• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TELAAH PUSTAKA

2.4 Penginderaan Jauh Kelautan

Penginderaan jauh (inderaja) kelautan saat ini telah berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi inderaja itu sendiri. Inderaja kelautan/perikanan seperti yang telah dilakukan pada beberapa negara maju misalnya Jepang, Australia, dan beberapa negara Eropa, telah terbukti banyak membantu dalam berbagai penelitian untuk memahami dinamika lingkungan laut, termasuk memahami dinamika sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.

Dalam perkembangan penggunaan teknologi satelit, khususnya yang banyak digunakan dalam sistem penginderaan jauh kelautan, telah dikembangkan berbagai jenis sensor untuk mendeteksi berbagai parameter lingkungan laut yang penting di dalam proses-proses kelautan itu, baik proses fisika, kimia, maupun biologi. Beberapa jenis sensor yang telah dikembangkan untuk kepentingan penginderaan jauh kelautan, diantaranya adalah jenis sensor CZCS (Coastal Zone Color Scanner) yang diluncurkan pertama kali ke angkasa pada tahun 1978, yang merupakan contoh sensor yang khusus dibuat untuk tujuan penelitian kelautan. Sensor yang lain seperti jenis TM (Thematic Mapper) yang dibawa oleh satelit Landsat adalah khusus dirancang untuk penelitian di daratan, tetapi dapat pula

digunakan untuk tujuan penelitian kelautan, termasuk sensor AVHRR (Advanced

Very High Resolution Radiometer) yang banyak dimanfaatkan, karena dapat diperoleh dengan mudah dan murah.

2.4.1 Deskripsi dan perkembangan sistem inderaja

Pemanfaatan wahana antariksa untuk tujuan pengamatan tertentu, telah lama dan banyak digunakan termasuk untuk mengamati kondisi lingkungan samudera di dunia. Wahana antariksa yang digunakan untuk penelitian kelautan adalah berupa satelit walaupun pada awalnya digunakan pesawat terbang selama dalam uji coba sensor.

Satelit yang diluncurkan umumya tidak hanya membawa satu jenis sensor, tetapi sekaligus juga membawa beberapa jenis sensor lainnya. Satelit dengan

sensor yang bekerja pada daerah spektral sinar tampak (ocean color sensor),

sendiri dapat bermacam-macam. Salah satu jenis coastal zone color sensor,

adalah AVHRR (Advenced Very High Resolution Radiometer) yang dibawa oleh

satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan sampai saat ini, sensor tersebut banyak digunakan untuk tujuan pengamatan kelautan (Hanggono, et al., 2000).

Jenis satelit lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengamatan

kelautan adalah TOPEX-POSEIDON dan SEASTAR dengan sensor SeaWiFS.

Amerika Serikat pada bulan Desember 1999 telah meluncurkan lagi satu satelit, yakni satelit TERRIA yang membawa sensor MODIS. Sensor SeaWiFS pada satelit SEASTAR dan sensor MODIS pada satelit TERRIA, merupakan sensor pasif yang dapat mengukur temperatur dan warna permukaan laut yang berkaitan dengan

distribusi klorofil-a. Satelit TOPEX-POSEIDON yang membawa sensor radar

altimetri, merupakan sensor aktif sehingga dapat terbebas dari kendala tutupan awan. Satelit ini mampu memantau tinggi muka laut rata-rata, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengukuran arus dan tinggi gelombang.

2.4.2 Aplikasi inderaja pada bidang kelautan

Aplikasi teknologi inderaja pada bidang kelautan ditujukan pada berbagai bidang kajian, misalnya penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove, konsentrasi klorofil dan produktivitas primer air laut, suhu dan arus permukaan laut, kedalaman air, terumbu karang, termasuk angin yang bertiup pada permukaan laut. Bahkan akhir-akhir ini termasuk di Indonesia, telah sampai pada tahap bagaimana menentukan lokasi penangkapan ikan potensil, serta pengaruh musim terhadap migrasi ikan telah banyak digeluti walaupun masih terus dalam tahap uji coba (trial and error). Di dalam penelitian ini, hanya digunakan teknologi inderaja kelautan

untuk mengetahui sebaran suhu permukaan laut (SPL) dari citra satelit NOAA-

AVHRR dan klorofil-a dari citra satelit SeaWiF S.

2.4.3 Suhu permukaan laut (SPL)

Suhu permukaan laut (SPL), adalah merupakan salah satu parameter kelautan yang sangat penting. Berbagai proses kelautan dimana kejadiannya banyak dipengaruhi oleh SPL, atau sebaliknya proses-proses kelautan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan SPL. Oleh karena itu, mempelajari fenomena SPL adalah sangat penting untuk memahami dinamika dan kejadian-kejadian

kelautan. Bahkan SPL juga sangat berperan di dalam sistem iklim dan cuaca di daratan, sehingga SPL tidak hanya penting untuk penelitian kelautan, tetapi juga beberapa fenomena yang terjadi di daratan. Proses-proses kelautan yang lain seperti terjadinya upwelling dan front yang sangat penting bagi perikanan, juga dapat dipelajari melalui fenomena SPL tersebut.

Metode inderaja untuk pengamatan SPL, dapat menggunakan energi infra merah maupun gelombang mikro. Di dalam tulisan ini, hanya dibatasi pada

penggunaan gelombang infra merah secara khusus yang digunakan pada AVHRR

yang ada pada satelit NOAA-AVHRR dengan 5 kanal (band), yakni kanal 1, 2, 3, 4, dan 5 yang mencakup daerah spektral sinar tampak dan infra merah.

Beberapa jenis sensor yang dibawa oleh satelit NOAA-AVHRR tersebut,

dapat dilihat pada Tabel 3. Setiap piksel data AVHRR di daerah sekitar nadir,

dapat mewakili daerah seluas 1,1 x 1,1 km, dengan demikian data AVHRR ini

disebut mempunyai daerah resolusi spasial sekitar 1 km. Satu lintasan satelit, mampu mencakup daerah sekitar 3.000 km sepanjang lintasannya dari utara ke selatan atau sebaliknya.

Tabel 3 Kanal dan panjang gelombang spektrum NOAA-AVHRR

Kanal Panjang Gelombang (µm) Spektrum

1 0,58 - 0,68 Sinar Tampak

2 0,72 – 1,10 Infra Merah Dekat

3 3,55 – 3,93 Infra Merah Menengah

4 10,30 – 11,30 Infra Merah jauh

5 11,50 – 12,50 Infra Merah Jauh

Sumber: GC Net Home Page (1997)

Penginderaan jauh SPL dengan AVHRR, telah berkembang dengan baik

dan berbagai algoritma pendugaan SPL telah dibuat. Secara umum algoritma SPL

dengan AVHRR, merupakan kombinasi dua atau tiga kanal terakhir (kanal 3, 4 dan

5). Kombinasi dua kanal, dikenal sebagai metode split windows, sedangkan

kombinasi 3 kanal disebut sebagai triple windows. Metode split windows (kanal 4 dan 5) nampaknya merupakan metode yang paling banyak digunakan, sementara

metode single window sendiri hanya digunakan sebatas untuk mendeteksi sebaran SPL dan bukan untuk penentuan nilai-nilai SPL-nya.

Beberapa algorit ma yang dapat digunakan untuk pendugaan SPL dengan AVHRR, disajikan pada Tabel 4. Penggunaan algoritma tersebut, pada prinsipnya

adalah membuat persamaan hubungan antara SPL dengan suhu air yang dideteksi dari masing-masing kanal (misalnya pada kanal 4 dan 5).

Tabel 4 Beberapa algoritma SPL dengan NOAA-AVHRR

No. Fungsi Estimasi SPL Algoritma

1. SPL = TW4 +2,1 (TW4 – TW5) – 1,28 – 273,0 Deschamps & Phulpin

(1980)

2. SPL = TW4 + 2,93 (TW4 – TW5) – 0,76 – 273,0 McClain (1981)

3. SPL = TW4 + 3,35 (TW4 – TW5) + 0,32 – 273,0 Maul (1983)

4. SPL = 1,035 TW4 + 3,046 (TW4 – TW5) – 274,305 McClain, et al. (1983) 5. SPL = TW4 + 2,702 (TW4 – TW5) – 0,582 – 273,0 McMillin & Crosby

(1984)

6. SPL = 1,699 TW4 – 0,699 TW5 – 0,24 – 273,0 Singh (1984)

7. SPL = 1,0346 TW4 + 2,55 (TW4 – TW5) + 0,21 –273,0 Strong & McClain (1984) 8. SPL = 1,0351 TW4 + 3, 046 (TW4 – TW5) – 283,93 Callison, et al. (1989)

Sumber : Hasyim, et al. (1996)

2.4.4 Kandungan klorofil

Sebaran kandungan klorofil suatu perairan, dapat diprediksi berdasarkan nilai yang didapatkan baik melalui pengukuran langsung di lapangan (in-situ) pada objek yang diamati, maupun melalui pengamatan dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Data klorofil pada suatu perairan dapat diamati melalui data

penginderaan jauh, misalnya dengan menggunakan data satelit SeaW iFS. Hasil

pengukuran nilai kandungan klorofil yang diperoleh, merupakan nilai reflektans (pantulan) dari partikel yang mengandung zat hijau pada lapisan permukaan perairan, kemudian ditangkap oleh sensor yang dibawa oleh satelit penginderaan jauh tersebut. Jumlah kandungan klorofil hasil pendeteksian, dinyatakan sebagai jumlah kandungan zat hijau yang terdapat di dalam perairan tersebut dan

dinyatakan dengan ml/l. Semakin tinggi nilai yang didapatkan, menunjukkan semakin tinggi kandungan klorofil yang terkandung di dalamnya.

Kandungan klorofil suatu perairan yang banyak dimanfaatkan pada bidang perikanan adalah kandungan klorofil-a. Kandungan klorofil-a pada suatu perairan, dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat kesuburan perairan tersebut.

Dalam rantai makanan (food chain), kandungan klorofil ini dihasilkan oleh

fitoplankton sebagai produsen primer yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh konsumen tingkat pertama (zooplankton) maupun oleh konsumen tingkat kedua (ikan-ikan) pemakan plankton. Tingginya kandungan klorofil pada suatu perairan, dapat dinyatakan bahwa perairan tersebut memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Tingkat kesuburan perairan yang tinggi, merupakan daerah yang banyak dijumpai beberapa jenis ikan pemakan plankton dengan kelimpahan yang besar. Jenis ikan yang secara langsung memanfaatkan plankton yang tersedia dalam suatu perairan, adalah jenis ikan pelagis (pelagic fish species), diantaranya adalah termasuk ikan terbang.

Dokumen terkait