• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengintegrasian Program CSR dalam Pembangunan

Dalam dokumen Ardi Novra Integrated Model of the CSR P (Halaman 33-43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Pengintegrasian Program CSR dalam Pembangunan

Tujuan utama pengintegrasian program CSR dalam proses perencanaan dan penganggaran pembangunan reguler adalah untuk mengkoordinasikan berbagai sumber pembiayaan pembangunan sehingga program pembangunan dapat lebih efektif dan memiliki daya dorong (multiplier effect) lebih besar bagi perkembangan sosial ekonomi perdesaan. Program pembangunan dapat saling melengkapi antar berbagai sumber pembiayaan dan menghindarkan adanya tumpang tindih program pembangunan. Pilihan terbaik adalah dengan pengintegrasian seluruh kegiatan mulai dari penggalian gagasan, perencanaan, penganggaran, pengawasan dan monitoring program pembangunan. Pengintegrasian secara total meskipun ideal tetapi memiliki beberapa kendala dalam implementasinya, antara lain;

1. Wilayah fokus sasaran program CSR pada beberapa perusahaan bersifat terbatas yaitu pada wilayah penyangga (buffer zone) atau bersinggungan dengan wilayah operasional mereka.

2. Perusahaan cenderung lebih mengutamakan program CSR pada wilayah bersinggungan langsung dengan aktivitas operasional mereka sebagai bentuk dari implementasi keamanan sosial (social security) operasional. 3. Sistem perencanaan dan penganggaran pada perusahaan tergantung

kebijakan pemilik atau manajemen, sehingga lebih fleksibel dibanding dengan PNPM-P2SPP yang bersifat reguler (tahunan) dan lebih ketat serta perubahan hanya dapat dilakukan pada periode tertentu.

4. Keterbatasan personalia pengelolaan dana CSR pada perusahaan bersifat terbatas sesuai kebutuhan sehingga perluasan cakupan wilayah dan kegiatan sulit dilakukan.

5. Program CSR pada perusahaan cenderung pada pemberian dalam bentuk produk barang atau jasa sesuai kebutuhan, sedangkan pada PNPM-P2SPP

29

masyarakat secara langsung menerima dana tunai untuk dikelola secara mandiri.

Pada sisi lain, program PNPM-P2SPP memiliki beberapa kelebihan yang sebenarnya potensial untuk dimanfaatkan dalam integrasi program CSR dalam proses pembangunan partisipatif, antara lain;

1. Program PNPM-P2SPP telah memiliki infrastruktur yang lengkap mulai dari tenaga pendamping masyarakat desa (TPMD), fasilitator kecamatan dan sestrawan sampai pada fasilitator kabupaten dan provinsi.

2. Program P2SPP pada dasarnya merupakan upaya pengintegrasian antara program pembangunan partisipatif yang bersifat partisipatif dengan program pembangunan reguler.

3. Unit wilayah perencanaan pembangunan partisipatif pada PNPM-P2SPP adalah Desa/Kelurahan dengan musyawarah pembangunan diawali dengan Musrenbangdes/kelurahan.

4. Pada proses pembangunan partisipatif masyarakat telah mampu menjaga kepercayaan dalam pengelolaan dana pembangunan sendiri (swakelola) melalui pronsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.

5. Kegiatan pembangunan partisipatif PNPM-P2SPP selama ini telah mampu menepis keraguan beberapa pihak tentang kemampuan masyarakat desa dan bahkan memberi indikasi tentang kapasitas desa/kelurahan menggali gagasan dan merencanakan pembangunan sesuai kebutuhan sendiri.

6. Proses pembangunan partisipatif program PNPM-P2SPP terbukti mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya lokal, program pembangunan sesuai kebutuhan dan berkelanjutan, serta meningkatkan efisiensi pembiayaan dan kualitas sarana dan prasarana.

4.3.2. Alternatif Model Pengintegrasian Program CSR

Berdasarkan pada kendala berupa perbedaan mekanisme program CSR dengan program pembangunan reguler dan kelebihan yang dimiliki program

30

pembangunan partisipatif dalam PNPM-P2SPP maka terdapat pilihan model pengintegrasian program CSR, yaitu:

1. Introduksi Dana CSR dalam Mekanisme PNPM-P2SPP

Perusahaan menyerahkan pengelolaan dana CSR dengan alokasi jumlah tertentu untuk digabungkan dalam dana PNPM yang akan diperlombakan dalam Musrenbang Kecamatan. Penambahan dana CSR dalam alokasi dana pembangunan masing-masing kecamatan akan meningkatkan usulan desa/kelurahan yang akan terdanai dalam Musrenbang Kecamatan. Pilihan alternatif pertama ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu:

a. Pengelolaan dana CSR dapat sesuai dan selaras dengan kebutuhan masyarakat karena setiap usulan desa/kelurahan telah melalui proses verifikasi oleh fasilitator kecamatan.

b. Perusahaan dapat menghemat sumberdaya termasuk SDM dan dana untuk melakukan pembinaan dan seleksi perencanaan pembangunan, dan bahkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi pembangunan karena sudah terintegrasi dengan kegiatan PNPM-P2SPP.

c. Setiap sarana prasarana baik infrastruktur yang dibangun melalui pembangunan partisipatif selalu di dilengkapi dengan monumen yang mencantumkan sumber pendanaan. Jika monumen tersebut disepakati mencantumkan gabungan antara PNPM-P2SPP dan program CSR, maka bagi perusahaan ini menjadi salah satu media promosi gratis bagi peningkatan image perusahaan yang lebih luas.

Pada sisi lain, pilihan terhadap alternatif pengintegrasian ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain:

a. Perusahaan harus mengalokasikan dana CSR untuk masing-masing kecamatan jika wilayah operasionalnya lebih dari satu kecamatan. b. Peluang terjadinya pemanfaatan dana CSR pada wilayah yang tidak

31

c. Mengurangi interaksi antara perusahaan dengan masyarakat pada wilayah binaan program CSR.

Guna menutupi beberapa kelemahan tersebut, maka beberapa alternatif dapat dilakukan dalam pengintegrasian, antara lain;

a. Perusahaan mengajukan persyaratan untuk menetapkan proporsi usulan desa/kelurahan yang terdanai adalah wilayah desa/kelurahan binaan program CSR perusahaan.

b. Perusahaan terlibat secara aktif dalam berbagai proses perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipatif mulai penggalian gagasan, musrenbang sampai pada monitoring dan evaluasi pembangunan.

2. Pendanaan Usulan Desa/Kelurahan Tidak Lolos Kompetisi

Seluruh usulan yang sudah dikompetisikan dalam Musrenbang Kecamatan dan Musrenbang P2SPP Kabupaten/kota adalah usulan yang telah lolos verifikasi dari Tim Verifikasi Kecamatan sehingga dianggap sudah memiliki kelayakan secara teknis dan sosial. Layak secara teknis menunjukkan bahwa usulan tersebut telah memenuhi kaidah-kaidah teknis dalam perencanaan pembangunan terutama kesesuaian anggaran, sedangkan layak secara sosial menunjukkan bahwa usulan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan desa/kelurahan karena telah melalui proses MMDP (Menggali Masa Depan Desa) dan Musrenbang Desa/Kelurahan. Kompetisi pada tingkat Musrenbang Kecamatan tidak meloloskan semua usulan desa/kelurahan karena hanya menjaring beberapa usulan, meski pada tahap berikutnya dalam Musrenbang P2SPP dan Kabupaten/Kota masih terbuka peluang untuk didanai.

Usulan Desa/Kelurahan pada wilayah binaan yang tidak lolos dapat diadopsi perusahaan untuk didanai melalui program CSR mereka. Pemilian dan penentuan pendanaan usulan desa/kelurahan wilayah binaan oleh perusahaan dapat dilakukan melalui proses pemeringkatan guna menentukan usulan prioritas, sebagai berikut:

32

a. Prioritas pertama adalah usulan desa/kelurahan yang tidak terdanai dari PNPM tetapi termasuk dalam usulan yang dibawa untuk kompetisi pada Musrenbang P2SPP dan Musrenbang Kabupaten/Kota. Pada Musrenbang P2SPP terdapat 5 usulan desa/kelurahan untuk masing-masing kecamatan dan usulan desa/kelurahan binaan yang tidak lolos pendanaan pada proses musrenbang ini dapat dijadikan pilihan prioritas pendanaan.

b. Prioritas kedua dilakukan jika prioritas pertama tidak terpenuhi maka perusahaan dapat menjadikan peringkat usulan pada musrenbang kecamatan sebagai pedoman. Peringkat usulan desa/kelurahan binaan tertinggi menjadi usulan yang akan menjadi usulan yang akan didanai melalui program CSR. Jumlah usulan yang akan didanai disesuaikan dengan alokasi anggaran program CSR yang telah disediakan untuk sebuah kecamatan.

Perintegrasian alternatif kedua ini juga memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan sebagaimana alternatif plihan pertama. Keunggulan dari model pengintegrasian alternatif kedua bagi perusahaan antara lain:

a. Dana dan kegiatan program CSR dapat teralokasi langsung pada desa/kelurahan yang menjadi sasaran pembinaan perusahaan.

b. Proses pembinaan, pengawasan dan evaluasi pemanfaatan dana CSR dapat dilakukan secara lebih intensif oleh perusahaan.

Pada sisi lain, kelemahan yang potensial atau mungkin timbul dari alternatif kedua ini antara lain;

a. Pengintegrasian menjadi semu atau artificial karena tidak mengikuti semua tahapan proses perencanaan pembangunan partisipatif dan berbagai mekanisme seperti sanksi kolektif tidak dapat diterapkan jika terjadi penyimpangan.

b. Infrastruktur PNPM-P2SPP tidak akan dapat dimanfaatkan secara optimal dan pengintegrasian anggaran tidak dapat dilakukan karena

33

akan menimbulkan kecemburuan pada desa/kelurahan lain yang bukan binaan program CSR.

c. Peluang tidak tersedianya usulan desa/kelurahan yang akan didanai program CSR jika seluruh usulan desa/kelurahan sudah terdanai melalui dana PNPM, P2SPP atau APBD Kabupaten/Kota.

3. Pengembangan Musrenbang CSR

Model alternatif ketiga ini merupakan kombinasi antara model 1 dan 2 dimana pasca Musrenbang Kecamatan dilanjutkan dengan Musrenbang CSR untuk usulan desa/kelurahan yang belum terdanai PNPM. Perusahaan dalam hal ini tetap berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan partisipatif dalam jumlah tertentu tetapi guna antisipasi tidak satupun usulan desa/kelurahan sasaran program CSR terdanai PNPM dan P2SPP maka dikembangkan Musrenbang CSR dengan peserta terbatas pada desa/kelurahan seluruh kecamatan yang menjadi sasaran pembinaan program CSR. Artinya, model ketiga ini hanya dapat dilakukan pada perusahaan yang memiliki beberapa wilayah kecamatan sasaran program CSR, (idealnya 4 – 5 wilayah kecamatan agar efisien dan efektif) serta kontribusi CSR dalam pendanaan pembangunan cukup besar. Jika hanya terdapat 1 atau 2 kecamatan dan kontribusi pendanaan CSR rendah, maka dapat dilaksanakan dengan menggabungkan beberapa perusahaan yang ada pada kabupaten/kota.

Pendanaan pembangunan partisipatif untuk usulan yang dikompetisikan dalam Musrenbang CSR dapat dapat bersumber alokasi dana program CSR tersendiri atau dari surplus pendanaan PNPM beberapa kecamatan terkait atau gabungan keduanya. Pada sumber pendanaan CSR tersendiri, berarti bahwa perusahaan harus menyediakan dua jenis alokasi dana CSR yaitu kontribusi dalam PNPM dan Musrenbang CSR. Jika pembiayaan program hanya mengandalkan dana surplus PNPM, maka jumlah usulan yang akan didanai kemungkinan hanya 1 atau 2 sehingga nilai manfaat Musrenbang CSR tidak akan efektif dan memiliki dampak signifikan.

34

Tahapan dalam mekanisme pengembangan Musrenbang CSR pada dasarnya sama dengan Musrenbang P2SPP tetapi dengan keterlibatan jumlah kecamatan dan desa relatif lebih sedikit yaitu yang termasuk dalam wilayah binaan program CSR suatu perusahaan. Secara ringkas tahapan dalam mekanisme model pengintegrasian program CSR secara ringkas disajikan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 menunjukkan adanya kekhususan bagi desa/kelurahan yang menjadi wilayah binaan program CSR yaitu usulan yang tidak terdanai akan dilanjutkan untuk proses seleksi pada Musrenbang CSR sedangkan desa/kelurahan non-program CSR berlanjut pada Musrenbang P2SPP yang akan diwakili oleh kecamatan dengan membawa 5 usulan peringkat tertinggi hasil Musrenbang Kecamatan. Agar lebih akomodir keadilan bagi sesama wilayah, maka usulan desa/kelurahan yang masuk dalam Musrenbang CSR dan tidak terdanai maka tidak ada kesempatan untuk

Sumberdana PNPM Sumberdana CSR Penintegrasian Sumberdana Musrenbang Kecamatan Usulan Desa/Kelurahan Non-CSR Usulan Desa/Kelurahan Sasaran CSR Terdanai PNPM

Tidak Terdanai Tidak Terdanai

Musrenbang P2SPP Musrenbang CSR Peringkat 1 - 5 Terdanai P2SPP Tidak Terdanai Terdanai CSR Usulan Pendanaan APBD

Tidak Terdanai Surplus Dana PNPM Alo k asi Kh u su s Dan a C SR Gambar 4.3.

35

dijadikan usulan desa/kelurahan untuk pendanaan APBD sebagaimana pada usulan yang tidak terdanai P2SPP.

Berdasarkan ketiga alternatif model pengintegrasian program CSR dalam perencanaan pembangunan partisipatif PNPM, maka model pengembangan Musrenbang CSR akan menjadi pilihan terbaik dengan melakukan persyaratan sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui manajemen PNPM dapat mengkoordinir program CSR untuk penggalangan dana CSR guna diintegrasikan dalam proses pembangunan partisipatif. b. Sebagai kompensasi bagi perusahaan yang berpartisipasi dalam integrasi

program CSR dalam pembangunan partisipatif, maka setiap monumen pelaksanaan program akan mencantumkan nama setiap perusahaan.

c. Dunia usaha atau perusahaan yang memiliki kewajiban CSR memiliki persepsi positif tentang manfaat dan pentingnya pengintegrasian program CSR dalam mendorong kemandirian dan pemberdayaan masyarakat dengan mengurangi ego kepentingan wilayah operasional.

d. Pelaku PNMP yang telah memiliki infrastruktur SDM yang sangat memadai secara sukarela mendukung proses pengintegrasian.

4.3.3. Pengintegrasian Program CSR dalam Program SPP

Salah satu jenis program yang cukup sukses dalam PNPM-MP adalah Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang fokus dalam pemberdayaan usaha produktif kelompok perempuan dengan pengelolaan dana langsung di bawah UPK (Unit Pelaksana Teknis) Kecamatan. Penyaluran dana bantuan modal program Bina Mitra dalam kegiatan CSR perusahaan yang terintegrasi dalam program SPP akan memberikan manfaat berupa:

1. Pemanfaatan infrastruktur PNPM yang sudah mencapai wilayah pedesaan terutama KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) dan ketua

36

kelompok SPP sebagai koordinator pembinaan dan penyaluran dana bantuan modal usaha kelompok perempuan.

2. Sistem perguliran dana bantuan modal yang dilakukan kelompok SPP melalui koordinasi UPK akan memudahkan perusahaan dalam seleksi dan penentuan masyarakat penerima bantuan modal.

3. Sistem tanggung renteng yang telah terbukti efektif dalam menanggulangi keterlambatan angsuran oleh penerima bantuan modal usaha dalam suatu kelompok SPP.

4. Mekanisme sanksi kolektif yang terintegrasi dengan program PNPM dimana salah satu persyaratan bagi sebuah desa/kelurahan untuk mengajukan usulan dalam musrenbang kecamatan akan memperkuat jaminan pengembalian modal usaha oleh kelompok.

5. Penerapan tingkat pengembalian bunga modal antara kedua program yaitu program SPP dan bina mitra program CSR relatif hampir sama yaitu sekitar 6%.

6. Perusahaan akan terbantu dalam penyediaan tenaga atau SDM pengelola dana bina mitra CSR sehingga tidak perlu lagi menyediakan sendiri kecuali untuk koordinasi dengan UPK.

Banyak keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan penyedia dana CSR melalui pengintegrasian dana bantuan modal usaha program bina mitra CSR dalam program SPP tetapi juga diperlukan semacam kompensasi bagi perusahaan. Bagi perusahaan, bentuk kompensasi yang diberikan tidak perlu dalam bentuk uang atau hadiah materi lainnya tetapi bagaimana image positif perusahaan dapat berkembang dalam kehidupan masyarakat sekitar operasional mereka. Salah satu bentuk penghargaan atas kontribusi yang telah diberikan perusahaan dalam program SPP adalah dengan modifikasi nama program sesuai dengan sumberdana yaitu SPP CSR (Nama Perusahaan). Koordinasi dalam penyaluran dana bantuan modal program kemitraan ini diduga akan efektif dalam perluasan kelompok dan rumah tangga sasaran bantuan bina

37

mitra program CSR, memudahkan proses seleksi dan koordinasi pembinaan rumah tangga peserta program bina mitra CSR, serta keberlanjutan pemanfaatan dana CSR.

Dalam dokumen Ardi Novra Integrated Model of the CSR P (Halaman 33-43)

Dokumen terkait