• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI SPESIES DAN IDENTIFIKASI ZAT FORMALIN PADA IKAN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE BERBASIS ANDROID SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KLASIFIKASI SPESIES DAN IDENTIFIKASI ZAT FORMALIN PADA IKAN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE BERBASIS ANDROID SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI SPESIES DAN IDENTIFIKASI ZAT FORMALIN PADA IKAN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE BERBASIS

ANDROID

SKRIPSI

IBNU MAULANA 171402025

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI FAKUTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA

UTARA 2022

(2)

KLASIFIKASI SPESIES DAN IDENTIFIKASI ZAT FORMALIN PADA IKAN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE BERBASIS

ANDROID

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mendapatkan ijazah Sarjana Teknologi Informasi

IBNU MAULANA 171402025

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASl FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2022

(3)
(4)

PERNYATAAN

KLASIFIKASI SPESIES DAN IDENTIFIKASI ZAT FORMALIN PADA IKAN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE BERBASIS ANDROID

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini merupakan hasil karya dan pikiran saya sendiri, kecuali berapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing sudah dicantumkan sumbernya.

Medan, 22 Februari 2022

Ibnu Maulana 171402025

(5)

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang berkat rahmat-Nya maka penulis menyelesaikan sikripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Program Studi Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberi bimbingan, dukungan, bantuan serta doa.

Adapun keempatan ini penulis ingin memberikan terimakasih kepada:

1. Diri saya sendiri, Ibnu Maulana. Terima kasih untuk diri sendiri yang mau berusaha untuk berkembang dan mencoba untuk menjadi pribadi yang mau berusaha utuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua penulis Bapak Moh.Ismail Djambak dan Ibu Yunita Wati Siregar yang telah merawat dan penulis dengan baik, begitu juga kepada kakak penulis yaitu Ramadhani Istara, S.Kom dan nenek penulis Rosdiana Hasibuan yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

3. Bapak Romi Fadillah Rahmat B.Comp.Sc., M.Sc selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Fanindia Purnamasari S.TI., M.TI selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan kritik yang membangun semangat kepada penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Maya Silvi Lidya B.Sc., M.Sc selaku Dekan Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Sarah Purnamawati ST., M.Sc selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dedy Arisandi, ST., M.Kom selaku Dosen Penguji 1 dan Ibu Ulfi Andayani, S.Kom., M.Kom yang telah banyak membantu dalam memberikan saran dalam pengerjaan tugas akhir.

7. Seluruh jajaran Dosen Program Studi S1 Teknolog Informasi yang telah mengajarkan ilmu dan pola pikir yang berguna bagi penulis semasa perkulihan.

8. Staf dan pegawai Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara yang membantu segala urusan administrasi selama perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.

(6)

9. Tirta Rahmadhani Harahap yang telah membantu dan memberikan penulis semangat dan motivasi dalam masa seperkuliahan hingga sampai saat ini.

10. Teman-teman dekat penulis yaitu Dinul Iman, Tongku Malim Noor Hadi Harahap, Yoesuf Fathurrahman, Rafif Rasyidi, Fajar Harahap, Gilbert Sihura, Rizki Fatiha yang telah membantu, mendukung, dan memberikan masukan dalam masa perkuliahan.

11. Teman-teman Preman Campus dan Bukan Galaxy yang telah banyak menemani dan membantu selama pengerjaan skripsi dan masa perkuliahan.

12. Teman-teman SMP yaitu Dhea Syafira Pohan, Almira Nabila Siregar dan Deifezra Alifi Pasaribu yang menemani dan memberi semangat kepada penulis.

13. Teman-teman pasbel yaitu Yoel Cristianuh Tambunan, Farhan dan Vijay Raj yang telah banyak membantu dalam masa pengerjaan skripsi penulis.

14. HIMATIF USU periode 2020/2021 yang telah memberikan pengalaman yang banyak kepada penulis.

15. Kepada senior, junior, dan teman-teman seangkatan yang sama-sama berjuang sampai akhir karena telah memberikan semangat dan saran selama dalam masa kuliah dan penulisan skripsi ini.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengarapkan kritik dan saran yang dapat penyempurnaan skripsi ini.

Medan, 22 Februari 2022

Ibnu Maulana

(7)

KLASIFIKASI SPESIES DAN IDENTIFIKASI ZAT FORMALIN PADA IKAN MENGGUNAKAN METODE EXTREME LEARNING MACHINE BERBASIS

ANDROID

ABSTRAK

Ikan merupakan hdwan berdarah dungin yang dapat hidup di air asin maupun air tawar. Di Indonesia, sektor perikanan mempunyai peranan tersendiri karena lebih besarnya luas daerah perairan daripada daratannya. Hal ini berbanding lurus dengan banyaknya jenis ikan yang ada baik yang dapat dikonsumsi maupun tidak. Banyaknya variasi jenis ikan menyebabkan kesulitan pembeli untuk membedakan jenis ikan hanya dengan mata dan asumsi individu masing-masing. Pemasokan ikan yang terlalu banyak membuat para nelayan dan penjual ikan dipasar berpikir ulang untuk mencari cara bagaimana ikan-ikan yang mereka jual agar bisa awet atau tidak mudah busuk.

Penggunaan bahan pengawet seperti formalin menjadi solusi agar dapat mengawetkan ikan dengan mudah dan murah. Oleh karena itu, diperlukin sebuah sistem aplikasi yang bisa melakukukan klasifikasi jenis dan identifikasi zat formalin pada ikan agar dapat membantu masyarakat untuk tidak terkecoh oleh upaya penjual berbuat curang dengan mengawetkan ikan. Pada penelitian ini terapat tiga jenisikan yang akan di identifikasi jenisnya yaitu ikan kembung, tongkol, dan bandeng dengan ciri yang diidentifikasi berformalin dan tidak berformalin. Penelitian ini menggunakan 1550 data yang dibagi menjadi 1240 data training dan 310 data testing. Dengan menggunakan metode Extreme Learning Machine, pengujian penelitian ini menghasilkan tingaat akurasi sebesar 90,96% yang berkemampuan melakukan klasifikasi spesies dan identifikasi zat formalin pada ikan.

Kata Kunci : Klasifikasi Ikan, Identifikasi Zat Formalin, Extreme Learning Machine.

(8)

Using Android-Based Extreme Learning Machine Method

ABSTRACT

Fish are cold-blooded animals that can live in both salt and fresh water. In Indonesia, the fishery sector has its own role because the water area is larger than the land area. This is directl propotional to the number of types of fish that can be consumed or not. The large number of fish species makes it difficult for buyers to distinguish between fish species only with their eyes and individual assumptions. The supply of too much fish makes fishermen and fish sellers in the market think again to find ways how the fish they sell can be durable or not easily rotten. The use of preservatives such as formalin is a solution to preserve fish easily and cheaply. Therefore, we ned an applycation system that can classify species and identify formalin in fish so that it can help the community not to be fooled by the seller's attempts to cheat by preserving fish. In thss study, there were three species of fish to be classyfied, namely mackerel, tuna, and milkfish with characteristics identified as formalin and non- formalin. This study uses 1550 data which is dividesd into trainning and teting data. 1360 data is used as training and 310 data as testing. By using the Etxreme Learning Macine method, this research test resulted in an accuracy rate of 91% which was able to classify species and identify formalin in fish.

Keywords : Fish Classification, Identification of Formalin, Extreme Learning Machine

(9)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN Error! Bookmark not defined.

PERNYATAAN i

UCAPAN TERIMAKASIH ii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Batasan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 6

BAB 2 LANDASAN TEORI 7

2.1. Ikan 7

2.1.1. Ikan Tongkol 7

2.1.2. Ikan Kembung 8

2.1.3. Ikan Bandeng 9

2.2. Formalin 11

2.3. Dampak Negatif Formalin 11

2.4. Ciri Ikan Berformalin 12

2.5. Pengolahan Citra Digital 13

2.5.1. Cropping 13

2.5.2. Resizing 14

2.5.3. Grayscale 14

2.6. Feature Extraction 15

2.6.1 Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM) 15

2.7. Extreme Learning Machine (ELM) 18

2.8. Metode Evaluasi 21

2.8.1. Confusion Matrix 22

(10)

2.9.1 Perbedaan Penelitian 28

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 30

3.1 Data yang digunakan 30

3.1.1 Memformalinkan Ikan 31

3.2 Analisis Sistem 33

3.2.1 Image Acquisition 35

3.2.2 Image Preprocessing 35

3.2.3 Feature Extraction 38

3.2.4 Image Classifier 40

3.2.5 Output 47

3.3 Perancangan Sistem 47

3.3.1 Rancangan Tampilan Splash Screen 48

3.3.2 Rancangan Tampilan Halaman Tentang 48

3.3.3 Rancangan Tampilan Halaman Klasifikasi 50

3.3.4 Rancangan Tampilan Halaman Hasil Klasifikasi 51

3.3.5 Rancangan Halaman Panduan 51

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 53

4.1 Implementasi Sistem 53

4.1.1 Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 53

4.1.2 Implementasi Data 53

4.1.3 Implementasi Perancangan Antarmuka 56

4.2 Pelatihan Sistem 59

4.3 Pengujian Sistem 60

BAB 5 SARAN DAN KESIMPULAN 70

5.1 Kesimpulan 70

5.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71

(11)

Tabel 2.1 Klasifikasi Ikan Tongkol 8

Tabel 2.2 Klasifikasi Ikan Kembung 9

Tabel 2.3 Klasifikasi Ikan Bandeng 10

Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu 26

Tabel 3.1 Jumlah Data Latih dan Data Uji 32

Tabel 3.2 Dimensi Citra Badan Ikan dan Mata Ikan 35

Tabel 3.3 Nilai Ekstraksi Fitur GLCM 39

Tabel 4.1 Hasil Ekstraksi Data Badan dan Mata Ikan dengan GLCM 60 Tabel 4.2 Akurasi Pengujian Badan Ikan Dengan Hidden Nodes 62 Tabel 4.3 Akurasi Pengujian Mata Ikan dengan Hidden Nodes 62 Tabel 4.4 Akurasi Pengujian Rata-Rata dengan Hidden Nodes 63 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Ekstraksi dan Klasifikasi 63

Tabel 4.6 Confusion Matrix Pengujian Sistem 66

Tabel 4.7 Nilai TP, FP, dan FN 67

Tabel 4.8 Nilai Precision dan Recall 67

(12)

Gambar 2.1 Ikan Tongkol Sisik 8

Gambar 2.2 Ikan Kembung 9

Gambar 2.3 Ikan Bandeng 10

Gambar 2.4 Image mata ikan sesudah dan sebelum diformalin 12

Gambar 2.5 Gambar sebelum dan setelah di crop 13

Gambar 2.6 Gambar sebelum dan sesudah melalui proses resize 14

Gambar 2.7 Gambar berwarna dan grayscale 15

Gambar 2.8 Jarak dan Arah pada GLCM 17

Gambar 2.9 Arsitektur Extreme Learning Machine 20

Gambar 2.10 Confusion Matrix 22

Gambar 3.1 Contoh Ikan Kembung 30

Gambar 3.2 Gambar Fokus Badan dan Mata Ikan 31

Gambar 3.3 Contoh Memformalinkan Ikan 32

Gambar 3.4 Arsitektur Umum 34

Gambar 3.5 Contoh Cropping Gambar Ikan 36

Gambar 3.6 Gambar Setelah Melalui Proses Grayscale 36 Gambar 3.7 Contoh Gambar Ikan yang Telah di Resize 38

Gambar 3.8 Matriks input layer 40

Gambar 3.9 Matriks Bias 45

Gambar 3.10 Hasil Acak Input Weight 46

Gambar 3.11 Matriks Output Weight 46

Gambar 3.12 Rancangan Flowchart 47

Gambar 3.13 Rancangan Tampilan Splash Screen 48

Gambar 3.14 Tampilan Halaman Tentang 49

Gambar 3.15 Tampilan Halaman Klasifikasi 50

Gambar 3.16 Tampilan Halaman Hasil Klasifikasi 51

Gambar 3.17 Tampilan Halaman Panduan 52

Gambar 4.1 Data Citra Ikan Bandeng 54

Gambar 4.2 Data Citra Ikan Kembung 54

Gambar 4.3 Data Citra Ikan Tongkol 55

(13)

Gambar 4.5 Data Citra Ikan Tidak Berformalin 55

Gambar 4.6 Tampilan Halaman Splash Screen 56

Gambar 4.7 Tampilan Halaman Tentang 56

Gambar 4.8 Tampilan Halaman Klasifikasi Sebelum Pemilihan Citra 57 Gambar 4.9 Tampilan Halaman Menu Pengambilan Citra 57 Gambar 4.10 Tampilan Halaman Klasifikasi Setelah Pemilihan Citra 58

Gambar 4.11 Tampilan Hasil Klasifikasi 58

Gambar 4.12 Tampilan Halaman Panduan 59

Gambar 4.13 Hasil Pelatihan Data 60

Gambar 4.14 Citra Ikan yang Menghasilkan Output Error 68 Gambar 4.15 Latar Belakang Ikan yang Terlalu Terang 69

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap hari manusia membutuhkan asupan gizi yang cukup agar dapat beraktivitas. Sumber gizi seperti protein, vitamin dan mineral menjadi bahan pokok yang harus dipenuhi oleh tubuh. Ikan menjadi pangan hewani yang baik karena kandungan gizi nya yang seimbang dan rendah lemak.

Ikan merupakan hewan beradah dingin yang bisa hidup di laot maupun air payau. Ikan memiliki kandungan proten hewani yang sangat berguna untuk metabolism mansuia. Hal ini dikarena kandungan protein yang kaya dengan asam amino esenssial dan non-esensial yang tedapat pada ikan. Gizi seimbang pada ikan menjadikan ia sumber pangan hewani yang banyak dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas perariran lebih besar dibandingkan luas daratanya. Hal ini menyebabkan Indonesia tergolong dalam negara kemaritiman. Dengan luas perairan yang besar, menjadikan Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah disektor perikanannya, baik sektor perikanan daraa pantai maupun laut. Luasnya sektor ini berbanding lurus dengan semakin banyaknya spesies ikan yang tersebar diperairan Indonesia. Lebih dari 2.000 spesies ikan yang ada di perairan Indonesia, baik laut maupurun perairan tawar sepertii danau, sungai, rawa, kolam , dan lain sebaganya.

Banyaknya spesies ikan menyebabkan kesulitan pembeli untuk membedakan jenis ikan hanya dengan mata dan asumsi individu masing-masing. Hal ini menyebabkan banyak terjadinya kesalahan dalam pengamatan spesies ikan dikarenakan kurangnya pengetahuan dan ketepatan dalam menganalisa ikan secara langsung. Dengan banyaknya sumber daya ikan yang ada membuat masyarakat tidak kesulitan untuk mencarinya di pasar-pasar terdekat. Akan tetapi, hal ini juga memiliki dampak negatif untuk para pedagang ikan.

Pemasokan ikan yang beredar dipasaran membuat para pedagang berfikir lebih untuk dapat menjual ikan keseluruhan agar tidak mengalami kerugian. Ikan yang mudah membusuk dan dapat bertahan hanya dalam 2-3 hari dari hari

(15)

tangkapan membuat para nelayan dan pedagang dipasar harus melakukan pengawetan ikan baik secara alami maupun kimiawi. Akan tetapi, pengawetan secara alami dianggap kurang efektif karena hanya bertahan tidak lama dibandingkan dengan pengawetan menggunakan bahan kimia. Formalin menjadi pilihan banyak nelayan dan pedagang ikan karena efeknya yang lebih tahan lama dan harganya yang relatif terjangkau. Akan tetapi, formalin bukanlah zat yang aman untuk dikonsumsi oleh manusia, zat ini dapat menyebabkan rasa sakit perut, sakit kepala, batuk, dan yang lebih parah lagi, kematian. Masih banyaknya masyarakat yang tidak mengetahui apa yang menjadi pembeda antara ikan yang mengandung formalin atau tidak menjadi hal yang harus diperhatikan. Terlebih lagi dampak yang disebabkan oleh zat ini juga tidak bisa dianggap ringan.

Saat ini ada beberapa penelitian terdahulu yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan klasifikasi spesies ikan dan identifikasi formalin terhadap beberapa objek. Klasifikasi citra ikan dengan fitur vektor pada produk Single Value Decompotion (SVD) dengan menggunakan jaringan saraf tiruan Feed Forward Neural Network (FFNN) telah dilakukan oleh (Adebayo & Olumide, 2016). Terdapat beberapa jenis ikan yang diklasifikasikan pada penelitian tersebut yakni AfricanPike, Bichir, ButterFish, Mackerel, Sardine, Crayfish, Flatfish dan Climbing perch. Penelitian ini menghasilkan tingkat keakurasian 94% dengann 36 data tes.

Selanjutnya, penelitian mengenai pengenalan dan klasifikasi ikan berdasarkan Feature Vector Analysis yang mengidentifikasi berdasarkan spesifikasi ikan yakni panjang, lebar, area ekor, rasio antara panjang dan lebar, dan sirip ikan yang dilakukan oleh (Nath et al., 2018). Beberapa ikan yang diklasifikasi yaitu illish, labeo rohita, ikan mas india, dan bawal. Penelitian selanjutnya tentang

“Implementasi Convuloional Neural Network UntukIdentifikasi Ikan Air Tawar”

oleh (Fauzi et al., 2019) berhasil mengklasifikasikan ikan air tawar yaitu gurame padang, mas kaca, mas orange, mas putih, mujair, nila, patin, bawal, belut, dan lele. Penelitian ini menghasilkan tingkat ke akurasian sebesar 88,3% dengan total data sebanyak 300 dengan prbandingan data trainning 80% (240 gambar) dan data testng 20% (60 citra).

(16)

Selain itu, terdapat penelitian lain mengenai “Klasifikasi Citra Daon Tanaman Menggunakan Metode Extrme Learning Machine” yang dilakukan oleh (Murdoko, 2015). Tekstur, warna, bentuk, dan ukuran daun menjadi asset utama untuk melakukan klasifikasi jenis tanaman berdasarkan daun tanaman tersebut.

Penelitian ini menghasilkan akurasi data training 92,9% dan data testing sebesar 88,9%. Penelitian terakhir yang berjudul “Detection System Milkfish Formalin Android-Based Method Based on Image Eye Using Naïve Bayes Classiifier”

mengenai identifikasi formalin menggunakan naïve bayes sebagai detector dengan mendeteksi mata ikan bandeng sebagai citra untuk diproses.

Penelitian ini menghasilkan akurasi sebesar 98,3% dengan 120 data yang digunakan.

Berdasarkan latarbelakang yang dikemukakan diatas, diperlukan sistem multifungsi yang dapat mengidentifikasi jenis ikan sekaligus mendeteksi zat formalin pada ikan. Dengan ini, penulis mengajukan penelitian yang berjudul

“Identifikasi Spesies dan Zat Formalin pada Ikan Menggunakan Metode Extreme Learning Machine Berbais Android”.

1.2. Rumusan Masalah

Bagi masyarakat, identifikasi spesies dan ikan yang mengandung formalin atau tidak dilakukan hanya dengan melihat insang dan menyentuh badan ikan secara langsung. Ketepatan dalam mengidentifikasi dengan car aini tentunya berdasarkan pengalaman dan pemahaman masyarakat terhadap spesies ikan dan kriteria ikan yang mengandung zat formalin. Oleh karena itu, dengan berkembangnya teknologi di era saat ini diperlukan sebuah program yang dapat melakukan identifikasi spesies serta kandungan formalin pada ikan melalui proses pengambilan citra atau gambar.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan metode Extreme Learning Machine dalam suatu perangkat android untuk mengidentifikasi spesies ikan dan zat formalin pada ikan.

(17)

1.4. Batasan Penelitian

Dalam Penelitian ini, terdapat beberapa batasan untuk menghindari terlalu besarnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Terdapat 3 ikan yang akan diidentifikasi spesies dan zat formalin di dalamnya yaitu ikan Tongkol, ikan Kembung dan ikan Bandeng.

2. Citra jenis ikan yang difoto merupakan sisi samping dari ikan meliputi badan, ekor, dan kepala ikan.

3. Bagian yang akan diidentifikasi untuk menentukan ikan mengandung formalin atau tidak ialah mata.

4. Jarak pengambilan citra spesies ikan tidak lebih dari 40 cm dan citra identifikasi zat formalin tidak lebih dari 10 cm.

5. Sistem untuk mengidentifikasi zat formalin pada ikan hanya melalui citra mata ikan dengan kondisi mata sejajar dengan kamera, tidak berkilau, dan tidak gelap.

6. Sistem tidak mengukur kadar zat formalin pada ikan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Membantu masyarakat khususnya pembeli ikan dipasar agar mengetahui ikan yang telah terkontaminasi zat formalin dengan yang belum terkontaminasi.

2. Menjadi sumber refrensi dalam penelitian akademik, khususnya penelitian implementasi metode Extreme Learning Machine.

1.6. Metodologi Penelitian

Tahapan yang dikerjakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Tahap ini dilakukan guna mengumpulkan bahan pembelajaran mengenai identifikasi spesies ikan, identifikasi ikan berformalin, image proccessing, metode Exreme Learning Machine, metode GLCM dari berbagai jurnal, buku, artikil dan beberapa sumber lainnya.

(18)

2. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini akan dilaksanakan penganalisisan terhadap seluruh referensi yang telah dikumpulkan pada tahap studi literatur.

3. Perancangan Sistem

Perancangan sistem merupakan tahapan penyelesaian topik permasalahan yang telah dipelajari dengan mengaplikasikannya berupa perancangan sistem yang ingin dibuat berdasarkan hasil analisis permasalahan.

4. Implementasi

Pada tahapan ini, dilakukan pembuatan sistem aplikai berdasarkan hasil analisis dan perancangan yang telah dibuat.

5. Pengujian Sistem

Pada tahap ini, dilakukan pengujian citra ikan yang diinput kedalam sistem agar dapat diidentifikasi spesies dan zat formalin pada ikan untuk memastikan hasil dari sistem sesuai degan yang diinginkan.

6. Dokumentasi Sitem dan Penyusunan Laporan

Pada tahapan ini, dilakukan pengambilan dokumentasi dan penyusunan laporan dari seluruh hasil penelitian.

(19)

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsiini yang terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:

BAB 1: Pendahuluan

Bab satu berikan tentang latar belakang dari pemelitian yang dilakukan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2: Landasan Teori

Bab dua berisi tentang teori-teori yang dibutuhkan untuk memahami permasalahan yang dibahas berdasarkan teori-teori yang berhubungan dengan spesies ikan, zat formalin, pengolahan citra digital, ekstraksi citra, dan metode Extreme Lerning Machine.

BAB 3: Analisis dan Perancangan

Pada bab analisis dan perancangan akan dijelasskan perihal data yang digunakan, arsitektur umum penelitian menggunakan metode Extreme Learning Machine dan tahapan yang dilakukan seperti analisis data, preproccessing, ekstaksi fitur, klasifikasi hingga perancangan sistem.

BAB 4: Implementasi dan Pengujian

Bab ini menjelaskan hasil analisis dari implementasi sistem yang telah dbahas pada bab sebelumnya.

BAB 5: Pengujian dan Saran

Bab ini menjelaskan ringkaan dan kesimplan dari rancangan sistem yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya serta saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI 2.1. Ikan

Ikan merupakan jenis hewan berstruktur tulang belakang (vertebrata) yang menggunakan insang sebagai alat untuk bernafas dan sirip untuk menggerakan tubuh. Ikan juga didefinisikan sebagai hewan yang seluruh atau sebagian masa hidupnya dihabiskan di lingkungan perairan (UU RI No 45 Tahun 2009). Ikan juga termasuk hewan yang hampir dapat ditemukan disetiap perairan yang ada dengan bentuk dan karaker yang berbeda-beda. Setiap ikan memiliki cara untuk beradaptasi dengan lingkungan, baik terhadap faktor kimia, temperatur, fisik dan sebagainya.

Ikan juga merupakan hewan yang kaya dengan vitamin dan asam amino baik esensial maupun tidak esensial (Konani, 1991). Ikan merupakan bahan pokok yang memiliki tingkat yang konsumsi dimasyarakat. Sebesar 55,95kg/kapita/tahun, jumlah angka konsumi ikan nasional pada 34 Provinsi di Indonesia (KKP RI Tahun 2019).

Dalam hasil survei ini menjelaskan bahwa data konsumsi ikan nasional dhitung berdasarkan jumlah kilgram ikan yang dikonsumi masyarakat Indonesia selama setahun yang diubah sama dengan konsumsi ikan segar yang utuh.

2.1.1. Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis)

Ikan tongkol tergolong kedalam keluarga ikan tuna kecil dan memiliki nama latin Euthnus Affinis. Ikan ini juga termasuk jenis ikan demersial, didefenisikan sebagai ikan yang hidup di dasar laut atau mendekati dasar laut (Widajanti et al., 2004). Ikan tongkol memiliki badan yang tidak bersisik, berbadan mengkilap dan postur yang memanjang. Pada umumnya, tubuh tongkol memiliki panyang sekitar 50-60 cm. Akan tetapi, ukuran tubuhnya dapat mencapai 1 meter. Warna kulit ikan tongkol dominan berwarnaabu-abu berkilau dengan daging yang berwarna merah (Bahar, 2004). Adapun gambar ikan tongkol terdapat pada Gambar 2.1.

(21)

Gambar 2.1 Ikan Tongkol Sisik Klasifikasi ikan tongkol dapat terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Ikan Tongkol

Taksonomi Deskripsi Ikan Tongkol

Filum Chordata

Subfilum Vertebrata

Kelas Telestei

Subkelas Actnopterygi

Ordo Percyformes

Subordo Scombridei

Famili Scombride

Genus Euthynnus

Spesies Euthynnus Affinis

2.1.2. Ikan Kembung (Rastrelliger sp)

Ikan kembung atau Rastrelliger sp merupakan bagian dari jenis ikan schooling fish atau ikan yang hidup secara bergerombolan. Ikan ini juga termasuk kelompok ikan epipelagis dan neritik pada zona pantai dan laut.

Ikan kembung memiliki bentuk tubuh yang ramping, berbadan lonjong, pipih, dan terdapat bintik pada kembung jantan (Astuti, 2007).

Ukuran badan kembung berkisar antara 18-30 cm dengan perbedaan ikan kembung jantan bisa memiliki badan berukuran 18,4-30 cm dan ikan kembung betina berukuran 19-22,4 cm. Ikan kembung mempunyai karakteristik tubuh yang unik dengan warna biru kehijauan berada

(22)

dipunggungnya dan putih kekuningan dibagian bawah perutnya. Adapun gambar ikan kembung dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ikan Kembung

Klasifikasi ikan kembung dapat terlihat padaTabel 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi Ikan Kembung

Taksonomi Deskripsi Ikan Kembung

Filum Chordata

Subfilum Vertebrata

Kelas Pisces

Subkelas Telestei

Ordo Percommorphy

Subordo Scomboridae

Famili Scomberidae

Genus Rastrelliger

Spesies Rastrelliger sp.

2.1.3. Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng atau Milkfish, merupakan ikan yang memiliki tubuh panjang, oval, ramping, dan pipih. Ikan bandeng memiliki ukuran yang tidak terbesar ataupun kecil, dengan bentuk kepala yang semakin runcing.

Tekstur kulit yang berkilau dan mata bulat cenderung besar (Purnowati et al., 2007). Sisik ikan bandeng jantan terlihat lebih terang daripada betinanya.

(23)

Ikan bandeng termasuk hewan yang dapat hidup di air payau sehingga dapat ditemukan diperairan laut atau tawar. Pada saat masa perkembangannya, ikan bandeng akan pergi ke laot untuk kawin dan kembalike rawa-rawa untuk melakukan pembuahan. Ikan bandeng juga jenis ikan yang hidup bergerombol di sekitar pesisir dan pulau didalam tumpukan batu atau koral. Sama dengan ikan kembung, bandeng memiliki kebiasaan makan pada siang hari dan memilih dasar laut sebagai area pencarian makanan. Plankton, udang rinek, dan tanaman multseluler menjadi makanan harian ikan bandeng. Adapun gambar ikan bandeng terdapat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Ikan Bandeng

Klasifikasi ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi Ikan Bandeng

Taksonomi Deskripsi Ikan Bandeng

Filum Chordata

Subfilum Vertebrata

Kelas Pisces

Subkelas Telestei

Ordo Malacopterygii

Subordo Clupeiodei

Famili Chanide

Genus Canos

Spesies Chanoschanos

(24)

2.2. Formalin

Formalin didefinisikan sebagai larutan kimia formaldehid yang memiliki konsentrasi sekitar 37%. 𝐻2𝐶𝑂1 merupakan rumus kimia dari formalin yang berbentuk cair atau gas. Senyawa ini tidak memiliki warna dan berbau sangat menyengat. Dengan tambahan 15% metanol dan air, senyawa ini akan berubah menjadi bahan untuk mengawetkan banyak hal. Awalnya, fokus kegunaan formalin bukan tertuju pada bahan makanan. Akan tetapi akibat dari murah dan mudahnya formalin untuk digunakan menjadi pilihan masyarakat untuk mengawetkan makanan.

Sifat senyawa formalin yang mudah untuk mengikat protein menjadi penyebab banyaknya larutan formalin digunakan untuk pengawetan ikan. Unsur alheida dalam formalin menjadi unsur kimia yang mematikan protein ikan mulai dari permukaan sampai meresap ke bagian dalam ikan. Hal ini membuat pembusukan dan kerusakan ikan dapat teratasi pada lama waktu tertentu.

2.3. Dampak Negatif Formalin

Penggunaan formalin ramai digunakan untuk mengawetkan bahan yang mudah membusuk, seperti ikan, bakso, mi, buah-buahan dan sayur. Formalin juga sering digunakan untuk mengawetkan ikan asin sekaligus menambal rasa asin pada ikan tersebut. Banyak para produsen yang menjual makanan menggunakan formalin. Hal tersebut karena harga dari formalin yang relatip murah dbandingkan dengan bahan pengawet yang lain. Jika dilihat dari sisi banyak pemakaiannya, penggunaan formalin jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bahan pengawet lain.

Efek negatif formalin pada kesehatan manusia tidak berdampak langsung. Akan tetapi, jika terpapar dalam jumlah besar atau terus-menerus dikonsumsi secara bertahap maka dapat berdampak langsung pada tubuh manusia. Adapun dampak negatif lain dari zat formalin yaitu:

1. Dapat menyebabkan kanker pada manusia.

2. Paparan formalin pada saluran pencernaan dapat mengakibatkan korosi pada selaput lendir, mual, muntah, dan perforasi lambung.

3. Paparan formalin apabila terhirup lewat pernafasan akan menyebabkan pusing kepala, rasa terbakar, bronkhitis, pneumonia, dan akumulasi cairan pada paru manusia.

(25)

2.4. Ciri Ikan Berformalin

Penggunaan zat formalin juga berdampak dengan perubahan karakteristik dan ciri dari ikan. Pemberian formalin pada ikan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun bau yang dihasilkan pada ikan. Ciri ikan berformalin yang masih minim sedikit diketahui masyarakat menjadikan zat ini masih banyak beredar dipasaran.

Adapun ciri ikan berformalin yaitu:

1. Mata ikan yang mengandung formalin cenderung putih pudar pada bagian pupil dengan bagian sekitarnya memerah atau tidak memerah.

2. Tekstur daging ikan yang berformalin cenderung pucat, kaku dan keras apabila ditekan menggunakan jari.

3. Warna insang ikan berformalin akan terlihat pucat, keputihan, atau coklat. Ikan segar memiliki insang yang berlendir dibandingkan dengan ikan berformalin.

Sedangkan ikan segar memiliki insang berwarna merah cerah dan tidak berlendir.

4. Ikan segar memiliki bau yang amis sedangkan ikan berformalin cenderung tidak.

5. Ikan segar memiliki sayatan daging yang pucat.

6. Mata ikan berformalin akan cenderung tenggelam dan berlendir kuning tebal sedangkan ikan segar akan memiliki warna pupil hitam cemerlang.

Ikan sesudah diformalin dan sebelum diformalin terdapat pada Gambar 2.4.

(a) Image mata ikan berformalin (b) Image mata ikan segar Gambar 2.4 Image mata ikan sesudah dan sebelum diformalin

(26)

2.5. Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital ialah pengetahuan yang mendalami tentang metode atau cara dalam mengolah suatu gambar atau citra. Melalui proses pengolahan, analasis, dan komputasi citra digital akan diproses oleh komputer yang hasil dari pengolahan tersebut bisa dipahami oleh manusia. Pengolahan citra berguna untuk menghilangkan noise pada citra atau gambar agar dapat memudahkan komputer dalam memproses atau mengekstrak informasi yang ada pada citra tersebut (Gonzales & Woods, 2008). Citra tersebut dihasilkan oleh kamera, teleskop, mikroskop dan lain sebagainya.

Pengolahan citra dimaksudkan untuk memudahkan program melakukan ektraksi atau proses pada citra yang digunakan. Proses ini mengolah piksel-piksel menjadi bentuk satuan matematis yang diproses komputer untuk mencapai satu tujuan. Pada umumnya, tujuan ini guna menghasilkan kualitas citra yang lebih baik sehiingga memudahkan manusia untuk menyerap informasi yang terdapat dalam citra tersebut (Sulistiyanti et al.,2016). Adapun beberapa teknik yang dilakukan penuli dalam penelitian ini meliputi:

2.5.1. Cropping

Cropping merupakan proses membagi atau memotong bagian sudut citra yang tidak diperlukan sesuai dengan keinginan peneliti dan membuang bagian yang tidak dibutuhkan. Hal ini berguna untuk mefokuskanobjek yang akan diproses agar mendapakan hasil yang maksimal pada saat melekukan klasifikasi citra. Adapun contoh gambar sebelum dan sesudah

di crop terdapat pada Gambar 2.5.

(a) Gambar sebelum di crop (b) Gambar setelah di crop Gambar 2.5 Gambar sebelum dan setelah di crop

(27)

2.5.2. Resizing

Resize merupakan proses mengubah resolusi dari citra baik secara vertikal maupun horizontal untuk menghasilkan kesetaraan citra agar mempermudah pada proses komputasi. Keifisienan proses ditentukan berdasarkan besar atau kecilnya ukuran piksel dari suatu citra. Semakin besar ukuran pikselnya maka akan semkin lama juga proses komputasi berjalin. Sebaliknya, apabila ukuran pikselnya semakin kecil maka akan semakin cepat proses komputasinya. Adapun contoh gambar sebelum dan setelah di resize terdapat pada Gambar 2.6.

(a) Gambar sebelum di resize (b) Gambar sesudah di resize Gambar 2. 6 Gambar sebelum dan sesudah melalui proses resize Terlihat pada gambar 2.6 perbedaan ukuran sebelum dan sesudah melalui proses resizing, gambar sebelum di resize mulanya memiliki ukuran 700 x 393 piksel diubah menjadi gambar dengan ukuran 350 x 197 piksel.

2.5.3. Grayscale

Grayscale merupakan proses pengubahan gambar yang memiliki intensitas warna Red, Grean, dan Blue (RGB) ke citra yang hanya memilikitingkat keabuan. Pada umumnya, citra grayscalae dapat menampung 256 tingkatan skala abu-abu dengan jumlah penyimpanan sebanyak 8 bit.

Dimana intensitas 0 menjelaskan tingkatan warna menjadi hitam sedangkan 255 menjadi putih. Konversi citra untuk mendapatkan nilai intensitas grayscale dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.

𝐼 =

𝑅 + 𝐺 + 𝐵

3 (2.1)

(28)

Keterangan:

I = Nilai intensitas citra hasil grayscalling R = Nilai warna merah pada piksel

G = Nilai warna hijau pada piksel B = Nilai warna biru pada piksel

Adapun contoh gambar yang telah diubah dari citra RGB ke grayscale terdapat pada Gambar 2.7.

(a) Gambar berwarna (b) Gambar grayscale Gambar 2.7 Gambar berwarna dan grayscale 2.6. Feature Extraction

Feature extraction merupakan proses untuk mengekstrak ciri dari masing-masing citra untuk mendapatkan informasi terkait citra yang ingin diketahui dan menjadi pembeda citra satu sama lain. Hasil dari ekstraksi ini akan digunakan menjadi parameter untuk melakukan proses klasifikasi dan identifikasi. Peneliitian ini menggunakan fitur dari Grey Level Co-occurance Matrix (GLCM) sebagai fitur ekstraksi citra.

2.6.1 Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM)

Gray Level Co-occurance Matrix (GLCM) merupakan metode ekstraksi citra dengan memanfaatkan perhitungan nilai frekuensi gabungan dari perbedaan tingkatan keceraahan sebuah piksel dengan piksel lainnya yang berada pada posisi yang berdekatan. Matriks co-occurance merupakan matriks berururan L x L dimana matriks ini dibangun dengan menggunakan histogram kedua dan L merupakan tingkat banyaknya nilai

(29)

keabuan pada suatu citra grayscale. Berdasarkan orde statisktiknya, matriks dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

a. Statistik orde pertama

Ciri pada orde pertama ialah pengambilan ciri berdasarkan karakteristik histogram pada citra. Histogram yang memprediksi nilai derajat piksel yang akan muncul dengan mengabaikan piksel yang ada disekitar.

Penggunaan orde pertama ini baik digunakan untuk menganalisa tekstur citra dalam parameter mean, variance, entropy, skewness, dan kurtois.

b. Statistik orde kedua

Dalam orde kedua, lebih mempertimbangkan hubungan antar piksel yang bertetangga. Analisa terbaik dalam menggunakan orde kedua ini ialah dengan memanfaatkan 14 fitur ekstraksi dari metode GLCM untuk mendapatkan ciri dari masing-masing citra.

c. Statistik orde ketiga

Pada orde ketiga, matriks akan mempelajari dan mengambil keputusan berdasarkan hubungan antara 3 piksel atau lebih. Hal ini menyebabkan pengimplementasiannya akan sulit untuk dilakukan.

GLCM memiliki informasi terkait warna keabuan yang terdapat pada dua piksel dengan d sebagai jarak dan q sebagai sudut atau sering dinyatakan dengan 𝜃. Penggunaan GLCM mengacu pada pengolahan citra tekstur yang ditandai dengan dstribusi spasial antar dua piksel yang saling berpasangan dengan intensitas tertentu. Proses ini untuk memastikan apakah tekstur tersebut terdapat pengulangan konfigurasi atau arah keabuan. Ada mpat arah sudut 𝜃 dengan masing-masing interval sudut yaitu 0° , 45° , 90° , dan 135° . Adapun contoh matriks jarak dan arah tedapat pada Gambar 2.8.

(30)

Gambar 2.8 Jarak dan Arah pada GLCM

Terdapat beberapa fitur tekstural GLCM yang dirumuskan pada penelitian ini, yaitu:

1. Dissimilarity

Merupakan fitur untuk mengukur ketidakmiripan tekstur pada citra, dissimilarity akan menampilkan nilai yang tinggi apabila tekstur citra berbentuk acak dan akan bernilai rendah apabila tekstur citra bernilai seragam. Dissimilarity dapat dihitung denga Persamaan 2.2.

𝐷𝑖𝑠𝑠𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑦 = ∑ |𝑖 − 𝑗|𝑝(𝑖, 𝑗)𝑖,𝑗 (2.2)

Keterangan:

i = jumlah piksel pada baris didalam matriks j = jumlah piksel pada kolom didalam matriks p(i,j) = nilai elemen dalam bentuk probabilitas 2. Correlation

Merupakan fitur untuk memperlihatkan keterkaitan nilai keabuan dalam citra. Jika intensitas piksel dalam citra mempunayi relasi linear maka nilai correlation akan tinggi. Correlation dapat dihitung dengan Persamaan 2.3.

𝑐𝑜𝑟𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = ∑ ∑ (𝑖𝑗)𝑝(𝑖,𝑗) − 𝜇𝑥 𝜇𝑦 𝜎𝑥𝜎𝑦 𝑗

𝑖 (2.3)

Keterangan:

𝜇 = nilai rata-rata semua elemen matriks 𝜎 = variasi matriks

(31)

3. Homogeneity

Merupakan fitur untuk mengukur kemiripan atau kehomogean dari citra dengan level keabuan sejenis. Homogeneity dapat dihitung dengan Persamaan 2.4.

ℎ𝑜𝑚𝑜𝑔𝑒𝑛𝑒𝑖𝑡𝑦 = ∑ ∑ 𝑝(𝑖,𝑗)

1 + (𝑖−𝑗)2 𝑗

𝑖 (2.4)

4. Angular Second Moment

Angular Second Moment (ASM) merupakan hasil dari penjumlahan nilai kudrat seluruh piksel dimana apabila semakin tinggi nilai homogenitasnya maka akan semakin besar juga nilai ASM. ASM dapat dihitung dengan Persamaan 2.5.

𝐴𝑆𝑀 = ∑ 𝑝(𝑖, 𝑗)𝑖,𝑗 2 (2.5) 5. Energy

Energy merupakan fitur untuk mengukur akar kuadrat dari matrik co- occurance yang mengacu pada keseragaman piksel. Oleh karena itu, apabila nilai intensitas keabuan citra semakin beragam maka nilai energy akan semakin besar. Energy dapat dihitubg dengan Persamaan 2.6.

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 = √𝐴𝑆𝑀 (2.6)

2.7. Extreme Learning Machine (ELM)

Extreme learning machine ialah algoritma dari jaringan syaraf tiruan (JST) yang termasuk pada feed-forward neural network dan memiliki satu single hidden layer atau disebut dengan single-hidden layer feed-forward neural networks (SLFNs).

Metode ELM dikembangkan demi mengatasi kelemahan seperti learning speed pada jaringan syaraf feed-forward. Kelemahan ini terjadi karena seluruh parameter feed- forward ditentukan secara manual dan berulang-ulang dengan menggunakan metode pembelajaran tersebut. Input weihgt dan hidden bias menjadi parameter yang dimaksud, terjadi pada saat berhubungan dengan layer sehingga kecepatan belajar jaringan syaraf menurun dan sering terjebak dalam local minima (Huang et al, 2005).

(32)

Sedangkan pada ELM, paremeter seperti input weight dan hidden bias ditentukan secara random sehingga kecepatan belajarnya lebih cepat dan peningkatan performa.

ELM merupakan begian dari jaringan saraf tiruan (JST) yang terdiri dari dari banyak unit kompuasi yang yang disebut sebagai neuron yang terhubung dan tertata dalam layers. Neuron ini bertugas untuk mengolah informasi input menjadi output.

Setiap neuron memiliki weight dan saling berhubungan yang masing-masing akan mngalihkan sinyal yang ditransmiskan. Macam-macam JST biasanya didapatkan berdasarkan jumlah layer dan banyak neuron pada setiap layer. Adapun layer tersebut ialah:

a. Input layer : Terdapat neuron yang disebut sebagai unit inputan yang berguna untuk pemprosesan jaringan

b. Hidden layer : Terdapat neuron yang disebut sebagai unit hiddn.

c. Ouput layer : Terdapat neuron yang disebut sebagai unit keluaran karena pada layer ini akan menghasilkan nilai yang sudah proses.

Perbedaan algoritma ELM dengan jaringan syaraf tiruan yang lain terlihat pada tingkat keefektifan waktu dalam memproses data. Waktu pembelajaran ELM relatif lebih cepat dibanding dengan jaringan syaraf lain. Hal ini karena jaringan syaraf lain membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari pola pemrosesan data.

Dibanding dengan algoritma lain yang berbasis gradien seperti backpropagation, ELM mempunyai hasil generalisasi yang lebih baik seperti rate pembelajaran yang tidak sesuai pada program. Adapun arsitektur ELM dapat dilihat pada Gambar 2.9.

(33)

Gambar 2.9 Arsitektur Extreme Learning Machine (Sumber: sciencedirect.com) Metode ELM memiliki srtuktur yang hampir sama dengan jaringan syaraf feed- forward, hanya saja model matemati ELM lebih sederhana dan efektif. Metode ini menggunakan teori moore penrose pseudoinverse, dimana invers matriks menjadi kegiatan utama dalam mengolah data. Secara matematis, ELM dinodelkan dengan himpunanlatih X dan target sampel Y, dimana T = {(𝑥𝑖 , 𝑡𝑖) | 𝑥𝑖 ∈ 𝑅𝑛, 𝑡𝑖 ∈ 𝑅𝑚, i = 1, . . . , N}. N merupakan jumlah fitur dari sampel data latih dan m neuron pada hidden layer. g(x) disimbolkan sebagai fungsi aktivasi. Nilai X = [𝑥𝑖, . . . , 𝑥𝑛] dengan 𝑥𝑖 menjadi input dari nilai jaringan tersebut maka 𝛼 merupakan matrik penghubung antara input layer dan hiddn layer. Dapat disimpulkan nilai 𝛼 = n × m. Pada algoritma ini, input weights dan bias didapatkan secara acak yang alih-alih di setting.

Penentuan nilai matriks dilakukan secara random, yang kemudian akan diproses oleh hidden layer memakai fungsi aktifasi tertentu dan nilai himpunan pada matriks.

Fungsi aktivasi dapat dimodelkan secara matematis sebagai berikut:

∑ 𝛽𝑖

𝑛

𝑖=1

𝑔𝑖(𝑥𝑗) = ∑ 𝛽𝑖

𝑛

𝑖=1

𝑔(𝑤𝑖 . 𝑥𝑗 + 𝑏𝑖) = 𝑜𝑗, j = 1, 2, . . . , n

(34)

dengan 𝑤𝑖 = [𝑤𝑖1, 𝑤𝑖2, . . . , 𝑤𝑖𝑛]𝑇 merupakan vektor penghubung antara hidden node ke-i dan input layer. 𝛽𝑖 = [𝛽𝑖1, 𝛽𝑖2, . . . , 𝛽𝑖𝑛]𝑇 merupakan vektor penghubung antara hidden node ke-i dan output nodes. 𝑏𝑖 merupakan threshold dari hidden node ke-i dan 𝑤𝑖 . 𝑥𝑗 menjadi inner product dari model 𝑤𝑖 . 𝑥𝑗 yang menyatakan bias didalam hidden nodes dan 𝑜𝑗 merupakan matriks output.

Tujuan dari pelatihan JST ini ialah mendapatkan jumlah hidden neuron yang sama dengan jumlah training samples yang berbeda. Dengan hidden nodes sebanyak N dan menggunakan fungsi aktivasi g(x) yang dapat memperkirakan N samples dengan tingkat error mendekati 0. Dari matriks ouput dan vekto dari persmaan matriks output diperoleh Persamaan 2.7 dan 2.8.

𝐻𝛽 = 𝑇 (2.7)

Dimana:

H(𝑤1, . . . , 𝑤𝑖, 𝑏1, . . . , 𝑏𝑖, 𝑥1, . . . , 𝑥𝑖)

= [

𝑓(𝑤1. 𝑥1+ 𝑏1) ⋯ 𝑓(𝑤𝑁. 𝑥1+ 𝑏𝑁)

⋮ ⋮ ⋮

𝑓(𝑤1. 𝑥𝑁+ 𝑏1) ⋯ 𝑓(𝑤𝑁. 𝑥𝑁+ 𝑏𝑁)

] (2.8)

Keterangan:

H = output dari hidden layer β = Matriks output weights T = Matriks target training

Pada ELM, parameter weights dan bias ditetapkan secara random. Dengan output weights yang terhubung dengan hidden layer, maka terdapat Persamaan 2.9.

𝛽 = 𝐻

+

𝑇

(2.9)

2.8. Metode Evaluasi

Metode evaluasi adalah upaya yang dilangsungkan untuk mengukur keakuratan dari sebuah model klasifikasi yang dihasilkan dari pemrosesan data saat proses klasifikasi. Pada penelitian ini digunakan confusion matrix untuk melakuan evaluasi hasil pengolahan citra.

(35)

2.8.1. Confusion Matrix

Confusion Matrix merupakan metode yang dipilih untuk menghitung tingkat performa dari klasifikasi extreme learning dimana data masukannya terdapat dua kelas atau lebih. Confusion matrix berbentuk tabel matrik yang menjelaskan hasil model kelasifikasi dari data uji yang nilai sebeenarnya diketahui. Adapun bentuk sederhana dari confusion matrix dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Confusion Matrix (Sumber: ksnugroho.medium.com) Pada penggunaan metode confussion matrix, terdapat empat istilah dalam merepresentasikan hasil proses klasifikasi, yaitu:

1. True Positive (TP)

TP merupakan data positif yang diprediksi pada pengolahan data ialah data benar atau data positif. Contoh, pasien menderita penyakit maag dan dari hasil pengolahan data yang dibuat memprediksi pasian tersebut terkena penyakit maag.

2. True Negative (TN)

TN merupakan data negatif yang diprediksi pada pengolahan data ialah benar. Contoh, pasien tidak menderita penyakit maag dan dari hasil pengolahan data benar memprediksi pasien tesebut tidak menderita penyakit maag.

3. False Positive (FP)

False positive merupakan data negatif yang diprediksi pada pengolahan data ialah data positif. Contoh, pasien tidak menderita

(36)

penyakit maag dan dari hasil pengolahan citra memprediksi pasien menderita penyakit maag.

4. False Negative (FN)

TP merupakan data positif yang diprediksi pada pengolahan data ialah benar. Contoh, pasien menderita penyakit maag dan dari hasil pengolahan citra memprediksi pasien tidak menderita penyakit maag.

Confusion matrix juga dapat digunakan untuk menghitung performence metrics untuk menghitung kinerja model, diantaranya yaitu:

1. Accuracy

Accuracy merupakan perhitungan dengan mempertimbangkan jumlah data yang benar dan salah untuk membuktikan seberapa akurat model klasifikasi yang dibuat. Dengan kata lain, accuracy merupakan tingkat pendekatan nilai prediks dengan nilai sebenarnya. Rumus matematis dari accuracy terdapat pada Persamaan 2.10.

𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑇𝑃 + 𝑇𝑁

𝑇𝑃 + 𝐹𝑃 + 𝑇𝑁 + 𝐹𝑁 𝑥 100% (2.10) 2. Precision (Positive Predictive Value)

Precision merupakan gambaran tingkat keakurasian data perbandingan benar positif dengan hasilprediksi dari pengolahan data model yang diprediksi positif. Rumus matematis dari precision terdapat pada Persamaan 2.11.

𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 = 𝑇𝑃

𝑇𝑃 + 𝐹𝑃 𝑥 100% (2.11) 3. Recall (True Positive Rate)

Recall merupakan gambaran dari keberhasilan model untuk memperolah informasi yang diminta. Recall menjelaskan tentang perbandingan data yang diprediksi menghasilkan benar positip dengan seluruh data yang benar positip. Rumus matematis dari recall terdapat pada Persamaan 2.12.

𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 = 𝑇𝑃

𝑇𝑃 + 𝐹𝑁 𝑥 100% (2.12)

(37)

2.9. Penelitian Terdahulu

Saat ini ada beberapa penalitian terdahulu yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan klasifikasi spesies ikan dan identifikasi formalin terhadap beberapa objek.

Klasifikasi citra ikan dengan fitur vektor pada produk Single Value Decompotion (SVD) dengan menggunakan jaringan saraf tiruan Feed Forward Neural Network (FFNN) telah dilakukan oleh (Adebayo & Olumide, 2016). Terdapat beberapa jenis ikan yang diklasifikasikan pada penelitian tersebut yakni africanpike, bichir, butterfish, mackerel, sardine, crayfish, flatfish, climbing perch, mormyrups, tilapia, silver catfish, african carp, glass catfish, reed fish, silver moony, crayfish, elephant nose trunk fish, dan marble fish. Metode ini tidak hanya bergantung pada warna ikan, bentuk dan ukuran ikan yang bisa berubah seiring perubahan umur dan musim yang terjadi pada ikan. Penelitian ini menggunakan pola ikan untuk menangkap jenis pola bagian tubuh ikan yang menjadi pembeda antara masing-masing ikan. Penelitian ini menghasilkan tingkat keakurasian 94% dengan 36 data tes.

Penelitian selanjutnya tentang “Implementasi Convulotional Neural Network Untuk Identiifikasi Ikan Air Tawar” oleh (Fauzi et al., 2019) berhasil mengklasifikasikan ikan air tawar yaitu gurame padang, mas kaca, mas orange, mas putih, mujair, nila, patin, bawal, belut, dan lele. Dengan melakukan cropping dan scalling terlebih dahulu, citra diproses dan dilanjutkan untuk melakukan transformasi ke bentuk data matrix. Penelitian ini menghasilkan tingkat ke akurasian sebesar 88,3% dengan total dataset sebanyak 300 citra ikan yang terbagi kedalam 10 jenis ikan air tawar. Masing-masing ikan mempunyai 30 data citra digital dengan perbandingan data latih dan uji yaitu 80:20.

Kemudian, penelian lainnya mengenai “Identifikasi Jenis Daun Tanaman Obat Hipertensi Bedasarkan Citra RGB Mengunakan Jaringan Saraf Tiruan” yang dilakukan oleh (Jamaliah et al., 2017). Penelitian ini menggunakan backpropagation sebagai jaringan saraf tiruan dan menggunakan warna daun sebagai ciri utama dalam mendeteksi jenis daun. Algoritma backprpagation merupakan salahsatu teknik jaringan syaraf buatan yang memiliki dua langkah kerja, yaitu peerambatan maju dan mundur. Kedua ini berguna untuk mengubah nilai bobot dan bias untuk mengurangi error. Sistem memiliki tingkat keakurasian yang berbeda disetiap jenis daunnya dengan jumlah data uji sebanyak 150 citra untuk 5 jenis daun tanaman yang masing-

(38)

masing sebanyak 30 citra data uji. Tingkat akurasi keseluruhan data mencapai 72%

dengan masing-masing jenis daun, yaitu daun salam sebesar 100%, daun kumis kucing 80%, daun siledri 100%, daun alpukat 40% dan daun sirsak 60%.

Selanjutnya, penelitian mengenai “Klasifikasi Citra Daun Tanaman Menggunakan Metode Extreme Learning Machine” yang dilakukan oleh (Murdoko, 2015). Tekstur, warna, bentuk, dan ukuran daun menjadi asset utama dengan menggunakan fitur graylevel co-occurrence matrix (GLCM) yang sebelumnya melalui filterisasi menggunakan gabor filter untuk melakukan klasifikasi jenis tanaman berdasarkan daun tanaman tersebut. Penggunaan fitur ekstraksi ini untuk mencari nilai-nilai berupa energy yang akan digunakan sebagai data untuk proses training dan testing. Penelitian ini menghasilkan akurasi data training 92,9% dan data testing sebesar 88,9% dengan data citra daun sebanyak 32 kelas tanaman dengan jumlah data dikeseluruhannya sebesar 1798 citra daun tanaman.

Penelitian selanjutnya mengenai “Deteksi Ikan Bandeng Berformalin Berdasarkan Citra Insang Menggunakan Metode Naïve Bayes Classifier” oleh (Kinanthi et al., 2018). Penelitian ini menggunakan metode naïvie bayes classier untuk pengambilan keputusan dalam mendeteksi zat formalin pada ikan berdasarkan warna insang ikan dengan melakukan resize citra terlebih dahulu, mengubah warna citra menjadi ke abuan dan menggunakan k-means sebagai algoritma pengelompokkannya.. Penelitian menggunakan 144 data training dan 36 data testing sehingga menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 94,4% dari data testing.

Penelitian selanjutnya berjudul “Deteksi Formalin pada Ikan Menggunakan Backpropagation” yang dilakukan oleh (Hidayat & Palamba, 2019). Penelitian ini melakukan proses resize dan thresholding sebelum melakukan ekstraksi citra.

Dilanjutkan dengan operasi morfologi yang meliputi dilasi dan closing serta perbaikan citra menggunakan operasi imfill dan melakukan ekstraksi ciri bentuk citra. Menggunakan metric dan eccentricity sebagai parameter untuk ekstraksi ciri citra. Mata ikan menjadi fokus utama dalam mendeteksi zat formalin pada ikan bandeng. Sistem melakukan klasifikasi terhadap 120 citra ikan bandeng dan menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 86,25%.

Penelitian terakhir berjudul “Pendeteksian Ikan Berformalin Melalui Citra Mata Menggunakan Metode Probabistic Neural Network Bebasis Android” yang

(39)

dilakukan oleh (Siahaan, 2018). Penelitian ini melalui tahapan pre-processing meliputi cropping, resizing, dan contrast stretching. Dilanjutkan dengan proses ekstrasksi citra yang berfokus ke mata ikan dengan menggunakan fitur Hue Saturation Value (HSV). Sistem melakukan klasifikasi terhadap 120 citra ikan bandeng yang menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 85% dari seluruh data uji sebanyak 60 citra data.

Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Tahun Metode Hasil

1 Daramola, et al

2016 Feed-Forward Neural Network

Penelitian menghasilkan 94% tingkat keakurasian dari 18 jenis ikan dengan ukuran dan struktur badan ikan sebagai ciri utama untuk mendeteksi jenis ikan.

2 Fauzi, et al 2019 Convolutional Neural Network

Melalui proses cropping dan scaling, citra diproses

menggunakan CNN sehingga sistem

menghasilkan akurasi sebesar 88,33% dari total dataset sebanyak 240 data latih dan 60 data uji.

3 Jamaliah, et al

2017 Backpropagation Hasil dari penelitian, sistem mendapatkan akurasi rata-rata sebesar 72%

dengan 5 jenis daun yaitu daun salam, alpukat, kumis kucing,

(40)

Tabel 2.4 Sambungan Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Tahun Metode Hasil

4 Murdoko 2015 Extreme Learning Machine

daun seledri dan daun sirsak Dengan metode ELM, penelitian inimenggunakan

warna dan

tekstur daun sebagai ciri dari masing-masing daun sehingga menghasilkan tingkat keakurasian sistem sebesar 92,9% data latih dan 88,9% data uji.

5 Kinanthi, et al

2018 Naïve Bayes Classifier Metode deteksi objek Naïve bayes classifier mendapatkan akurasi sebesar 94,4% dari 36 data uji.

6

7

Hidayat &

Palamba

Siahaan, Bambang Irawan

2019

2018

Backpropagation

Probabilistic Neural Network (PBNN)

Metode

backpropagation menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 86,25%

dengan jumlah data sebanyak 120 citra ikan bandeng.

Menggunakan metode PBNN menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 85%

dengan jumlah data sebanyak 120 mata citra ikan bandeng.

(41)

2.9.1 Perbedaan Penelitian

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh (Adebayo & Olumide, 2016) dan (Fauzi et al., 2019), keduanya merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk melakukan identifikasi ikan menggunakan metode tersendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh (Adebayo & Olumide, 2016) menggunakan algoritma feed forward neural network (FFNN) dengan fitur ekstraksi single value decompotion (SVD) melakukan klasifikasi 16 jenis ikan yang menghasilkan tingkat keakurasian 94% dari 36 data tes. Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh (Fauzi et al., 2019) menggunakan convolutional neural network (CNN) melakukan klasifikasi 10 jenis ikan yang menghasilkan tingkat keakurasian 88,33% dengan jumlah data sebanyak 60 citra. Penggunaan GLCM untuk melakukan ekstraksi dalam penelitian ini mampu mengoptimalkan kinerja program untuk mengekstraksi tekstur masing-masing ikan.

Selanjutnya perbedaan penelitian yang dilakukan oleh (Jamaliah et al., 2017) dan (Murdoko, 2015) terlihat bahwa penggunaan metode extreme learning machine (ELM) menghasilkan tingkat keakurasian program yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan backpropagation neural network (BPNN). Pada ELM menghasilkan tingkat keakurasian yang lebih optimal yaitu sebesar 88,9% dari data uji dan 92,9% data latih dengan jumlah keseluruhan data 1798 citra daun. Sedangkan penggunaan BPNN menghasilkan rata-rata keakurasian sebesar 72% dari 150 data daun. Hasil dari penggunaan filter gabor pada ELM lebih mengoptimalkan kinerja program dalam melakukan klasifikasi daun dibandingkan dengan penggunaan RGB pada BPNN.

Perbedaan penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Hidayat & Palamba, 2019) dan (Kinanthi et al., 2018), kedua penelitian ini menjelaskan perbedaan metode dan parameter objek yang akan di identifikasi.

Penggunaan fitur ekstraksi thresholding, operasi morfologi yang meliputi dilasi dan closing, dan metode backpropagation dilalui untuk melakukan identifikasi dengan fokus pada mata ikan sehingga menghasilkan akurasi

(42)

sebesar 86,25% dari 120 citra ikan bandeng. Sedangkan Kinanthi, melalui proses grayscale, segmentasi k-means, dan klasifikasi menggunakan naïve bayes classifier. Penelitian ini mendapatkan hasil akurasi sebesar 94,4%

dari 36 data uji ikan dengan total keseluruhan data termasuk data latih sebesar 144 data. Data terbagi menjadi 2 jenis, data ikan tidak berformalin dan ikan berformalin.

Pada penelitian ini, yang menjadi pembeda dengan penelitian seblumnya ialah jumlah data yang digunakan dan belum terdapat pengklasifikasian tiga ikan sekaligus yaitu ikan bandeng, tongkol, dan kembung. Selain itu, pengimplementasian Extreme Learning Machine menjadi algoritma pembeda dengan penelitian yang lain. Penelitian terdahulu oleh (Siahaan, 2018) menerapkan metode Probabilistic Neural Network (PBNN) melalui proses cropping, resizing, ekstraksi fitur menggunakan HSV dan klasifikasi menerapkan PBNN. Menggunakan 120 citra ikan bandeng, penelitian ini memperoleh tingkat akurasi sebesar 85%

dari jumlah data uji sebanyak 60 citra. (Rosyidah, 2015) menerapkan metode Naïve Bayes Classifier dengan melalui proses cropping, resizing, grayscalling, feature extraction, dan klasifikasi. Penelitian ini hanya melakukan klasifikasi ikan bandeng dengan 120 jumlah data yang digunakan. Penelitian Rosyidah memperoleh akurasi sebesar 88,33%.

Terakhir penelitian yang dilakukan oleh (Pariyandani et al., 2019) menerapkan k-Nearest Neighbor (KNN). Penelitian ini mengubah citra ke bentuk keabuan, melakukan ekstraksi dengan GLCM, dan KNN sebagai metode untuk klasifikasi. Penelitian ini menggunakan 500 data ikan yang teridi dari ikan tidak berformalin dan ikan berformalin. Data training yang digunakan sebanyak 60% dari total data dan 40% untuk data testing.

Hasilnya KNN dapat menghasilkan akurasi sebesar 72,5% data testing.

(43)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini memberikan penjelasan tentang analisis beserta peracangan sistem aplikasi untuk mengimplementasikan metode Extreme Learning Machine dalam melakukan klasifikasi spesies dan identifikasi zat formalin pada ikan berbasis android. Tahap awal yang dilakukan ialah analisis data yang dilanjutkan dengan tahap pre- processing, fitur ekstraksi menggunakan GLCM lalu diklasifikasi menggunakan metode Extreme Learning Machine.

3.1 Data yang digunakan

Data ikan yang dgunakan berupa citra ikan yang diambil dari beberapa tempat penampungan ikan di Kabupaten Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Data citra ikan diambil menggunakan Ipad Mini yang memiliki resolusi kamera 5MP yang seluruh data berektensi JPG dengan total data sebanyak 1550 citra. Contoh data citra ikan yang digunakan pada penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Contoh Ikan Kembung

Berikut cara pengambilan gambar ikan yang penulis lakukan, yaitu:

1. Siapkan kertas putih untuk menjadi latar belakang ikan.

2. Ambil gambar dengan fokus seluruh badan ikan untuk melakukan klasifikasi jenis ikan dengan jarak antara kamera dengan objek sejauh 30-40cm.

3. Ambil gambar fokus mata ikan untuk melakukan identifikasi formalin dengan jarak antara kamera dengan objek sejauh 8-12cm.

4. Pastikan saat mengambil gambar terkhusus citra mata ikan tidak terdapat pantulan cahaya.

5. Pengambilan citra ini dilakukan diluar ruangan.

(44)

Adapun contoh pengambilan gambar yang penulis lakukan terdapat pada Gambar 3.2.

(a) Gambar fokus badan ikan (b) Gambar fokus mata ikan Gambar 3.2 Gambar Fokus Badan dan Mata Ikan

Pengambilan gambar ikan dilakukan pada empat waktu yang berbeda. Pengambilan gambar ikan yang belum diformalin dilakukan pada hari pertama dan kedua.

Sedangkan pengambilan ikan yang sudah diformalinkan, dilakukan pada hari ketiga dan keempat. Setelah pengambilan gambar dilakukan, ikan akan kembali didinginkan didalam sterofoam box yang sudah terisi es batu sampai hari pengambilan gambar selanjutnya dilakukan.

Terdapat 5 jenis data yang dipakai pada penelitian ini, yaitu citra ikan kembung, ikan tongkol, ikan bandeng, mata ikan beformalin, dan mata ikan tidak berformalin.

Ikan dibeli dalam keadaan segar atau tidak berformalin, dengan tujuan agar pengawetan ikan dapat dilakukan sendiri oleh penulis.

3.1.1 Memformalinkan Ikan

Proses memformalinkan ikan dilakukan setelah ikan segar di dinginkan menggunakan es batu di dalam sterofoam. Ikan akan diformalinkan setelah 2 hari didinginkan karena perubahan citra fisik ikan sudah terlihat pada hari tersebut. Berikut tahapan penelitian ini, memformalinkan ikan dengan konsentrat formalin 10% karena pada umum para nelayan dan pedagang ikan dipasar menggunakan formalin cair atau bubuk dengan konsentrasi antara 5 – 15%. Formalin yang digunakan secara tepat, dengan jumlah yang

(45)

sedikit, dan konsentrasi yang rendah dapat memperpanjang daya aet ikan.

Bakteri yang ada di bagian luar ikan akan mati tetapi sebenarnya kondisi didalam badan ikan sudah mulai membusuk (Ningsih, 2012). Adapun cara memformalinkan ikan segar sebagai berikut:

1) Siapkan formalin dan ikan yang sudah disimpan selama 2 hari.

2) Siapkan air dingin dengan perbandingan 1:20 dengan cairan formalin.

3) Campurkan 100ml ke dalam 2000ml air dingin kemudian aduk.

4) Masukkan ikan yang akan diawetkan ke dalam campuran air, kemudian tunggu selama 2 jam.

5) Apabila telah selesai, pisahkan ikan dengan campuran formalin tadi.

Kemudian dinginkan kembali ke dalam sterofoam yang berisi es batu atau kulkas.

Adapun contoh implementasi memformalinkan ikan terlihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Contoh Memformalinkan Ikan Deksripsi lengkap jumlah citra dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jumlah Data Latih dan Data Uji

Dataset Jumlah Dataset

Ikan Bandeng 250

Ikan Tongkol 250

Referensi

Dokumen terkait

Pada sebuah penelitian terapi jus semangka yang diberikan dalam dosis 100 gram perhari dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 4,4 dan 2,5 mmHg

Akan tetapi tidak ada catatan yang tepat mengenai tarikh sebenar kedatangan Islam ke %hina, hanya di dalam rekod inasti Tang mennerangkan tentang hubungan diplomatik yang

Peran ahli waris sebagai nadzhir dan pengelola terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 1 ayat 4 menjelaskan bahwa Nadzir dalam konteks ini yaitu ahli

Limbah batubara yang dihasilkan oleh sisa pembakaran di industri yang menggunakan boiler belum termanfaatkan secara maksimal untuk menjadi bahan yang lebih

Askes (Persero) terus mensosialisasikan dengan adanya pengalihan sarana pelayanan kesehatan dari Puskesmas ke Dokter Keluarga, diharapkan akan lebih memberikan kepuasan

3) Fugsi pengarahan dan instruksi Petugas memperkenalkan kapada pemakai tentang bagaimana menggunakan perpustakaan secara umum, penggunaan sumber-sumber bibliografi

dan proses kedatangan pengguna line telepon dapat dimodelkan dengan proses stokastik. Pada tulisan ini pembahasan hanya dibatasi pada proses stokastik dengan waktu

Penelitian untuk mengetahui perbedaan tingkat kerusakan yang disebabkan oleh dua jenis nematoda, Radopholus similis dan Pratylenchus coffeae terhadap dua jenis kopi, Arabika