• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Pengolahan Air Kolam Renang

Resirkulasi air adalah proses memompa air dari kolam renang melalui sistem penyaringan dan kembali lagi ke kolam renang. Tujuan resirkulasi air kolam renang adalah untuk menjamin air yang telah disaring dan didesinfeksi menjangkau ke seluruh bagian kolam renang dan polutan air hilang secara efisien. Resirkulasi air tergantung pada kedalaman, volume dan tipe kolam renang. Efektivitas sirkulasi air kolam renang bergantung pada desain kolam, inlet dan outlet, pompa sirkulasi, pengeluaran air permukaan kolam, flow rate

(laju aliran), turnover air, perpipaan, tekanan. Sistem sirkulasi harus berjalan 24 jam per hari untuk menjamin penyaringan dan desinfeksi air kolam renang (Nightingale, 2008; Department of Health Alberta, 2014).

2.7.2. Penambahan Bahan Kimia

Penambahan bahan kimia dianjurkan dalam pengelolaan kualitas air kolam renang. Bahan kimia disesuaikan tergantung masalah yang dihadapi. Agen oksidasi juga bisa ditambahkan untuk membunuh beberapa

41

mikroorganisme. Reducing agent juga dapat ditambahkan untuk menetralisir agen oksidasi untuk mencegah bahaya ke manusia (Zwiener dkk., 2007).

2.7.3. Desinfeksi

2.7.3.1. Pengertian Desinfeksi

Desinfeksi air merupakan proses pengolahan air dimana mikroorganisme patogen menjadi inaktif oleh bahan kimia (contoh : klorin) atau fisika (contoh : radiasi UV) sehingga risiko infeksi tidak signifikan (WHO, 2006).

2.7.3.2. Jenis-Jenis Desinfektan 2.7.3.2.1. Klorin

Klorinasi merupakan proses pemberian klorin ke dalam air yang telah melalui proses filtrasi. Klorin banyak digunakan sebagai desinfektan karena biayanya lebih murah, mudah dan efektif. Kegunaan klorin yaitu memiliki sifat bakterial dan germisidal, dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hidrogen sulfida, dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air, dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentuk lumut yang dapat mengubah bau dan rasa pada air, serta dapat membantu proses koagulasi. Klorin menginaktifkan bakteri dengan melepaskan toksin asam

hypochlorous. Senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi antara lain gas klorin, klorin cair (sodium hipochlorite), klorin glanural (calcium dan litium hipochlorite), klorin tablet (calcium hipochlorite), klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate, dan chloramine (Hasan, 2006; Said,2007 ; Nightingale, 2008; Chemical With Vernier, 2014).

42

Klorin di dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian akan dinetralisir oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipoklorit. Berikut merupakan reaksinya,

H2O + Cl2  HCl + HOCl-

HOCl  H+

+ OCl-

Klorin sebagai desinfektan terutama bekerja sebagai asam hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl-). Klorin dapat bekerja dengan efektif sebagai desinfektan jika berada dalam air dengan pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit itu akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat desinfektan yang dimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang (Eichelsdorfer dkk., 1975; Zwiener dkk., 2007).

- Prinsip- prinsip pemberian klorin:

a. Air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air akan menghambat proses klorinasi

b. Kebutuhan klorin harus diperhitungkan secara cermat agar dapat dengan efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air kebutuhan klorin di air minimal sebesar 0,2 mg/L dan maksimal sebesar 0,5 mg/L di dalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety pada air untuk membunuh kuman patogen yang mengontaminasi air kolam renang

43

c. Dosis klorin yang tepat adalah jumlah klorin dalam air yang dapat dipakai untuk membunuh kuman patogen serta untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas sebesar 0,2 mg/L (Chandra, 2005).

Klorin bereaksi dengan kontaminan di dalam air kolam renang dan membentuk desinfection by product (DBPs). DBPs ini terdiri dari

monochloramine, dochloramine, nitrogen trichloride, trihalomethanes (THM), trichloromethane, tribromomethane, dibromochloromethane dan dichlorobromomethane. Trihalomethane dan nitrogen trichloride berisiko terhadap kesehatan. Urin menyebabkan pembentukan amonia, lalu klorin bereaksi dengan amonia dan membentuk chloramine. Tipe chloramine

tergantung pada pH air kolam renang. Bau klorin yang menyengat menandakan adanya dichloramine. Ventilasi yang cukup, dilusi, kontrol pH, dan kadar klorin yang cukup dapat menimalkan pembentukan chloramine, (Zarzoso dkk., 2010; Department Of Health And Human Services U.S, 2010).

Penelitian menunjukkan kolam renang luar ruangan yang tidak menggunakan Isocyanuric acid telah kehilangan 90% sisa klor dalam waktu tiga jam pada cuaca cerah. Kolam renang yang mengandung 25-50 mg/L

Isocyanuric acid dengan kondisi yang sama hanya kehilangan 15% sisa klor (Department of Health New South Wales, 1996).

Beberapa hal dapat mengurangi kadar klorin di kolam renang. Contohnya ialah sinar matahari, debu, kotoran, kulit, dan kontaminan dari tubuh perenang. Hal itu yang menjadikan alasan bahwa sisa klor yang

44

dihasilkan klorin harus dipantau dengan rutin. Sisa klor membutuhkan waktu kerja untuk membunuh kuman. Kinerja klorin dipengaruhi oleh pH dan waktu kontak klor (Nemery dkk., 2002; Bernard dkk., 2003).

Menurut WHO (2006), kadar klorin yang tepat dapat dihitung dengan rumus berikut:

D = Jumlah air yang akan didesinfeksi dalam ml air

ppm = jumlah mg per liter sisa klor yang diinginkan

X = proses aktif klor dari zat desinfeksi yang dipakai untuk desinfeksi air kolam (60%)

2.7.3.2.1.1. Teknik Pembubuhan Zat Klor Pada Air Kolam Renang

Air kolam renang terlihat jernih setelah melalui proses penyaringan, namun masih pula harus dicurigai adanya bakter – bakteri di dalam air, dengan melakukan desinfeksi dimaksudkan agar air bebas dari kuman – kuman patogen.

Cara pemberian zat klor dalam air kolam renang dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Chlorinator, yaitu suatu alat pembubuh khusus zat chlor dalam bentuk gas Cl2 2. Pot Feeding, yaitu suatu alat berbentuk pot silindris yang digunakan khusus

45

3. Batch Feeding, yaitu cara pembubuhan zat klor dalam bentuk bubuk yang dimasukkan dalam kantong goni atau kantong plastik yang berlubang – lubang (Reksosoebroto, 1990).

2.7.3.2.1.2. Break Even Point Chlorination

Setiap air mempunyai kandungan bahan – bahan yang dapat bereaksi dengan klor, jumlah kandungannya tergantung kekeruhan air, jenis dan jumlah zat organik dan anorganik, dll. Bahan – bahan tersebut akan mengikat asam hypoklorit dan ion hypoklorit sehingga kedua jenis sisa klor bebas tersebut akan menjadi berkurang. Sisa klor bebas akan terdapat apabila jumlahnya lebih banyak daripada kebutuhan untuk bahan – bahan yang dapat bereaksi dengan klor tadi, makin banyak bahan tersebut, makin banyak pula kebutuhan akan zat klor. Kebutuhan klor yang ditunjukkan untuk mengikat bahan – bahan tersebut disebut chlorine demand, dan kemampuan bahan – bahan tersebut untuk mengikat klor disebut Daya Pengikat Chlor (DPC). Jika air tersebut mengandung amoniak yang menghasilkan sisa klor terikat (combined available chlorine residual) maka harus dipecah dengan pemberian klor yang berlebihan. Dengan memperhatikan rasio molar konsentrasi satu banding satu, akan terbentuk monochloramine dan

dichloramine yang masing – masing tergantung pada pH dan faktor – faktor lain. Pada gambar tersebut dibawah ini menunjukkan bahwa chloramine residual pada umumnya akan mencapai titik maksimum pada konsentrasi molar yang sama antara klorin dan amoniak. Peningkatan rasio Cl : NH3 , lebih lanjut akan menyebabkan adanya oksidasi amoniak reduksi klorin. Reaksi reduksi – oksidasi ini pada dasarnya akan sempurna apabila 2 molar

46

chloramine ditambahkan pada setiap mol amoniak dengan waktu kontak yang cukup. Chloramine residual kemudian menurun sampai nilai minimum yang disebut Break Even Point, hal ini terjadi apabila molar Cl : NH3 = 2 : 1. Dan pada titik ini reaksi reduksi – oksidasi pada dasarnya telah berjalan sempurna (Indiana State Department Of Health, 2014).

2.7.3.2.2. Ozon

Ozon memiliki kemampuan yang besar untuk mengoksidasi asam organik dalam skala yang luas dan mampu memecah dinding sel mikroorganisme, sehingga penggunaan ozon sangat efektif untuk membunuh mikroorganisme dalam air. Keuntungan di dalam menggunakan ozon antara lain sebagai desinfektan berspektrum luas, menghilangkan bau, warna, rasa; menambah kandungan oksigen dalam air, proses desinfeksi cepat; dalam konsentrasi rendah masih berfungsi; tidak membentuk senyawa beracun dalam air; tidak menimbulkan masalah yang berhubungan dengan pengangkutan bahan bakunya. Kerugian penggunaan ozon antara lain membutuhkan biaya yang besar, terutama dengan penyediaan alatnya; harus memiliki pembangkit ozon dengan sumber energi listrik yang besar; perawatan dan operasional cukup rumit, sisa ozon tidak dapat dipertahankan pada air untuk waktu lama, dan lebih mahal dibandingkan dengan klorin (Black dkk., 2010 ; Said, 2007; WHO,2006).

2.7.3.2.3. Sinar UV

Peningkatan kesadaran akan risiko infeksi Cryptosorodium (bakteri yang rentan dengan klorin) membuat sinar UV banyak digunakan sebagai

47

desinfektan. Desinfeksi menggunakan sinar UV dapat efektif pada gelombang antara 200 – 300 nm (WHO,2006). UV dapat membunuh bakteri, virus, jamur dan spora yang dapat mengurangi risiko transmisi infeksi saluran pernafasan, kulit dan perut. Melalui reaksi fotooksidasi dan fotokimia, UV dapat memecah zat iritan DBPs seperti chloramine yang dapat mengurangi penggunaan klorin. Instalasi sinar UV harus menggunakan lampu bertekanan rendah yang efektif untuk desinfeksi air, namun tidak efektif untuk memecah

DBPs (Nemery dkk., 2002).

2.7.3.2.4. Algicides

Algisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh, mengontrol dan mencegah pertumbuhan alga, terutama pada kolam renang di luar ruangan. Alga merupakan tanaman bersel satu yang tumbuh di perairan dan kolam renang. Kadar pH dan sisa klor yang rendah, sinar matahari, air hangat, kandungan mineral seperti fosfat, nitrogen, dan potassium pada air kolam renang meningkatkan pertumbuhan alga. Keberadaaan alga pada air kolam renang bisa menyebabkan kekeruhan, warna air menjadi hijau, dinding, dan lantai kolam licin. Fosfat dapat dihilangkan dengan pengoptimalan flokulasi dan filtrasi selama pengolahan air. Pertumbuhan alga dapat dikontrol dengan flokulasi/filtrasi air yang efektif, desinfeksi, dan desain hidraulik yang baik (Nightingale, 2008 ; WHO, 2006).

48

Dokumen terkait