Pengolahan citra digital ialah pengetahuan yang mendalami tentang metode atau cara dalam mengolah suatu gambar atau citra. Melalui proses pengolahan, analasis, dan komputasi citra digital akan diproses oleh komputer yang hasil dari pengolahan tersebut bisa dipahami oleh manusia. Pengolahan citra berguna untuk menghilangkan noise pada citra atau gambar agar dapat memudahkan komputer dalam memproses atau mengekstrak informasi yang ada pada citra tersebut (Gonzales & Woods, 2008). Citra tersebut dihasilkan oleh kamera, teleskop, mikroskop dan lain sebagainya.
Pengolahan citra dimaksudkan untuk memudahkan program melakukan ektraksi atau proses pada citra yang digunakan. Proses ini mengolah piksel-piksel menjadi bentuk satuan matematis yang diproses komputer untuk mencapai satu tujuan. Pada umumnya, tujuan ini guna menghasilkan kualitas citra yang lebih baik sehiingga memudahkan manusia untuk menyerap informasi yang terdapat dalam citra tersebut (Sulistiyanti et al.,2016). Adapun beberapa teknik yang dilakukan penuli dalam penelitian ini meliputi:
2.5.1. Cropping
Cropping merupakan proses membagi atau memotong bagian sudut citra yang tidak diperlukan sesuai dengan keinginan peneliti dan membuang bagian yang tidak dibutuhkan. Hal ini berguna untuk mefokuskanobjek yang akan diproses agar mendapakan hasil yang maksimal pada saat melekukan klasifikasi citra. Adapun contoh gambar sebelum dan sesudah
di crop terdapat pada Gambar 2.5.
(a) Gambar sebelum di crop (b) Gambar setelah di crop Gambar 2.5 Gambar sebelum dan setelah di crop
2.5.2. Resizing
Resize merupakan proses mengubah resolusi dari citra baik secara vertikal maupun horizontal untuk menghasilkan kesetaraan citra agar mempermudah pada proses komputasi. Keifisienan proses ditentukan berdasarkan besar atau kecilnya ukuran piksel dari suatu citra. Semakin besar ukuran pikselnya maka akan semkin lama juga proses komputasi berjalin. Sebaliknya, apabila ukuran pikselnya semakin kecil maka akan semakin cepat proses komputasinya. Adapun contoh gambar sebelum dan setelah di resize terdapat pada Gambar 2.6.
(a) Gambar sebelum di resize (b) Gambar sesudah di resize Gambar 2. 6 Gambar sebelum dan sesudah melalui proses resize Terlihat pada gambar 2.6 perbedaan ukuran sebelum dan sesudah melalui proses resizing, gambar sebelum di resize mulanya memiliki ukuran 700 x 393 piksel diubah menjadi gambar dengan ukuran 350 x 197 piksel.
2.5.3. Grayscale
Grayscale merupakan proses pengubahan gambar yang memiliki intensitas warna Red, Grean, dan Blue (RGB) ke citra yang hanya memilikitingkat keabuan. Pada umumnya, citra grayscalae dapat menampung 256 tingkatan skala abu-abu dengan jumlah penyimpanan sebanyak 8 bit.
Dimana intensitas 0 menjelaskan tingkatan warna menjadi hitam sedangkan 255 menjadi putih. Konversi citra untuk mendapatkan nilai intensitas grayscale dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.
πΌ =
π + πΊ + π΅3 (2.1)
Keterangan:
I = Nilai intensitas citra hasil grayscalling R = Nilai warna merah pada piksel
G = Nilai warna hijau pada piksel B = Nilai warna biru pada piksel
Adapun contoh gambar yang telah diubah dari citra RGB ke grayscale terdapat pada Gambar 2.7.
(a) Gambar berwarna (b) Gambar grayscale Gambar 2.7 Gambar berwarna dan grayscale 2.6. Feature Extraction
Feature extraction merupakan proses untuk mengekstrak ciri dari masing-masing citra untuk mendapatkan informasi terkait citra yang ingin diketahui dan menjadi pembeda citra satu sama lain. Hasil dari ekstraksi ini akan digunakan menjadi parameter untuk melakukan proses klasifikasi dan identifikasi. Peneliitian ini menggunakan fitur dari Grey Level Co-occurance Matrix (GLCM) sebagai fitur ekstraksi citra.
2.6.1 Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM)
Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM) merupakan metode ekstraksi citra dengan memanfaatkan perhitungan nilai frekuensi gabungan dari perbedaan tingkatan keceraahan sebuah piksel dengan piksel lainnya yang berada pada posisi yang berdekatan. Matriks co-occurance merupakan matriks berururan L x L dimana matriks ini dibangun dengan menggunakan histogram kedua dan L merupakan tingkat banyaknya nilai
keabuan pada suatu citra grayscale. Berdasarkan orde statisktiknya, matriks dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a. Statistik orde pertama
Ciri pada orde pertama ialah pengambilan ciri berdasarkan karakteristik histogram pada citra. Histogram yang memprediksi nilai derajat piksel yang akan muncul dengan mengabaikan piksel yang ada disekitar.
Penggunaan orde pertama ini baik digunakan untuk menganalisa tekstur citra dalam parameter mean, variance, entropy, skewness, dan kurtois.
b. Statistik orde kedua
Dalam orde kedua, lebih mempertimbangkan hubungan antar piksel yang bertetangga. Analisa terbaik dalam menggunakan orde kedua ini ialah dengan memanfaatkan 14 fitur ekstraksi dari metode GLCM untuk mendapatkan ciri dari masing-masing citra.
c. Statistik orde ketiga
Pada orde ketiga, matriks akan mempelajari dan mengambil keputusan berdasarkan hubungan antara 3 piksel atau lebih. Hal ini menyebabkan pengimplementasiannya akan sulit untuk dilakukan.
GLCM memiliki informasi terkait warna keabuan yang terdapat pada dua piksel dengan d sebagai jarak dan q sebagai sudut atau sering dinyatakan dengan π. Penggunaan GLCM mengacu pada pengolahan citra tekstur yang ditandai dengan dstribusi spasial antar dua piksel yang saling berpasangan dengan intensitas tertentu. Proses ini untuk memastikan apakah tekstur tersebut terdapat pengulangan konfigurasi atau arah keabuan. Ada mpat arah sudut π dengan masing-masing interval sudut yaitu 0Β° , 45Β° , 90Β° , dan 135Β° . Adapun contoh matriks jarak dan arah tedapat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Jarak dan Arah pada GLCM
Terdapat beberapa fitur tekstural GLCM yang dirumuskan pada penelitian ini, yaitu:
1. Dissimilarity
Merupakan fitur untuk mengukur ketidakmiripan tekstur pada citra, dissimilarity akan menampilkan nilai yang tinggi apabila tekstur citra berbentuk acak dan akan bernilai rendah apabila tekstur citra bernilai seragam. Dissimilarity dapat dihitung denga Persamaan 2.2.
π·ππ π ππππππππ‘π¦ = β |π β π|π(π, π)π,π (2.2)
Keterangan:
i = jumlah piksel pada baris didalam matriks j = jumlah piksel pada kolom didalam matriks p(i,j) = nilai elemen dalam bentuk probabilitas 2. Correlation
Merupakan fitur untuk memperlihatkan keterkaitan nilai keabuan dalam citra. Jika intensitas piksel dalam citra mempunayi relasi linear maka nilai correlation akan tinggi. Correlation dapat dihitung dengan Persamaan 2.3.
ππππππππ‘πππ = β β (ππ)π(π,π) β ππ₯ ππ¦ ππ₯ππ¦ π
π (2.3)
Keterangan:
π = nilai rata-rata semua elemen matriks π = variasi matriks
3. Homogeneity
Merupakan fitur untuk mengukur kemiripan atau kehomogean dari citra dengan level keabuan sejenis. Homogeneity dapat dihitung dengan Persamaan 2.4.
βπππππππππ‘π¦ = β β π(π,π)
1 + (πβπ)2 π
π (2.4)
4. Angular Second Moment
Angular Second Moment (ASM) merupakan hasil dari penjumlahan nilai kudrat seluruh piksel dimana apabila semakin tinggi nilai homogenitasnya maka akan semakin besar juga nilai ASM. ASM dapat dihitung dengan Persamaan 2.5.
π΄ππ = β π(π, π)π,π 2 (2.5) 5. Energy
Energy merupakan fitur untuk mengukur akar kuadrat dari matrik co-occurance yang mengacu pada keseragaman piksel. Oleh karena itu, apabila nilai intensitas keabuan citra semakin beragam maka nilai energy akan semakin besar. Energy dapat dihitubg dengan Persamaan 2.6.
πΈπππππ¦ = βπ΄ππ (2.6)