• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

B. Tinjauan Teori Kebutuhan Dasar

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kmampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Hidayat, 2006).

2. Jenis Mobilitas

Menurut Hidayat (2006) mobilitas dapat dibagi menjadi :

a. Mobilitas penuh : merupakan kemampuan seeseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

b. Mobilitas sebagian : merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1) Mobilitas sebagian temporer : merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

2) Mobiitas sebagian permanen : merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel. Contohnya adalah terjadinya hemiplagi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitiskarena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

3. Faktor yang mempengaruhi mobilitas

Menurut Hidayat (2006), mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

a. Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena agaya hidup akan berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari

b. Proses penyakit/cedera

Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena dapat berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Sebagai

contoh orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan gerak ekstremitas bawah.

c. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh akan memiliki kemampuan mobilitas yang kuat, dan begitu pula sebaliknya ada orang yang mudah terkena gangguanmobilitas karena jarang berjalan jauh atau karena adanya adat dan budaya tertentu yang melarang untuk beraktifitas.

d. Tingkat energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilisasi dengan baik maka dibutuhkan energi yang cukup.

e. Usia dan status perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak seiring dengan perkembangan usia.

4. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama dalam berfikir untuk menentukan diagnosa keperawatan.Sedangkan menurut Kozier (2010) pengkajian meliputi beberapa hal yang berkesinambungan yakni pengumpulan data, pengaturan data, validasi data serta pencatatan data (Wilkinson & Nancy, 2012).

Anamnesa pemeriksaan stroke menurut Jonathan (2007) meliputi :

a. Identitas pasien : nama, umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, nomor registrasi, diagnosa medis

b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, alamat, pendidikan, hubungan dengan pasien

c. Keluhan utama : pasien biasanya mengalami nyeri kepala disertai gangguan bicara, kelemahan anggota gerak baik sebagian maupun seluruh bagian tubuh, tubuh tiba-tiba lemas tanpa diketahui penyebabnya d. Riwayat penyakit dahulu : pada pasien stroke biasanya ditemukan

riwayat hipertensi, diabetes melitus, sering merokok

e. Riwayat kesehatan keluarga : kemungkinan adanya riwayat stroke dalam keluarga

Sedangkan dalam pola pengkajian fungsional Gordon yang dikutip dari Kozier (2010)meliputi :

a. Pola nutrisi : penderita stroke mengalami penurunan nafsu makan, status gizi dan berat badan karena gangguan pada glosofaringeus sehingga reflek menelan berkurang

b. Pola aktifitas dan latihan : penderita stroke tidak akan mampu melakukan aktifitas dan perawatan diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak adalah tanda yang pasti ada pada penderita stroke. Kekuatan otot berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan (vestibularis) beserta penurunan kesadaran pasien bisa sampai pada keadaan koma

c. Pola tidur dan istirahat : penderita stroke lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran sehinnga lebih banyak diam

d. Pola persepsi dan kognitif : penderita stroke akan mengalami gangguan pada semua pola pengecapan (fasialis), peraba, pendengaran (koklearis), penglihatan (optikus, okulomotorius, troklearis), penciuman (olfaktorius), sehingga pasien akan terlihat sangat tertekan dengan keadaannya.

Dan untuk pemeriksaan fisik pada seseorang yang mengalami gangguan mobilisasi stroke non hemoragik meliputi :

a. Kepala : bentuk mesocephal, rambut kotor tidak terawat, nyeri kepala b. Mata : sklera ikterik, reflek pupil negatif, konjungtiva anemis,

penglihatan berkurang dan mengalami gangguan

c. Hidung : banyak polip, mengalami gangguan penciuman

d. Telinga : keadaan kotor, banyak serumen, ada gangguan pendengaran e. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering, stomatitis, ada plak, karies gigi,

mengalami gangguan pengecapan, reflek mengunyah dan menelan buruk, paralisis lidah

f. Paru : suara nafas nafas abnormal, menggunakan otot bantu aksesori, batuk, penumpukan sekret

g. Abdomen : hipoperistaltik atau hiperperistaltik

h. Ekstremitas : kelemahan akstremitas baik sebagian maupun seluruhnya i. Genetalia : kotor, distensi kandung kemih

5. Analisa Sintesa

Beberapa data yang dapat menjadi penunjang dalam pengkajian dari keadaan pasien stroke non hemoragik menurut Wilkinson (2012) diantaranya adalah :

a. Data Objektif : tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktifitas, mengalami keletihan atau kelemahan saat beraktifitas, lebih banyak melakukan tirah baring, adanya keluhan nyeri pada tubuh saat beraktifitas, adanya bagian tubuh yang mengalami kesulitan untuk bergerak.

Masalah keperawatan : Intoleransi aktifitas, Etiologi : kelemahan umum.

b. Data objektif ditemukan adanya suara nafas tambahan, perubahan irama dan frekuensi pernafasan, batuk tidak efektif, sianosis, kesulitan berbicara, penurunan suara nafas, gelisah, seputum berlebih, mata terbelalak.

Masalah keperawatan : ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Etiologi : disfungsi neuromuskular.

c. Data objektif ditemukan ketidakmampuan pasien dalam : akses kamar mandi, mengeringkan badan, membersihkan tubuh, mengambil dan memakai pakaian, mengancingkan baju, melepas pakaian, mengunyah makanan, membuka wadah makan, mengambil minuman, memegang alat makan, menelan makanan, hygiene eliminasi yang tepat, menyiram kloset, memanipulasi pakaian untuk eliminasi.

Masalah keperawatan : defisit perawatan diri berupa mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri, makan/minum, dan eliminasi. Etiologi : gangguan neuromuskular

d. Data objektif : kesulitan membolak balik posisi tubuh, dispnea saat beraktifitas, keterbatasan rentang gerak sendi, melambatnya pergerakan, gerakan tidak terkoordinasi.

Masalah keperawatan : hambatan mobilitas fisik di tempat tidur. Etiologi: gangguan neuromuskular

e. Data objektif yang ditemukan : menolak untuk makan, nyeri abdomen, bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat, rongga mulut terluka, kelemahan otot yang berfungsi mengunyah dan menelan.

Masalah keperawatan : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Etiologi kesulitan mengunyah dan menelan

f. Data objektif : kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal, disorientasi tiga lingkup, tidak dapat berbicara, verbalisasi yang tidak sesuai, pelo, gagap.

Masalah keperawatan : hambatan komunikasi verbal. Etiologi : perubahan pada sistem saraf pusat

6. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

Diagnosis keperawatan merupakan sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang di observasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa masalah aktual ataupun potensial atau diagnosis sejahtera (Wilkinson, 2012).

a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

Tujuan : Menunjukkan toleransi aktifitas yang normal yang ditandai dengan satulasi oksigien saat beraktifitas.

Kriteria Hasil :

1) Frekuensi pernafasan saat beraktifitas. 2) Kemampuan berbicara saat beraktifitas fisik 3) Menampilkan AKS dengan beberapa bantuan. Intervensi :

1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam ambulasi dan melakukan AKS.

2) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktifitas.

3) Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri.

4) Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan teknik relaksasi selama aktifitas.

5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk merencanakan dan memantau program aktifitas jika perlu.

b. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuskular.

Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali normal Kriteria Hasil :

1) Pasien mampu batuk efektif

3) Mengeluarkan sekret secara efektif Intervensi :

1) Kaji pola nafas pasien

2) Beri bantuan O2 dan nebulizer 3) Beri posisi fowler atau semi fowler

4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat

c. Defisit perawatan diri : mandi/hygiene, berpakaian/berhias diri, makan/minum, dan eliminasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan : Pasien mampu beraktifitas di tempat tidur tanpa bantuan orang lain

Kriteria Hasil :

1) Mampu melakukan perawatan tubuh secara mandiri 2) Berpakaian dan menyisir rambut secara mandiri 3) Menunjukkan rambut yang rapi dan bersih 4) Mampu menggunakan alat bantu untuk makan

5) Mampu mengenali dan berespon terhadap keinginan berkemih dan defekasi

Intervensi :

1) Dukung kemandirian dalam melakukan madi dan hygiene, beri bantuan bila perlu

2) Tingkatkan kemandirian seoptimal mungkin sesuai kemampuan pasien

3) Pantau peningkatan kemampuan pasien dalam beraktifitas 4) Sediakan alat bantu untuk makan dan minum

5) Alihkan tirah baring tiap 4 jam sekali 6) Hindari penggunaan kateter

7) Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam perencanaan aktifitas perawatan pasien

d. Hambatan mobilitas fisik di tempat tidur berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan : Pasien mampu beraktifitas di tempat tidur tanpa bantuan orang lain

Kriteria Hasil :

1) Pasien mampu berbalik sendiri di tempat tidur atau dengan bantuan bila perlu

2) Mampu melakukan rentang pergerakan penuh seluruh sendi Intervensi :

1) Lakukan pengkajian mobilitas dengan ROM dan uji kekuatan otot 2) Latih rentang gerak sendi

3) Beri penguatan positif selama aktifitas

4) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik dalam penyusunan rencana untuk mempertahankan dan meningkatkan mobilitas di tempat tidur

e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah dan menelan.

Kriteria Hasil :

1) Berat badan stabil atau bertambah 2) Tekstur kulit baik

Intervensi :

1) Pantau input dan output pasien

2) Berikan pasien minuman dan kudapan yang bergizi 3) Tawarkan hygiene mulut sebelum makan

4) Berikan makanan sesuai pilihan pasien

5) Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian nutrisi yang sesuai

f. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf pusat.

Tujuan : Pasien mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal Kriteria Hasil :

1) Pasien mampu mengunakan bahasa isyarat 2) Pasien mampu mengenali pesan yang diterima

3) Mengkomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi alternatif Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk berbicara, mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain

2) Jelaskan kepada keluarga mengapa pasien tidak bisa berbicara dan memahami pembicaraan

3) Berikan penguatan positif atas usaha pasien untuk berkomunikasi 4) Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara

Dokumen terkait