• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Gambut

2.1.5. Pengolahan Air Gambut

Pengolahan air bersih sangat penting untuk memperbaiki kualitas sumber air yang tercemar. Dari semua proses pengolahan air bersih secara umum, disinyalir bahwa tahap koagulasi flokulasi merupakan tahap penting karena

mempengaruhi efektivitas tahap pengolahan air berikutnya. Penggunaan koagulan alum maupun PAC sudah sangat umum untuk meningkatkan kualitas air baku menjadi air bersih. Hal ini juga diperluas dalam rangka mengolah air gambut. berbagai gabungan metode telah dilaporkan dalam literatur dalam rangka menurunkan tingkat warna, diantaranya netralisasi, koagulasi, aerasi, filtrasi sampai penggunaan UF. Hasil yang diperoleh pun cukup bervariasi tergantung dari karakteristik air bakunya. Penggunaan bahan penyerap warna dengan dikombinasi bersama koagulan dan penetral pH belum terlalu banyak dilaporkan dalam literatur walaupun kombinasi tersebut cukup potensial untuk meningkatkan kualitas air gambut menjadi air bersih (Sutapa, 2003 dan Zhan, 2004).

Air gambut memerlukan pengolahan baik secara sederhana di tingkat rumah tangga maupun pengolahan komunal dalam skala besar sehingga tidak menimbulkan pengaruh buruk terhadap kesehatan. Pengolahan air gambut hendaknya menggunakan bahan bahan yang mudah didapat disekitar lokasi, dengan harga terjangkau, serta mudah dioperasikan. Tahapan proses pengolahan yang umum digunakan terdiri dari 1). Pengolahan air gambut secara konvensional dan 2). Pengolahan air gambut secara modern.

2.1.5.1. Pengolahan Air Gambut Secara Konvensional

Pengolahan air gambut untuk menjadi air bersih, membutuhkan beberapa tahapan pengolahan agar kandungan asam dan bahan kimia lain dapat hilang dan sesuai dengan kriteria air bersih. Adapun tahapan pengolahannya adalah sebagai berikut:

20

1. Netralisasi

Netralisasi merupakan suatu usaha untuk mengubah pH atau keasaman air menjadi normal (netral, pH 7-8). Secara teoritis pH dari 0 sampai 14, dimana 0 sangat asam dan 14 sangat basa, pH normal berkisar 7 sampai 8. Untuk air yang bersifat asam, misalnya air gambut, yang paling murah dan mudah adalah dengan pemberian kapur (CaO)/gamping (CaCO3). Fungsi dari pemberian kapur, disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu efektifitas proses selanjutnya, antara lain: a. Proses oksidadi dengan udara, pengurangan Fe dan Mn efektif pada pH

7-8

b. Proses oksidasi dengan chlorine efektif pada pH 7-8,5 c. Proses koagulasi efektif pada pH ≥ 6

d. Pengendapan logam efektif pada pH ≥ 8

Hal penting lainnya adalah air olahan yang dihasilkan netral sesuai dengan kualitas air minum (pH 6,5-8,5). Dalam instalasi air minum, bertujuan untuk mengendalikan korosi perpipaan dalam system distribusi, dimana korosi membentuk racun pada pH <6,5 atau pH>9,5. Zat alkali digunakan untuk menaikkan pH air yang rendah dan menaikkan alkalinitas air baku agar proses koagulasi-flokulasi dapat berjalan baik dan efektif. Cara pembubuhan dapat dilakukan dengan cara kering dan cara basah (melarutkan dalam air pada konsentrasi tertentu).

2. Aerasi

Aerasi merupakan suatu cara untuk mengontakkan atau menggabungkan antara udara dan air baku. kandungan zat besi dan mangan yang terdapat dalam air akan bereaksi dengan oksigen yang terdapat dalam udara sehingga terbentuk senyawa besi dan mangan yang bisa mengendap. Zat tersebut (Fe dan Mn) memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan hasil pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecoklatan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi untuk menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S, methan, carbon dioksida dan gas-gas racun lainnya.

Faktor lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan oksigen dari udara adalah pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif pada pH air lebih besar 7 (tujuh). Oleh karena itu, sebelum aerasi dilakukan, maka pH air baku harus dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar pH air tidak menyamping dari pH standart untuk air minum yaitu pH 6.5 – pH 8.5. Oksidasi mangan dengan oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi jika kadar mangannya tidak terlalu tinggi maka sebagian mangan dapat juga teroksidasi dan terendapkan.

3. Koagulasi tahap I

Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi, misalnya zat warna organik, lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. cara paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan

22

tawas/alum atau rumus kimianya Al2(SO4)3.18H2O (berupa kristal berwarna putih). Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan aluminium hidroksida, Al(OH)3, yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel-partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai berikut, yaitu: sejumlah tawas/alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukan ke dalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2 menit. Setelah itu kecepatan pengadukan dikurangi sedemikian rupa sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi yang ada dalam air baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.

4. Koagulasi tahap II dan flokulan

Pengendapan kotoran tahap kedua dengan penggunaan tawas untuk mengikat dan membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar lagi sehingga kotoran bisa mengendap. Selanjutnya gumpalan-gumpalan yang telah terbentuk diikat oleh flokulan sehingga bisa membentuk gumpalan yang lebih besar lagi. gumpalan tersebut akan lebih mudah dan cepat mengendap sehingga air bersih dapat diperoleh.

5. Sedimentasi

Proses sedimentasi adalah proses pengendapan dimana masing-masing partikel tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun kerapatan selama proses pengendapan berlangsung. Partikel-partikel padat

akan mengendap bila gaya gravitasi lebih besar daripada kekentalan dan gaya kelembaman dalam cairan. Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Sedimentasi secara alamiah, partikel padat tersuspensi mengendap karena gaya beratnya sendiri tanpa tambahan bahan kimia.

b. Sedimentasi non alamiah, partikel padat tersuspensi mengendap karena penambahan bahan lain, sehingga partikel dapat bergabung menjadi lebih besar, berat dan stabil sehingga gravitasinya lebih besar.

Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: diameter butiran, berat jenis butiran, berat jenis zat cair, kekentalan, dan kecepatan aliran. Setelah kotoran mengendap, air akan tampak lebih jernih. Endapan yang terkumpul di dasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras yang terdapat di bawah tangki.

6. Filtrasi

Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan. Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap, sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air. Proses filtrasi ini untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dalam air melalui media biopori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan media filter. Media filter bisanya pasir atau kombinasi dari pasir, anthracite, garnet, ilmeniet, polystiren dan lainnya. Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri dari saringan pasir.

24

Gambar 2.1. Proses Pengolahan Air Gambut Secara Konvensional 2.1.5.2. Proses Pengolahan Air Gambut Secara Modern

Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk yang tinggal di daerah dataran rendah dan berawa seperti di Sumatera dan Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Air gambut mengandung senyawa organik terlarut yang menyebabkan air menjadi berwarna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu pengolahan khusus sebelum siap untuk dikonsumsi. Senyawa organik tersebut adalah asam humus yang terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin.

Asam humus adalah senyawa organik dengan berat molekul tinggi dan berwarna coklat sampai kehitaman, terbentuk karena pembusukan tanaman dan hewan, sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu yang cukup lama (Notoadmodjo, 2004).

Menurut kajian pusat sumber daya geologi departemen energi dan sumber daya mineral air gambut di Indonesia merupakan salah satu sumber daya air yang masih melimpah, melaporkan bahwa sampai tahun 2006 sumber daya lahan

gambut di Indonesia mencakup luas 26 juta ha yang tersebar di pulau Kalimantan (50%), Sumatera (40%) sedangkan sisanya tersebar di papua dan pulau-pulau lainnya. dan untuk lahan gambut Indonesia menempati posisi ke-4 terluas setelah Canada, Rusia dan Amerika Serikat (Tjahjono, 2007).

Secara umum juga diketahui bahwa kondisi air di Indonesia, umumnya mengandung besi dan mangan. Secara prinsip, penghilangan besi/mangan adalah melalui proses oksidasi, yaitu dengan menaikan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan untuk merubah bentuk besi atau mangan terlarut menjadi besi/mangan tidak terlarut (endapan). Endapan inilah yang akan diproses secara sedimentasi dan filtrasi menggunakan pasir aktif.

Teknologi pengolahan air lebih kurang sama dengan meracik resep, dibutuhkan jenis bahan dan takaran yang tepat agar menghasilkan air olahan yang bagus dan berkualitas. Selain teknologi konvensional, saat ini sudah banyak dikenal orang teknologi pengolahan air dengan menggunakan membran, baik membrane ultrafiltrasi maupun membrane reverse osmosis.

1. Teknologi ultrafiltrasi (UF)

Teknologi membran ultrafiltrasi (UF) merupakan salah satu terobosan teknologi yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan dalam pengolahan air bersih. Sifat membran yang sangat selektif telah terbukti mampu rnemisahkan berbagai kontaminan dari dalam air sehingga diperoleh air yang bersih, baik secara fisik, kimia maupun biologi dan bahkan aman untuk dikonsumsi.

26

Ultrafiltrasi atau ultra filtration adalah suatu teknologi filtrasi dengan besaran pori 0.01 mikron Sistem kerja dari ultra filtration sebagai berikut:

Air masuk dengan tekanan rendah +/- 1.5 bar melalui lubang halus dengan diameter 0.5-2 mm. Ukuran pori filter 0.01-0.05 μm (sebagai pembanding sehelai rambut memiliki besar 50μm – jadi pori-pori dari UF ini 500 kali lebih besar) Kontaminasi dengan ukuran yang lebih besar dari 0.05μm tertahan dan terbuang secara berkala pada saat dilakukan back flushing ataupun forward flushing. Keunggulan dari sistem UF ini adalah pori-pori yang memiliki nilai absolut dibandingkan dengan filter biasa. Filter UF memiliki ukuran sangat kecil dibandingkan dengan bakteri sehingga lebih steril dari filterisasi biasa. Penghambat mikroorganisma dan bakteri yang lengkap. Kualitas hasil yang difilter tidak tergantung dari air masuk. Ultrafiltration juga dapat membuang chlorine resistant germs seperti cryptosporidium. Konsentrat (air limbah) juga akan terbuang.

Dalam sistem yang dirangkai secara lengkap dapat menurunkan biaya investasi. dan juga biaya perawatan. Memungkinkan sistem yang full otomatis. dapat membuang hampir semua film-forming pada membrane reverse osmosis, sehingga dapat memperpanjang umur membran.

2. Sistem reverse osmosis (RO)

Menggunakan membran yang bersifat selektif semi permeabel dapat memisahkan air murni dari kotoran bahan pencemarnya. Membran yang berdimensi 0,0001 mikron mampu bekerja hingga memurnikan air dari berbagai efek pencemaran seperti fisika, kimia dan mikrobiologi. Proses

pemisahan air murni dari kotoran bahan pencemarnya meliputi adalah meliputi oksidasi, filtrasi dan desalinasi dengan sistem osmosa balik (Reverse osmosis).

a. Prinsip dasar RO (Osmosa balik)

Apabila dua buah larutan dengan konsentrasi encer dan konsentrasi pekat dipisahkan oleh membran semi permeabel, maka larutan dengan konsentrasi yang encer akan terdifusi melalui membran semi permeabel tersebut dan masuk ke dalam larutan yang pekat sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi. Phenomena tersebut dikenal sebagai proses osmosis. sebagai contoh misalnya, jika air tawar dan air payau/asin dipisahkan dengan membran semi permeabel, maka air tawar akan terdifusi ke dalam air asin melalui membran semi permeabel tersebut sampai terjadi kesetimbangan.

Daya penggerak yang menyebabkan terjadinya aliran/difusi air tawar ke dalam air asin tersebut dinamakan tekanan osmosis. besarnya tekanan osmosis tersebut dipengaruhi oleh karakteristik/jenis membran, temperatur air, dan konsentarsi garam serta senyawa lain yang terlarut dalam air. Apabila pada suatu sistem osmosis tersebut, diberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmosisnya, maka aliran air tawar akan berbalik yakni dari air asin ke air tawar melalui membran semi permeabel, sedangkan garamnya tetap tertinggal di dalam larutan garammya sehingga menjadi lebih pekat. proses tersebut dikenal dengan proses osmosa balik.

28

b. Proses RO (Osmosa balik)

Pemisahan air dari pengotornya pada proses desalinasi dengan menggunakan membran, didasarkan pada proses penyaringan dengan skala molekul. Di dalam proses desalinasi air payau dengan sistem osmosa balik ini, tidak dimungkinkan untuk memisahkan seluruh garam dari air gambutnya, karena akan membutuhkan tekanan yang sangat tinggi. untuk mengolah air payu menjadi air tawar, air baku yaitu air payau dipompa dengan tekanan tinggi ke dalam suatu modul membran osmosa balik yang mempunyai dua buah pipa keluaran, yakni pipa keluaran untuk air tawar yang dihasilkan (product) dan pipa keluaran untuk air garam yang telah dipekatkan (reject).

Didalam membran osmosa balik terjadi proses penyaringan dengan ukuran molekul, dimana partikel yang molekulnya lebih besar dari pada molekul air, seperti molekul garam dan lainnya, akan terpisah dan akan ikut ke dalam air buangan. Oleh karena itu, untuk menjaga membran dari kebuntuan, air yang akan masuk ke dalam membran osmosa balik harus mempunyai persyaratan tertentu, misalnya kekeruhan harus nol, kadar besi dan mangan harus < 0,1 mg/l, pH netral dan harus selalu dikontrol agar tidak terjadi pengerakan kalsium karbonat dan lainnya. Pengolahan air payau dengan sistem osmosa balik terdiri dari dua bagian, yakni unit pengolahan awal (pretreatment) dan unit pengolahan lanjutan (treatment), yaitu unit osmosa balik.

Dokumen terkait