• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Setelah koloni kuman tumbuh, maka dapat dilakukan pengolahan terhadap kuman yang ditemukan, yaitu pertama adalah mengidentifikasi jenis kuman yang ditemukan secara mikroskopis dengan sebelumnya dilakukan pewarnaan dengan teknik gram. Selanjutnya dilakukan uji kepekaan kuman yang ditemukan terhadap antibiotik.

Sebelum dilakukan pewarnaan, sediaan yang mengadung bakteri terlebih dahulu difiksasi (dilekatkan) pada permukaan gelas objek yang bersih dan bebas dari lemak. Fiksasi ini harus dilakukan dengan baik agar hasil pewarnaan mudah diamati dengan mikroskop, yaitu bakteri tersebar secara merata, tidak terlalu tebal, tidak terdapat kotoran lain yang berasal dari gelas objek dan sediaan bakteri tidak terhapus atau terbuang pada prosedur pewarnaan yang akan dilakukan.

Berikut tata cara fiksasi menurut Utama, dkk (2006):

1. Bersihkan gelas objek dengan kain bersih agar tidak berlemak atau dapat juga dengan melayangkan gelas objek di atas api.

2. Dinginkan gelas objek dan beri label dengan spidol.

3. Teteskan satu tetes akuades atau garam faal pada gelas objek.

4. Pijarkan ose / sengkelit dan dinginkan sebentar. Lalu ambil sediaan yang akan diperiksa dengan ose tersebut dan suspensikan dengan akuades atau garam faal tadi. Sebarkan seluas 1-2 cm2. Pijarkan kembali ose yang telah digunakan untuk mengambil sediaan.

5. Keringkan sediaan dengan membiarkannya di udara dan lewatkan di atas api sebanyak tiga kali dengan sisi yang terdapat sediaan menghadap ke atas sehingga tidak terkena api.

6. Perhatikan ketika mengambil koloni untuk sediaan jangan sampai terambil medianya. Usahakan agar sediaan merata dan tidak tebal. Teknik pelaksanaan pewarnaan gram menurut Utama, dkk (2006) :

1. Ambil sediaan yang sudah terfiksasi.

2. Tuangkan zat warna ungu kristal hingga menggenangi sediaan. Yang biasa dipakai adalah ungu kristal (1 menit) atau karbol-gentian violet (5 menit).

3. Cuci dengan air kran selama 5-10 detik.

4. Genangi kembali dengan larutan lugol selama 1 menit. 5. Cuci dengan air kran selama 5-10 detik.

6. Bilas dengan alkohol 96% selama 30 detik atau aseton alkohol selama 10 detik dan jika dengan aseton selama 3 detik.

8. Genangi dengan fuchsin-air atau safranin selama 1-2 menit. 9. Cuci dengan air kran lalu keringkan.

10.Sediaan siap diperiksa di bawah mikroskop.

Setelah dilakukan pewarnaan gram, maka dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan mikroskop untuk menentukan bentuk bakteri apakah berbentuk batang atau kokus. Selanjutnya, untuk bakteri yang berbentuk kokus akan dikultur kembali dengan menggunakan media MSA (Mannitol Salt Agar). MSA merupakan agar yang selektif dan digunakan untuk membedakan spesies Staphylococcus dengan spesies Micrococcus. Media ini mengandung 7,5% garam yang berfungsi untuk menyeleksi mikroorganisme yang dapat tumbuh pada lingkungan yang tinggi kadar garamnya. Perubahan warna menjadi kuning mengindikaasikan adanya perubahan pH menjadi lebih asam yang merupakan tanda adanya fermentasi manitol. Warna merah menandakan tidak ada fermentasi manitol. Staphylococcus aureus mengubah agar menjadi warna kuning, sedangkan Staphylococcus albus tidak mengubah warna agar (tetap berwarna merah).

Bakteri yang berbentuk batang akan dikultur kembali pada media EMB (Eosin Methylen Blue). EMB merupakan media yang selektif untuk pertumbuhan bakteri gram negatif basil enterik. EMB mengandung eosin dan methylen blue yang akan menyeleksi bakteri gram positif serta mengandung laktosa yang mempermudah pertumbuhan bakteri batang karena kemampuannya untuk memfermentasi laktosa. Setelah itu, bakteri batang yang ditemukan akan diidentifikasi lagi spesiesnya dengan menggunakan uji reaksi biokimia. Uji reaksi biokimia yang dilakukan adalah Tes fermentasi glukosa, laktosa, dan sukrosa; tes maltosa; tes manitol; tes indol; tes metil merah; tes voges-proskauer; tes sitrat; tes urease; tes motilitas; dan triple sugar iron. Gula (glukosa, laktosa, maltose, dan sukrosa) dan fenol merah (indikator pH) dimasukkan ke dalam medium pepton dengan dimasukkan sebuah tabung kecil ke dalamnya untuk meliihat apakah ada gas yang dihasilkan. Jika mikroorganisme dapat memetabolisme gula maka indikator akan berubah menjadi kuning. Jika dihasilkan gas, maka gas akan terperangkap di dalam tabung kecil tersebut (Norman, 2007). Sebagai indikator digunakan fenol merah.

a. Positif (kuning) tanpa gas : Staphylococcus aureus b. Positif dengan gas : Eschericia coli, Proteus vulgaris c. Negatif : Pseudomonas aeruginosa

2. Fermentasi laktosa :

a. Positif (kuning) tanpa gas : Staphylococcus aureus b. Positif dengan gas : Eschericia coli

c. Negatif : Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris 3. Fermentasi sukrosa :

a. Positif (kuning) tanpa gas : Staphylococcus aureus b. Positif dengan gas : Proteus vulgaris

c. Negatif : Eschericia coli dan Pseudomonas aeruginosa

Pada tes Indol organisme diinokulasikan ke dalam media yang berisi tryptone yang kaya akan asam amino triptofan. Tes indol positif apabila mikroorganisme dapat memproduksi triptofanase yang memecah triptofan menghasilkan indol dan produk lainnya. Ketika reagen kovac dimasukkan, maka akan terbentuk warna merah jambu gelap. Tes indol harus dibaca dalam 48 jam inkubasi karena indol dapat terdegradasi apabila diinkubasin terlalu lama (Norman, 2005 ; Reynolds, 2002).

Tes MR (Methyl Red) dan VP (Voges Proskauer) menggunakan media yang sama. Setelah 24-48 jam inkubasi, media MR-VP dibagi dalam dua tabung. Media MR-VP mengandung glukosa dan pepton, hasil akhirnya tergantung pada enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Tes MR dan VP digunakan untuk melihat hasil akhir dari degradasi glukosa oleh bakteri. Eschericia coli menghasilkan pH asam, ketika indikator MR dimasukkan ke dalam tabung ini akan timbul warna pink (tes MR positif). Klebsiella dan enterobacter memproduksi hasil yang lebih netral dari pemecahan glukosa. Pada keadaan yang netral ini, pertumbuhan bakteri tidak dihambat sehingga bakteri dapat memecah pepton, pada keaadaan ini indikator MR ditambahkan akan menghasilkan warna kuning (tes MR negatif). Tes VP menunjukkan kemampuan bakteri dalam mengubah piruvat menjadi acetoin, dimana acetoin mudah dihasilkan dalam keadaan asam. Reagen yang digunakan adalah Barrits’s A (alpha-naphtol) dan Barrit’s B (potassium hydroxide). Adanya

acetyl-methyl red akan menghasilkan warna pink berarti tes VP positif (Reynolds, 2002).

Tes sitrat menggunakan media simmon sitrat untuk melihat apakah bakteri dapat tumbuh menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi. Media ini mengandung brothymol blue sebagai indicator pH (6-7,6). Brothymol blue akan berwarna kuning pada pH sekitar 6 dan akan berubah menjadi biru pada pH lebih alkali sekitar 7,6.

Tes urease digunakan untuk melihat adanya enzim urease yang dapat memecah urea menjadi ammonia. Amonia bersifat basa sehingga akan meningkatkan pH. Perubahan pH ini dapat dideteksi dengan fenol merah, perubahan dari kuning menjadi pink menandakan tes positif, tidak ada perubahan warna menandakan tes negative (Norman,2005).

Triple Sugar Iron digunakan untuk melihat apakah dihasilkan hydrogen disulfide dari fermantasi dari glukosa, laktosa, dan sukrosa. Perubahan warna menjadi hitam ketika indikator dimasukkan menandakan adanya hydrogen disulfide (Norman, 2005).

Tabel 4.2. Hasil Uji Triple Sugar Iron

Warna Slant Interpretasi

Merah

Tidak memfermentasi laktosa dan sukrosa

Kuning memfermentasi laktosa dan sukrosa

Warna Butt Interpretasi

Merah Tidak memfermentasi glukosa

Kuning Memfermentasi glukosa dan dihasilkan pH yang asam Pembentukan gas

adanya retakan, gelembung, atau terdesaknya bagian slant ke atas

Hitam diproduksi hidrogen disulfida

Setelah diidentifikasi spesies dari bakteri yang ditemukan, maka selanjutnya Dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotik untuk mengetahui apakah bakteri tersebut masih sensitif atau sudah resisten terhadap antibiotik.

Uji kepekaan / uji resistensi bertujuan untuk mengetahui apakah suatu bakteri peka (sensitif) atau tidak peka (resisten) terhadap suatu antimikroba sehingga dalam pengobatan suatu penyakit infeksi dapat dipilih suatu antimikroba yang sensitif untuk mengatasi infeksi tersebut. Pada uji kepekaan, ditentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bakterisidal Minimum (KBM) untuk mengetahui apakah suatu antimikroba menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau mematikan bakteri (bakterisidal). Namun, pada penelitian ini peneliti tidak menentukan KHM dan KBM. Peneliti hanya melihat kepekaan dari antibiotik.

Terdapat beberapa cara uji kepekaan bakteri terhadap antimikroba, yaitu cara pengenceran (dilution method) / cara kuantitatif dan cara difusi (diffusion method) / cara kualitatif. Cara pengenceran ada yang memakai media cair (broth) dan ada yang memakai media padat, sedangkan cara difusi ada yang memakai kertas cakram dan ada yang memakai tablet. Pada penelitian ini dipakai cara difusi karena dibandingkan dengan cara pengenceran lebih mudah dan murah (Utama dkk, 2006).

Untuk mendapatkan hasil yang akurat perlu diperhatikan ketebalan media, jumlah bakteri yang disemai, jarak antara cakram antimikroba, dan hal lainnya. Berikut prosedur pelaksanaan uji kepekaan bakteri terhadap antimikroba dengan cara difusi :

1. Siapkan lempeng agar (Mueller Hinton Agar), tebal lempeng agar lebih kurang 4 mm dan bisa disimpan pada suhu 4oC. Bila permukaan agar basah, keringkan dulu dengan memasukkannya ke dalam inkubator 37oC selama setengah jam.

2. Gunakan ose / sengkelit untuk mengambil bakteri dari koloninya dan masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi medium cair NaCl dan eramkan selama 30 menit pada suhu 36o-37oC. Gunakan standar Mc’Farlan untuk melihat apakah bakteri yang kita tumbuhkan dalam media cair ini sudah cukup atau kurang.

3. Dengan kapas lidi steril, celupkan ke dalam medium cair berisi bakteri yang telah dieramkan tadi. Tekan kapas lidi pada dinding sebelah

dalam tabung reaksi. Semaikan pada permukaan medium agar hingga rata (dioleskan 2 arah). Atau dengan cara lain yaitu menggenangi lempeng agar dengan medium cair yang berisi bakteri dan isap kelebihan cairan dengan pipet isap steril. Biarkan lempeng agar tersebut mengering selama 3-5 menit (tidak boleh lebih dari 15 menit). 4. Letakkan cakram antimikroba di atas permukaan lempeng agar dengan

pinset steril atau dengan alat / dispenser khusus untuk itu. Tekan sedikit cakram agar melekat dengan baik pada permukaan lempeng agar. Lalu eramkan pada suhu 37oC selama 18-24 jam.

5. Daerah di sekitar cakram yang tidak ditumbuhi bakteri (terlihat bersih) diukur dengan alat kaliper (jangka sorong atau milimeter). Ukur lebar daerah inhibisi disekitar cakram untuk menentukan peka, kurang peka, atau resisten.

Data-data yang didapat setelah hasil pengolahan selanjutnya akan dilihat bakteri apakah yang terbanyak, dan diklasifikasikan bakteri terbanyak berdasarkan peralatan medis. Dan akan dilihat efek apa yang dapat ditimbulkan oleh bakteri tersebut terhadap pasien dan hubungan antara penggunaan antibiotik dengan resistensi yang terjadi.

BAB 5

Dokumen terkait