• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Air Limbah

2.4.3 Pengolahan Air Limbah

Air limbah dalam jumlah besar atau sedikit dalam jangka pajang atau pendek akan membuat perubahan terhadap lingkungan, untuk itu maka diperlukan pengolahan agar limbah yang dihasilkan tidak sampai mengganggu struktur lingkungan. Pada

awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan-bahan organik biodegradable serta mengurangi organisme pathogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengolahan air limbah sekarang ini juga terkait degan aspek estetika dan lingkungan(Asmadi dan Suharno, 2012).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisaasi merupakan kolam yang digunakan untuk mengolah air limbah secara alamiah. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah didaerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas dan detention time yang cukup lama (biasanya 20-50 hari). Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/ maturation pond). Kolam anaerobic biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen didalam air limbah. Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan air limbah / IPAL (Waste Water Treatment Plant/WWTP). Didalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary trearment), pengolahan kedua (secondary treatment), dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Mulia, 2005).

Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan padatan dari air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah melalui saringan (filter) dan atau bak sedimentasi (sedimentation tank). Berfungsi untuk mengambil/menyaring padatan terapung atau melayang dalam air limbah yang berupa lumpur, sisa kain, potongan kayu, pasir, minyak dan lemak. Saringan yang digunakan dengan ukuran 15-30 cm dengan bahan yang tidak mudah berkarat. Saringan ini harus setiap hari diperiksa untuk mengambil bahan yang terjaring sehingga tidak membuat kemacetan pada aliran air limbah.

Tujuan pengolahan pertama ini adalah untuk menghilangkan zat padat tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Primary treatmen dilakukan dengan dua metode utama, yaitu pengolahan secara fisika dan pengolahan secara kimia. Pengolahan kimia yaitu mengendapkan bahan padatan dengan penambahan bahan kimia. Pengolahan secara fisika dimungkinkan bila bahan kasar yang telah diolah dengan pengendapan atau pengapungan. Bahan kimia (koagulan) yang dipakai diantaranya : alumunium sulfat (tawas), natrium hidroksida, soda abu, soda api, feri sulfat, feri chlorida, dan lain-lain. Pengendapan adalah kegiatan utama pada tahap ini. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi.

a. Penyaringan ( Filtration )

Penyaringan bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air

limbah melalui media yang porous. Hal ini perlu dilakukan sebab polutan tersebut (padatan, lumpur tercampur dan partikel koloid) dapat menyebabkan pendangkalan bagi bahan air penerima. Selain itu juga, polutan tersebut dapat merusak perlatan pengolahan limbah lain seperti pompa serta dapat juga mengganggu efisiensi dari alat pengolahan lainnya. Pengoperasian alat filtrasi biasanya dibagi menjadi 2 aktivitas yakni penyaringan polutan dan pembersih alat filtrasi tersebut (disebut juga backwashing).

b. Pengendapan (sedimentation)

Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang sangat tenang. Adakalanya bahan kimia juga dapat ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan pengurangan dari partikel yang tercampur. Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara gravitasi. Untuk mempercepat proses pengendapan ini, kadang-kadanag ditambhakan juga koagulan sepert alum (tawas). Bahan koagulan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan dengan baik sebelumnya sebab bahan koagulan seperti tawas cukup sulit larut dalam air.

2. Secondary Treatment

Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan untuk mengkoagulasi dan menghilangkan koloid serta untuk menstabilkan zat organik dalam air limbah. Proses penguraian bahan organik dilakukan oleh

mikroorganisme secara aerobic atau anaerobic. Treatment kedua pada umumnya melibatkan proses biologi dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan bahan organic mikroorganisme yang ada di dalam air limbah. Untuk proses biologis ini banyak digunakan reaktor lumpur aktif “trickling filter”.

a. Proses aerobik

Dalam proses aerobik penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dapat terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron aceptor dalam limbah. Proses aerobic biasanya dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge), yaitu lumpur yang banyak mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir yang dominan dari proses ini bila dikonversi terjadi secara sempurna adalah karbon dioksida, uap air serta excess sludge. Lumpur aktif tersebut sering disebut dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid). Terdapat dua hal penting dalam proses ini, yakni proses pertumbuhan bakteri dan proses penambahan oksigen. Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan didalamnya cukup tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konsisten. Dalam proses aerobic, terjadi proses konversi stoikiometri dengan bakteri sebagai berikut :

COHNS (zat organic) + O2 + nutrients CO2 + NH2 + C5H7NO2 (new cells) + end product endogeneuos respiration

C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + H2O + NH3 + energy

Pada prakteknya terdapat 2 cara untuk menambahkan oksigen kedalam air limbah, sebagai berikut :

1) Memasukkan udara kedalam air

2) Memaksa air keatas untuk berkontak dengan oksigen

Memasukkan udara kedalam air limbah biasanya melalui benda porous atau nozzle. Apabila udara yang dimasukkan kedalam air oleh pompa tekanan. Dalam penetapan nozzle harus juga dipertimbangkan karakter pencampuran (mixing Characteristic) yang terjadi akibat pemasukan oksigen kedalam air limbah. Semakin baik karakter pencampuran, semakin besar kemungkinan kontak antara activated sludger dengan bahan organik dalam air limbah. Memaksa air keatas untuk berkontak dengan oksigen dilakukan dengan menggunakan pemutar baling-baling (aerator) yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat keatas dan kontak langsung dengan udara sekitarnya. Biasanya bila terdapat senyawa nitrat organik, hasil akhir juga mengandung Nitrat dan terjadi penurunan pH.

b. Proses Anaerobic

Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan tanpa kehadiran oksigen. Hasil akhir yang dominan dari proses anaerobic adalah biogas (campuran methane dan carbon dioksida), uap air serta sedikit exces sludge. Proses anaerobic pada zat organic meliputi rangkaian tahapan sebagai berikut :

Mula – mula bahan organik dihidroksida extra celluler enzymes menjadi produk terlarut sehingga ukurannya dapat menembus membran cell. Senyawa terlarut ini kemudian dioksidasi secara anaerobic menjadi asam lemak rantai pendek, alcohols, carbon dioxide, hydrogen dan amonia. Asam lemak rantai pendek, (selain acetate) dikonversi menjadi acetate, hydrogen gas dan carbon dioxide. Langkah terakhir, methanogenesis, berasal dari reduksi carbon dioxide dari hydrogen dan acetate.

3. Tertiary Treatment

Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan dari pengolahan kedua. Umunya pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi / unsur hara khususnya nitrat dan fosfat. Disamping itu juga pada tahapan ini dapat dilakukan pemusnahan mikroorganisme pathogen dengan penambahan chlor pada air limbah. Pengolahan tingkat lanjutan / khusus ini ditujukan terutama untuk menghilangkan senyawa anorganik, diantaranya calsium, kalium, sulfat, nitrat, phospor, dan lain lain maupun senyawa kimia organik. Proses-proses kimia, fisika dan biologis yang terjadi pada pengolahan tingkat lanjut ini antara lain : filtrasi, destilasi, pengapungan, dan lain-lain. Proses kimia meliputi absorbsi karbon aktif, pengendapan kimia, oksidasi dan reduksi. Sedangkan proses biologi melalui bakteri, algae nitrifikasi.

4. Pengolahan Lanjut

Dari proses tahap pengolahan air limbah, maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus, agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Pengolahan lumpur yang masih sedikit mengandung bahan nitrogen dan mempermudah proses pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahapan pengolahan antara lain : a. Proses pemekatan

b. Proses penstabilan c. Proses pengaturan d. Proses pengurangan air e. Proses pengeringan

f. Proses pembuangan (Asmadi dan Suharno, 2012).

2.5 pH

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6.2-7.6, air buangan pabrik susu dan produk - produk susu biasanya mempunyai pH 5.3–7.8, air buangan pabrik bier mempunyai pH 5.5–7.4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7.6–9.5. Perubahan keasaman pada air buangan, baik kearah alkali (pH naik) maupun kearah asam (pH menurun), akan sangat menganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat

sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan perkaratan pada pipa-pipa besi (Fardiaz, 1992).

pH juga mempengaruhi toksiksitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak dapat terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).

2.6 Sianida (CN-)

Sianida adalah senyawa sian (CN) yang sudah lama terkenal sebagai racun. Didalam tubuh akan menghambat pernapasan jaringan, sehingga terjadi asphyxia, orang merasa seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise, dan iritasi. Sianida ini didapatkan secara alami di berbagai tumbuhan. Apabila ada didalam air minum, maka untuk menghilangkannya diperlukan pengolahan khusus. Selain itu, hydrocyanida juga mudah terbakar(Slamet, 1994).

Sianida diperairan terutama berasal dari limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan perak, industri pupuk, dan

industi besi baja. Sianida bersifat biodegradable dan mudah berikatan dengan ion logam, misalnya tembaga dan besi. Sianida dapat menghambat pertukaran oksigen pada makhluk hidup. Sianida juga bersifat toksik bagi ikan, kadar sianida 0,2 mg/liter sudah mengakibatkan toksisitas akut bagi ikan. Kadar sianida diperairan yang dianjurkan adalah sekitar 0,005 mg/liter. Toksisitas sianida akan meningkat dengan berkurangnya kadar oksigen terlarut (Effendi, 2003).

Sianida dapat dihilangkan dengan pengasaman dan aerasi. Atau dengan pengendapan dengan ferro sulfat dan kapur. Klorinasi dalam larutan alkali dapat mengubahnya menjadi toxic sianat yang lebih kecil seperti NaOCN. Penambahan asam kedalam limbah sianida membebaskan toksik tinggi dari hydrogen sianida (HCN) (Pair and John, 1963).

2.7 Spektrofotometri

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko atau pembanding.

1. Sumber ; sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang.

2. Monokromator ; digunakan untuk memperoleh sumber, sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating.

3. Sel absorpsi ; pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasanya digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat juga digunakan.

4. Detektor ; peranan detektor penerima adalah memberikan respons terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2008).

BAB 3

Dokumen terkait