• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghitungan Kerangka Pendanaan

Dalam dokumen RPJMD (2016-2021) – BAPPEDA SULUT (Halaman 51-55)

3.3. Kerangka Pendanaan

3.3.3 Penghitungan Kerangka Pendanaan

Sinergitas program pembangunan nasional dan daerah untuk penyusunan RKPD 2017 berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas dan sasaran pembangunan nasional. Arah kebijakan pembangunan daerah tersebut berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 dimana terdapat 6 (enam) urusan pemeritahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang terdiri dari pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat; dan sosial serta beberapa prioritas lainnya yaitu 18 urusan pemerintahan wajib no n pelayanan dasar dan 8 urusan pemerintahan pilihan. Dasar ini mempengaruhi penjabaran kebijakan belanja daerah dalam untuk berbagai bidang. Kebijakan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara untuk diarahkan pertama untuk memenuhi program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah.

Pengelolaan belanja sejak proses perencanaan terintegrasi level 1 dan level 2, tetap memperhatikan aspek efektifitas (keluaran dari belanja dapat dinikmati oleh masyarakat), efisiensi (memperhatikan perbandingan antara masukan dan keluaran), transparansi (anggaran dilaksanakan secara terbuka berdasarkan skala prioritas) dan akuntabilitas (diadministrasikan dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan perundang-undangan). Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara menggunakan system defisit anggaran karena jumlah belanja daerah lebih besar dari penerimaan daerah. Belanja daerah diarahkan untuk dapat mendukung 10 prioritas pembangunan daerah tahun 2017. Alokasi belanja untuk program dan kegiatan prioritas adalah sekitar 1,5 triliun rupiah dengan proporsi belanja terbesar pada SKPD Pekerjaan Umum (sekitar 51,64%) dan Dinas Pendidikan Nasional (sekitar 21,71%). Untuk menunjang kebijakan pemerintah daerah melalui program Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (ODSK), proporsi belanja program penanggulangulangan kemiskinan adalah sekitar 17,47%.

Pelimpahan kewenangan wajib bidang pendidikan menengah ke level provinsi, petugas kehutanan, petugas ESDM, petugas perikanan dan kelautan akan memberikan dampak peningkatan pada pos belanja pegawai di belanja tidak langsung. Saat ini terdapat gaji guru-guru SMA sebesar Rp. 212.853.000.000 (4.055 guru PNS

dan 441 guru Non PNS) dan guru-guru SMK sebesar Rp.162.772.200.000 ( 3.067 guru PNS dan 546 guru Non PNS) dengan proyeksi peningkatan gaji untuk guru-guru SMA/SMK Tahun 2017 sebesar Rp. 396.193.122.000. Untuk petugas kehutanan tingkat kabupaten/kota yang dilimpahkan ke provinsi adalah sebesar 341 pegawai.

Arah pengelolaan belanja daerah adalah sebagai berikut:

1. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus di manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk dapat mencapai prioritas pembangunan yang diharapkan, selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada akhir periode besarnya alokasi anggaran yang digunakan untuk mencapai prioritas yang diinginkan dapat terukur.

2. Prioritas

Penggunaan anggaran diprioritaskan untuk mendanai

program-program dan kegiatan-kegiatan prioritas sehingga tercapai komprehensif dalam pembangunan manusia, pembangunan sektor unggulan, pembangunan pemerataan dan kewilayahan dan pembangunan reformasi birokrasi.

3. Tolak ukur dan target kinerja

Belanja daerah pada setiap kegiatan harus disertai tolak ukur dan target pada setiap indikator kinerja bahkan mencantumkan secara jelas lokasi pembangunan yang dilakukan.

4. Optimalisasi belanja langsung

Belanja langsung yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan secara efisien dan efektif masih memiliki proporsi yang kecil. Sesuai dengan strategi pembangunan untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat,

optimalisasi pembangunan infrastruktur dapat

dikerjasamakan dengan pihak swasta melalui BUMD.

5. Transparansi dan Akuntabel

Setiap pengeluaran belanja, dipublikasikan dan

secara transparan lewat multilateral meeting dan bilateral meeting.

Secara umum urusan pemerintahan umum mencakup (Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi, Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian, Ketahanan Pangan, Kearsipan, Komunikasi dan Informasi, Perpustakaan, dan Perencanaan Pembangunan) mendapatkan alokasi belanja relatif besar dibandingkan dengan urusan wajib pemerintahan provinsi lainnya.

Alokasi belanja untuk pendidikan dan kesehatan 2015 sebesar 9 persen, dan relatif menurun dibandingkan dengan alokasi tahun 2014 sebesar 13,20 persen. Penurunan alokasi belanja pada bidang pendidikan dan kesehatan diikuti dengan kenaikan alokasi belanja infrastruktur (khusus kewenangan ke-PUan) menjadi 16,3 persen pada tahun 2015. Alokasi belanja bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur belum dapat memenuhi amanat Undang-Undang tentang Pendidikan, Kesehatan, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk alokasi belanja Modal khususnya infrastruktur dasar.

Arahan kebijakan alokasi belanja kedepan, memerlukan dukungan komitmen pemerintah provinsi bersama pihak legislatif untuk dapat mengalokasikan dana lebih besar mendukung peningkatan urusan bidang pelayanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Secara bersamaan dan bertahap alokasi belanja untuk urusan pemerintahan umum harus semakin mengecil dan pengurangan dana tersebut diarahkan dan dialokasikan untuk peningkatan pelayanan wajib dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

Penambahan alokasi belanja untuk meningkatkan pelayanan dasar wajib publik bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, perlu dilakukan. Tindakan tersebut, selain menjalankan amanat Undang Undang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah, pada hakikinya untuk mewujudkan pelayanan dasar berdasarkan standar pelayanan nasional kepada masyarakat sampai ke daerah terpencil, terisolasi, kepulauan, dan perbatasan.

Pelayanan dasar wajib publik yang semakin merata penyebarannya sampai menjangkau daerah-daerah pinggiran dan terpencil, dalam jangka menengah dan panjang akan dapat meningkatkan tingkat kecerdasan dan kesehatan masyarakat, serta

bersamaan dapat mewujudkan kehidupan masyarakat semakin baik dan sejahtera. Ratio belanja pegawai dan belanja modal dapat menjelaskan seberapa besar proporsi APBD yang digunakan untuk membayar gaji pegawai dan digunakan untuk membiayai belanja modal khususnya infrastruktur dasar.

Proporsi alokasi untuk membiayai belanja modal lebih besar dibandingkan dengan proporsi untuk membayar gaji pegawai. Semakin besar proporsi belanja modal dan semakin kecil proporsi belanja pegawai menjelaskan arah alokasi belanja pemerintah provinsi Sulawesi Utara struktur belanja pemerintah daerah semakin baik. Proporsi alokasi belanja modal lebih besar dari alokasi belanja pegawai pada tahun 2015, dan diharapkan alokasi belanja modal semakin besar dan dapat mencapai lebih dari 30 persen total belanja pemerintah pada tahun 2019, seperti diharapkan dalam dokumen RPJMN 2015-2.

Kapasitas riil kemampuan keuangan provinsi tahun 2017 diperkirakan mencapai 1.7 triliun rupiah dan pada tahun 2021 menjadi 2,4 trilliun rupiah. Rencana alokasi pengeluaran prioritas I lebih besar dari prioritas II dengan proyeksi proporsi pengeluaran prioritas anggaran I berkurang dari tahun 2017 ke 2021, sebaliknya proporsi pengeluaran prioritas II meningkat. Tahun 2017 proporsi pengeluaran prioritas I mencapai 51,6 % dari kapasitas riil kemampuan keuangan daerah turun menjadi 47,3 % pada tahun 2021. Sedangkan proporsi pengeluaran prioritas II yang mencapai 10,9 % dari kapasitas riil kemampuan keuangan tahun 2017, meningkat menjadi 20,1 % pada tahun 2021.

Tabel 3.17. Rencana Penggunaan Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara

No Uraian PROYEKSI

2017 2018 2019 2020 2021

I Kapasitas riil kemampuan keuangan 1.706.880.000.000 1.861.510.000.000 2.082.080.000.000 2.210.560.000.000 2.359.650.000.000 Rencana alokasi pengeluaran prioritas I 881.505.382.120 962.910.691.276 1.018.837.643.340 1.063.380.278.057 1.116.066.901.147 II.a Belanja Langsung 1.693.510.051.411 1.778.185.553.982 1.867.094.831.681 1.960.449.573.265 2.058.472.051.927

II.b Pembentukan dana cadangan 0 0 0 0 0

Dikurangi:

II.c Belanja langsung yang wajib dan mengikat

serta prioritas utama 123.162.662.519 123.162.662.519 123.162.662.519 123.162.662.519 123.162.662.519 II.d Pengeluaran pembiayaan yang wajib

mengikat serta prioritas utama 50.000.000.000 50.000.000.000 50.000.000.000 50.000.000.000 50.000.000.000 II Total rencana pengeluaran prioritas I

(II.a+II.b-II.c-II.d) 1.520.347.388.892 1.605.022.891.463 1.693.932.169.162 1.787.286.910.746 1.885.309.389.408 Sisa kapasitas riil kemampuan keuangan

daerah setelah menghitung alokasi pengeluaran prioritas I (I-II)

186.532.594.269 256.482.795.482 388.151.264.504 423.270.486.034 474.339.220.886

Rencana alokasi pengeluaran prioritas II 186.532.594.269 256.482.795.482 388.151.264.504 423.270.486.034 474.339.220.886

III.a Belanja Tidak Langsung 2.071.191.415.703 2.146.514.503.806 2.236.379.796.736 2.307.919.140.360 2.466.389.374.267

Dikurangi:

III.b Belanja tidak langsung yang wajib dan

mengikat serta prioritas utama 0 0 0 0 0

III Total rencana pengeluaran prioritas II

Dalam dokumen RPJMD (2016-2021) – BAPPEDA SULUT (Halaman 51-55)

Dokumen terkait