• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan data dengan urutan sebagai berikut:

a. Filter

Yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Terlebih dahulu peneliti mengidentifikasi pertanyaan kuesioner SDKI 2012 yang dianggap berkaitan dengan perilaku seksual remaja dan faktor-faktor yang

berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. b. Pembersihan Data (Data Cleaning)

Pembersihan data perlu dilakukan untuk membersihkan data dari kesalahan yang mungkin terjadi. Dalam pembersihan data biasanya dilakukan pegecekan ulang dengan melihat distribusi frekuensi variabel dan menilai kelogisan serta konsistensinya, mengetahui variasi data dan untuk mengetahui adanya data yang missing/hilang.

c. Rescoring

Setelah cleaning data maka dilakukan rescoring atau scoring ulang pada data yang telah dipilih untuk digunakan dan sudah dijumlahkan menurut variabel yang ditentukan. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui skor maksimal suatu variabel untuk selanjutkan akan dikategorisasi dengan cara recoding.

d. Transformasi Data/Recoding

Setelah dilakukan rescoring, maka dilakukan transformasi data berupa pengkodean ulang/recoding terhadap variabel sesuai dengan kebutuhan peneliti. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi data yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian.

4.7Analisis Data

4.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik data setiap variabel yang diteliti. Penyajian data univariat berupa distribusi frekuensi masing-masing variabel penelitian yang meliputi variabel

tinggal, pendidikan, pengethuan, sikap, peran orang tua, peran sekolah dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi, dan pengalaman pacaran) tersebut.

4.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen. Analisis bivariat dalam penelitian ini dengan uji Chi Square dengan melihat hubungan antara variabel kategorik independent dan variabel kategorik dependent dengan derajat kepercayaan (α)=5%.

52

BAB V

HASIL

5.1Analisis Univariat

Tabel 5.1

Gambaran Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tahun 2012

Variabel Frekuensi (n) Presentase (%)

Perilaku Seksual

Berisiko IMS 1356 14.8

Tidak Berisiko IMS 7804 85.2

Jumlah 9160 100.0 Umur Remaja Akhir 4938 53.9 Remaja Awal 4222 46.1 Total 9160 100.0 Tempat Tinggal Rural 3972 43.4 Urban 5188 56.6 Total 9160 100.0 Pendidikan Tinggi 5964 65.1 Rendah 3150 34.4 Total 9114 99.5 Missing 46 0.5 Pengetahuan Kurang 6253 68.3 Baik 2907 31.7 Jumlah 9160 100.0 Sikap Negatif 5209 56.9 Positif 3951 43.1 Jumlah 9160 100.0 PeranSekolah Tidak Berperan 4787 52.3 Berperan 4373 47.7 Jumlah 9160 100.0 Pengaruh Teman Sebaya Ada Pengaruh 2525 27.6

Tidak ada Pengaruh 6635 72.4

tidak berisiko IMS yakni 85.2 %. diketahui bahwa lebih dari separuh remaja pria di Indonesia Tahun 2012 yang menjadi responden berada pada kelompok umur remaja akhir (53.9%). Menurut karakteristik tempat tinggal, lebih dari separuh remaja pria di Indonesia tahun 2012 tinggal di daerah perkotaan (urban) yakni sebesar 56.6%. Jika dikelompokkan berdasarkan karakteristik tingkat pandidikan, sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berpendidikan tinggi (65.1%). Pada variabel pendidikan terdapat missing data sebanyak 5%. Sebagian besar (68.3 %) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki pengetahuan yang kurang terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (56.9 %) remaja pria di Indonesia tahun 2012 memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Lebih dari separuh (52.3%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Sebagian besar (72.4%) remaja pria di Indonesia tahun 2012 tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seksualnya.

Untuk sementara, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar remaja pria di Indonesia tahun 2012 berperilaku seksual tidak berisiko IMS, memiliki sikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS, dan tidak menganngap adanya pengaruh teman sebaya dalam pembentukan perilaku seskualnya. Pada variabel pengetahuan dan remaja pria tersebar hampir seimbang pada pengetahuan baik dan kurang. Pada variabel peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi juga

Berikut tabel 5.2 menampilkan tabel silang hubugan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Tabel 5.2

Hubungan Pengetahuan, Sikap, Peran Sekolah dan Pengruh Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Pria di Indonesia Tahun 2012

Variabel

Perilaku Seksual Jumlah P value

Berisiko IMS Tidak

Berisiko IMS n % n % n % Umur Remaja Akhir 1040 21.1 3898 79.8 4938 100 0.000 Remaja Awal 316 7.5 3906 92.5 4222 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Tempat Tinggal Rural 584 14.7 3388 85.3 3972 100 0.836 Urban 772 14.9 4416 85.1 5188 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Pendidikan Tinggi 915 15.3 5049 84.7 5964 100 0.000 Rendah 434 13.8 2716 86.2 3150 100 Missing 46 0.5 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Pengetahuan Kurang 694 11.1 5559 88.9 6253 100 0.000 Baik 662 22.8 2245 77.2 2907 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100 Sikap Negatif 1250 24 3959 76 5209 100 0.000 Positif 106 2.7 3845 97.3 3951 100 Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100

Peran Sekolah sebagai Penyedia Informasi Kesehatan Reproduksi

Tidak Berperan 670 14 4117 86 4787 100 0.025 Berperan 686 15.7 3687 84.3 4373 100

Jumlah 1356 14.8 7804 85.2 9160 100

Pengaruh Teman Sebaya

Ada Pengaruh 935 37 1590 63 2525 100 0.000 Tidak ada Pengaruh 421 6.3 6214 93.7 6635 100

Indonesia tahun 2012 adalah umur (P value 0.00), tingkat pendidikan (P value 0.00), pengetahuan (P value 0.00), sikap (P value 0.00), peran sekolah sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi (P value 0.025), dan pengaruh teman sebaya (P value 0.00). Variabel yang tidak berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012 adalah tempat tinggal (P value 0.836).

Remaja pria yang berperilaku seksual berisiko IMS lebih banyak berasal dari kelompok umur remaja akhir (21.1 %) dari pada remaja awal (7.5 %), lebih bayak bertempat tinggal di pedesaan/rural (14.7 %) dari pada perkotaan/urban (14.9 %), dan lebih banyak yang berpendidikan tinggi (15.3 %) dari pada berpendidikan rendah (13.8 %). Remaja pria yang memiliki pengetahuan kurang dan berperilaku seksual berisiko IMS (11.1 %) lebih sedikit dari pada remaja pria yang memiliki pengetahuan baik dan berperilaku seksual berisiko IMS (22.8 %). Remaja pria yang bersikap negatif (24 %) lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan remaja pria yang bersikap positif (2.7 %).

Remaja pria yang menganggap sekolahnya berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (15.7%) dibandingkan remaja pria yang menganggap sekolahnya tidak berperan sebagai penyedia informasi kesehatan reproduksi. Remaja pria yang merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksualnya lebih banyak yang berperilaku seksual berisiko IMS (37.0%) dibandingkan remaja pria yang tidak merasakan adanya pengaruh teman sebaya sebagai pembentuk perilaku seksualnya (6.3%)

57

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1Keterbatasan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia Tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional atau potong lintang dimana veriabel dependen dan independen diukur pada waktu bersamaan. Oleh sebab itu hubungan sebab akibat yang dapat diukur berupa hubungan asosiatif.

Hasil ukur variabel dependen (perilaku seksual) terdiri dari berisiko IMS dan tidak berisiko IMS. Penelitian ini hanya mengukur perilaku berisiko IMS dan bukan perilaku berisiko terhadap kesehatan secara umum. Hal ini bertujuan untuk mengetahui lebih spesifik risiko kesehatan yang dapat terjadi dari perilaku seksual tersebut. Jika mengukur risiko kesehatan secara umum maka akan menjadi sangat umum, tidak fokus dan spesifik. Karena perilaku yang berbeda akan menimbulkan risiko kesehatan yang berbeda pula. Segala perilaku yang melibatkan interaksi fisik dengan orang lain pasti memiliki risiko kesehatan, bahkan hanya berdekatan sekali pun. Misalnya virus atau bakteri yang dapat menular melalui udara. Dalam penelitian ini hanya difokuskan pada perilaku seksual yang berisiko IMS, yakni sexual intercourse. Oleh sebab itu pada hasil ukur variabel dependen peneliti hanya mengkategorikan secara spesifik perilaku berisiko IMS dan tidak berisiko IMS.

sebagai panduan untuk para enumerator saat mengumpulkan data di lapangan. Termasuk panduan untuk wawancara pada responden remaja pria. Pada pedoman wawancara SDKI 2012 untuk remaja pria tidak disediakan probing atau pertanyaan untuk mengantisipasi jawaban yang bersifat normatif dari responden terkait pertanyaan yang sangat sensitif, yakni pertanyaan nomor 704 (pernah berhubungan seksual). Hal ini bisa saja responden berbohong dan tidak menjawab dengan jujur. Bahkanpada buku panduan tesebut responden diperolehkan tidak menjawab apabila tidak berkenan (menolak). Hal ini memang merupakan hak prerogatif responden. Namun hal ini juga membuka peluang bias pada data, seperti banyaknya missing data.

Dokumen terkait