BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Stuart (2007) pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengetahui status kesehatan klien. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Pengkajian dilakukan secara komprehensif untuk mendapatkan informasi yang lengkap dalam mengembangkan daftar diagnosis keperawatan pada klien (Vaughans, 2013). Metode pengumpulan data dapat menggunakan observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, dan studi dokumentasi. Hasil pengkajian dapat berupa data subjektif yang berasal dari klien dan data objektif yang berasal dari hasil pengamatan perawat serta studi dokumentasi yang dilakukan.
Menurut Stuart (2007) pengkajian keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan masalah perilaku kekerasan berfokus pada lima dimensi, yaitu :
a. Fisik
Klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan masalah perilaku kekerasan menunjukkan tanda fisik seperti muka merah, berkeringat, pandangan tajam, nafas pendek, tekanan darah meningkat, dan tangan mengepal.
b. Emosional
Klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan masalah perilaku kekerasan biasanya mudah tersinggung, merasa tidak nyaman, merasa jengkel, dan menyimpan dendam.
c. Sosial
Klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan masalah perilaku kekerasan mempunyai masalah dalam bersosialisasi seperti menarik diri, pendiam, terlalu mempunyai rasa kecurigaan yang tinggi, dan berperilaku marah yang merusak.
d. Intelektual
Klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan masalah perilaku kekerasan biasanya suka berdebat dan merasa dirinya paling benar. e. Spiritual
Klien dengan gangguan jiwa khususnya dengan masalah perilaku kekerasan merasa dirinya berkuasa dan berperilaku seolah-olah dirinya memiliki kemampuan yang luar biasa.
Menurut Dermawan (2013) pengkajian fokus pada klien dengan masalah perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor predisposisi
Adapun faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan antara lain :
1) Faktor biologis
a) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
b) Psychosomatic theory (teori psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respos psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun mengambat marah.
2) Faktor psikologis
a) Frustation aggresion theory (teori agresif-frustasi)
Menurut teori ini, perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagalatau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan. b) Behavior theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar yang didapatkan apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung.
c) Eksistensial theory (teori eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui perilaku
kontruktif, maka individu akan memenuhinya melalui perilaku destruktif.
3) Faktor sosiokultural
a) Social environment theory (teori lingkungan sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individual dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk merespon asertif atau agresif.
b) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.
b. Faktor presipitasi
Stresor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stresor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilanagan, kematian, dan lain-lain) maupun dari dalam (putus cinta, takut terhadap penyakit fisik, dan lain-lain). Selain itu, lingkungan yang terlalu ribut, padat, dan kritikan yang mengarah pada penghinaan dan tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. c. Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego
seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represi, denial, dan reaksi formasi.
d. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain : 1) Menyerang atau menghindar (fight or flight)
Pada keadaan ini, respon fisiologis timbul karena adanya reaksi saraf otonom terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat, wajah merah, pengeluaran saliva meningkat, kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tangan menjadi kaku, dan disertai reflek yang cepat (Prabowo, 2014). 2) Menyatakan secara asertif (assertivenesss)
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan rasa marah tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis dan dapat mengembangkan diri klien.
3) Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
4) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
Dari berbagai uraian di atas, semua poin dapat dimasukkan dalam bentuk skoring perilaku kekerasan yang dapat digunakan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan yang mengancam, klien dengan resiko perilaku kekerasan saat ini, dan resiko perilaku kekerasan saat dirujuk. 2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggungjawabnya (Tarwoto & Wartonah, 2011). Berdasarkan Nursing Diagnosis : Definitions and Classification (NANDA) 2015-2017, diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan atau kerentanan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir (outcome) yang menjadi akuntabilitas perawat. Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis yang jelas tentang respon maunusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang digunakan dalam penentuan intervensi yang dapat dipertanggungjawabkan perawat.
Dalam penegakan diagnosa keperawatan berdasarkan Nursing
Diagnosis : Definitios and Classification (NANDA) 2015-2017, ada tiga
a. Masalah (Problem) yang merupakan gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat diberikan.
b. Penyebab (Etiology) yang menunjukkan penyebab keadaan atau masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi atau tindakan keperawatan.
c. Tanda atau gejala (sign/sypmtom) yang merupakan informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
Berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) kesehatan jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam penegakan diagnosa keperawatan jiwa harus memenuhi dua komponen yaitu :
a. Masalah atau respon klien terhadap masalah kesehatannya.
b. Karakteristik yang berupa tanda/gejala yang mendukung diagnosa keperawatan.
Dilihat dari status kesehatan klien, diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi berdasarkan Nursing Diagnosis :
Definitios and Classification (NANDA) 2015-2017, yaitu :
a. Diagnosa keperawatan berfokus masalah
Diagnosa keperawatan berfokus masalah adalah diagnosa yang menggambarkan penilaian klinis mengenai suatu respon manusia yang tidak diinginkan terhadap kondisi kesehatan/proses hidup yang ada pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas.
b. Diagnosa keperawatan promosi kesehatan
Diagnosa keperawatan promosi kesehatan adalah diagnosa yang menggambarkan penilaian klinis mengenai motivasi dan keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan serta mengaktualkan potensi kesehatan manusia. Respon ini ditunjukkan dengan suatu kesiapan untuk meningkatkan perilaku kesehatan spesifik dan dapat digunakan pada status kesehatan yang mungkin ada pada individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
c. Diagnosa keperawatan resiko
Diagnosa keperawatan resiko adalah diagnosa yang menggambarkan suatu penilaian klinis mengenai kerentanan individu, keluarga, kelompok, atau komunitas untuk mengembangkan suatu respon manusia yang tidak diinginkan terhadap kondisi kesehatan/proses hidup.
d. Diagnosa keperawatan sindrom
Diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa yang menggambarkan suatu penilaian klinis mengenai suatu klaster diagnosa keperawatan spesifik yang terjadi bersamaan dan digabungkan bersama serta melalui intervensi serupa.
Ada tiga tipe diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) kesehatan jiwa Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu :
a. Diagnosa keperawatan aktual
Diagnosa keperawatan aktual adalah respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang didukung oleh sekelompok karakteristik/tanda daan gejala.
b. Diagnosa keperawatan resiko
Diagnosa keperawatan resiko adalah respon klien yang dapat timbul dan ditunjang oleh faktor resiko yang memberikan kontribusi terjadinya diagnosa keperawatan tersebut apabila tidak diantisipasi. c. Diagnosa keperawatan kesejahteraan
Diagnosa keperawatan kesejahteraan adalah respon klien terhadap tingkat kesehatan yang mempunyai potensi terhadap peningkatan derajat kesehatan yang lebih tinggi.
Menurut Dermawan (2013) masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Harga diri rendah. b. Perilaku kekerasan. c. Ketidakefektifan koping.
d. Gangguan persepsi sensori : halusinasi. e. Resiko perilaku kekerasan.
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan masalah dan kebutuhan klien. Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), pada tahap perencanaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
a. Penentuan prioritas masalah
Menurut Vaughans (2013), ada berbagai cara dalam penentuan prioritas masalah keperawatan antara lain :
1) Penentuan berdasarkan Hierarki Kebutuhan Maslow yang berbentuk piramida sebagai berikut :
Gambar 4. Piramida hierarki Maslow (Vaughans, 2014) 2) Penentuan berdasarkan Griffith-kenney Christensen dengan
prioritas urutan sebagai berikut :
a) Ancaman kehidupan dan kesehatan. b) Sumber daya dan dana yang tersedia. c) Peran serta klien.
d) Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan. b. Penentuan tujuan keperawatan
Penentuan rumusan tujuan keperawatan harus memperhatikan prinsip SMART menurut Vaughans (2013), yaitu :
1) Specific (tujuan harus jelas dan tidak menimbulkan arti ganda). 2) Measurable (tujuan dapat diukur, diraba, dilihat, atau dirasakan). 3) Achievable (tujuan harus dapat dicapai).
4) Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
5) Time (tujuan keperawatan harus jelas waktu pencapaian dri tujuan tersebut).
c. Penentuan rencana tindakan keperawatan
Dalam penentuan rencana tindakan keperawatan/intervensi harus memperhatikan prinsip ONEC menurut Vaughans (2013), yaitu : 1) Observation (observasi).
2) Nursing Treatment (tindakan keperawatan). 3) Education (edukasi).
4) Colaboration (kolaborasi).
Menurut Keliat (2006) , perencanaan keperawatan jiwa terdiri dari aspek tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan diagnosa keperawatan jiwa tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki klien sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien (Dermawan, 2011). Menurut Keliat (2006), rencana tindakan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan yaitu : a. Tujuan umum (TUM)
Tujuan umum pada diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan adalah klien mampu mengontrol perilaku kekerasannya.
b. Tujuan khusus (TUK)
1) Tuk 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Tuk 2 : klien mampu mengenal dan memanfaatkan obat dengan tepat.
3) Tuk 3 : klien mampu mengenal dan mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda marah.
4) Tuk 4 : klien mampu mengontrol marah dengan teknik relaksasi (napas dalam, distraksi, imaging).
5) Tuk 5 : klien mampu mengontrol marah dengan kegiatan positif (menyapu, merapikan tempat tidur, membersihkan kamar mandi). 6) Tuk 6 : klien mampu mengontrol marah dengan asertif verbal
(meminta dan menolak dengan baik).
7) Tuk 7 : klien mampu mengontrol marah dengan cara spiritul (berdo’a, sholat, berwudlu)
8) Tuk 8 : klien mendapatkan dukungan keluarga dalam pencegahan perilaku kekerasan.
c. Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan tujuan khusus yang akan dicapai. Menurut Keliat (2006), rencana tindakan keperawatan jiwa pada klien dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan sesuai dengan tujuan khusus yang akan dicapai adalah :
Tabel 3. Rencana keperawatan resiko perilaku kekerasan
Tujuan Khusus Intervensi
Tuk 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
1. Beri salam setiap berinteraksi.
2. Sebutkan nama panggilan perawat.
3. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan kesukaan klien.
4. Jelaskan tujuan pertemuan dengan klien.
5. Tunjukkan sikap empati. 6. Dorong klien
mengungkapkan perasaannya.
7. Dengarkan dengan penuh perhatian.
Tuk 2 :
Klien mampu mengenal dan memanfaatkan obat dengan tepat
1. Diskusikan dengan klien tentang obat yang
dikonsumsi klien.
2. Bantu klien mengenal obat yang dikonsumsi.
3. Jelaskan kepada klien tentang dosis dan waktu minum obat sesuai yang telah diprogramkan. 4. Jelaskan kepada klien
tentang efek samping dari obat yang dikonsumsi dan apa yang harus dilakukan. 5. Beri reinforcment positive
jika klien mampu mengenal dan memanfaatkan obat dengan tepat.
Tuk 3 :
Klien mampu mengenal dan mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda marah
1. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan klien.
2. Bantu klien mengenal penyebab dan tanda-tanda marah.
3. Bantu klien mengidentifikasi penyebab dan tanda marah yang muncul pada klien. 4. Beri reinforcment positive
Tuk 4 :
klien mampu mengontrol marah dengan teknik relaksasi (napas dalam, distraksi, imaging)
1. Diskusikan dengan klien teknik relaksasi yang akan dilakukan klien.
2. Ajarkan klien teknik relaksasi (napas dalam, distraksi, imaging).
3. Dorong klien mempraktikkan teknik relaksasi secara
mandiri.
4. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan klien dalam kegiatan harian. 5. Beri reinforcment positive
pada klien. Tuk 5 :
klien mampu mengontrol marah dengan kegiatan positif
(menyapu, merapikan tempat tidur, membersihkan kamar mandi)
1. Dorong klien untuk mengalihkan rasa marah dengan kegiatan positif (menyapu, merapikan tempat tidur, membersikan kamar mandi).
2. Bantu klien menentukan kegiatan yang dapat
dilakukan dalam mengontrol marah.
3. Dorong klien untuk mempraktikkan kegiatan yang dipilih secara mandiri. 4. Anjurkan klien untuk
memasukkan kegiatan klien dalam kegiatan harian. 5. Beri reinforcment positive
pada klien.
Tuk 6 :
Klien mampu mengontrol marah dengan asertif verbal (meminta dan menolak dengan baik)
1. Ajarkan klien cara menolak dan meminta yang baik. 2. Dorong klien mempraktikkan
cara menolak dan meminta yang baik.
3. Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan klien dalam kegiatan harian. 4. Beri reinforcment positive
Tuk 7 :
Klien mampu mengontrol marah dengan cara spiritul (berdo’a, sholat, berwudlu)
1. Diskusikan dengan klien terkait kegiatan ibadah yang biasa dilakukan klien. 2. Dorong klien menentukan
kegiatan ibadah yang dapat dilakukan dalam mengontrol marah.
3. Anjurkan klien memasukkan kegiatan klien dalam
kegiatan harian.
4. Beri reinforcment positive pada klien.
Tuk 8 :
Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam pencegahan perilaku kekerasan.
1. Diskusikan dengan keluarga dalam upaya pencegahan perilaku kekarasan pada klien.
2. Anjurkan keluarga ikut berperan serta dalam
merawat klien dan mencegah kekambuhan saat klien sudah dibawa pulang.
4. Implementasi
Implementasi merupakan fase dimana rencana keperawatan diaplikasikan kepada klien dalam bentuk tindakan yang komprehensif (Vaughans, 2013). Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), tindakan keperawatan digolongkan menjadi tiga yaitu :
a. Tindakan mandiri (independen)
Tindakan mandiri (independen) merupakan tindakan perawat yang didasarkan pada kesimpulan dan keputusan sendiri bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas lain.
b. Tindakan delegasi (dependen)
Tindakan delegasi (dependen) merupakan tindakan perawat berdasarkan dengan instruksi dari atasan atau dari tim kesehatan lain.
c. Tindakan kolaborasi (colaboration)
Tindakan kolaborasi (colaboration) merupakan tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan tim kesehatan lainnya.
Menurut Keliat (2006) perawat dalam mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan harus mampu mencegah keparahan menjadi meningkat, mempertahankan dan memulihkan kesehatan fisik maupun mental klien, serta harus memperhatikan standar pelayanan dan asuhan keperawatan yang dimodifikasi sesuai kebutuhan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan pada klien berdasarkan tujuan yang dicapai (Vaughans, 2013). Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Evaluasi proses (formatif) yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan. Evaluasi ini menggunakan format SO (Subjektif, Objektif).
b. Evaluasi hasil (sumatif) yang dilakukan dengan cara membandingkan respon klien dengan tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi hasil menggunakan format SOAP (Subjektif, Objektif, Analisis, Perencanaan).
52 A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Sdr. “S”
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMK
Suku bangsa : Jawa/Warga Negara Indonesia
Alamat : Yogyakarta
Nomor rekam medis : 0083373
Informan : Klien, rekam medis, dan tim kesehatan lain
Tanggal masuk dirawat : 5 Mei 2016 Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2016 2. Kondisi sakit saat ini
Klien mengatakan dibawa ke rumah sakit oleh paman, bibi, dan ayahnya klien sering memukul pintu, membanting telepon genggam, dan memukul adiknya sejak tanggal 29 April 2016. Klien mengatakan ibunya sering marah-marah sejak klien lulus SMK dan belum bekerja. Pada akhirnya klien mendapat pekerjaan di toko. Namun ibu klien tetap sering marah kepada klien dan mengunggulkan adiknya. Saat dikaji lebih lanjut, klien mengatakan ibunya sering mengunggulkan adiknya karena adiknya sering
menjadi juara kelas sedang klien hanya biasa- biasa saja. Klien dibawa ke rumah sakit untuk yang pertama kali pada tanggal 5 Mei 2016.
Diagnosis Medis :
Axis 1 : F20.3 skizofrenia tak terinci (undifferentiated) Axis 2 : F60.3 gangguan kepribadian emosional tidak stabil Axis 3 : belum ada
Axis 4 : masalah dengan “primary support group” (keluarga)
Axis 5 : GAF 100-91 gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi
3. Riwayat masa lalu (faktor predisposisi dan presipitasi) a. Pernah mengalami masalah gangguan jiwa di masa lalu?
Ya Tidak
Jelaskan :
Klien mengatakan baru pertama kali dibawa ke rumah sakit jiwa. b. Riwayat pengobatan sebelumnya dan keberhasilannya
Klien baru pertama kali dibawa ke rumah sakit jiwa.
c. Apakah klien pernah mengalami masalah-masalah di bawah ini Jika ya, beri tanda √ jika tidak beri tanda X
Tabel 4. Masalah yang pernah dialami klien
Komponen Ya /Tidak Jelaskan
Kehilangan anggota keluarga/ orang yang
dicintai
X
Masalah ekonomi dan pekerjaan /menganggur/ PHK X Kehilangan harta benda/barang berharga X √
Kehilangan anggota tubuh akibat trauma X Menderita penyakit menahun/kronis X Masalah Pendidikan (tidak
naikkelas/putus sekolah/dll X Penolakan/kegagalan X Kekerasan dalam keluarga/masyarakat (aniaya fisik/psikologis/seksual)
√ Menurut klien, keluarga klien membeda-bedakan antara adiknya
dengan klien
Tindakan kriminal X
Memiliki peran yang baru X
d. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Ya Tidak
Jelaskan :
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa dan belum pernah ada keluarganya yang dibawa ke rumah sakit jiwa.
4. Mekanisme koping
a. Jenis mekanisme koping
Negosiasi /Kompromi Displacement
Tehnik relaksasi Regresi
Aktivitas konstruktif Menghindar
Lainnya, sebutkan : supresi Mencederai diri
b. Sumber Mekanisme Koping :
Kemampuan personal Keyakinan positif
Dukungan sosial Aset materi
√
√
Jelaskan :
Klien mengatakan jika mempunyai masalah hanya memilih diam dan terkadang mengurung diri di kamar. Satu minggu sebelum klien dibawa ke rumah sakit jiwa yaitu sejak 29 April 2016, klien sering memukul pintu, membanting telepon genggam, bahkan sampai memukul adiknya. 5. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum :
b. Tingkat kesadaran : composmentis E : 4, V : 5, M : 6 c. Tanda vital : TD : 100/80 mmHg N : 80x/menit S : 36, 8◦ C RR : 18x/ menit d. Ukur : TB :168 cm BB: 52 Kg IMT = BB/(TB)2 = 52/(1,68)2 = 18,4 (Normal)
Jadi hasil IMT klien 18.4 termasuk kategori normal dengan nilai standar yaitu :
< 18 : underweight
18-24 : normal
< 24 : overweight
e. Keluhan fisik : Ya Tidak
Jelaskan:
Baik Sedang Lemah
√ √
Klien mengatakan tidak ada keluhan dengan badannya, namun klien mengatakan mengantuk dan kadang pusing setelah minum obat.
f. Pemeriksaan fisik : 1) Rambut
Rambut klien pendek, berwarna hitam merata, tidak terdapat kutu namun terdapat ketombe.
2) Mata
Mata klien kanan-kiri simetris, tidak tampak adanya lesi, tidak tampak adanya perdarahan, pupil mata kanan-kiri isokor dengan diameter 3 cm, konjungtiva ananemis, tidak terasa nyeri tekan.
3) Telinga
Telinga klien kanan-kiri simetris, tidak tampak adanya lesi, tidak tampak adanya perdarahan, tidak terdapat akumulasi serumen di telinga klien.
4) Hidung
Hidung simetris, tidak tampak adanya lesi, tidak tampak adanya perdarahan, tidak terdapat polip nasal, tidak tampak pergerakan cuping hidung, dan tidak terasa nyeri tekan.
5) Mulut
Mulut tampak agak kering, tidak tampak adanya perdarahan, tidak tampak adanya lesi, tidak terdapat stomatitis.
6) Leher
Leher kanan-kiri simetris, tidak tampak adanya perdarahan, tidak tampak adanya lesi, tidak tampak perbesaran kelenjar tiroid, tidak terasa nyeri tekan, dan reflek menelan baik.
7) Dada & paru
Inspeksi : bentuk normal chest, tidak tampak adanya lesi, dan tidak tampak adanya perdarahan.
Palpasi : fremitus suara kanan-kiri sama, tidak terasa nyeri tekan, dan tidak ada ketinggalan napas.
Perkusi : sonor. Auskultasi : vesikuler. 8) Kardiovaskuler
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, batas jantung kanan atas intercostal II linea sternalis dextra, batas jantung kanan bawah intercostal IV linea sternalis dextra, batas jantung kiri bawah intercostal II linea sternalis sinistra, dan batas jantung kiri atas intercostal IV linea sternalis sinistra.
Perkusi : redup.
9) Abdomen
Inspeksi : tidak tampak adanya lesi, tidak tampak adanya perdarahan, dan tidak tampak adanya pembengkakan. Auskultasi : peristaltik 7 x/ menit (batas normal 5- 35 x/ menit). Palpasi : supel dan tidak terasa nyeri tekan.
Perkusi : timpani. 10) Ekstremitas
Anggota gerak atas-bawah lengkap, tidak terdapat lesi, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat disabilitas, kekuatan otot maksimal yaitu 5.
Kekuatan otot 5 5
5 5
Gambar 5. Kekuatan otot
Keterangan :
1 = tidak ada gerakan
2 = gerakan otot penuh menumpang grafitasi 3 = gerakan normal menumpang
4 = gerakan menentang dengan grafitasi dengan sedikit tahanan 5 = gerakan normal dengan menentang grafitasi dengan tahanan penuh
11) Kulit atau integumen
Kulit berwarna sawo matang, tidak tampak adanya lesi, tidak tampak adanya perdarahan
g. Riwayat pengobatan penyakit fisik
Klien mengatakan saat sakit hanya minum obat warung seperti mextril dan antangin. Klien juga mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
6. Pengkajian psikososial a. Genogram (data dari klien)
Gambar 6. Genogram Keterangan : = Laki-laki meninggal = Perempuan meninggal = Laki-laki hidup = Perempuan hidup = Klien laki-laki 27 tahun
X X X X
27
X
= Garis perkawinan = Garis keturunan = Garis tinggal serumah Penjelasan :
Klien mengatakan dirinya laki-laki berumur 27 tahun. Klien anak pertama dari tiga bersaudara. Klien tinggal serumah dengan kedua orang tuanya dan kedua adiknya. Klien mengatakan dalam keluarganya tidak terdapat riwayat gangguan jiwa maupun sakit seperti jantung, darah tinggi, stroke, dan diabetes mellitus.
b. Konsep diri 1) Gambaran diri
Klien mengatakan tidak ada yang kurang dengan tubuhnya. Klien mengatakan tubunya mampu berfungsi dengan baik dan klien merasa baik- baik saja.
2) Identitas diri
Klien mengatakan berjenis kelamin laki-laki berumur 27 tahun dan belum menikah.
3) Peran
Klien mengatakan di rumah berperan sebagai seorang anak dan kakak. Klien mengatakan tidak ada masalah dalam menjalankan peran tersebut. Klien juga mengatakan mampu menjalankan perannya sebagai masyarakat dengan baik. Klien di rumah sakit sebagai klien dan dapat menjalankan perannya dengan baik. Klien mampu
bersosialisasi dengan teman, perawat, dokter dan pegawai yang ada di lingkungan klien tinggal sekarang.
4) Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat pulang dan bekerja kembali. Klien mengatakan merasa tidak dimengerti oleh ibunya dikarenakan ibunya sering marah kepada klien.
5) Harga diri