2 TINJAUAN PUSTAKA
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini terdiri dari identifikasi proses produksi sayuran organik dan rantai pasok, analisis perumusan strategi yang terdiri dari analisis faktor internal dan eksternal, analisis matriks internal eksternal, analisis SWOT serta analisis AHP.
3.4.1 Identifikasi Proses Produksi Sayuran Organik dan Rantai Pasok Produk
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam tentang proses produksi sayuran organik pada Poktan Cibo Agro di Kecamatan Selaawi Kabupaten Garut dan mengetahui produk sayuran organik yang sesuai dengan keinginan pelanggan/konsumen. Gambaran rantai pasok produk sayuran organik Cibo Agro terdiri dari model struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok dan sumber daya rantai pasok untuk mengetahui siapa saja anggota yang memiliki peran utama dalam menghantarkan produk dari produsen ke konsumen.
3.4.2 Analisis Perumusan Strategi
Analisa data yang dilakukan meliputi data internal dan eksternal yang menjadi faktor kunci dan terkait dengan proses produksi sayuran organik serta mata rantai. Data tersebut dianalisis dengan matriks IFE, EFE dan SWOT berikut :
3.4.2.1 Analisis Faktor Internal dan Eksternal (IFE – EFE)
Matriks IFE dan EFE dikembangkan dalam lima (5) langkah (David 2010) :
a. Buat daftar faktor-faktor eksternal dan internal utama sebagaimana yang disebutkan dalam proses audit eksternal. Masukkan 10-20 faktor, termasuk peluang dan ancaman, serta kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi perusahaan dan industrinya.
b. Setiap faktor tersebut bobot berkisar 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Bobot itu mengindikasikan nyatanya suatu faktor terhadap keberhasilan perusahaan.
c. Berilah peringkat 1-4 pada setiap faktor eksternal dan internal utama untuk menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, di mana 4 = respon sangat bagus, 3 = respon di atas rataan, 2 = respon rataan, 1 = respon di bawah rataan. Untuk peluang maupun kekuatan diberi skor 3-4 dan untuk kelemahan, maupun ancaman menerima skor 1 dan 2.
d. Kalikan bobot setiap faktor dengan peringkatnya untuk menentukan skor bobot.
e. Jumlahkan skor rataan untuk setiap variabel guna menentukan skor bobot total untuk organisasi.
Dalam matriks EFE, skor bobot total tertinggi yang mungkin dicapai adalah 4,0 dan skor bobot terendah adalah 1,0. Rataan skor bobot adalah 2,5. Skor bobot 4,0 megindikasikan bahwa sebuah organisasi merespon secara sangat baik peluang dan ancaman yang ada di industrinya. Skor total 1,0 menandakan bahwa strategi perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang muncul. Sedangkan dalam matrik IFE, skor bobot total di bawah 2,5 mencirikan
organisasi yang lemah secara internal, sedangkan skor yang nyata berada di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat. Model matriks EFE dan IFE ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Matriks EFE dan Matriks IFE Faktor Internal/Eksternal Utama Bobot (a) Peringkat (b) Nilai Tertimbang (a x b) Kekuatan/Peluang 1. ... 2. ... n. ... Kelemahan/ Ancaman 1. ... 2. ... n. ... Total Sumber : David 2010
3.4.2.2 Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE)
Menurut David (2010) Matrik IE terdiri atas dua (2) dimensi, yaitu total skor dari matrik IFE pada sumbu x dan total skor dari matrik EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE, skor bobot IFE total 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal adalah lemah; skor 2,0-2,99 posisinya dianggap sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi kuat. Pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0-1,99 adalah posisi rendah; skor 2,0-2,99 dianggap posisi sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi tinggi. Matriks IE menurut David (2010) dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Skor Bobot Total IFE
Skor Bobot Total EFE
Kuat Menengah Lemah
Tinggi I II III Menengah IV V VI Lemah VII VIII IX 3,0 2,0 1,0
3.4.2.3 Analisis SWOT
Matriks SWOT (Tabel 3.2) menurut David (2010) terdiri dari sembilan (9) sel, terdapat empat (4) sel faktor utama, empat (4) sel strategi, dan satu (1) sel yang dibiarkan kosong (sel kiri atas). Keempat (4) sel strategi, yang diberi nama SO, WO, ST, dan W, dikembangkan setelah melengkapi keempat (4) sel faktor utama, yang diberi nama S, W, O, dan T. Terdapat delapan (8) langkah dalam membentuk sebuah matriks SWOT:
a. Buat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan b. Buat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan c. Buat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan d. Buat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan
e. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi SO
f. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi WO
g. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi ST
h. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya pada sel strategi WT
Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi kawasan wisata dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat (4) set kemungkinan alternatif strategik.
Tabel 3.2 Matriks SWOT IFE EFE Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) STRATEGI SO Menciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
Ancaman (T) STRATEGI ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman STRATEGI WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemhan dan menghindari ancaman
Sumber : David 2010
3.4.3 Analisis AHP
Analytical Hierarchy Process adalah suatu metode anlisa pengambilan keputusan berhirarki yang dikembangkan oleh Dr Thomas L Saaty pada tahun 1970. Peralatan utama dari model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan utamanya persepsi manusia. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert (pakar) sebagai masukan utamanya (Permadi 1992). Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus jenius, pintar, memiliki gelar akademik tertentu dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro 1992).
Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), terdapat tiga (3) tahapan dalam memecahkan persoalan dengan menggunakan metode AHP, yaitu :
1) Penyusunan Hirarki dan Penilaian Level Hirarki
Penyusunan tersebut dimulai dari permasalahan yang kompleks yang diuraikan menjadi unsur pokok, unsur pokok ini diuraikan lagi ke dalam bagian-bagiannya lagi secara hirarki. Susunan hirarkinya terdiri dari
goal, faktor, aktor, tujuan dan alternatif. Ilustrasi hirarki dalam pemilihan strategi pengembangan SCM sayuran organik dilihat pada Gambar 3.4.
Goal/Fokus
F1 F2 F3 F4 F5
Faktor
Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik Cibo Agro
A2 A3 A4 A5 A1 Aktor T1 T3 AL1 AL5 Tujuan TA Alternatif AL3 AL2 AL4
Gambar 3.4 Contoh Ilustrasi hirarki strategi pengembangan usaha sayuran organik
Penilaian dilakukan melalui perbandingan berpasangan, skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala ini ditetapkan sebagai pertimbangan bagi para ahli pemberi penilaian dalam membandingkan pasangan unsur di setiap level hirarki terhadap uatu unsur yang berada di level atasnya. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Nilai level hirarki
Nilai Keterangan 1 Faktor Vertikal sama penting dengan Faktor Horizontal
3 Faktor Vertikal lebih penting dari Faktor Horizontal 5 Faktor Vertikal jelas lebih penting Faktor Horizontal
7 Faktor Vertikal sangat jelas lebih penting dari Faktor Horizontal
9 Faktor Vertikal mutlak lebih penting dari Faktor Horizontal 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan 1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nila 2 – 9
Sumber: Marimin dan Maghfiroh 2010
2) Penentuan Prioritas
Untuk setiap level hirarki, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk menentukan prioritas. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama lalu dari level tepat di bawahnya (kriteria), ambil unsur-unsur yang akan dibandingkan. Contoh matriks perbandingan kriteria ada pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Matriks perbandingan kriteria
Goal K1 K2 K3
K1
K2
K3
Sumber: Marimin dan Maghfiroh 2010
Dalam matrik ini, bandingkan unsur K1 dalam kolom vertikal dengan unsur K1, K2, K3 dan seterusnya. Dalam metode AHP ini, ada tiga (3) langkah untuk menentukan besarnya bobot yang dimulai dari kasus khusus yang sederhana sampai dengan kasus-kasus umum, dengan menggunakan persamaan matematik sebagai berikut (Marimin dan Maghfiroh 2010) :
1) Langkah 1
wi/wj = aij (i, j = 1,2,…,n) ………...(1) wi = bobot input dalam baris
wj = bobot input dalam lajur 2) Langkah 2
wi = aij wj (i, j = 1,2,…,n)………..(2) Untuk kasu -s kas s yang umum mempunu yai bentuk :
wi = ∑ 1,2, … , ………...(3) wi = rataan dari aij wj,…..,ain wn
3) Langkah 3
Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n juga berubah, maka n diubah menjadi λ maks, sehingga diperol h :e
wi = ∑ 1,2, … , ………(4)
Pengolahan Horisontal
Pengolahan horizontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas unsur keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Tahapannya menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010) adalah :
a. Perkalian baris (z) dengan rumus :
Zi =
∏
(i, j = 1, 2,……n)………...…...(5) b. Perhitungan vektor iori pr tas atau vektor eigeneVPi
=∏
∑ ∏
………...(6)
eVPi adalah unsur vektor prioritas ke-i c. Perhitungan nilai eigen maksimum
VA = aij x VP dengan VA = (Vai) VB = VA/VP dengan VB = (Vbi)
λmax = ∑
………...(7) untuk i = 1,2,…,nVA = VB = Vektor antara
d. Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) :
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut : CI
=
………...(8) Untuk mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR=0,1. Rumus CR adalah : CR = CIRI
Nilai RI merupakan nilai random index yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory yang berupa tabel berikut ini :
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56
Pengolahan Vertikal
Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap unsur dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq di definisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :
NP
pq= ∑ NPHpq (t, q – 1) x NPT
t(q – 1
)………(9) Untuk p = 1, 2,…., r dan t = 1, 2,…., sDimana :
NPpq = Nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sarana utama
NPHpq = nilai prioritas unsur ke-p pada tingkat ke-q
3) Konsistensi Logis
Konsistensi sampai batas tertentu dalam menetapkan prioritas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih dalam dunia nyata. Nilai rasio konsistensi harus 10%, atau kurang, jika lebih dari 10%, maka penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki.