• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.12. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) Versi 14.0, dan Microsoft Excel tahun 2007 dengan

tingkat kemaknaan P < 0.05 dan interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% (IK 95%). Untuk menilai perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dengan saudara penderita Talasemia yang normal digunakan uji t independent.

BAB 4. HASIL

Sampel diperoleh dari anak penderita Talasemia yang di rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan dan anak penderita Talasemia yang terdaftar sebagai anggota POPTI (Perhimpunan Orang tua Penderita Talasemia) cabang Sumatera Utara serta saudara penderita Talasemia yang normal. Diperoleh sampel 136 anak yang terdiri dari 68 anak penderita Talasemia dan 68 anak yang merupakan saudara penderita Talasemia yang normal.

Dari 136 anak, 18 anak dieksklusikan dari penelitian ini karena 4 anak berusia di bawah 5 tahun, 5 anak berusia di atas 18 tahun, 2 anak menderita keterbelakangan mental dan 7 anak tidak berpasangan. Dari 118 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok kasus yang terdiri dari 59 anak penderita Talasemia dan kelompok kontrol yang terdiri dari 59 anak yang merupakan saudara penderita Talasemia yang normal yang sudah disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelaminnya (Gambar 4.1).

136 anak penderita Talasemia dan saudaranya yang normal

Gambar 4.1. Profil penelitian

Rata-rata usia kedua kelompok responden adalah 10.5 tahun dengan responden yang terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 40 anak (67.8%) pada masing-masing kelompok. Status gizi kedua kelompok responden adalah normal, dengan tingkat pendidikan terbanyak SD. Tingkat pendidikan orang tua kedua kelompok responden yang terbanyak adalah SMA dengan pekerjaan orang tua terbanyak sebagai wiraswasta (Tabel 4.1)

18 anak dieksklusikan : 4 anak berusia < 5 tahun 5 anak berusia > 18 tahun

2 anak menderita keterbelakangan 118 anak yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi

Mengisi kuisioner penilaian kualitas hidup (PedsQL versi 4.0) N=118

Anak penderita Talasemia (n=59)

Saudara penderita Talasemia yang normal (n=59)

Tabel 4.1 Karakteristik demografi sampel penelitian Karakteristik Kelompok kasus (Anak Talasemia) (n=59) Kelompok kontrol (Saudara normal) (n=59) Usia (tahun), mean (SD) 10.56 (3.14) 10.56 (3.14)

Jenis kelamin, n (%)

- Laki-laki 40 (67.8) 40 (67.8)

- Perempuan 19 (32.2) 19 (32.2)

Berat badan (kg), mean (SD) 27.88 (9.10) 29.32 (9.96) Tinggi badan (cm), mean (SD) 131.37 (15.36) 133.75 (16.32) Status gizi, n (%)

‐ Gizi kurang sedang 1 (1.7) 0

‐ Gizi kurang ringan 8 (13.6) 9 (15.3)

‐ Normal 50 (84.7) 49 (83.0)

‐ Gizi lebih 0 1 (1.7)

Tingkat pendidikan anak, n (%)

‐ Tidak sekolah 6 (10.2) 0

‐ TK 11 (18.6) 11 (18.6)

‐ SD 29 (49.2) 32 (54.2)

‐ SMP 8 (13.6) 11 (18.6)

‐ SMA 5 (8.5) 5 (8.5)

Tingkat pendidikan orang tua, n (%)

‐ SD 12 (20.3) 16 (27.1)

‐ SMP 4 (6.8) 6 (10.2)

‐ SMA 35 (59.3) 30 (50.8)

‐ D3 2 (3.4) 2 (3.4)

‐ S1 6 (10.2) 5 (8.5)

Pekerjaan orang tua, n (%)

‐ PNS 12 (20.3) 12 (20.3) ‐ Wiraswasta 47 (79.7) 47 (79.7) Imunisasi hepatitis B, n (%) ‐ Tidak pernah 4 (6.8) 1 (1.7) ‐ 1 kali 2 (3.4) 4 (6.8) ‐ 2 kali 14 (23.7) 8 (13.6) ‐ 3 kali 39 (66.1) 46 (78)

Tabel 4.2. Data hematologi anak penderita Talasemia

Karakteristik Kelompok kasus

(Anak Talasemia) Usia pertama kali pucat, n (%)

‐ 0 ‐ ≤ 2 tahun

Usia pertama kali terdiagnosis Talasemia, n (%) ‐ ≤ 2 tahun

‐ > 2 tahun

Orang tua sebagai carrier, n (%) ‐ Tidak tahu ‐ 1 carrier ‐ 2 carrier Tipe Talasemia, n (%) ‐ Beta Mayor ‐ Beta Minor

Usia pertama kali anak di transfusi, n (%) ‐ Tidak mendapat transfusi

‐ ≤ 2 tahun ‐ 3 tahun

Jumlah kantong darah yang ditransfusi / bulan, n (%) ‐ 0 ‐ ≤ 2 kantong ‐ 3 kantong ‐ 4 kantong ‐ 5 kantong Rutin transfusi, n (%) ‐ Tidak ‐ Ya

Kadar Hb setiap kunjungan ke RS, n (%) ‐ Tidak diperiksa ‐ ≤ 4 g/dL ‐ 5 g/dL ‐ 6 g/dL Nilai ferritin, n (%) ‐ Tidak diperiksa ‐ < 1000 µg/L ‐ > 1000 µg/L ‐ > 2000 µg/L

Terapi pengikat besi, n (%) ‐ Tidak ‐ Ya 2 (3.4) 57 (96.6) 28 (47.5) 31 (52.5) 35 (59.3) 6 (10.2) 18 (30.5) 57 (96.6) 2 (3.4) 2 (3.4) 24 (40.7) 33 (55.9) 2 (3.4) 21 (35.6) 29 (49.2) 5 (8.5) 2 (3.4) 5 (8.5) 54 (91.5) 2 (3.4) 5 (8.5) 10 (16.9) 42 (71.2) 2 (3.4) 11 (18.6) 6 (10.2) 40 (67.8) 13 (22) 46 (78)

Tabel 4.2. menunjukkan data hematologi anak penderita Talasemia, dimana usia tersering munculnya keluhan pucat yakni pada usia ≤ 2 tahun (96.6%), usia terdiagnosis Talasemia terbanyak adalah > 2 tahun (52.5%) dengan jenis Talasemia terbanyak adalah Talasemia Beta Mayor (96.6%). Usia anak pertama kali mendapat transfusi darah secara keseluruhan pada usia < 4 tahun dengan kadar hemoglobin anak < 7 g/dL. Semua hal ini merupakan data yang mendukung pemilihan sampel dan sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Data lain menunjukkan sebanyak 30.5% kedua orang tua (ayah dan ibu) bersifat carrier berdasarkan hasil pemeriksaan Hb elektroforesis, 10.2% orang tua yang hanya salah satunya saja yang bersifat carrier, dan sebanyak 59.3% orang tua yang tidak mengetahui apakah mereka bersifat carrier atau tidak karena belum dilakukan pemeriksaan Hb elektroforesis. Sebanyak 91.5% anak rutin

mendapatkan transfusi darah setiap bulannya dengan jumlah darah tersering yang ditransfusikan sebanyak 3 kantong (49.2%) dan 78% anak sudah mendapatkan terapi pengikat besi secara rutin.

Tabel 4.3. Perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dengan saudara penderita Talasemia yang normal

Kelompok kasus Kelompok kontrol Anak Talasemia (n=59) Saudara normal (n=59) Kualita hidup rerata (SD) rerata (SD) IK 95% P Fungsi Fisik 53.1 (9.49) 71.5 (7.23) -21.41 ; -15.26 0.0001 Fungsi Emosional 50.9 (13.96) 62.9 (11.75) -16.82 ; -7.41 0.0001 Fungsi Sosial 62.5 (10.92) 72.8 (6.25) -13.50 ; -7.01 0.0001 Fungsi Sekolah 36.2 (10.06) 56.0 (6.75) -22.95 ; -16.71 0.0001 Total Nilai 50.9 (7.55) 66.1 (4.35) -18.20 ; -13.12 0.0001

Dengan menggunakan uji t independent didapati hasil yang menunjukkan terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Pada penilaian keempat domain yang dilakukan didapati hasil fungsi fisik 53.1 banding 71.5 (IK 95% -21.41;-15.26, P 0.0001), fungsi emosional 50.9 banding 62.9 (IK 95% -16.82;-7.41, P 0.0001), fungsi sosial 62.5

banding 72.8 (IK 95% -13.50;-7.01, P 0.0001), fungsi sekolah 36.2 banding 56.0 (IK 95% -22.95;- 16.71, P 0.0001), dan total nilai 50.9 banding 66.1(IK 95% -18.20;-13.12, P 0.0001). Dari keempat domain yang dinilai, fungsi sekolah menunjukkan nilai rata-rata terendah dan hal ini menyimpulkan bahwa fungsi sekolah merupakan fungsi yang paling terganggu pada anak penderita Talasemia (Tabel 4.3).

Gambar 4.2. Grafik perbedaan kuallitas hidup anak penderita Talasemia dan saudara penderita Talasemia yang normal

BAB 5. PEMBAHASAN

Talasemia merupakan masalah kesehatan dunia terutama di negara-negara berkembang dengan angka kejadian yang tinggi serta berbagai akibat yang ditimbulkannya.1,4 Dampak dari penyakit yang diderita maupun efek terapi yang diberikan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita sendiri maupun anggota keluarganya sehingga perlu dilakukan penilaian kualitas hidup terhadap kedua kelompok tersebut.2,8

Studi ini melakukan penilaian kualitas hidup anak yang menderita semua jenis Talasemia kemudian membandingkannya dengan saudaranya yang normal mewakili anggota keluarga untuk melihat sejauh mana penyakit Talasemia dan efek terapi yang diberikan mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun anggota keluarganya.

Talasemia merupakan penyakit kronis yang menunjukkan gejala klinis yang serius, penelitian yang dilakukan di Thailand menetapkan beberapa klasifikasi untuk menentukan kondisi yang berat terhadap penderita Talasemia yang meliputi: usia anak saat pertama kali menderita anemia/pucat kurang dari 2 tahun, usia anak saat pertama kali mendapat transfusi darah kurang dari 4 tahun, nilai hemoglobin sebelum mendapat transfusi kurang dari 7 g/dL, dan anak menderita Talasemia Beta Mayor.6

Pada studi ini, data hematologi yang diperoleh menunjukkan hasil yang sesuai dengan klasifikasi kondisi yang berat pada sampel studi yang dinilai dimana terdapat 57 anak (96.6%) penderita Talasemia Beta Mayor yang menunjukkan keadaan pucat/anemia saat berusia kurang dari 2 tahun dengan nilai hemoglobin kurang dari 7 g/dL sebelum mendapat transfusi darah dan usia pertama kali anak mendapat transfusi darah kurang dari 4 tahun. Didapati pula hasil bahwa sebagian besar sampel terdiagnosis sebagai penderita Talasemia

pada usia lebih dari 2 tahun (52.5%) walaupun sudah menunjukkan gejala pucat saat berusia kurang dari 2 tahun.

Talasemia merupakan penyakit yang dapat dicegah, penderita Talasemia Mayor dapat dicegah dengan menghindari pernikahan kedua orangtua yang bersifat sebagai carrier atau melakukan diagnosis prenatal terhadap ibu yang berisiko. Dikatakan bahwa dari pernikahan kedua orang tua yang bersifat sebagai carrier mempunyai kemungkinan akan melahirkan 25% anak penderita Talasemia, 50% anak bersifar sebagai carrier yang mempunyai kemungkinan menurunkan penyakit Talasemia jika menikah dengan pasangan yang bersifar sebagai carrier juga, dan sebanyak 25% anak sehat (tidak menderita Talasemia atau bersifar sebagai carrier).4,39

Studi ini mendapatkan data orangtua dari anak yang menderita semua jenis Talasemia, dimana didapati hasil sebanyak 30.5% kedua orangtua bersifat sebagai carrier, 10.2% orangtua yang hanya salah satunya saja yang bersifat sebagai carrier, dan 59.3% orang tua yang tidak mengetahui apakah mereka bersifat sebagai carrier atau tidak karena belum dilakukannya pemeriksaan Hb elektroforesis. World Health Organization menganjurkan pemeriksaan kromatografi atau analisa hemoglobin terhadap pasangan berisiko tinggi atau orangtua dari anak penderita Talasemia untuk menilai apakah bersifat carrier, namun pemeriksaan ini belum tersedia di sentra kita sehingga Hb elektroforesis yang digunakan untuk menilai carrier pada orangtua dari sampel penelitian ini.

Data tersebut mendukung teori yang menyatakan persentase kemungkinan kelahiran anak dari pasangan orangtua yang bersifat sebagai carrier. Terlihat bahwa sebanyak 96.6% anak yang dinilai dalam studi ini menderita Talasemia Mayor yang artinya Talasemia yang diturunkan dari kedua orangtua yang bersifat sebagai carrier kepada anaknya, didapati juga

jenis lain dari Talasemia dalam jumlah yang kecil, dan anak sehat yang tidak menderita Talasemia maupun bersifat sebagai carrier yang menjadi kelompok kontrol dalam studi ini.

Dalam penatalaksanaannya, pemberian transfusi darah merah yang teratur dikatakan dapat mengurangi komplikasi yang terjadi. Keputusan untuk memulai pemberian transfusi berdasarkan kadar hemoglobin yakni di bawah 6 g/dL.1,4,9,10 Pada studi ini dapat dilihat bahwa hampir seluruh sampel yang dinilai mendapatkan transfusi secara rutin setiap bulannya (91.5%) dengan jumlah darah yang ditransfusikan bervariasi tergantung kepada kadar hemoglobin saat kunjungan ke rumah sakit. Didapati hasil jumlah darah yang tersering diberikan saat anak datang ke rumah sakit adalah sebanyak 3 kantong (49.2%) dengan kadar hemoglobin anak tersering setiap kunjungan ke rumah sakit adalah 6 g/dL (71.2%).

Pemberian transfusi darah yang rutin akan menyebabkan penumpukan besi di berbagai organ di dalam tubuh yang dapat merusak maupun mengganggu fungsi organ tersebut.4,16 Salah satu komplikasi lain yang terjadi akibat penumpukan besi ini adalah gangguan pertumbuhan.3,22,43 Masalah penting yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan ini adalah status gizi anak yang kurang. Keadaan ini juga disebabkan oleh asupan nutrisi yang kurang dan adanya gangguan penyerapan usus.44 Adapun hipotesis lain yang menerangkan kondisi ini yaitu, anak yang menderita Talasemia memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan anak seusianya, asupan kalsium dan aktivitas fisik sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, dan lemak tubuh yang kurang.43

Pada studi ini, sebagian besar sampel yang dinilai menunjukkan status gizi yang normal (84.7%). Namun, kondisi ini tidak menunjukkan gambaran gizi normal yang setara dengan status gizi normal pada anak sehat. Hal ini disebabkan karena status gizi yang normal pada sampel studi ini diperoleh dengan kondisi tinggi badan dan berat badan sampel

yang tidak sesuai dengan anak seusianya. Sehingga hasil yang diperoleh sebenarnya tidak normal untuk anak seusianya.

Penumpukan besi tersebut merupakan konsekuensi dari proses eritropoiesis yang tidak efektif dan penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna.17 Dalam 500 mL darah yang ditransfusikan mengandung sekitar 250 mg besi yang akan bersirkulasi di dalam tubuh, sementara tubuh tidak mampu mengeluarkan besi melebihi 1 mg/hari.17,20 Untuk mengontrol besi tersebut dibutuhkan terapi pengikat besi (chelating agen) yang efektif pada penderita yang rutin mendapatkan transfusi.1,2,6,16 Deferoksamin merupakan regimen pengikat besi yang digunakan sebagai chelating agen.1,2,16

Pendekatan praktis yang digunakan untuk menentukan waktu yang tepat memulai terapi pengikat besi ini adalah dengan menentukan konsentrasi serum ferritin, besi, dan TIBC setelah pemberian transfusi yang teratur, dikatakan bahwa bila nilai serum ferritin yang melebihi 1000 µg/L atau setelah mendapat transfusi 10 sampai 12 kali merupakan kondisi awal untuk memulai pemberian terapi pengikat besi.1,4,10,17 Studi yang dilakukan di Pakistan menunjukkan terjadinya komplikasi penumpukan besi di jantung bila nilai serum ferritin melebihi 2500 µg/L.17

Pada studi ini sebagian besar sampel sudah mendapat terapi pengikat besi secara rutin yang diberikan setelah transfusi selesai (78%) dengan evaluasi terhadap nilai serum ferritin yang dilakukan setiap 3 bulan sekali dan didapati hasil bahwa sebanyak 10.2% sampel menunjukkan nilai serum ferritin lebih dari 1000 µg/L dan 67.8% sampel menunjukkan nilai serum ferritin lebih dari 2000 µg/L namun pada beberapa sampel belum

mendapat terapi pengikat besi karena nilai serum ferritin yang masih kurang dari 1000 µg/L atau karena belum pernah diperiksakan sama sekali.

Studi mengenai kualitas hidup anak yang menderita penyakit kronis seperti Talasemia ini sangat terbatas dan penting untuk dilakukan.2 Studi pertama dilakukan di Malaysia pada tahun 2005 selanjutnya di Thailand pada tahun 2010 yang melakukan penilaian kualitas hidup terhadap anak penderita Talasemia dengan menggunakan instrumen penilaian PedsQL versi 4.0 dan membandingkannya dengan anak sehat sebagai kelompok kontrol.2,6 Studi yang dilakukan di Catania, Italia, melaporkan bahwa kualitas hidup anak yang menderita Talasemia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.39

Dampak penyakit Talasemia terhadap kualitas hidup anak melibatkan penurunan fungsi fisik, sosial, emosional dan juga sekolahnya. Studi yang dilakukan di Malaysia melaporkan bahwa fungsi sekolah menunjukkan penilaian kualitas hidup yang paling terganggu dengan derajat yang paling rendah dibandingkan dengan fungsi lainnya. Hal ini disebabkan karena seringnya anak tidak hadir ke sekolah karena harus rutin datang ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi darah dan terapi pengikat besi.2,6

Studi kami melakukan penilaian kualitas hidup anak yang menderita Talasemia kemudian membandingkannya dengan saudara kandungnya yang normal yang dianggap mengalami gangguan kualitas hidup akibat saudaranya yang menderita Talasemia tersebut dengan menggunakan kuisioner PedsQL versi 4.0. Hasil studi ini sesuai dengan hasil studi sebelumnya dimana kualitas hidup anak yang menderita Talasemia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.2

Studi ini juga menunjukkan nilai terhadap masing-masing fungsi yang termasuk dalam penilaian kualitas hidup yakni: fungsi fisik, emosional, sosial dan sekolah. Hasil yang diperoleh juga sesuai dengan hasil pada studi sebelumnya dimana dari keempat fungsi yang dinilai, fungsi sekolah menunjukkan nilai yang paling rendah yakni pada 10.06% sampel yang artinya fungsi sekolah merupakan domain dari kualitas hidup yang paling terganggu akibat penyakit Talasemia yang diderita maupun akibat efek terapi yang diterima anak.

BAB 6. KESIMPULAN

Penelitian ini mendapati hasil bahwa anak penderita Talasemia terbukti memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan saudara penderita Talasemia yang secara klinis di anggap normal dengan domain penilaian kualitas hidup yang paling terganggu adalah fungsi sekolah.

BAB 7. RINGKASAN

Talasemia merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di dunia yang secara nyata mempengaruhi kualitas hidup penderitanya baik akibat kondisi penyakitnya sendiri maupun efek pemberian transfusi darah yang berulang-ulang. Penilaian kualitas hidup diperlukan untuk menentukan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup anak penderita Talasemia.

Studi ini bertujuan menilai perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dibanding saudara penderita Talasemia yang normal. Studi ini merupakan studi cross sectional yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan dan di rumah salah satu orangtua dari anak yang terdaftar sebagai anggota POPTI cabang Sumatera Utara dari bulan Mei sampai Juni 2010.

Sampel penelitian adalah anak usia 5 sampai 18 tahun yang menderita Talasemia dan saudara penderita Talasemia yang normal. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan telah mengisi informed consent dibagi menjadi dua kelompok, yakni: kelompok anak yang menderita semua jenis Talasemia (kasus) dan kelompok saudara penderita Talasemia yang normal yang sudah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya (kontrol). Masing-masing anak dan orangtua dari kedua kelompok diberi kuisioner PedsQL versi 4.0 yang telah diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai cara pengisian dan maksud dari setiap pertanyaan yang tertera dalam kuisioner. Anak yang menunjukkan hasil memiliki gangguan kualitas hidup yang signifikan akan dikonsultasikan ke ahli psikologi anak.

Untuk membandingkan perbedaan kualitas hidup anak pada kedua kelompok digunakan uji t independent. Pada studi ini diperoleh 118 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 59 anak kelompok kasus dan 59 anak kelompok kontrol. Hasil studi ini menunjukkan terdapat perbedaan kualitas hidup yang bermakna antara kelompok kasus dan kelompok kontrol (P<0.05) dengan fungsi sekolah menunjukkan domain penilaian yang paling terganggu dibanding fungsi-fungsi lainnya.

Sebagai kesimpulan, kualitas hidup anak penderita Talasemia lebih rendah dibanding dengan anak normal sehingga dibutuhkan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup terhadap anak penderita Talasemia.

SUMMARY

Thalassemia is a chronic disease that becomes a major health problem in the world, and clearly affects the quality of life of its patients by the disease itself and the effect of repeated blood transfusion. Assessment of the quality of life is needed to determine actions to be taken to improve the quality of life in Thalassemic children.

The aim of this study is to assess the quality of life of Thalassemic children compared with their normal siblings. This is a cross sectional study performed in H. Adam Malik Hospital Medan and the home of one of North Sumatra POPTI member from May 2010 till June 2010.

The study samples were Thalassemic patients aged 5 till 18 years old and their normal siblings. Those who were eligible and consented to this study were divided into two groups: the Thalassemic children or case group, and their normal siblings or control group. Parents and children were asked to fill PedsQL version 4.0 questioners after being briefed how to fill and the meaning of each question. Children with significantly poor quality of life will be referred to a child psychologist.

Independent t test were used to compare the difference of quality of life between the two groups. There were 118 eligible children divided into 59 children in case group and another 59 children in control group. The study showed significant difference in quality of life between the two groups (P<0.05) with school function being the most affected domain. In summary, Thalassemic children have poorer quality of life compared to their normal siblings. Measures to improve the patients’ quality of life are needed.

Dokumen terkait