktur data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang membentuk gambar (Anonim, 2002).

Thematic Mapper merupakan salah satu jenis sensor penginderaan jauh satelit. Memiliki alat scanning mekanis yang merekam data dengan cara scanning

permukaan bumi dalam jalur-jalur (baris), 6 baris secara simultan (six -line scan).

Thematic Mapper juga mempunyai resolusi spektral (7 band), spatial (30 m x 30 m) dan radiometrik (8 bit) yang lebih baik (Jaya, 2002) .

Karakteristik dari Landsat Thematic Mapper adalah sebagai berikut: 1. Band 1, biru (0,45 – 0,52 µm), untuk penetrasi tubuh air, sehingga

bermanfaat untuk memberikan analisis karakteristik tanah dan air.

2. Band 2, hijau (0,52 – 0,60 µm), untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik terhadap puncak pantulan vegetasi guna penilaian ketahanan.

3. Band 3, merah (0,63 – 0,69 µm), untuk dapat membedakan dengan lebih baik tipe-tipe vegetasi antara daerah-daerah yang tidak bervegetasi

4. Band 4, inframerah dekat (0,76 – 0,90 µm), untuk menentukan kandungan biomassa dan untuk dilineasi tubuh air.

5. Band 5, inframerah tengah (1,55 – 1,75 µm), untuk menunjukkan kelembaban vegetasi dan kelembaban tanah, juga bermanfaat untuk membedakan salju dan awan.

6. Band 6, inframerah tengah (2,08 – 2,35 µm), untuk mengidentifikasi formasi batuan dengan lebih baik.

(49)

Menurut Davis (1996) Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri dari tiga bagian yang terintegrasi, yaitu : (a) Geografi; dunia nyata, atau realita spasial, atau ilmu bumi (geografi). (b) Informasi; data dan informasi, meliputi arti dan kegunaanya, dan (c) Sistem; teknologi komputer dan fasilitas pendukung. Dengan kata lain SIG merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus dan Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Burrough dan McDonnel (1986) memberikan definisi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam konteks alat (toolbox based), sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengoreks i, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basisdata (database based), Aronoff (1989) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (output). Sedangkan dalam konteks organisasi (organization based), Ozemoy et al. dalam Burrough dan McDonnel (1986) mendefinisikan Sistem Informasi Geografi (SIG) sebagai seperangkat fungsi-fungsi otomatis yang profesional dengan kemampuan lebih baik dalam hal penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara geografis.

Informasi penutupan lahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto udara yang kualitasnya baik. Namun demikian, informasi tentang penggunaan lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu daerah. Menurut Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga

(50)

23

data penginderaan jauh, bisa dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya di lapangan.

Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) telah banyak digunakan untuk perencanaan pertanian, industri, dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap penggunaan lahan, debit air, data kependudukan dan pengaruh dari masing-masing data dapat dilakukan. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) maka keterkaitan antara faktor yang mempengaruhi sistem dapat dianalisis (Aronoff, 1989).

2.7. Pembangunan Berkelanjutan

Dalam usaha pelaksanaan pembangunan terasa bahwa perencanaan ekonomi yang menghasilkan berbagai kemajuan ekonomi, serta yang dapat diukur melalui berbagai indikator-indikator ekonomi belum dapat memberikan gambaran bahwa usaha pembangunan berjalan secara sehat, wajar, di berbagai bidang yang saling mendukung. Pembangunan memerlukan indikator -indikator atau ukuran-ukuran yang lain yang dapat menunjukkan sampai seberapa jauh pembangunan sosial ekonomi berlangsung (Tjokroamidjojo, 1995).

(51)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101018’ sampai 101036’ Bujur Timur serta 0025’ sampai 0045’ Lintang Utara. Letak Kota Pekanbaru dengan luas wilayah sebesar 632,26 km2, berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Siak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pelalawan dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data,

Software Arc View beserta extension, Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna menentukan training area (area contoh) daerah-daerah bervegetasi dengan klasifikasi hutan, perkebunan, semak, dan rumput.

Adapun bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM 7 Path/Row 127/060, peta administrasi Kota Pekanbaru, jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi listrik, minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar.

3.3 Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan serta menganalisis data sesuai dengan kebutuhan yaitu perencanaan pembangunan hutan kota. Tahapannya adalah sebagai berikut:

3.3.1 Pengumpulan Data

(52)

K AB . S IA K

Sumber : 1. RUTRK KOTA PEKAN BARU 1993/1994 - 2003/2004

(53)

1. Citra Landsat TM 7, Path/Row 127/060 yang diperoleh dari Data Service

BIOTROP. Data citra berguna untuk memperoleh informasi penutupan lahan. 2. Peta administrasi Kota Pekanbaru.

3. Faktor emisi listrik, minyak tanah, premium, dan solar diperoleh dari studi literatur.

4. Konsumsi listrik diperoleh PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Cabang Pekanbaru.

5. Konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru.

6. Jumlah rumah tangga yang menggunakan minyak tanah diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru.

7. Konsumsi bensin dan solar diperoleh dari PT. Pertamina (Persero) Cabang Pemasaran Pekanbaru.

8. Nilai serapan karbon dioksida oleh vegetasi diperoleh dari studi literatur. 9. Jumlah bangunan tempat tinggal diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Kota Pekanbaru

10. Pendugaan nilai karbon dioksida yang berasal dari konsumsi bahan bakar dan listrik.

11. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida, diperoleh dari studi literatur.

12. Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pekanbaru untuk kawasan terbuka hijau tahun 2004 yang diperoleh BAPEDA Kota Pekanbaru.

3.3.2 Analisis Data

(54)

27

kebutuhan ruang terbuka hijau diarahkan dengan penanaman vegetasi dalam bentuk hutan kota.

3.3.2.1 Analisis Penutupan Lahan

Analisis penutupan lahan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai penutupan lahan. Informasi yang diperoleh berupa luas dan sebaran pada masing-masing kecamatan terutama untuk daerah yang bervegetasi. Informasi daerah bervegetasi diperlukan untuk mengetahui kecukupan vegetasi dalam memenuhi standar kebutuhan ruang terbuka hijau (luas wilayah, jumlah penduduk, dan karbon dioksida yang dihasilkan. Diagram alir analisis penutupan lahan disajikan pada Gambar 3.

Citra Landsat 7E TM+ path/ row, 127/ 060 tahun 2004

(Terkoreksi)

Pemotongan Citra

Interpretasi dan Klasifikasi Pemilihan Area

Contoh

Uji Akurasi

Data Lapangan

Hasil Klasifikasi

Diterima No

Peta Penutupan Lahan

Yes

(55)

3.3.2.1.1 Cropping

Cropping atau pemotongan citra berguna untuk pembatasan daerah penelitian. Pemotongan citra dilakukan berdasarkan wilayah administratif Kota Pekanbaru. Pemotongan citra menggunakan acuan peta digital Kota Pekanbaru, diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kota Pekanbaru.

3.3.2.1.2 Pengambilan Data Lapangan

Pengambilan data lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi dan kondisi Kota Pekanbaru secara nyata. Data lapangan berupa pengambilan titik koordinat untuk masing-masing tipe penutupan lahan yang berada di Kota Pekanbaru. Pengambilan koordinat lapangan menggunakan Global Positioning System (GPS).

3.3.2.1.3 Klasifikasi Citra

Klasifikasi citra menggunakan metode klasifikasi citra multispektral secara terbimbing (Supervised Classification). Pada metode ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, pengelompokan dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan sebaran spektral Digital Number/DN. Tahap terpenting dalam klasifikasi te rbimbing ini adalah tahap penamaan piksel (labelling) yang diperoleh dari data training area (area contoh), berdasarkan piksel-piksel terpilih maka analisis memerintahkan komputer untuk mengklasifikasi atau memberi nama/label seluruh piksel pada citra berdasarkan nilai statistik masing-masing kelas yang diperoleh dari training area.

3.3.2.1.4 Akurasi Klasifikasi

(56)

29

Tabel 4. Contoh Matrik Kesalahan

Diklasifikasi ke Kelas (Data Klasifikasi di Peta) Data Acuan

Ukuran-ukuran akurasi yang digunakan yaitu:

(

/

)

100%

3.3.2.2 Analisis Serapan Karbon Dioksida

Analisis serapan karbon dioksida berguna untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan ruang terbuka hijau menyerap karbon dioksida untuk masing-masing kecamatan di Kota Pekanbaru. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitungan serapan karbon dioksida dilakukan dengan cara menentukan luas penutupan lahan daerah-daerah yang bervegetasi. Informasi penutupan lahan diperoleh dari klasifikasi citra. Sebaran dan luas ruang terbuka hijau yang diperoleh dihitung nilainya berdasarkan kemampuan vegetasi menyerap karbon dioksida . Nilai serapan karbon dioksida untuk masing-masing tipe vegetasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Serapan Karbon Dioksida Oleh Vegetasi Serapan Tipe Vegetasi

C (ton/ha) CO2 (ton/ha)

Hutan 15,9 58,2576

Perkebunan 14,3 52,3952

Semak 0,9 3,2976

Rumput 0,9 3,2976

(57)

Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan kelas penutupan lahan untuk daerah bervegetasi, meliputi sebaran dan luasan. Nilai serapan karbon dioksida diperoleh berdasarkan asumsi sebagai berikut:

⋅⋅

Nilai serapan karbon dioksida diperoleh melalui pendekatan, bukan dengan perhitungan yang me mperoleh data lapangan.

⋅⋅

Nilai serapan karbon dioksida yang diperoleh hanya di atas tanah permukaan tanah, khususnya untuk daerah yang bervegetasi sementara serapan karbon dioksida yang ada di dalam tanah serta air tidak dihitung.

3.3.2.3 Analisis Emisi Karbon Dioksida

Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan untuk mengetahui nilai emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan adanya kegiatan dan kebutuhan manusia terhadap energi. Penghitungan emisi karbon dioksida dilakukan terhadap aspek sebagai berikut: (1) konsumsi listrik, dibatasi hanya terhadap PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai sumber energi listrik dengan bahan bakar solar sebagai pembangkit. Sumber pembangkit energi listrik di Kota Pekanbaru mempunyai empat kecamatan/rayon sebagai pembangkit energi. Lokasi pembangkit energi listrik terdapat pada Kecamatan Pekanbaru Kota, Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Rumbai, dan Kecamatan Tampan; (2) konsumsi minyak tanah untuk setiap kecamatan, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru; (3) konsumsi bahan bakar bensin, dan (4) konsumsi bahan bakar solar, diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru.

3.3.2.3.1 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Listrik

Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik dilakuka n melalui pendekatan. Pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan jumlah konsumsi listrik Kota Pekanbaru tahun 2004 dan faktor emisi karbon dioksida. Total emisi karbon dioksida diperoleh dari perhitungan : konsumsi listrik/tahun/kecamatan dikali faktor emisi (gram karbon dioksida/kWh).

(58)

31

Pekanbaru Kota, Bukit Raya, Rumbai, dan Tampan (Lampiran 4). Nilai fakt or emisi adalah nilai emisi karbon dioksida dari konsumsi listrik yang ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara, untuk negara Indonesia nilainya adalah 454 gram CO2/kWh. Nilai

total emisi adalah total emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik yang berada pada empat kecamatan (rayon). Total emisi karbon dioksida = Total kWh x 454 gram karbon dioksida.

Emisi karbon dioksida yang dihasilkan dengan asumsi bahwa masing-masing rayon sebagai sumber karbon dioksida . Empat kecamatan lain yaitu Kecamatan Senapelan, Limapuluh, Sukajadi, dan Sail tidak menghasilkan emisi dari pembangkit listrik.

3.3.2.3.2 Penghitungan Emisi Karbon Dioksida dari Konsumsi Minyak

Tanah

Penghitungan emisi karbon dioksida dari konsumsi minyak tanah dilakukan melalui pendekatan. Total emisi karbon dioksida dihitung berdasarkan jumlah konsumsi minyak tanah di Kota Pekanbaru tahun 2004 dikali faktor emisi minyak tanah.

Nilai konsumsi minyak tanah diperoleh dari pertamina cabang pemasaran Pekanbaru. Nilai yang dipakai adalah jumlah konsumsi minyak tanah untuk Kota Pekanbaru pada tahun 2004. Konsumsi minyak tanah masing-masing kecamatan dihitung berdasarkan data jumlah rumah tangga pengguna minyak tanah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru. Nilai faktor emisi Karbondioksida merupakan faktor emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari konsumsi minyak tanah. Faktor emisi ini ditetapkan oleh Energy Information Administration (EIA) tahun 2000 pada setiap masing-masing negara. Faktor emisi untuk negara Indonesia nilainya adalah 2,52 gram CO2/liter. Nilai total emisi

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Penutupan Lahan
Tabel 6. Standar Luas RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ingat yang dihafal bukan ceritanya tetapi alur cerita nama-nama surah Al-Qur’an (dalam terjemah) yang tertulis dengan huruf tebal dan kapital1. Seperti; PEMBUKAAN, SAPI BETINA

Saat bentang 40 m ini dibebani dengan beban lalu lintas yang semakin meningkat akan mengakibatkan terjadinya lendutan yang cukup besar pada jembatan sehingga

Merevisi adalah kegiatan pemeriksaan atau peninjauan yang bertujuan untuk memperbaiki suatu pengamatan yang belum tepat pada teks laporan hasil obeservasi baik dari

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi dan waktu transportasi terbaik dari infusum daun durian sebagai bahan anestesi.. Penelitian ini dilakukan dalam dua

File program untuk menangani data komputer, termasuk tambah, edit, delete, spek, inventaris dan cetak

Eponikium adalah bagian kecil dari epitel yang memanjang dari dinding kuku posterior ke dasar kuku.Sering disebut lipatan proksimal atau kutikula, eponikium adalah akhir

meaning in a way that realistic ar t can’t.. Penyederhanaan bentuk tidak selalu merupakan penghilangan detail, tetapi bisa menjadi cara membuat fokus, yang tidak dapat

Metode ilmiah yang digunakan untuk menentukan satuan kerja terbaik dalam penelitian ini dengan salah satu metode Sistem Pendukung Keputusan yaitu Analytical