• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Kualitas Hidup Anak Penderita Talasemia dengan Saudara Penderita Talasemia yang Normal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Kualitas Hidup Anak Penderita Talasemia dengan Saudara Penderita Talasemia yang Normal"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PENDERITA TALASEMIA DENGAN SAUDARA PENDERITA TALASEMIA YANG NORMAL

TESIS

MASYITAH SRI WAHYUNI 087103009 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP ANAK PENDERITA TALASEMIA DENGAN SAUDARA PENDERITA TALASEMIA YANG NORMAL

  

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.

Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MASYITAH SRI WAHYUNI 087103009 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Perbandingan Kualitas Hidup Anak

Penderita Talasemia dengan Saudara Penderita Talasemia yang Normal

Nama Mahasiswa : Masyitah Sri Wahyuni Nomor Induk Mahasiswa : 087103009

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis,SpA(K) Ketua

Dr.Muhammad Ali,SpA(K) Anggota

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 19 November 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis,SpA(K) ………….

Anggota : Dr.Muhammad Ali,SpA(K) ………….

Prof.Dr.H.M.Sjabaroeddin Loebis,SpA(K) ………….

Dr.Hj.Melda Deliana,SpA(K) ………….

Prof.Dr.Adi Koesoema Aman,SpPK(KH-FISH) ………….

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis, SpA(K) dan Pembimbing II Dr.Muhammad Ali, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, koreksi, saran-saran yang sangat berharga, dan dukungan moril kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. Prof.Dr.H.Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis

Anak FK-USU dan Dr.Hj.Melda Deliana, SpA(K), sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

(6)

4. Dr.H.Ridwan.M.Daulay,SpA(K),selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Prof.Dr.Adi Koesoema Aman,SpPK(KH-FISH), Prof.Dr.Rusdidjas, SpA(K), Prof.Dr.H.M.Sjabaroeddin Loebis, SpA(K), Prof.Dr.H.Joesoef Simbolon, SpKJ(K), Dr.Tiangsa Sembiring, SpA(K), Dr.Hj. Melda Deliana, SpA(K), yang telah menguji, memberikan koreksi, saran dan perbaikan pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Dr.Johannes Saing, SpA, Dr.Sri Sofyani, SpA(K), Dr.Mei Neni Sitaresmi, SpA, Dr.Nelly Rosdiana, SpA, Dr.Selvi Navianti, SpA, Dr.Emil Azlin, SpA, Dr.Beby Syofiani Hasibuan, M.Ked(Ped), SpA, Dr.Heru Noviat Herdata, SpA, yang sudah memberikan saran, masukan, dan referensi yang sangat berharga pada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

8. Ibu pengurus POPTI (Perhimpunan Orang tua Penderita Talasemia) cabang Sumatera Utara beserta para orang tua anak penderita Talasemia atas keramahtamahan, peran serta dan bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.

9. Dr.Taufik Ashar, MKM, yang sudah membantu penulis dalam pengolahan dan analisa data penelitian ini.

10. Ade Rahmawati Siregar, M.Psi, yang telah meluangkan waktunya memberikan konsultasi psikologi anak dan hal ini tentunya sangat membantu penulis dalam penyempurnaan akhir penelitian ini.

(7)

Kosman,SpA, Dr.Marlisye Marpaung, Dr.Afnita, Dr.Jufitriany, Dr.Wardah, Dr.Nurrobiah, Dr.Lidia, Dr.Angelina, Dr.Syarifah Marisa. Terimakasih untuk bantuan yang sudah diberikan dan kebersamaan kita dalam pelaksanaan penelitian ini.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada suami tercinta, Dr.Hari Putra Dermawan, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas do’a, dukungan semangat dan pengertian yang tidak terhingga dalam menerima segala kesibukan rutinitas yang harus penulis jalani selama masa pendidikan terkhusus dalam pelaksanaan penelitian ini.

Kepada yang sangat penulis hormati dan sayangi, Ayahanda Salim dan Ibunda Murni maupun Ayahanda mertua Ir.H.Sunardi dan Ibunda mertua Hj.Chamisah, penulis mengucapkan terima kasih untuk doa yang selalu dipanjatkan, dukungan, perhatian, dan pengertian yang begitu besar selama ini kepada penulis.

(8)

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, November 2010

(9)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing ii

Halaman Pengesahan Tesis iii

Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Singkatan dan Lambang xii

Abstrak xiv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Talasemia 4

2.2. Epidemiologi 5

2.3. Patofisiologi 6

2.4. Gejala Klinis dan Diagnosis 8

2.5. Hubungan Talasemia dalam Mempengaruhi 10

Kualitas Hidup

2.6. Penilaian Kualitas Hidup 12

2.7. Upaya Perbaikan Kualitas Hidup dan 17

PengendalianTalasemia

2.8. Kerangka Konseptual 21

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain 22

3.2. Tempat dan Waktu 22

3.3. Populasi dan Sampel 23

3.4. Besar Sampel 23

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 24

3.5.1. Kriteria Inklusi 24

3.5.2. Kriteria Eksklusi 24

3.6. Persetujuan / Informed Consent 25

3.7. Etika Penelitian 25

3.8. Cara Kerja 25

3.9. Alur Penelitian 28

3.10. Identifikasi Variabel 28

3.11. Definisi Operasional 29

(10)

BAB 4. HASIL 34

BAB 5. PEMBAHASAN 41

BAB 6. KESIMPULAN 48

BAB 7. RINGKASAN 49

Daftar Pustaka 51

Lampiran 54 1. Personil Penelitian

2. Biaya Penelitian 3. Jadwal Penelitian

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 5. Kuisioner Penelitian

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik demografi sampel penelitian 36

Tabel 4.2. Data hematologi anak penderita Talasemia 37

Tabel 4.3. Perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia 39

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Profil penelitian 35

Gambar 4.2. Grafik perbedaan kualitas hidup anak penderita 40

Talasemia dan saudara penderita Talasemia yang

normal

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DNA : Deoxyribonucleic Acid

DSM-IV : Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders edisi keempat

D : diploma

dkk : dan kawan-kawan

Fe : Ferrum (zat besi)

Hb : Hemoglobin

HbA : Hemoglobin Adult

HbF : Hemoglobin Fetus

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IK : Interval Kepercayaan

MCV : Mean Corpuscular Volume

MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin

PedsQL : Pediatric Qualityof Life Inventory

POPTI : Perhimpunan Orangtua Penderita Talasemia

Indonesia

PNS : Pegawai Negeri Sipil

P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi

bila hipotesis nol benar

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SPSS : Statistical Package for Social Science

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

SD : Standart Deviation

TK : Taman Kanak-kanak

TIBC : Total Iron Binding Capacity

(14)

WHOQOL-100 : World Health Organization Quality of Life-100

µg/L : mikrogram per liter

g/dL : gram per desiliter

mL : mililiter

cm : centimeter

mg : miligram

kg : kilogram

Rantai α : Rantai alfa

Rantai : Rantai beta

Rantai : Rantai gamma

Rantai : Rantai delta

: epsilon

ζ : zeta

z : Deviat baku normal untuk 

z : Deviat baku normal untuk 

n : Jumlah subjek / sampel

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

≤ : Lebih kecil dari sama dengan

α : Kesalahan tipe I

(15)

ABSTRAK

Latar belakang. Talasemia merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di dunia khususnya di mediterania, Malaysia,Thailand,dan Indonesia.Penyakit ini secara nyata mempengaruhi kualitas hidup penderitanya baik akibat kondisi penyakitnya maupun efek terapi yang diberikan. Penilaian kualitas hidup diperlukan untuk menentukan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup anak penderita Talasemia.

Tujuan. Menilai perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dibanding saudara penderita Talasemia yang normal.

Metode. Studi cross sectional dari Mei - Juni 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan dan di rumah salah satu orangtua dari anak yang terdaftar anggota POPTI (Perhimpunan Orangtua Penderita Talasemia Indonesia) cabang Sumatera Utara. Anak usia 5-18 tahun yang menderita Talasemia serta saudaranya yang normal yang sudah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya dibagi menjadi dua kelompok yakni: kelompok kasus dan kontrol. Kedua kelompok tersebut dan orangtua akan diminta mengisi kuisioner PedsQL versi 4.0. Lembaran kuisioner yang telah diisi akan dinilai dan dilakukan penilaian kualitas hidup.

Hasil. Besar sampel pada kelompok anak penderita Talasemia dan saudaranya yang normal masing-masing 59 anak. Penilaian keempat domain yang dilakukan terhadap anak penderita Talasemia dengan saudaranya yang normal didapati hasil fungsi fisik 53.1 banding 71.5 (IK 95% -21.41;-15.26, P 0.0001), fungsi emosional 50.9 banding 62.9 (IK 95% -16.82;-7.41, P 0.0001), fungsi sosial 62.5 banding 72.8 (IK 95% -13.50;-7.01, P 0.0001), fungsi sekolah 36.2 banding 56.0 (IK 95% -22.95;-16.71, P 0.0001), dan total nilai 50.9 banding 66.1(IK 95% -18.20;-13.12, P 0.0001).Dari keempat domain tersebut, fungsi sekolah menunjukkan domain yang paling terganggu 36.2 banding 56.0 (IK 95% -22.95;-16.71, P 0.0001)

Kesimpulan. Hasil penilaian kualitas hidup yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang bermakna antara anak penderita Talasemia dengan saudaranya yang normal dimana kualitas hidup anak penderita Talasemia terbukti lebih rendah dibanding saudaranya yang normal dengan domain penilaian kualitas hidup yang paling terganggu adalah fungsi sekolah.

(16)

ABSTRACT

Background. Thalassemia is a chronic disease that becomes a major health problem in the world, especially in mediterranean, Malaysia, Thailand and Indonesia. This condition clearly affects the quality of life of its patient, because of the condition itself and the effect of the treatment. Assessment of the quality of life is needed to determine actions to be taken to improve the quality of life in Thallassemic children.

Objective. To assess the difference of the quality of life of Thalassemic patients compare to their normal siblings.

Methods. A cross sectional study was performed from May 2010 utill June 2010 in H. Adam Malik Hospital Medan and the home of one of North Sumatra POPTI member. Thalassemic children aged 5 utill 18 years old and their age and gender adjusted siblings were divided into two groups: case and control group. Parents and children were asked to fill PedsQL version 4.0 questioners.

Results. There were 59 children in each group. The assessments of four quality of life domains in each group showed physical function 53.1 vs 71.5 (95% CI -21.41;-15.26, P 0.0001), emotional function 50.9 vs 62.9 (95% CI -16.82;-7.41, P 0.0001), social function 62.5 vs 72.8 (95% CI -13.50;-7.01, P 0.0001)and school function 36.2 vs 56.0 (95% CI -22.95;-16.71, P 0.0001). The total value was 50.9 vs 66.1 (95% CI -22.95;-16.71, P 0.0001). The school function was most affected.

Conclusions. There was a significant difference in quality of life between the two groups; Thalassemic children have poorer quality of life compared to their normal siblings with school function being most affected domain.

(17)

ABSTRAK

Latar belakang. Talasemia merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah kesehatan masyarakat serius di dunia khususnya di mediterania, Malaysia,Thailand,dan Indonesia.Penyakit ini secara nyata mempengaruhi kualitas hidup penderitanya baik akibat kondisi penyakitnya maupun efek terapi yang diberikan. Penilaian kualitas hidup diperlukan untuk menentukan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas hidup anak penderita Talasemia.

Tujuan. Menilai perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dibanding saudara penderita Talasemia yang normal.

Metode. Studi cross sectional dari Mei - Juni 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan dan di rumah salah satu orangtua dari anak yang terdaftar anggota POPTI (Perhimpunan Orangtua Penderita Talasemia Indonesia) cabang Sumatera Utara. Anak usia 5-18 tahun yang menderita Talasemia serta saudaranya yang normal yang sudah disesuaikan umur dan jenis kelaminnya dibagi menjadi dua kelompok yakni: kelompok kasus dan kontrol. Kedua kelompok tersebut dan orangtua akan diminta mengisi kuisioner PedsQL versi 4.0. Lembaran kuisioner yang telah diisi akan dinilai dan dilakukan penilaian kualitas hidup.

Hasil. Besar sampel pada kelompok anak penderita Talasemia dan saudaranya yang normal masing-masing 59 anak. Penilaian keempat domain yang dilakukan terhadap anak penderita Talasemia dengan saudaranya yang normal didapati hasil fungsi fisik 53.1 banding 71.5 (IK 95% -21.41;-15.26, P 0.0001), fungsi emosional 50.9 banding 62.9 (IK 95% -16.82;-7.41, P 0.0001), fungsi sosial 62.5 banding 72.8 (IK 95% -13.50;-7.01, P 0.0001), fungsi sekolah 36.2 banding 56.0 (IK 95% -22.95;-16.71, P 0.0001), dan total nilai 50.9 banding 66.1(IK 95% -18.20;-13.12, P 0.0001).Dari keempat domain tersebut, fungsi sekolah menunjukkan domain yang paling terganggu 36.2 banding 56.0 (IK 95% -22.95;-16.71, P 0.0001)

Kesimpulan. Hasil penilaian kualitas hidup yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang bermakna antara anak penderita Talasemia dengan saudaranya yang normal dimana kualitas hidup anak penderita Talasemia terbukti lebih rendah dibanding saudaranya yang normal dengan domain penilaian kualitas hidup yang paling terganggu adalah fungsi sekolah.

(18)

ABSTRACT

Background. Thalassemia is a chronic disease that becomes a major health problem in the world, especially in mediterranean, Malaysia, Thailand and Indonesia. This condition clearly affects the quality of life of its patient, because of the condition itself and the effect of the treatment. Assessment of the quality of life is needed to determine actions to be taken to improve the quality of life in Thallassemic children.

Objective. To assess the difference of the quality of life of Thalassemic patients compare to their normal siblings.

Methods. A cross sectional study was performed from May 2010 utill June 2010 in H. Adam Malik Hospital Medan and the home of one of North Sumatra POPTI member. Thalassemic children aged 5 utill 18 years old and their age and gender adjusted siblings were divided into two groups: case and control group. Parents and children were asked to fill PedsQL version 4.0 questioners.

Results. There were 59 children in each group. The assessments of four quality of life domains in each group showed physical function 53.1 vs 71.5 (95% CI -21.41;-15.26, P 0.0001), emotional function 50.9 vs 62.9 (95% CI -16.82;-7.41, P 0.0001), social function 62.5 vs 72.8 (95% CI -13.50;-7.01, P 0.0001)and school function 36.2 vs 56.0 (95% CI -22.95;-16.71, P 0.0001). The total value was 50.9 vs 66.1 (95% CI -22.95;-16.71, P 0.0001). The school function was most affected.

Conclusions. There was a significant difference in quality of life between the two groups; Thalassemic children have poorer quality of life compared to their normal siblings with school function being most affected domain.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Talasemia merupakan penyakit kelainan darah yang secara genetik diturunkan.1 Talasemia

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia khususnya di negara-negara

mediterania, Malaysia, Thailand, dan Indonesia.1-3 Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis

hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang

menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.1

Anak yang menderita Talasemia memperlihatkan kondisi yang baik saat lahir tetapi

akan menunjukkan keadaan anemia yang terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan

berkurangnya kadar hemoglobin.1 Kondisi ini menyebabkan anak membutuhkan terapi

transfusi darah merah seumur hidup untuk mengatasi kondisi anemia dan mempertahankan

kadar hemoglobin.1,4 Namun, pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat

menimbulkan komplikasi penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh yang dapat

menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh. Tanpa transfusi yang memadai penderita

Talasemia Mayor akan meninggal pada dekade kedua.4

World Health Organization (WHO) tahun 2001 melaporkan sekitar 7% populasi

penduduk di dunia bersifat carrier dan sekitar 300 000 sampai 500 000 bayi lahir dengan

kelainan ini setiap tahunnya.5 Data Talasemia di Thailand melaporkan sekitar 300 juta orang

bersifat carrier terhadap penyakit kelainan darah ini yang tersebar di seluruh dunia dan

diantaranya sebanyak 55 juta orang berada di Asia Tenggara.6

Talasemia merupakan salah satu penyakit kronis yang secara nyata dapat

(20)

diberikan, tidak hanya secara fisik melainkan fungsi sosial dan emosionalnya juga dapat

terganggu. 2,7 Secara umum anak yang menderita Talasemia akan memperlihatkan gejala

depresi, cemas, gangguan psikososial, dan gangguan fungsi sekolah. 2,6

Hal yang sama juga dialami oleh anggota keluarga (orang tua dan saudara) penderita

Talasemia, dimana mereka merasa sedih, kecewa, putus asa, stress, depresi dan cemas

terhadap kesehatan dan masa depan penderita selanjutnya.8 Menindaklanjuti kedua kondisi

ini, perlu dilakukan penilaian kualitas hidup terhadap anak penderita Talasemia maupun

anggota keluarga penderita untuk menentukan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas

hidup anak penderita Talasemia.2

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan:

Bagaimana perbandingan kualitas hidup anak penderita Talasemia dengan saudara

penderita Talasemia yang normal?

1.3. Hipotesis

Ada perbedaan kualitas hidup antara anak penderita Talasemia dengan saudara penderita

Talasemia yang normal.

1.4. Tujuan Penelitian

Menilai kualitas hidup anak penderita Talasemia dan membandingkannya dengan saudara

(21)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik/ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai pengaruh

Talasemia terhadap kualitas hidup anak maupun anggota keluarga penderita sehingga

dapat dilakukan usaha peningkatan kualitas hidup terhadap anak yang menderita

Talasemia.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: dengan mengetahui dampak Talasemia terhadap

kualitas hidup anak maupun anggota keluarganya, diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan kesehatan terhadap anak maupun anggota keluarga penderita tersebut.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan kontribusi ilmiah mengenai pengaruh

(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Talasemia

Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara tahun 1925 sampai 1927.1 Talasemia

berasal dari bahasa Yunani, yaitu thalasa yang artinya laut. Yang dimaksud dengan laut

adalah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut

Tengah.1,4,9

Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif

berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini terjadi akibat

kelainan sintesis hemoglobin dimana terjadi pengurangan produksi satu atau lebih rantai

globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.1,4,10 Pada Talasemia

Alfa terjadi pengurangan sintesis rantai alfa dan Talasemia Beta terjadi pengurangan sintesis

rantai beta.1,9,11

Penyakit ini meliputi gejala klinis yang paling ringan (heterozigot) disebut Talasemia

Minor atau Trait dan yang paling berat (homozigot) disebut Talasemia Mayor. Bentuk

heterozigot diturunkan salah satu orang tua yang menderita Talasemia sedangkan bentuk

homozigot diturunkan kedua orang tua yang menderita Talasemia.4,9 Secara klinis Talasemia

dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: Talasemia Mayor, Talasemia Minor dan Talasemia

Intermedia.1,9,12

2.2. Epidemiologi

Talasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai

(23)

mediterania seperti: Italia, Yunani, Malta, Sardinia, dan Cyprus yang berkisar antara 10%

sampai 16% sedangkan di Asia seperti Cina, Malaysia, dan Indonesia berkisar antara 3%

sampai 10%.3

Data Talasemia di Indonesia melaporkan tingginya kasus Talasemia disebabkan oleh

migrasi dan percampuran penduduk. Keseluruhan populasi ini menjadi hunian kepulauan

Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.

Data Talasemia di Sumatera Utara melaporkan populasi carrier di Sumatera Utara

khususnya Medan mencapai 7.69% yang terdiri dari Talasemia Alfa 3.35% dan Talasemia

Beta 4.07% yang terdistribusi pada berbagai suku di Medan yaitu: Batak, Cina, Jawa,

Melayu, Minangkabau, dan Aceh.4

World Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 7% populasi penduduk di dunia

bersifat carrier dan sekitar 300 000 sampai 500 000 bayi lahir dengan kelainan ini setiap

tahunnya.5 Data Talasemia di Thailand melaporkan sekitar 300 juta orang bersifat carrier

terhadap penyakit kelainan darah ini yang tersebar di seluruh dunia dan diantaranya

sebanyak 55 juta orang berada di Asia Tenggara.6 Identifikasi populasi yang merupakan

carrier Talasemia memegang peranan penting dalam usaha pencegahan penyakit ini.4,13

2.3. Patofisiologi

Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan oksigen selama masa

pertumbuhan, mulai embrio, fetus sampai dewasa. Hemoglobin memiliki bentuk tetrametrik

yang sama, terdiri dari dua pasang rantai globin yang terikat dengan heme. Hem terdiri dari

zat besi (Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Sintesa

(24)

kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini

adalah hati, limpa, dan sumsum tulang.1,9

Hemoglobin fetus dan dewasa memiliki rantai alfa (α) dan beta ( ) yang terdiri atas

HbA dan α2 2; rantai yang terdiri atas HbA2 dan α2 2; dan rantai yang terdiri dari HbF

dan α2 2.Padaembrio rantai mirip α disebut z bersama rantai menjadi Hb Portland (ζ2 2)

atau dengan rantai e menjadi Hb Gower (ζ2 2), sedangkan rantai a dan membentuk Hb

Gower 2 (α2 2).1

Pada Talasemia Beta, kelebihan rantai alfa mengendap pada membran sel eritrosit

dan merupakan prekursor yang menyebabkan penghancuran eritrosit yang hebat. Eritrosit

yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan penghancuran di

limpa dan oksidasi membran sel akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan

penumpukan besi pada eritrosit. Anemia pada Talasemia Beta terjadi akibat hancurnya

eritrosit dan umur eritrosit yang pendek. Penimbunan eritrosit yang hancur di limpa

mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa yang diikuti dengan terperangkapnya leukosit

dan trombositsehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.1,9,14,15

Beberapa gejala ini bisa hilang dengan transfusi yang dapat menekan eritropoesis

tetapi akan meningkatkan penimbunan besi. Dalam tubuh besi terikat oleh transferin dan

dalam perjalanan ke jaringan besi segera diikat molekul dengan berat rendah. Bila berjumlah

banyak dapat menyebabkan kerusakan sel. Pada penderita dengan kelebihan zat besi,

penimbunan besi dapat ditemukan pada semua jaringan dan sebagian besar di sel

retikuloendotelial yang relatif tidak merusak, miosit dan hepatosit yang bisa merusak.

(25)

Normalnya ikatan besi pada transferin mencegah terbentuknya radikal bebas. Pada

penderita dengan kelebihan besi, transferin menjadi tersaturasi penuh dan fraksi besi yang

tidak terikat transferin bisa terdeteksi di dalam plasma. Hal ini menyebabkan terbentuknya

radikal bebas dan meningkatnya jumlah besi di jantung, hati, dan kelenjar endokrin yang

menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi di organ-organ tersebut.1,5,9,15

Pada Talasemia Alfa, tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan

sel dan menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama

kelainan ini. Hal ini semakin berat karena HbH dan Bart’s adalah homotetramer yang tidak

mengalami perubahan allosterik yang diperlukan untuk transport oksigen.1,10,12

Pada bentuk homozigot (--/--), tidak ada rantai alfa yang diproduksi. Penderitanya

memiliki Hb Bart’s yang tinggi dengan Hb embrionik. Sebagian besar penderita lahir

meninggal dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Pada bentuk heterozigot terjadi

ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi penderita mampu bertahan. Kelainan ini ditandai

dengan adanya anemia hemolitik dengan adaptasi terhadap anemia yang tidak baik karena

HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.1,10,12

2.4. Gejala Klinis dan Diagnosis

Bayi dan anak yang menderita Talasemia menunjukkan gejala klinis pucat, gangguan

pertumbuhan dan perkembangan, penurunan nafsu makan, jaundice, dan pembesaran organ

(hati, limpa, jantung). Pada anak yang lebih besar, dapat juga ditemukan adanya pubertas

yang terlambat.1,9,11

Gejala klinis berbeda pada kelompok anak yang mendapat transfusi dengan yang

(26)

perkembangan anak biasanya normal, pembesaran limpa tidak ditemukan. Bila anak

mendapat terapi pengikat besi secara efektif, anak bisa mencapai pubertas dan terus

mencapai usia dewasa secara normal. Sebaliknya bila terapi pengikat besi tidak adekuat,

secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi pada akhir dekade pertama.1

Pada kelompok anak yang tidak mendapat transfusi adekuat, pertumbuhan dan

perkembangan sangat terlambat.1,3 Pembesaran limpa progresif sering memperburuk anemia

dan kadang diikuti trombositopenia. Biasanya penderita datang dengan kadar hemoglobin

berkisar 2 sampai 8 g/dL. Sering terjadi gangguan perdarahan akibat trombositopenia dan

kegagalan hati sebagai akibat penimbunan zat besi. Bila penderita bisa mencapai pubertas

akan terjadi komplikasi akibat penimbunan zat besi.1,9

Prognosis kelompok anak yang tidak mendapat transfusi yang adekuat sangat buruk.

Tanpa transfusi anak akan meninggal pada usia dua tahun.1,4 Bila berhasil mencapai

pubertas anak akan mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi sama halnya dengan

anak yang cukup mendapat transfusi tetapi kurang mendapatkan terapi pengikat besi.1

Secara radiologis ditemukan gambaran penipisan dan peningkatan trabekulasi

tulang-tulang panjang termasuk jari-jari, gambaran hair on end pada tulang tengkorak. Perluasan

sumsum tulang mengakibatkan deformitas tulang kepala disertai dengan zigoma yang

menonjol sehingga memberikan gambaran khas mongoloid.1,4,12

Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat ditemukan eritrosit yang hipokromik

dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang hipokromik, mikrosit,

fragmentosit, basophilic stippling dan eritrosit berinti, setelah splenektomi sel-sel ini akan

muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Pada hitung retikulosit hanya sedikit meningkat,

(27)

Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sistem eritroid dengan banyak

inklusi di prekursor eritrosit, dengan pewarnaan metil-violet akan lebih memperlihatkan

endapan globin.1

Kadar HbF selalu meningkat dan terbagi di antara eritrosit. Pada Talasemia Beta tidak

didapatkan HbA, hanya HbF dan HbA2. Pada Talasemia Alfa biasanya asimtomatis,

didapatkan anemia hipokromik ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna.

Hasil Hb elektroforesis normal dan anak hanya bisa didiagnosis dengan analisis DNA.1,4,5

2.5. Hubungan Talasemia dalam Mempengaruhi Kualitas Hidup

Pemberian transfusi darah yang teratur dapat mengurangi komplikasi yang terjadi akibat

anemia kronik, proses eritropoiesis yang tidak efektif, dapat membantu mengoptimalkan

pertumbuhan dan perkembangan anak, dan memperpanjang kelangsungan hidup anak.1,4,10

Transfusi darah diberikan pada anak dengan kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL.1,9

Pemberian transfusi darah bertujuan untuk mengatasi kondisi anemia kronik dan

mempertahankan kadar hemoglobin antara 9 sampai 10 g/dL.1,2,4,12

Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi

hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam jaringan tubuh akibat

penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat menyebabkan kerusakan

organ-organ tubuh seperti: hati, limpa, ginjal, jantung, tulang, dan pankreas.4,16,17Penyebab

kematian tersering akibat penimbunan zat besi adalah gagal jantung yang disebabkan oleh

kardiomiopati.18,19

Penelitian yang dilakukan di Indonesia melaporkan adanya penurunan fungsi sistolik

(28)

dengan penumpukan besi di jantung.18 Penelitian di Indonesia lainnya juga melaporkan

terjadinya penurunan fungsi paru secara signifikan pada kelompok anak Talasemia sebagai

akibat penumpukan besi. Setiap 500 mL darah yang ditransfusikan akan menyebabkan

sekitar 200 mg besi tersimpan dalam jaringan dan akan terus terakumulasi.20

Komplikasi lain yang terjadi adalah gangguan pertumbuhan, gangguan endokrin dan

infeksi virus Hepatitis B, C, dan HIV.3,10,21-23 Komplikasi tersebut terjadi akibat pemberian

transfusi yang tidak benar, deposit hemosiderin pada organ-organ yang berperan dalam

pertumbuhan atau karena tidak mendapat zat pengikat besi yang adekuat.1,3,22

Berbagai masalah dapat timbul setelah pemberian transfusi darah berulang, akibat

kondisi anemia kronik, maupun akibat penyakit Talasemianya sendiri.1,2 Gambaran umum

anak yang menderita Talasemia memperlihatkan gejala depresi, cemas, gangguan

psikososial, dan gangguan fungsi sekolah akibat penyakit yang dideritanya.2,6,24 Sementara

keluarga penderita, adanya anak yang menderita Talasemia Mayor merupakan beban yang

sangat berat dimana orang tua merasa sedih, kecewa, putus asa, stress, bahkan depresi.2,8

Keadaan anemia yang berat menyebabkan anak memiliki keterbatasan dalam

beraktivitas, keterampilan dan daya ingat, anak mudah merasa lelah dan sulit melakukan

kegiatan yang seharusnya mampu dilakukan anak sehat seusianya. Anak menjadi lebih

sensitif, mudah marah dan tersinggung, merasa putus asa, dan sedikit menarik diri dari

lingkungan sekitarnya. Rutinitas anak yang harus datang ke rumah sakit untuk mendapatkan

transfusi darah dan terapi pengikat besi seumur hidupnya merupakan penyebab mengapa

anak sering tidak hadir ke sekolah dan menyebabkan terjadinya gangguan fungsi

sekolah.1,2,6,24,25 Kondisi-kondisi ini merupakan keadaan serius yang dapat mempengaruhi

(29)

2.6. Penilaian Kualitas Hidup

Penyakit maupun efek terapi yang diberikan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang,

tidak hanya secara fisik melainkan fungsi sosial dan emosionalnya juga dapat terganggu.2

Menurut WHO dalam WHOQOL-100 (The World Health Organization Quality of Life

Assessment) tahun 2005, kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individual terhadap

posisinya di kehidupan dan hal ini berkaitan dengan budaya serta sistem norma dimana dia

hidup yang dihubungkan dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian yang dimiliki.7

Penilaian kualitas hidup merupakan konsep multidimensional yang menggambarkan

dampak dari penyakit dan terapi yang diberikan.2,7,26 Penilaian kualitas hidup juga

menggambarkan kemampuan individu dalam melakukan aktivitas fisik dan sosialisasi di

lingkungan sekitarnya serta dapat menerima kondisi penyakit yang diderita atau status

kesehatannya.27,28 Penilaian kualitas hidup mencakup beberapa aspek, yaitu: fungsi fisik,

psikologis (fungsi emosional dan kognitif), hubungan interpersonal dan fungsi sekolah.2,26

World Health Organization (WHO) mendefinisikan penilaian kualitas hidup anak yang

terus mengalami revisi dari tahun ke tahun, yakni: WHO tahun 1947 mendefinisikan penilaian

kualitas hidup meliputi tiga domain penilaian, yaitu: fungsi fisik, mental, dan sosial; WHO

tahun 1948 mendefinisikan penilaian kualitas hidup meliputi tiga domain penilaian, yaitu:

fungsi fisik, psikologi, dan kemampuan beraktivitas, yang kemudian menjadi empat domain

penilaian, yaitu: fungsi fisik, fungsional, psikologis, dan sosial; dan WHO tahun 2005

mendefinisikan penilaian kualitas hidup meliputi enam domain penilaian yaitu: fungsi fisik,

psikologis, tingkat kemandirian, sosial, lingkungan, agama/keyakinan.7,26,29

Penilaian kualitas hidup dilakukan pada anak yang menderita penyakit kronis seperti:

(30)

lainnya.2 Kualitas hidup seorang anak dapat dinilai dengan berbagai instrumen.30 Secara

umum ada dua macam instrumen penilaian kualitas hidup yaitu: umum (generic measures)

dan spesifik untuk penyakit tertentu (disease specifik measures). Masing-masing instrumen

mempunyai keuntungan dan kerugian.31 Pemilihan instrumen penilaian tergantung pada

subjek yang akan dinilai, keadaan khusus atau jenis penyakit kronis yang diderita, dan jenis

kuisioner yang akan digunakan.29 Selain itu, reliabilitas dan validitas suatu instrumen juga

menentukan kelayakan penilaian yang dilakukan.31

Pemilihan instrumen penilaian kualitas hidup dalam praktek klinis harus memenuhi

beberapa persyaratan, yaitu: instrumen penilaian harus singkat tetapi mempunyai reliabilitas

dan validitas yang baik dan dapat memberikan informasi yang berguna, harus dapat diisi oleh

anak dengan berbagai kelompok usia maupun diisi oleh orang tua, ada versi yang generic

maupun spesifik.31

Penilaian instrumen kualitas hidup dapat dilakukan oleh anak sendiri (self report)

maupun oleh orang tua/keluarga (proxy report). Penilaian paling ideal diisi oleh anak sendiri.

Meskipun demikian, hal ini sulit untuk dilakukan oleh anak yang terlalu muda, anak yang

mengalami masalah kognitif atau anak yang sedang menderita sakit berat. Pada

kondisi-kondisi seperti ini, pengisian dilakukan oleh orang tua/keluarga yang merupakan

satu-satunya sumber informasi.2,30,31

Salah satu instrumen yang direkomendasikan untuk menilai kualitas hidup yaitu:

kuisioner Pediatric Quality of Life Inventory (PedsQL).2 Alasannya adalah karena PedsQL

memenuhi persyaratan kelayakan instrumen yang akan digunakan untuk menilai kualitas

(31)

- Kuisioner PedsQL memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi dan telah dibuktikan pada

beberapa penelitian lain terhadap populasi anak yang menderita penyakit keganasan,

Diabetes dan penyakit jantung.31-36

- Kuisioner PedsQL tersedia dalam bentuk generic maupun spesifik untuk menilai penyakit

tertentu, misalnya:PedsQL modul Kanker, Asma, Diabetes, Rematik, penyakit jantung,

Cerebral Palsi, Epilepsi, dan Talasemia.2,31,34

- Kuisioner PedsQL bisa diisi oleh anak (self report) maupun proxy report dan tersedia untuk

berbagai kelompok usia: 2 sampai 4 tahun (proxy report), 5 sampai 7 tahun (self report

dan proxy report), 8 sampai 12 tahun (self report dan proxy report), dan 13 sampai 18

tahun (self report dan proxy report).2,6,31

- Adapun kelebihan lain dari PedsQL adalah kuisioner ini sudah diterjemahkankan dalam

beberapa versi bahasa yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaannya.31-34

Pengarang asli PedsQL ini bernama dr.James W.Varni, beliau telah memodifikasi dan

mengembangkan kuisioner sejak tahun 2001.31,37 Kuisioner ini terdiri dari beberapa versi

yaitu: PedsQL versi 1.0 sampai 4.0 yang melampirkan 23 pertanyaan dengan empat domain

penilaian yaitu: fungsi fisik, emosional, sosial, dan sekolah.2,6,36,37 Dari ke empat versi yang

dimiliki PedsQL, versi 4.0 merupakan instrumen penilaian generic.2,6,38

Fungsi fisik yang termasuk dalam domain penilaian meliputi kemampuan anak untuk

dapat mandiri dalam menjalani aktivitasnya. Fungsi emosional menilai kemampuan anak

dalam mengekspresikan rasa marah, sedih, maupun takut. Fungsi sosial menilai kemampuan

anak dalam melakukan interaksi dengan teman sebayanya dan kemampuan anak dalam

melakukan pergaulan di sekolahnya. Fungsi sekolah adalah kemampuan anak untuk

(32)

Dalam kuisioner PedsQL, penilaian kualitas hidup anak dengan penyakit kronis akan

dibandingkan dengan populasi anak yang sehat/normal sebagai kontrol.2,33,34 Adapun definisi

sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang meliputi: sehat fisik, mental, dan sosial

tanpa adanya penyakit apapun. Konsep sehat ini juga dihubungkan dengan kemampuan

anak dalam melakukan kegiatan fisk maupun sosial.7,30 Penilaian yang dilakukan meliputi:

penilaian yang dilakukan oleh anak sendiri (self report) maupun oleh orang tua (proxy

report).2,27,35,38

Pada saat pengisian kuisioner PedsQL, anak maupun orang tua diminta untuk

menentukan apakah anak mempunyai masalah dalam melakukan tiap-tiap kegiatan dan

mengalami gangguan emosional, sosial dan sekolah yang terlampir dalam kuisioner.

Masing-masing domain penilaian terdiri dari lima tingkatan penilaian terhadap pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan pada anak maupun orang tua, yaitu: angka nol (0) yang berarti tidak menjadi

masalah; satu (1) yang berarti hampir tidak menjadi masalah; dua (2) yang berarti

kadang-kadang menjadi masalah; tiga (3) yang berarti sering menjadi masalah; dan empat (4) yang

berarti hampir selalu menjadi masalah. Selanjutnya angka nol sampai dengan empat itu akan

dialihkan menjadi nilai 0 sampai 100 dengan perincian 0 = 100, 1 = 75, 2 = 50, 3 = 25 dan 4 =

0. Nilai-nilai tersebut akan dijumlahkan dan diambil nilai rata-ratanya. Hasil penilaian yang

menunjukkan anak yang mempunyai kualitas hidup yang rendah bila memiliki nilai rata-rata

yang lebih rendah dibandingkan dengan anak lainnya.32,35,38

2.7. Upaya Perbaikan Kualitas Hidup dan Pengendalian Talasemia

Penelitian yang dilakukan di Malaysia pada anak yang menderita Talasemia yang

(33)

Talasemia memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal

dimana anak yang menderita Talasemia tersebut mengalami gangguan fungsi fisik,

emosional, sosial, dan sekolah.2

Kondisi ini harus segera ditindaklanjuti dengan menerapkan tindakan yang

mendukung perbaikan kualitas hidup anak seperti: dukungan psikososial, konseling,

dukungan sekolah, dukungan psikologi dan intervensi medis yang dapat memperbaiki

kelangsungan hidup penderita dan mengurangi risiko serta mengontrol komplikasi yang akan

terjadi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.1,2,6,7,16 Penelitian yang dilakukan di

Thailand juga melaporkan bahwa dibutuhkan tindakan yang mendukung perbaikan kualitas

hidup pada anak yang menderita Talasemia berupa dukungan psikososial, psikologi,

sekolah, dan konseling.6

Dukungan psikososial dan program konseling bertujuan membantu anak untuk

menceritakan dan menerima kondisi penyakit yang dideritanya, membiasakan diri

menjalani kehidupan normal seperti anak-anak lainnya, mampu mengontrol gangguan

emosional, dan mau bergabung dengan anak-anak lain sesama penderita Talasemia.

Dukungan pihak sekolah, keluarga, dan dokter yang menangani juga dapat membantu

mengurangi masalah yang dihadapi anak penderita Talasemia.2,6,7,16,29

Adapun intervensi medis yang diberikan adalah berupa tindakan pengontrolan besi di

dalam tubuh anak penderita Talasemia yang rutin mendapatkan transfusi darah yaitu

pemberian terapi pengikat besi.1,2,6,16 Terapi pengikat besi yang diberikan adalah

deferoksamin. Deferoksamin dapat mengurangi penumpukan besi di hati, jantung, dan

memperbaiki fibrosis hati.1,15,21 Dosis deferoksamin tidak melebihi 40 sampai 50 mg/kg/hari

(34)

Penentuan dimulainya terapi pengikat besi berdasarkan hasil konsentrasi serum

ferritin setelah pemberian transfusi yang teratur.1,4,10 Pemeriksaan biopsi hati dengan

ultrasonografi juga direkomendasikan pada semua anak yang menderita Talasemia untuk

mengetahui konsentrasi besi di hati setelah transfusi rutin selama satu tahun.1 Anak yang

mendapat terapi deferoksamin dilaporkan mengalami efek samping berupa neutropenia,

sesak nafas, sakit kepala dan pusing.16 Deferoksamin efektif diberikan melalui infus selama

24 jam dan selanjutnya selama 12 jam.1 Semua hal tersebut merupakan upaya yang dapat

dilakukan untuk memperbaiki kualitas hidup anak penderita Talasemia.2,6,7,29

WHO telah mencantumkan program penanganan dan tindakan pengendalian

penderita Talasemia di negara-negara berkembang berupa skrining Talasemia pada populasi

penderita, konseling genetik, dan diagnosis prenatal. Konseling genetik ditujukan pada

pasangan pranikah yang berada pada populasi atau etnik yang berpotensi tinggi menderita

Talasemia, atau mereka yang mempunyai kerabat dekat penderita Talasemia. Kepada

pasangan pranikah tersebut dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan indeks hematologis

terlebih dahulu sebelum menikah untuk memastikan apakah mereka mengalami cacat

genetik Talasemia.1,4,39

Konseling genetik juga ditujukan pada pasangan yang telah mempunyai anak

penderita Talasemia sebelumnya. Kepada mereka perlu disampaikan bahwa telah ada

teknologi yang dapat membantu mengetahui kondisi janin yang dikandung menderita

Talasemia atau tidak pada awal kehamilan atau yang dikenal dengan diagnosis

prenatal.1,4,39

Keberhasilan program konseling genetik sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

(35)

berprevalensi tinggi Talasemia, seperti: Cyprus, Italia, dan Sisilia, program konseling genetik

dan diagnosis prenatal dapat menurunkan insidensi penderita Talasemia sampai 80% dalam

(36)

2.8. Kerangka Konseptual

Gangguan sintesis hemoglobin

Pengurangan rantai alfa atau rantai beta

Talasemia Alfa

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

KOMPLIKASI

TALASEMIA

Absorbsi besi di usus >>

KUALITAS HIDUP (PedsQL versi 4) :

- Fungsi fisik

- Fungsi emosional

- Fungsi sosial

Transfusi darah rutin Eritrosit pecah Talasemia Beta Mayor, Minor, Intermedia Penimbunan besi Gangguan endokrin Gangguan tumbuh kembang Hati, limpa, ginjal, jantung, paru, tulang,

(37)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menilai perbedaan kualitas hidup anak

penderita Talasemia dibanding saudara penderita Talasemia yang normal.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan terhadap anak penderita Talasemia yang di rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan dan anak penderita Talasemia yang terdaftar sebagai anggota POPTI (Perhimpunan Orangtua Penderita Talasemia Indonesia) cabang Sumatera Utara yang rutin melakukan perkumpulan setiap 2 bulan sekali secara bergiliran di rumah - rumah orangtua penderita Talasemia. Jumlah anggota POPTI yang terdaftar saat ini kurang lebih 70 kepala keluarga yang memiliki anak penderita Talasemia dengan berbagai usia mulai dari 3 tahun sampai 28 tahun dan berasal dari Medan maupun luar Medan (Aceh, Pangkalan Susu, Besitang, Stabat, Binjai, Pancur Batu, Lubuk Pakam, Lima Puluh, Kisaran, Siantar, Padang Sidempuan).

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan dari bulan Mei sampai Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

(38)

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 populasi independen,yaitu: 40

n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zß √P1Q1 + P2Q2)2

(P1 – P2)2

n = jumlah subjek

 = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95%

Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96

 = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80%

Zß = 0,842

P1 = prevalensi kelompok anak penderita Talasemia = 50% = 0,5 1,9

P2 = insidens efek pada kelompok tanpa faktor risiko = 75% = 0,75

Q1 = 1 - P1 = 1 – 0,5 = 0,5

Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,75= 0,25

P = ½ (P1+P2) = 0,625

Q = 1 – P = 0,375

Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 57orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak usia 5 sampai 18 tahun yang menderita semua jenis Talasemia dan saudara penderita Talasemia yang normal

(39)

3. Usia pertama kali mendapat transfusi < 4 tahun 4. Nilai hemoglobin < 7 g/dL

5. Orangtua dan anak bersedia mengisi informed consent dan kuisioner yang diberikan.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak menderita gangguan fungsi kognitif yang menimbulkan keterbatasan kemampuan dalam penelitian ini

2. Anak menderita gangguan psikotik 3. Anak dengan penyakit keganasan.

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian telah diminta persetujuan dari orangtua setelah diberikan penjelasan terlebih dahulu.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja

1. Subjek penelitian merupakan pasien anak penderita Talasemia yang rutin datang ke Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan untuk mendapatkan transfusi rutin dan anak penderita Talasemia yang terdaftar sebagai anggota POPTI

2. Pengambilan subjek penelitian dilakukan terhadap anak penderita semua jenis Talasemia dan saudaranya yang normal

(40)

4. Orangtua dan anak diberikan penjelasan dan informed consent yang menyatakan setuju mengikuti penelitian ini

5. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuisioner

6. Anak yang memenuhi kriteria inklusi dan mendapat persetujuan

orangtua dimasukkan dalam penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok, yakni: anak yang menderita semua jenis Talasemia dimasukkan sebagai kelompok kasus, sedangkan saudara penderita Talasemia yang normal dimasukkan sebagai kelompok kontrol

7. Dilakukan pengukuran antropometri yang terdiri dari pengukuran berat badan dan tinggi badan anak. Pengukuran berat badan dalam satuan kilogram, diukur menggunakan timbangan merek camry buatan Cina dengan skala pengukuran hingga 100 kilogram. Pengukuran tinggi badan

dalam satuan centimeter, diukur menggunakan microtoise merek Kenko yang digantungkan pada dinding dengan batas pengukuran maksimal 200 centimeter

8. Kemudian dilakukan penilaian status nutrisi anak dengan memplot hasil pembagian berat badan dengan tinggi badan anak pada lembaran CDC (Centers for Disease Control and Prevention). Dikatakan memiliki status gizi berlebih bila BB/TB 110% sampai 120%, status gizi normal bila BB/TB 90% sampai110%, status gizi kurang ringan bila BB/TB 80% sampai 90%, status gizi kurang sedang bila BB/TB 70% sampai 80%, dan status gizi kurang berat bila BB/TB < 70% 9. Masing-masing anak dan orangtua diberi kuisioner PedsQL versi 4.0 yang berisikan beberapa

pertanyaan penilaian kualitas hidup anak. Sebelum lembaran kuisioner diisi, diberikan penjelasan terlebih dahulu kepada orangtua dan anak mengenai cara pengisian dan maksud dari setiap pertanyaan yang tertera dalam kuisioner

(41)

11. Lembaran kuisioner yang sudah lengkap akan disusun kembali dan disesuaikan usia dan jenis kelamin anak

12. Dilakukan penghitungan berupa penjumlahan dan nilai rata-rata untuk setiap domain dan penjumlahan total seluruh domain dan nilai rata-ratanya. Berdasarkan hasil penghitungan, dilakukan penilaian kualitas hidup anak pada kelompok kasus dan control

13. Data yang diperoleh dimasukkan dalam tabel, kemudian dianalisis lebih lanjut

14. Anak dengan hasil penilaian kuisioner PedsQL versi 4.0 yang menunjukkan memiliki gangguan kualitas hidup yang signifikan saat ini sedang dalam pengawasan seorang psikologi anak.

3.9. Alur Penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Anak penderita Talasemia

Saudara penderita Talasemia yang normal

Penilaian kualitas hidup dengan PedsQL versi 4.0

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

(42)

Tidak

Variabel tergantung Skala

Kualitas hidup Numerik

3.11. Definisi Operasional

1. Talasemia adalah penyakit kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan, terjadi akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.

2. Talasemia Alfa adalah Talasemia yang terjadi akibat pengurangan sintesis rantai alfa. 3. Talasemia Beta adalah Talasemia yang terjadi akibat pengurangan sintesis rantai beta. 4. Talasemia Mayor (homozigot) adalah Talasemia yang diturunkan dari kedua orangtua yang

menderita Talasemia kepada anaknya. Biasanya menunjukkan keadaan yang lebih berat. 5. Talasemia Minor (heterozigot) adalah Talasemia yang diturunkan salah satu orangtua yang

menderita Talasemia kepada anaknya. Talasemia ini bersifat asimptomatis.

6. Talasemia Intermedia adalah Talasemia dengan tingkat keparahan lebih ringan dibanding Talasemia Mayor tetapi lebih berat dibanding Talasemia Minor.41

7. Kualitas hidup adalah persepsi individual terhadap posisinya di kehidupan dan hal ini berkaitan dengan budaya serta sistem norma dimana dia hidup yang dihubungkan dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian yang dimiliki.

8. Penilaian kualitas hidup adalah konsep multidimensional yang menggambarkan dampak dari penyakit dan terapi yang diberikan, kemampuan individu dalam melakukan aktivitas fisik dan sosialisasi di lingkungan sekitarnya serta dapat menerima kondisi penyakit yang diderita atau status kesehatannya.

(43)

10. Instrumen penilaian kualitas hidup spesifik (disease specifik measures) adalah instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup anak pada kondisi tertentu.

11. Reliabilitas adalah patokan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.

12. Validitas adalah patokan sejauh mana suatu alat pengukur mengukur apa yang ingin diukur.

13. Self report adalah hasil penilaian yang diperolah dari jawaban anak yang dinilai.

14. Proxy report adalah hasil penilaian yang diperoleh dari orang lain yang mengetahui keadaan

anak yang dinilai, yaitu: orangtua.

15. Kuisioner PedsQL merupakan instrument penilaian yang dipakai dalam penelitian ini yang mencakup empat domain penilaian, yaitu : fungsi fisik, emosional, sosial, dan sekolah. Masing-masing domain terdiri dari beberapa pertanyaan dengan lima tingkatan penilaian terhadap masalah yang dihadapi anak. Lima tingkatan tersebut dinilai dengan menggunakan angka nol (0) yang berarti tidak menjadi masalah sampai dengan empat (4) yang berarti hampir selalu menjadi masalah. Selanjutnya angka nol (0) sampai dengan empat (4) itu akan dialihkan menjadi nilai nol (0) sampai 100 dengan perincian 0 = 100, 1 = 75, 2 = 50, 3 = 25 dan 4 = 0. Selanjutnya nilai tersebut akan dijumlahkan dan diambil nilai rata-ratanya. Hasil penilaian yang menunjukkan anak yang mempunyai kualitas hidup yang rendah bila memiliki nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan dengan anak lainnya.

16. Fungsi fisik adalah kemampuan anak untuk dapat bertindak mandiri dalam menjalani aktivitasnya dan bermobilisasi.

17. Fungsi emosional adalah kemampuan anak untuk mengekspresikan rasa marah, sedih, takut dan khawatir akan penyakit yang dideritanya.

(44)

19. Fungsi sekolah adalah kemampuan anak untuk memusatkan perhatian dan mengerjakan tugas di sekolah.

20. Saudara penderita Talasemia yang normal adalah kelompok anak yang merupakan semua saudara kandung penderita Talasemia tetapi tidak menderita Talasemia yang secara klinis di anggap normal dengan usia dan jenis kelamin yang sama dengan kelompok anak penderita Talasemia.

21. Orangtua yang mengisi kuisioner merupakan orangtua yang paling mengetahui dan memahami kondisi anak maupun penyakitnya dan yang rutin membawakan anaknya berobat ke rumah sakit (ayah atau ibu).

22. Gangguan psikotik merupakan gangguan mental dimana selama perjalanan penyakitnya semua orang dengan gangguan ini mengalami gangguan tes realitas yang jelas. Penderita secara tidak tepat menilai keakuratan persepsi dan pikirannya dan membuat kesimpulan yang salah tentang kenyataan luar. Bukti langsung dari perilaku psikotik ini adalah adanya waham atau halusinasi. Berdasarkan DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat), yang termasuk dalam gangguan psikotik adalah gangguan perkembangan pervasif, Skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan skizoafektif, gangguan delusional, gangguan psikotik singkat, gangguan psikotik bersama, gangguan psikotik akibat zat, dan gangguan psikotik yang tidak ditentukan.42

3.12. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis, dan disajikan dengan menggunakan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) Versi 14.0, dan Microsoft Excel tahun 2007 dengan

(45)
(46)

BAB 4. HASIL

Sampel diperoleh dari anak penderita Talasemia yang di rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan dan anak penderita Talasemia yang terdaftar sebagai anggota POPTI (Perhimpunan Orang tua Penderita Talasemia) cabang Sumatera Utara serta saudara penderita Talasemia yang normal. Diperoleh sampel 136 anak yang terdiri dari 68 anak penderita Talasemia dan 68 anak yang merupakan saudara penderita Talasemia yang normal.

(47)
[image:47.612.34.506.89.482.2]

136 anak penderita Talasemia dan saudaranya yang normal

Gambar 4.1. Profil penelitian

Rata-rata usia kedua kelompok responden adalah 10.5 tahun dengan responden yang terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu 40 anak (67.8%) pada masing-masing kelompok. Status gizi kedua kelompok responden adalah normal, dengan tingkat pendidikan terbanyak SD. Tingkat pendidikan orang tua kedua kelompok responden yang terbanyak adalah SMA dengan pekerjaan orang tua terbanyak sebagai wiraswasta (Tabel 4.1)

18 anak dieksklusikan : 4 anak berusia < 5 tahun 5 anak berusia > 18 tahun

2 anak menderita keterbelakangan 118 anak yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi

Mengisi kuisioner penilaian kualitas hidup (PedsQL versi 4.0) N=118

Anak penderita Talasemia (n=59)

(48)
[image:48.612.61.497.118.613.2]

Tabel 4.1 Karakteristik demografi sampel penelitian Karakteristik Kelompok kasus (Anak Talasemia) (n=59) Kelompok kontrol (Saudara normal) (n=59)

Usia (tahun), mean (SD) 10.56 (3.14) 10.56 (3.14)

Jenis kelamin, n (%)

- Laki-laki 40 (67.8) 40 (67.8)

- Perempuan 19 (32.2) 19 (32.2)

Berat badan (kg), mean (SD) 27.88 (9.10) 29.32 (9.96) Tinggi badan (cm), mean (SD) 131.37 (15.36) 133.75 (16.32) Status gizi, n (%)

‐ Gizi kurang sedang 1 (1.7) 0

‐ Gizi kurang ringan 8 (13.6) 9 (15.3)

‐ Normal 50 (84.7) 49 (83.0)

‐ Gizi lebih 0 1 (1.7)

Tingkat pendidikan anak, n (%)

‐ Tidak sekolah 6 (10.2) 0

‐ TK 11 (18.6) 11 (18.6)

‐ SD 29 (49.2) 32 (54.2)

‐ SMP 8 (13.6) 11 (18.6)

‐ SMA 5 (8.5) 5 (8.5)

Tingkat pendidikan orang tua, n (%)

‐ SD 12 (20.3) 16 (27.1)

‐ SMP 4 (6.8) 6 (10.2)

‐ SMA 35 (59.3) 30 (50.8)

‐ D3 2 (3.4) 2 (3.4)

‐ S1 6 (10.2) 5 (8.5)

Pekerjaan orang tua, n (%)

‐ PNS 12 (20.3) 12 (20.3)

‐ Wiraswasta 47 (79.7) 47 (79.7)

Imunisasi hepatitis B, n (%)

‐ Tidak pernah 4 (6.8) 1 (1.7)

‐ 1 kali 2 (3.4) 4 (6.8)

‐ 2 kali 14 (23.7) 8 (13.6)

(49)
[image:49.612.63.463.145.668.2]

Tabel 4.2. Data hematologi anak penderita Talasemia

Karakteristik Kelompok kasus

(Anak Talasemia) Usia pertama kali pucat, n (%)

‐ 0 ‐ ≤ 2 tahun

Usia pertama kali terdiagnosis Talasemia, n (%) ‐ ≤ 2 tahun

‐ > 2 tahun

Orang tua sebagai carrier, n (%) ‐ Tidak tahu

‐ 1 carrier

‐ 2 carrier

Tipe Talasemia, n (%) ‐ Beta Mayor ‐ Beta Minor

Usia pertama kali anak di transfusi, n (%) ‐ Tidak mendapat transfusi

‐ ≤ 2 tahun ‐ 3 tahun

Jumlah kantong darah yang ditransfusi / bulan, n (%) ‐ 0

‐ ≤ 2 kantong ‐ 3 kantong ‐ 4 kantong ‐ 5 kantong Rutin transfusi, n (%)

‐ Tidak ‐ Ya

Kadar Hb setiap kunjungan ke RS, n (%) ‐ Tidak diperiksa

‐ ≤ 4 g/dL ‐ 5 g/dL ‐ 6 g/dL Nilai ferritin, n (%)

‐ Tidak diperiksa ‐ < 1000 µg/L ‐ > 1000 µg/L ‐ > 2000 µg/L

Terapi pengikat besi, n (%) ‐ Tidak

‐ Ya

(50)

Tabel 4.2. menunjukkan data hematologi anak penderita Talasemia, dimana usia tersering munculnya keluhan pucat yakni pada usia ≤ 2 tahun (96.6%), usia terdiagnosis Talasemia terbanyak adalah > 2 tahun (52.5%) dengan jenis Talasemia terbanyak adalah Talasemia Beta Mayor (96.6%). Usia anak pertama kali mendapat transfusi darah secara keseluruhan pada usia < 4 tahun dengan kadar hemoglobin anak < 7 g/dL. Semua hal ini merupakan data yang mendukung pemilihan sampel dan sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Data lain menunjukkan sebanyak 30.5% kedua orang tua (ayah dan ibu) bersifat carrier berdasarkan hasil pemeriksaan Hb elektroforesis, 10.2% orang tua yang hanya salah satunya saja yang bersifat carrier, dan sebanyak 59.3% orang tua yang tidak mengetahui apakah mereka bersifat carrier atau tidak karena belum dilakukan pemeriksaan Hb elektroforesis. Sebanyak 91.5% anak rutin

[image:50.612.44.507.453.608.2]

mendapatkan transfusi darah setiap bulannya dengan jumlah darah tersering yang ditransfusikan sebanyak 3 kantong (49.2%) dan 78% anak sudah mendapatkan terapi pengikat besi secara rutin.

Tabel 4.3. Perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dengan saudara penderita Talasemia yang normal

Kelompok kasus Kelompok kontrol Anak Talasemia

(n=59)

Saudara normal (n=59) Kualita hidup

rerata (SD) rerata (SD)

IK 95% P

Fungsi Fisik 53.1 (9.49) 71.5 (7.23) -21.41 ; -15.26 0.0001 Fungsi Emosional 50.9 (13.96) 62.9 (11.75) -16.82 ; -7.41 0.0001 Fungsi Sosial 62.5 (10.92) 72.8 (6.25) -13.50 ; -7.01 0.0001 Fungsi Sekolah 36.2 (10.06) 56.0 (6.75) -22.95 ; -16.71 0.0001 Total Nilai 50.9 (7.55) 66.1 (4.35) -18.20 ; -13.12 0.0001

(51)
[image:51.612.70.456.226.473.2]

banding 72.8 (IK 95% -13.50;-7.01, P 0.0001), fungsi sekolah 36.2 banding 56.0 (IK 95% -22.95;-16.71, P 0.0001), dan total nilai 50.9 banding 66.1(IK 95% -18.20;-13.12, P 0.0001). Dari keempat domain yang dinilai, fungsi sekolah menunjukkan nilai rata-rata terendah dan hal ini menyimpulkan bahwa fungsi sekolah merupakan fungsi yang paling terganggu pada anak penderita Talasemia (Tabel 4.3).

Gambar 4.2. Grafik perbedaan kuallitas hidup anak penderita Talasemia dan saudara penderita Talasemia yang normal

(52)

BAB 5. PEMBAHASAN

Talasemia merupakan masalah kesehatan dunia terutama di negara-negara berkembang

dengan angka kejadian yang tinggi serta berbagai akibat yang ditimbulkannya.1,4 Dampak

dari penyakit yang diderita maupun efek terapi yang diberikan dapat mempengaruhi kualitas

hidup penderita sendiri maupun anggota keluarganya sehingga perlu dilakukan penilaian

kualitas hidup terhadap kedua kelompok tersebut.2,8

Studi ini melakukan penilaian kualitas hidup anak yang menderita semua jenis

Talasemia kemudian membandingkannya dengan saudaranya yang normal mewakili

anggota keluarga untuk melihat sejauh mana penyakit Talasemia dan efek terapi yang

diberikan mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun anggota keluarganya.

Talasemia merupakan penyakit kronis yang menunjukkan gejala klinis yang serius,

penelitian yang dilakukan di Thailand menetapkan beberapa klasifikasi untuk menentukan

kondisi yang berat terhadap penderita Talasemia yang meliputi: usia anak saat pertama kali

menderita anemia/pucat kurang dari 2 tahun, usia anak saat pertama kali mendapat transfusi

darah kurang dari 4 tahun, nilai hemoglobin sebelum mendapat transfusi kurang dari 7 g/dL,

dan anak menderita Talasemia Beta Mayor.6

Pada studi ini, data hematologi yang diperoleh menunjukkan hasil yang sesuai dengan

klasifikasi kondisi yang berat pada sampel studi yang dinilai dimana terdapat 57 anak

(96.6%) penderita Talasemia Beta Mayor yang menunjukkan keadaan pucat/anemia saat

berusia kurang dari 2 tahun dengan nilai hemoglobin kurang dari 7 g/dL sebelum mendapat

transfusi darah dan usia pertama kali anak mendapat transfusi darah kurang dari 4 tahun.

(53)

pada usia lebih dari 2 tahun (52.5%) walaupun sudah menunjukkan gejala pucat saat berusia

kurang dari 2 tahun.

Talasemia merupakan penyakit yang dapat dicegah, penderita Talasemia Mayor dapat

dicegah dengan menghindari pernikahan kedua orangtua yang bersifat sebagai carrier atau

melakukan diagnosis prenatal terhadap ibu yang berisiko. Dikatakan bahwa dari pernikahan

kedua orang tua yang bersifat sebagai carrier mempunyai kemungkinan akan melahirkan

25% anak penderita Talasemia, 50% anak bersifar sebagai carrier yang mempunyai

kemungkinan menurunkan penyakit Talasemia jika menikah dengan pasangan yang bersifar

sebagai carrier juga, dan sebanyak 25% anak sehat (tidak menderita Talasemia atau bersifar

sebagai carrier).4,39

Studi ini mendapatkan data orangtua dari anak yang menderita semua jenis

Talasemia, dimana didapati hasil sebanyak 30.5% kedua orangtua bersifat sebagai carrier,

10.2% orangtua yang hanya salah satunya saja yang bersifat sebagai carrier, dan 59.3%

orang tua yang tidak mengetahui apakah mereka bersifat sebagai carrier atau tidak karena

belum dilakukannya pemeriksaan Hb elektroforesis. World Health Organization

menganjurkan pemeriksaan kromatografi atau analisa hemoglobin terhadap pasangan

berisiko tinggi atau orangtua dari anak penderita Talasemia untuk menilai apakah bersifat

carrier, namun pemeriksaan ini belum tersedia di sentra kita sehingga Hb elektroforesis yang

digunakan untuk menilai carrier pada orangtua dari sampel penelitian ini.

Data tersebut mendukung teori yang menyatakan persentase kemungkinan kelahiran

anak dari pasangan orangtua yang bersifat sebagai carrier. Terlihat bahwa sebanyak 96.6%

anak yang dinilai dalam studi ini menderita Talasemia Mayor yang artinya Talasemia yang

(54)

jenis lain dari Talasemia dalam jumlah yang kecil, dan anak sehat yang tidak menderita

Talasemia maupun bersifat sebagai carrier yang menjadi kelompok kontrol dalam studi ini.

Dalam penatalaksanaannya, pemberian transfusi darah merah yang teratur dikatakan

dapat mengurangi komplikasi yang terjadi. Keputusan untuk memulai pemberian transfusi

berdasarkan kadar hemoglobin yakni di bawah 6 g/dL.1,4,9,10 Pada studi ini dapat dilihat

bahwa hampir seluruh sampel yang dinilai mendapatkan transfusi secara rutin setiap

bulannya (91.5%) dengan jumlah darah yang ditransfusikan bervariasi tergantung kepada

kadar hemoglobin saat kunjungan ke rumah sakit. Didapati hasil jumlah darah yang tersering

diberikan saat anak datang ke rumah sakit adalah sebanyak 3 kantong (49.2%) dengan

kadar hemoglobin anak tersering setiap kunjungan ke rumah sakit adalah 6 g/dL (71.2%).

Pemberian transfusi darah yang rutin akan menyebabkan penumpukan besi di

berbagai organ di dalam tubuh yang dapat merusak maupun mengganggu fungsi organ

tersebut.4,16 Salah satu komplikasi lain yang terjadi akibat penumpukan besi ini adalah

gangguan pertumbuhan.3,22,43 Masalah penting yang berhubungan dengan gangguan

pertumbuhan ini adalah status gizi anak yang kurang. Keadaan ini juga disebabkan oleh

asupan nutrisi yang kurang dan adanya gangguan penyerapan usus.44 Adapun hipotesis lain

yang menerangkan kondisi ini yaitu, anak yang menderita Talasemia memiliki indeks massa

tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan anak seusianya, asupan kalsium dan aktivitas

fisik sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, dan lemak tubuh yang kurang.43

Pada studi ini, sebagian besar sampel yang dinilai menunjukkan status gizi yang

normal (84.7%). Namun, kondisi ini tidak menunjukkan gambaran gizi normal yang setara

dengan status gizi normal pada anak sehat. Hal ini disebabkan karena status gizi yang

(55)

yang tidak sesuai dengan anak seusianya. Sehingga hasil yang diperoleh sebenarnya tidak

normal untuk anak seusianya.

Penumpukan besi tersebut merupakan konsekuensi dari proses eritropoiesis yang

tidak efektif dan penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna.17 Dalam 500 mL darah

yang ditransfusikan mengandung sekitar 250 mg besi yang akan bersirkulasi di dalam tubuh,

sementara tubuh tidak mampu mengeluarkan besi melebihi 1 mg/hari.17,20 Untuk mengontrol

besi tersebut dibutuhkan terapi pengikat besi (chelating agen) yang efektif pada penderita

yang rutin mendapatkan transfusi.1,2,6,16 Deferoksamin merupakan regimen pengikat besi

yang digunakan sebagai chelating agen.1,2,16

Pendekatan praktis yang digunakan untuk menentukan waktu yang tepat memulai

terapi pengikat besi ini adalah dengan menentukan konsentrasi serum ferritin, besi, dan TIBC

setelah pemberian transfusi yang teratur, dikatakan bahwa bila nilai serum ferritin yang

melebihi 1000 µg/L atau setelah mendapat transfusi 10 sampai 12 kali merupakan kondisi

awal untuk memulai pemberian terapi pengikat besi.1,4,10,17 Studi yang dilakukan di Pakistan

menunjukkan terjadinya komplikasi penumpukan besi di jantung bila nilai serum ferritin

melebihi 2500 µg/L.17

Pada studi ini sebagian besar sampel sudah mendapat terapi pengikat besi secara

rutin yang diberikan setelah transfusi selesai (78%) dengan evaluasi terhadap nilai serum

ferritin yang dilakukan setiap 3 bulan sekali dan didapati hasil bahwa sebanyak 10.2%

sampel menunjukkan nilai serum ferritin lebih dari 1000 µg/L dan 67.8% sampel

(56)

mendapat terapi pengikat besi karena nilai serum ferritin yang masih kurang dari 1000 µg/L

atau karena belum pernah diperiksakan sama sekali.

Studi mengenai kualitas hidup anak yang menderita penyakit kronis seperti Talasemia

ini sangat terbatas dan penting untuk dilakukan.2 Studi pertama dilakukan di Malaysia pada

tahun 2005 selanjutnya di Thailand pada tahun 2010 yang melakukan penilaian kualitas

hidup terhadap anak penderita Talasemia dengan menggunakan instrumen penilaian

PedsQL versi 4.0 dan membandingkannya dengan anak sehat sebagai kelompok kontrol.2,6

Studi yang dilakukan di Catania, Italia, melaporkan bahwa kualitas hidup anak yang

menderita Talasemia secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok

kontrol.39

Dampak penyakit Talasemia terhadap kualitas hidup anak melibatkan penurunan

fungsi fisik, sosial, emosional dan juga sekolahnya. Studi yang dilakukan di Malaysia

melaporkan bahwa fungsi sekolah menunjukkan penilaian kualitas hidup yang paling

terganggu dengan derajat yang paling rendah dibandingkan dengan fungsi lainnya. Hal ini

disebabkan karena seringnya anak tidak hadir ke sekolah karena harus rutin datang ke

rumah sakit untuk mendapatkan transfusi darah dan terapi pengikat besi.2,6

Studi kami melakukan penilaian kualitas hidup anak yang menderita Talasemia

kemudian m

Gambar

Gambar 4.1. Profil penelitian
Tabel 4.1 Karakteristik demografi sampel penelitian
Tabel 4.2. Data hematologi anak penderita Talasemia
Tabel 4.3. Perbedaan kualitas hidup anak penderita Talasemia dengan saudara penderita Talasemia
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sekolah Siaga Bencana (SSB) ingin membangun kemampuan seluruh warga sekolah, baik individu maupun warga sekolah secara kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat dan tepat

Pelaksanaan Program Kesehatan Jiwa di wilayah kerja UPTD Puskesmas Jagasatru pada tahun 2011-2012 belum maksimal, untuk cakupan penemuan kasus/deteksi dini gangguan kesehatan

Dari hasil uji coba yang dilakukan kepada beberapa user diketahui bahwa dengan adanya buku manual XMLFOX EDITOR sangat membantu user dalam mempelajari dan memahami mengenai XML

Pertama kali dimulai dari merencanakan target sekolah, mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan cara mengunjungi sekolah yang dimaksud, kemudian dianalisis dan dibuat rancangan

[r]

Untuk seluruh keluarga besar UKM Tari mulai periode 2012 hingga 2016 terima kasih telah menjadi keluarga kedua saya, telah bekerja sama, membangun relasi,

Dalam kehidupan organisasi yang berorientasi pada masa depan, usaha penyelenggaraan organisasi atau perusahaan perlu ditangani secara profesional, dalam arti bahwa

Pada pembagian bentuk aljabar, jika pembagi merupakan suku satu maka hasil pembagian dapat ditentukan dengan cara seperti pembagian pada bilangan bulat, tetapi jika pembagi lebih