• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGELOLAAN KASUS

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Nyeri

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu sebelumnya (Carpenito-Moyet, 2005). Pengkajian keperawatan meliputi dua tahap sebagai berikut.

a. Mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehan, rekam medis).

b. Analisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis

keperawatan, mengidentifikasikan berbagai masalah yang saling berhubungan, dan mengembangkan rencana keperawatan yang sifatnya individual.

Tujuan dari pengkajian adalah untuk menyusun data dasar (database) mengenai kebutuhan, masalah kesehatan, dan respons klien terhadap masalah.

11

Sebagai tambahan, data harus menunjukkan pengalaman yang berhubungan, praktik kesehatan, tujuan, nilai, dan harapan terhadap sistem pelayanan kesehatan.

1. Skala Intensitas atau Tingkat Nyeri

Indikator tunggal yang paling penting untuk mengetahui intensitas nyeri adalah laporan klien tentang nyeri. Studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan dapat merehkan atau melebihkan intensitas nyeri klien. Ketidak akuratan tingkat nyeri klien yang diputuskan oleh perawat bahkan cenderung lebih besar ketika nyeri hebat (Pasero, 1996). Sebaliknya, pengunaan skala intesitas nyeri adalah metode yang mudah dan dapat dipercaya dalam menentukan intensitas nyeri klien. Skala seperti itu memberikan konsistensi bagi perawat untuk berkomunikasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Sebagian besar skala menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan 0 mengindikasikan “tidak nyeri” dan nomor yang tertinggi mengindikasikan “kemungkinan nyeri hebat” bagi individu tersebut. Dimasukkannya kata-kata penjelas pada skala dapat membantu beberapa klien yang mengalami kesulitan dalam menentukan nilai nyerinya.

Klien diminta untuk menunjukkan skala nilai yang paling baik mewakili intensitas nyerinya. American Pain Society menyarankan agar nyeri menjadi tanda-tanda vital kelima, yaitu perawat membuat pengkajian tingkat intesitas nyeri menjadi bagian dari pengkajian tingkat intesitas nyeri menjadi bagian dari pengkajian dan dokumentasi tanda-tanda vital (McCaffery & Pasero, 1999).

Angka Makna nyerinya

0 Tidak nyeri

1-3 Nyeri ringan

4-6 Nyeri sedang

7-9 Nyeri hebat

12

Untuk keefektifan penggunaan skala tingkat nyeri, klien hanya perlu memahami cara menggunakan skala tetapi juga diajarkan tentang bagaimana informasi tersebut akan digunakan untuk menentukan perubahan pada kondisinya dan keefektifan intervensi penatalaksaan nyeri. Hal ini memastiakan bahwa penatalaksanaan nyeri telah tercapai (Pasero, 1997a).

Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat di dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan & Girton (1984) mengidentifikasi komponen-komponen tersebut, diantaranya :

1. Penentuan ada tidaknya nyeri

Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walapun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien adalah nyata. Sebaliknya, ada beberapa pasien yang terkadang justru menyembunyikan rasa nyerinya untuk menhindari pengobatan. 2. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)

a. Faktor Pencetus (P: Provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat harus mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.

b. Kualitas (Q: Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.

c. Lokasi (R: Region)

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh

13

klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).

d. Keparahan (S: Severe)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Namun kesulitannya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien serta tidak adanya batasan-batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang dan berat. Hal ini juga bisa disebabkan karena memang pengalaman nyeri pada masing-masing individu berbeda-beda.

e. Durasi (T: Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?, “Apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “ Seberapa sering nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna.

f. Faktor yang memperberat / memperingan nyeri.

Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stress dan yang lainnya, sehingga dengan demikian perawat dapat memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan respon nyeri pada klien. Demikian halnya perawat perlu untuk mengetahui apakah klien mempunyai cara-cara sendiri yang efektif untuk menghilangkan atau menurunkan nyerinya, seperti mengubah posisi, melakukan tindakan ritual, menggosok / massage bagian tubuh yang sakit, meditasi, atau mengompres bagian tubuh yang nyeri dengan kompres dingin atau hangat.

14 3. Respon perilaku

Respon perilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri bermacam-macam. Perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang dirasakan pasien.

Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.

4. Respon Afektif

Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas (kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti: “Apakah Anda saat ini merasakan cemas?”. Selain itu juga adanya depresi, ketidak tertarikan pada aktivitas fisik dan perilaku menarik diri dari lingkungan perlu diperhatikan.

Dokumen terkait