• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 LIMBAH CAIR INSINERATOR

F. Pengolahan lindi

Setiap penghasil lindi diwajibkan melakukan pengolahan lindi yang berasal dari tempat pemrosesan sampah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 59 tahun 2016 sebelum lindi dibuang ke badan air. Tabel 4 menyajikan baku mutu lindi yang harus dipenuhi oleh setiap penghasil lindi.

Tabel 4. Baku mutu lindi

Parameter Kadar paling tinggi Satuan

pH 6-9 BOD 150 mg/l COD 300 mg/l TSS 100 mg/l N total 60 mg/l Merkuri 0,005 mg/l Kadmium 0,1 mg/l

38 | Modul 12 – Penanganan Residu Dari WtE

Pada umumnya, teknologi yang digunakan untuk mengolah lindi baik yang ditimbulkan dari TPA maupun fasilitas insinerator adalah sama dengan teknologi pengolahan untuk air limbah domestik, dimana pengolahan utamanya menggunakan proses biologi.

Tabel 5 menyajikan beberapa alternatif teknologi pengolahan lindi berdasarkan

tujuan pengolahannya.

Tabel 5. Jenis-jenis pengolahan air lindi

(Liu, 2013)

Tujuan pengolahan Alternatif teknologi pengolahan Menyisihkan konsentrasi bahan

organik (BOD, COD)

1. Proses aerobik:

- Kolam aerasi (aerated lagoon) - Lumpur aktif (activated sludge) - Sequencing batch reactor (SBR) 2. Proses anaerobik:

- Upflow sludge blanket Menyisihkan nitrogen amonium 1. Nitrifikasi aerobik:

- Lumpur aktif - Kolam aerasi

- Rotating biological contractor (RBC) - Sequencing batch reactor (SBR) - Vegetated ditch (wetland buatan) - Ammonia stripping

Penyisihan nitrat (dentirifikasi) - Proses biologi anoksik

39 Tujuan pengolahan Alternatif teknologi pengolahan

- Vegetated ditch (wetland buatan) Penyisihan zat organik non

biodegradable dan warna

Penambahan koagulan, Lumpur aktif, Reverse osmosis, Chemical oxidation

Penyisihan zat organik berbahaya Karbon aktif, reverse osmosis, chemical oxidation Penyisihan warna dan bau Karbon aktif

Penyisihan besi terlarut dan logam berat

Penambahan koagulan aerasi

Pengolahan akhir/final Wetland buatan

Untuk pengelolaan lindi di Indonesia, terdapat beberapa alternatif sistem pengolahan lindi dari insinerator. Salah satu metode pengolahan yang dirasa cocok dengan kondisi Indonesia adalah sistem kolam karena pertimbangan berikut: (1) sederhana dalam desain, (2) relatif mudah dalam pengoperasian, (3) fleksibel dalam pengaturan aliran dan beban, (3) memanfaatkan keberadaan sinar matahari yang berlimpah, (4) dapat dibangun secara bertahap. Sementara sistem kolam ini juga memiliki beberapa kelemahan seperti membutuhkan luas lahan yang besar. Gambar 13 menyajikan skematik sistem kolam yang bisa diterapkan untuk mengolah lindi dari insinerator. Kriteria desan unit komponen sistem kolam ditunjukkan pada Tabel 6.

Gambar 13. Skema sistem kolam pengolah lindi

Pada umumnya, lindi memiliki BOD dan COD yang tinggi, oleh karena itu, proses biologi secara aerobik saja seringkali tidak cukup untuk menurunkan konsentrasi BOD dan COD ini. Oleh karena itu, pada prakteknya, diperlukan proses anaerobik di awal. Konfigurasi antara proses anaerobik dan aerobik ini berfungsi juga untuk menurunkan kadar nitrogen dalam bentuk ammonium, nitrat dan nitrit.

40 | Modul 12 – Penanganan Residu Dari WtE

Tabel 6. Kriteria desain unit komponen sistem kolam (Damanhuri, 2012)

Kriteria Proses Pengolahan

Anaerobik Aerobik Maturasi Final

Kedalaman (m) 2,5-5 1-2 1-1,5 2

Penyisihan BOD (%) 50-85 70-80 60-89 75

Waktu detensi (hari) 20-50 5-30 7-20 3-5

Laju beban organik (kg/ha hari) 224-560 56-135 <17 <80

pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5

Pengolahan final sebagai kesatuan dari sistem kolam pengolah lindi dapat berupa

biofilter, wetland, atau media karbon aktif atau zeolit. Pengolahan final berfungsi

untuk memoles lindi terolah sebelum dibuang ke badan air, misalnya menurunkan sisa-sisa kadar padatan dan organik yang masih terkandung dalam lindi. Berikut penjelasan mengenai aplikasi biofilter atau wetland sebagai pengolahan final

.

Wetland

Konsep wetland mengacu kepada kemampuan tanah dan tanaman dalam menetralisisr komponen-komponen pencemar yang tersisa di lindi. Oleh karena itu, pengolahan ini diposisikan pada pengolahan terakhir. Pengolahan final dengan wetland cocok diterapkan karena relatif mudah, memanfaatkan kondisi alam (tanaman dan media berbutir). Aplikasi wetland juga dapat dikombinsikan dengan tanaman air yang tumbuh mengapung, dengan mengkombinasikan antara fungsi akar tanaman penyerap komponen pencemar (logam berat) dan tumbuhnya bakteri pemakan materi organik dalam lindi yang hidup di sekitar akar dan tanah dan fungsi media berbutir untuk menguranfi pencemar secara fisika. Contoh wetland dengan kombinasi tanaman dan media berbutir disajikan pada Gambar 14.

41

Gambar 14. Wetland kombinasi tanaman dan media berbutir

(Mojiri, et al., 2016)

Biofilter

Konsep ini lebih mementingkan peran media berbutir sebagai pengolah atau penyaring limbah, seperti sebuah filter. Biofilter dalam pengolahan lindi dapat menyisihkan logam berat, warna, dan sedikit organik. Untuk mengaplikasikan biofilter ini, dibutuhkan data kelolosan media yang digunakan agar luas area yang dibutuhkan dapat diketahui. Hal ini penting untuk mencegah beban hidrolis yang berlebihan.

Dalam hal tidak tersedianya lahan yang cukup luas atau lindi yang terbentuk pada bunker insinerator hanya sedikit, sistem pengolahan lindi aerob dengan sistem lumpur aktif atau rotating biological contactor dapat dijadikan sebagai alternatif. Sedangkan untuk proses anaerob bisa menggunakan metode fixed bed atau upflow anaerobic sludge blanket (UASB).

Lumpur aktif (activated sludge)

Lumpur aktif merupakan teknologi yang umum digunakan untuk pengolahan air limbah domestik. Teknologi lumpur aktif melibatkan konsorsium mikroorganisme yang merupakan kombinasi dari bakteri, jamur, protozoa, dll dan membentuk seperti lumpur (sludge). Reaktor dengan lumpur aktif memerlukan aerasi yang kontinu untuk memastikan pengolahan berlangsung dalam kondisi aerobik. Lindi yang terolah di reaktor kemudian akan dipisahkan dengan lumpur aktif pada unit clarifier atau tangki pengendapan, dimana lumpur yang mengendap kemudian diresirkulasi ke dalam reaktor lumpur aktif.

Namun, teknologi lumpur aktif untuk mengolah lindi memiliki keterbatasan, seperti tingginya produksi lumpur yang memerlukan

42 | Modul 12 – Penanganan Residu Dari WtE

sistem pengelolaan lumpur lanjutan, konsumsi energi untuk aerasi sangat besar karena harus dilakukan secara kontinu, adanya potensi kehadiran mikroorganisme inhibitor akibat tingginya konsentrasi ammonium.

Rotating biological contactors (RBC)

Unit RBC merupakan bioreaktor yang terdiri dari cakram yang dipasang pada poros horizontal dan berputar, sehingga sebagian cakram akan terendam bergantian dengan bagian lainnya ketika berputar. Cakram ini dilekati oleh mikroorganisme yang berfungsi untuk mendegradasi polutan organik di dalam air. Saat cakram berputar, terjadi transfer oksigen dan mempertahankan kondisi aerobik (Gambar 15).

Kinerja dari unit RBC dipengaruhi oleh beberapa parameter desain seperti kecepatan putaran, laju beban organik, waktu detensi, temperatur, karakteristik air limbah dan mikroorganisme terlekat, kandungan oksigen terlarut. Berdasarkan studi yang pernah dilakukan, pengolahan lindi menggunakan RBC dapat menyisihkan 80% BOD5, 38% COD dan 98% ammonia di dalam lindi. Unit RBC sangat baik dalam penyisihan senyawa nitrogen dan material organik terlarut, tetapi tidak untuk COD yang bersifat sulit didegradasi. Oleh karena itu, dalam pengolahan lindi, penggunaan RBC harus diiringi dengan pengolahan biologi lain, misalnya dengan sistem anaerobic atau metode pengolahan fisik-kimia. Selain itu, kendala lain dalam pengoperasian RBC adalah sulitnya pemeliharaan yang berhubungan dengan ketebalan mikroorganisme terlekat pada cakram.

Gambar 15. Rotating biological contactor

43

Sequencing batch reactor (SBR)

Sistem SBR memungkinkan pengolahan lindi terjadi dalam satu reaktor. Operasional SBR terdiri dari 4 langkah yaitu pengumpanan lindi, aerasi, pengendapan, dan pembuangan lindi (Gambar 16).

Gambar 16. Tahapan proses pada sistem Sequencing Batch Reactor

Pengolahan lindi menggunakan sistem SBR membutuhkan biaya investasi dan operasional yang tidak terlalu tinggi namun memiliki efisiensi penyisihan padatan dan bahan organik. Pada tahap pengisian, lindi dialirkan masuk ke dalam tangki/reaktor melalui pipa inlet sampai dengan kapasitas yang dirancang. Kemudian pada tahap aerasi, lindi di dalam reaktor diberikan suplai udara selama durasi tertentu untuk menyisihkan BOD dan mengkonversi ammonium menjadi nitrat. Setelah tahap aerasi selesai, suplai udara dihentikan dan padatan yang terkandung di lindi diberi waktu untuk mengendap. Pada tahap pengendapan ini, tidak diperbolehkan ada influen yang masuk ke dalam reaktor atau lindi yang dikeluarkan dari reaktor untuk mencegah terjadinya turbulensi dalam reaktor. Setelah tahap pengendapan sesuai dengan waktu pengendapan yang tekah direncanakan, hasil olahan lindi dikeluarkan dari reaktor melalui pipa outlet.

Anaerobic fixed bed

Sistem anaerobic fixed bed terdiri dari reaktor yang berisi media untuk sarana perlekatan bakteri pengurai lindi. Material yang digunakan sebagai media perlekatan bakteri bermacam-macam, tetapi pada umumnya terbuat dari plastik seperti polyvinyl chloride (PVC). Media ini

44 | Modul 12 – Penanganan Residu Dari WtE

mempunyai luas permukaan yang besar untuk mendapatkan pertumbuhan bakteri pengurai yang optimum. Pada reaktor fixed bed, pertumbuhan bakteri paling banyak di media PVC, tetapi ada juga yang tersuspensi di air limbah yang masuk. Pada aplikasi pengolahan lindi dengan anaerobic fixed bed, lindi dialirkan melalui pipa inlet reaktor dan akan mengalami kontak dengan media yang telah ditumbuhi bakteri. Biogas yang dihasilkan akan terkumpul di bagian atas reaktor. Setelah waktu detensi tertentu, lindi terolah akan keluar dari reaktor. Skema pengolahan lindi dengan reaktor anaerobic fixed bed disajikan pada

Gambar 17.

Gambar 17. Skema reaktor anaerobic fixed bed

(Rangaraj, et al., 2009)

Salah satu studi menyebutkan bahwa waktu detensi yang diperlukan untuk mengolah lindi dengan COD 14.000 mg/l dengan efisiensi penyisihan COD 90% memerlukan waktu detensi selama 24-96 jam (Torretta, et al., 2017). Efisiensi penyisihan COD dengan reaktor anaerobic fixed bed mencapai 78%.

Beberapa kelebihan dari sistem fixed bed baik menggunakan proses anaerobik dan aerobik adalah dapat mengolah air limbah dengan konsentrasi polutan yang tinggi dikarenakan waktu detensi yang cukup rendah dengan efisiensi penyisihan polutan yang tinggi, sehingga volume reaktor yang diperlukan pun tidak terlalu besar. Kelebihan lainnya yaitu reaktor tipe dapat dikonstruksi dengan mudah, media pertumbuhan bakteri mudah ditemukan di pasaran, pemeliharaan yang mudah, dan lumpur yang dihasilkan pun sedikit. Sistem anaerobic fixed bed juga tidak

45 rentan terhadap perubahan temperatur dan pH. Tetapi, pengoperasian reaktor fixed bed untuk mengolah lindi perlu dikombinasikan dengan pengolahan yang lain untuk mendapatkan kualitas lindi yang memenuhi baku mutu.

Upflow anaerobic sludge blanket (UASB)

Pada teknologi UASB, saat lindi dialirkan masuk ke dalam reaktor, lindi akan melewati suatu lapisan granul yang merupakan kumpulan bakteri anaerobik yang disebut sludge bed. Lindi akan dialirkan dari bawah reaktor dan mengalir ke bagian atas reaktor, sehingga disebut up-flow. Saat lindi mengalami kontak dengan sludge bed, akan terjadi dekomposisi bahan organik yang terdapat pada lindi menghasilkan biogas yang didominasi oleh gas metana dan karbondioksida. Biogas terproduksi akan tertangkap dan terkumpul di bagian atas reaktor. Beberapa kelebihan teknologi ini ialah dapat bekerja pada beban organik yang tinggi, sehingga kebutuhan volume reaktor kecil. Keterbatasan dari teknologi UASB yaitu sangat sensitive terhadap keberadaan zat pencemar toksik dan penyisihan ammonium yang sangat minim. Efluen dari reaktor UASB membutuhkan pengolahan lanjutan untuk menyisihkan sisa materi organik yang belum terurai, bakteri pathogen, dan senyawa nitrogen. Pengolahan lanjutan setelah UASB dapat dilakukan menggunakan proses aerobic konvensional seperti kolam stabilisasi, reaktor lumpur aktif dan lain-lain. Efisiensi penyisihan COD pada lindi menggunakan UAS berlangsung lebih optimal pada suhu 35oC dibandingkan pengoperasian pada temperatur 20oC. Gambar 18 menunjukkan skema pengolahan air limbah menggunakan UASB.

Gambar 18. Skema reaktor UASB

46 | Modul 12 – Penanganan Residu Dari WtE

Sebagai ringkasan dari penjelasan sebelumnya mengenai kinerja masing-masing variasi teknologi yang dapat diaplikasikan untuk pengolahan lindi,

Tabel 7 menunjukkan angka efisiensi penyisihan beberapa polutan yang

umumnya terkandung pada lindi.

Tabel 7. Efisiensi penyisihan beberapa polutan pada lindi oleh berbagai jenis

proses biologi

Teknologi COD BOD NH4-N PO4

3-Proses aerobik: Kolam aerasi Wetland

Rotating biological contactors Sequencing batch reactor

40 50 38 76-85 64 59 80 84 77 51 98 55-65 42 53 23-56 Proses anaerobik: UASB

Anaerobic fixed bed

55-75 78-90

72-95 48

G Latihan

1. Jelaskan proses terbentuknya air lindi dari fasilitas insinerator. 2. Jelaskan 3 contoh metode pengolahan air lindi secara biologis. 3. Jelaskan fungsi pengolahan biologis dalam pengolahan air lindi.

4. Mengapa pengolahan lindi dengan sistem kolam dirasa paling cocok untuk diterapkan di Indonesia?

Dokumen terkait