• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE STUDI KASUS

B. Pembahasan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dalam berfikir untuk menentukan diagnosa keperawatan. Pengkajian meliputi beberapa hal yang berkesinambungan yakni pengumpulan data, pengaturan data, validasi data serta pencatatan data (Wilkinson dan Nancy, 2012). Dalam proses pengkajian pada keluarga Tn.S didapatkan data dengan teknik wawancara dan observasi langsung dengan keluarga Tn.S. Pengkajian merupakan suatu tahapan dimana perawat mengambil data secara terus menerus dari pasien maupun keluarga. Sumber informasi dari tahapan pengumpulan data dapat menggunakan metode wawancara, observasi terhadap anggota keluarga yang ada di rumah sakit.

Dari pengkajian untuk diagnosa pertama yang dilakukan didapatkan data bahwa pasien mengalami stroke sebelah kanan sejak 2 minggu yang lalu yaitu tanggal 3 Juni 2014, pasien tidak bisa menggerakkan tubuh bagian kanan sedangkan sebelah kiri hanya bisa bergerak lemah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami hambatan mobilitas fisik, stroke pada pasien disebabkan oleh riwayat penyakit hipertensinya, pasien sudah mengerti akan penyakitnya namun tidak mau menjaga pola makannya sehingga yang awalnya hanya penyakit hipertensi menjadi stroke. Menurut

Lingga (2013) kelumpuhan adalah cacat paling umum yang dialami oleh penderita stroke dan kelumpuhan dapat terjadi di berbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah dan tenggorokan. Saat keluarga ditanya tentang pengertian hambatan mobilitas fisik yang dialami Tn.S, keluarga tampak bingung dan mengatakan tidak mengetahui pengertiannya. Hambatan mobilitas adalah keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur maupun tidak ditempat tidur dari satu posisi ke posisi yang lain (Wilkinson, 2012). Keluarga hanya mengetahui bahwa penyebab stroke adalah tekanan darah yang tinggi. Tekanan darah yang Tn.S pada saat dikaji adalah 170/110 mmHg. Sekitar 40-90% stroke dialami oleh penderita hipertensi adalah kondisi yang rawan terhadap stroke (Lingga, 2013).

Pengkajian pada diagnosa kedua didapatkan data bahwa pasien mengalami gangguan komunikasi, pasien tidak bisa bicara dengan lancar dan hanya bisa bersuara seperti meracau, hal ini disebabkan karena penyakit stroke yang dialaminya. Pasien hanya mampu mengucap kata “he’eh” dan kata “hemm” sehingga kebutuhan pasien tidak bisa tercukupi sepenuhnya karena keluarga juga tidak bisa memahami dengan baik apa yang diinginkan oleh pasien, pasien hanya mampu mengungkapkan keinginannya dengan isyarat tangan saja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan komunikasi verbal yang disebabkan oleh perubahan pada sistem saraf pusatnya.Menurut Wilkinson 2012 gangguan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol segala sesuatu

yang memiliki atau menghantarkan makna. Saat keluarga ditanya mengenai pengertian gangguan komunikasi mereka bisa menjawabnya, menurut keluarga gangguan komunikasi adalah gangguan bicara yang dialami oleh seseorang karena suatu penyakit seperti stroke.

Pada pengkajian diagnosa ketiga ditemukan data bahwa pasien terlihat lemah, penampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, pasien tidak bisa melakukan aktifitas di tempat tidur tanpa dibantu oleh keluarga (hanya bisa miring kiri dengan lemah), pasien bisa mengunyah dan menelan makanan, uji kekuatan otot : tangan kiri dan kaki kiri derajat 3 sedangkan tangan kanan dan kaki kanan derajat 2. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan perawatan diri dan membutuhkan bantuan keluarga untuk merawat pasien agar kondisi pasien tidak terlihat kusut.

Defisit perawatan diri menurut Wilkinson 2012 adalah hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktifitas berupa mandi/ hygiene, berpakaian/berhias, makan, dan eliminasi. Keluarga mengetahui pengertian dari gangguan perawatan diri dan keluarga juga sudah berusaha melakukan perawatan pada pasien dengan membantu sibin, mengganti pakaian pasien dan menyisiri rambut pasien agar terlihat lebih rapi.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian selanjutnya disimpulkan untuk dapat dilakukan perumusan diagnosa keperawatan. Menurut Achyar (2012) diagnosa keperawatan disusun berdasarkan jenis diagnosa seperti diagnosa sehat (wellnes), diagnosa ancaman (resiko), atau diagnosa aktual (gangguan

yang terjadi). Menurut Padila (2012) Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan masalah keperawatan yang didapat dari data-data pada pengkajian yang berhubungan dengan etiologi yang berasal dari data-data pengkajian fungsi perawatan keluarga.

Dalam kasus Tn.S masalah pertama yang dialami adalah hambatan mobilitas fisik dimana defnisi dari hambatan mobilitas fisik dalam klasifikasi NANDA (2012) adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh baik satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah dengan batasan karakteristik perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar, penurunan kekuatan otot, pergerakan lambat (Herdman 2013). Batasan karateristik tersebut sesuai dengan yang dialami oleh Tn.S didukung dengan data subyektif keluarga mengatakan Tn.S mengalami hambatan mobilitas fisik dan mengatakan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan, juga terdapat penurunan kekuatan otot nilai 3 pada kaki kanannya. Sehingga penulis mengambil diagnosa pertama yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular karena syaraf dan muskulo pasien mengalami gangguan disebabkan oleh strokenya.

Masalah kedua yang dialami pasien adalah pada komunikasi verbalnya, sesuai dengan data yang didapatkan oleh penulis yaitu pasien terlihat sulit untuk berbicara, pasien mengalami disartria, berusaha untuk berbicara hanya jika ditanya dan hanya terdengar meracau, pasien hanya mampu mengucap “he’eh”, “hemm”. Menurut Wilkinson (2012) pengertian dari gangguan komunikasi adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak

adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol (segala sesuatu yang memiliki atau menghantarkan makna). Penyebab dari masalah kedua ini adalah karena adanya gangguan pada syaraf hipoglossus pasien disebabkan oleh stroke yang dialaminya. Sehingga penulis merumuskan diagnosa pada masalah kedua ini yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat.

Masalah ketiga yang dialami pasien adalah pada perawatan diri, karena pasien tidak bisa bergerak secara normal maka pola perawatan pasien juga terganggu sehingga diperlukan bantuan keluarga untuk melakukan perawatan agar kebutuhan pasien terpenuhi. Data yang didapatkan yaitu pasien terlihat lemah, penampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, pasien tidak bisa melakukan aktifitas di tempat tidur tanpa dibantu oleh keluarga (hanya bisa miring kiri dengan lemah), pasien bisa mengunyah dan menelan makanan, uji kekuatan otot : tangan kiri dan kaki kiri derajat 3 sedangkan tangan kanan dan kaki kanan derajat 2. Penyebab dari masalah ini adalah karena gangguan pada sistem syaraf dan muskuloskeletal pasien disebabkan oleh stroke yang dialami sehingga penulis merumuskan diagnosa ketiga yaitu defisit perawatan diri : mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri, makan/ minum, dan eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Dokumen terkait