• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

2.4 Metode Pengolahan Limbah Cair

2.4.3 Pengolahan Biologi

2.4.3.1 Pengolahan Menggunakan Proses Pertumbuhan

Tersuspensi... 18 2.4.3.2 Pengolahan Menggunakan Proses Pertumbuhan

Terlekat... 21 2.5 Pengolahan Air Limbah Tekstil ... 25 2.6 Perombakan Zat Warna Tekstil Secara Biologi ... 27 2.6.1 Perombakan Zat Warna Tekstil Pada Kondisi Anaerob... 28 2.6.2 Perombakan Zat Warna Tekstil Pada Kondisi Aerob.. ... 30

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Perombakan

Limbah Tekstil Secara Biologi... 34 2.8 Toksisitas Zat Warna Tekstil ... 36 III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 38 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 38 3.3 Rancangan Penelitian... 39 3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 42

3.4.1 Isolasi dan Identifikasi Bakteri Perombak Zat Pewarna

Tekstil... 42 3.4.2 Efisiensi Perombakan Zat Warna Pada Kondisi Anaerob

Diberbagai Kondisi Lingkungan ... 44 3.4.3 Pengolahan Limbah Tekstil Buatan ... 46 3.4.3.1 Pengolahan Limbah Pada Kondisi Anaerob... 47 3.4.3.2 Pengolahan Limbah Lanjutan Pada Kondisi Aerob... 50 3.4.4 Pengolahan Limbah tekstil Sistem Kombinasi Anaerob-

Aerob ... 52 3.4.5 Uji Kualitas Hasil Pengolahan Limbah Tekstil ... 53 3.5 Analisis Data ... 54 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56 4.1 Kultivasi, Seleksi dan Identifikasi ... . 56 4.2 Efisiensi Perombakan Zat Warna Pada Variasi Kondisi

Lingkungan ... 62 4.2.1 Efisiensi Perombakan Pada Variasi pH... 62 4.2.2 Efisiensi Perombakan Pada Variasi Konsentrasi Glukosa.... 64 4.2.3 Efisiensi Perombakan Pada Variasi Konsentrasi Zat Warna. 67 4.2.4 Efisiensi Perombakan Pada Variasi Lama Waktu Inkubasi... 68 4.3 Pengolahan Limbah Tekstil Buatan... 69 4.4 Pengolahan Air limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerob-

Aerob Menggunakan Proses pertumbuhan Terlekat... 79 4.5 Toksisitas Limbah Hasil Pengolahan ... 83

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 86 5.1 Simpulan ... 86 5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN ... 94

1. Perkembangan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia ... 11 2. Penggolongan zat warna menurut sifat dan cara pencelupannya... 12 3. Karakteristik limbah cair tekstil... 15 4 Potensial redoks setengah reaksi untuk sistem biologi ... 30 5 Parameter kualitas air limbah yang diukur dan metode

pengukurannya... 54 6 Morfologi dan karakter fisiologi bakteri hasil isolasi dari lumpur

Instalasi pengolahan limbah tekstil CV. Mama & Leon Tabanan

dan lumpur Sungai Badung Denpasar Bali... 61 7 Jumlah koloni bakteri teramobil pada batu vulkanik... 73 8 Karakteristik air limbah tekstil sebelum dan sesudah pengolahan

dengan sistem kombinasi anaerob-aerob dengan pertumbuhan

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian... 5 2. Ruang lingkup permasalahan penelitian ... 7 3. Proses pencelupan kain dan karakteristik limbah tekstil ... 14 4. Diagram alir pengolahan limbah cair dengan activated sludge... .. 19 5. Diagram alir pengolahan limbah cair dengan sequential batch

reactor... 20 6. Diagram alir pengolahan limbah cair dengan contact

stabilization system ... 20 7. Desain reaktor pengolahan limbah cair dengan upflow anaerobic

sludge bed ... 21 8. Mekanisme pembentukan biofilm bakteri pada permukaan

Padatan ... 22 9. Desain pengolahan limbah cair dengan trickling filter ... 24 10. Desain pengolahan limbah cair dengan fluidized bed reactor ... 24 11. Diagram pengolahan limbah cair industri tekstil ... 26 12. Mekanisme perombakan orange II dikatalisis oleh enzim orange II

Azoreductase... 28 13. Mekanisme perombakan zat warna azo menggunakan riboflavin

sebagai mediator redoks... 29 14. Mekanisme perombakan reactive red 141 menggunakan

Rhizobium radiobacter ... 31 15. Perombakan zat warna mordant yellow 3 dengan sistem

kombinasi anaerob-aerob... ... 33 16. Daphnia magna ... 36 17 Struktur kimia zat warna reaktif azo yang digunakan untuk

Penelitian... 39 18. Diagran akhir rancanga penelitian ... 41 19 Rancangan bioreaktor anaerob untuk perombakan limbah

tekstil menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi ... 47 20 Rancangan bioreaktor anaerob untuk perombakan limbah

Proses petumbuhan terlekat... 53 22 Perombakan zat warna remazol pada kultivasi suspensi

lumpur pada kondisi anaerob dan aerob selama tiga hari ... 57 23 Pewarnaan Gram bakteri di bawah pengamatan mikroskop

dengan pembesaran 1000x ... 58 24 Efisiensi perombakan zat warna pada kondisi anaerob selama lima

hari inkubasi di berbagai kondisi pH... 62 25 Efisiensi perombakan zat warna azo pada kondisi anaerob

selama lima hari inkubasi diberbagai konsentrasi glukosa... 64 26 Mekanisme perombakan zat warna azo secara indirecct enzymatic... 66 27 Perombakan zat warna azo menggunakan mediator redoks ... 66 28 Efisiensi perombakan zat warna pada kondisi anaerob selama lima

hari inkubasi diberbagai konsentrasi zat warna... 68 29 Perombakan 200 mg/L zat warna pada kondisi anaerob dengan

lama waktu 1-10 hari inkubasi... 69 30 Penurunan konsentrasi zat warna pada limbah tekstil buatan

selang waktu 1-4 hari inkubasi proses pertumbuhan tersuspensi

dan terlekat ... 70 31 Scanning electron micrograph penampakan batu vulkanik dengan

pembesaran 10.000X... 71 32 Scanning electron micrograph permukaan batu vulkanik setelah

diamobilisasi menggunakan konsorsium bakteri pada kondisi

anaerob dengan pembesaran 10.000X... 72 33 Mekanisme perombakan amina aromatik pada kondisi aerob... 75 34 Penurunan COD dan warna pada perombakan lanjutan limbah

tekstil buatan menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi

pada kondis aerob selang waktu 1-3 hari... 75 35 Penurunan COD dan warna pada perombakan lanjutan limbah

tekstil buatan menggunakan proses pertumbuhan terlekat

pada kondis aerob selang waktu 1-3 hari ... 76 36 Scanning electron micrograph permukaan batu vulkanik setelah

diamobilisasi menggunakan konsorsium bakteri pada kondisi

37 Perombakan zat warna dalam reaktor anaerob dan COD, BOD dan TSS dalam reaktor aerob pada pengolahan limbah tekstil

sistem kombinasi anaerob-aerob pertumbuhan terlekat... 78 38 Perubahan warna limbah tekstil sebelum dan sesudah pengolahan

pada reaktor anaerob-aerob selama 6 hari inkubasi... 80 39 Hubungan dosis respon log konsentrasi limbah (%) terhadap

mortalitas Daphnia magna paparan 48 jam untuk limbah tekstil

sebelum pengolahan selama... 83 40 Hubungan dosis respon log konsentrasi limbah (%) terhadap jumlah

mortalitas Daphnia magna untuk limbah setelah pengolahan

1 Kurva kalibrasi untuk pengukuran konsentrasi zat warna

menggunakan spektrofotometer UV-Vis……… 94 2 Konsentrasi zat warna yang tersisa pada perombakan 200 mg/L

zat warna selama 5 hari inkubasi pada variasi pH……….. 97 3 One-way Anova: Pengaruh faktor pH terhadap efisiensi perombakan

200 mg/L zat warna azo ... 102 4 Konsentrasi zat warna yang tersisa pada perombakan 200 mg/L

zat warna azo selama 5 hari inkubasi pada variasi

konsentrasi glukosa ……… 108 5 One-way anova: pengaruh glukosa terhadah efisiensi perombakan

200 mg/L zat warna azo………. 113 6. Konsentrasi zat warna yang tersisa pada perombakan 50-400 mg/L

zat warna azo selama 5 hari inkubasi ………... 119 7 Penentuan orde laju perombakan zat warna remazol……… 125 8 One-way anova: Pengaruh konsentrasi zat warna terhadap efisiensi

perombakan zat warna azo selama 5 hari inkubasi ………. 126 9. Konsentrasi zat warna yang tersisa pada perombakan 200 mg/L

zat warna azo pada variasi lama waktu inkubasi……… 132 10. One-way anova : Pengaruh lama waktu inkubasi terhadap

efisiensi perombakan 200 mg/L zat warna azo ………. 140 11 Perombakan warna limbah tekstil buatan pada kondisi

anaerob menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi dan

terlekat selama 1-4 hari inkubasi……….. 146 12 Kualitas limbah tekstil buatan sebelum dan sesudah pengolahan

dalam bioreaktor anaerob menggunakan proses pertumbuhan

tersuspensi dan proses pertumbuhan terlekat selama 3 hari inkubasi… 150 13 Karakteristik limbah tekstil buatan hasil pengolahan anaerob untuk

digunakan tahap pengolahan lanjutan pada kondisi aerob... 151 14. Pengolahan limbah tekstil buatan tahap aerob menggunakan

proses pertumbuhan tersuspensi selama 1-3 hari inkubasi……….. 152 15. Pengolahan limbah tekstil buatan tahap aerob menggunakan

proses pertumbuhan terlekat selama 1-3 hari inkubasi……….. 153 16. Uji toksisitas akut limbah tekstil CV. Mama & Leon sebelum dan

setelah pengolahan menggunakan Daphnia magna selama

paparan 48 jam………... 154 17. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah

Cair bagi Kegiatan Industri. Tanggal 23 Oktober 1995………. 155

1.1. Latar Belakang

Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia (TPT) memainkan peran yang cukup besar dalam menunjang perekonomian nasional. Pada tahun 2006, industri ini memberikan kontribusi sebesar 11,7% terhadap ekspor nasional, 20,2% terhadap surplus perdagangan nasional dan 3,8% terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Disamping itu, Industri ini tekstil mampu menyerap tenaga kerja sekitar 1,84 juta orang (Miranti 2007). Namun, saat ini keberadaan industri tekstil menjadi industri kontroversi karena di samping berkontribusi besar terhadap peningkatan perekonomian nasional pada sisi lain industri tekstil penghasil limbah cair tinggi dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya pencemaran air. Industri TPT di Indonesia sekitar 85% terkonsentrasi di pulau Jawa sedangkan sisanya tersebar di Sumatera dan Bali.

Di Bali, sampai saat ini tekstil dan produk tekstil masih menjadi salah satu komoditas ekspor potensial dalam meningkatkan pendapatan daerah. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali periode Januari sampai Desember 2006, komoditas ekspor hasil industri terhadap total nilai ekspor sebesar 35,36%. Dari ekspor hasil industri tersebut, tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan komoditas ekspor terbesar (26,44%) dibandingkan dengan komoditas ekspor hasil industri berupa tas (0,58%), sepatu (1,75%), plastik (4,37%), komponen/rumah jadi ( 0,7%), dan ikan kaleng (1,52%). Observasi terhadap beberapa sentral industri pencelupan tekstil yang ada di Bali, keberadaan industri pencelupan tekstil ini sangat berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air. Hal ini disebabkan lokasi industri sebagian besar letaknya dekat sungai dan kurang dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah yang memadai. Pada umumnya, industri pencelupan tekstil menampung limbahnya dalam bak penampung kemudian dibuang ke badan-badan air atau langsung ke sungai melalui pipa penyalur. Kandungan zat warna dalam air sebesar 1 mg/L sudah menyebabkan air tampak berwarna, sementara kandungan zat warna pada limbah tekstil umumnya berkisar antara 20-200 mg/L sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang ekstrim pada beberapa parameter kualitas air (Pandey et al. 2007).

2

Pada proses pencelupan tekstil lebih banyak memakai zat warna sintetik dibandingkan zat warna alam karena zat warna sintetik dapat memenuhi kebutuhan skala besar, warna lebih bervariasi dan pemakaiannya lebih praktis (Montano 2007). Di antara zat warna sintetik yang tersebar di pasaran, zat paling banyak digunakan dalam pencelupan tekstil adalah zat warna reaktif azo.

Zat warna reaktif azo merupakan zat warna sintetik yang mengandung paling sedikit satu ikatan ganda N=N dan mempunyai gugus reaktif yang dapat membentuk ikatan kovalen dengan gugus –OH, -NH atau –SH pada serat. Zat warna reaktif azo banyak digunakan dalam pencelupan kain terutama dari serat selulosa, rayon dan wool. Hal ini disebabkan zat warna reaktif azo dapat terikat kuat pada kain, memberikan warna yang baik dan tidak mudah luntur (Blackburn dan Burkinshaw 2002). Zat warna reaktif azo disintesis untuk tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia maupun fotolitik. Dengan demikian, bila terbuang ke lingkungan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dan mengalami akumulasi dalam lingkungan sampai pada tingkat konsentrasi tertentu dapat menimbulkan dampak negatif terhadap daya dukung lingkungan.

Studi yang dilakukan oleh Suganda et al. (2005), tentang evaluasi pencemaran limbah industri tekstil terhadap kelestarian lahan sawah melaporkan bahwa lahan sawah yang tergenang limbah tekstil dapat mengurangi produksi padi. Dalam data penelitian tersebut dinyatakan lahan sawah yang sering terkena aliran limbah industri tekstil menghasilkan produksi gabah sebesar sekitar 3 - 3,5 ton/ha/musim sedangkan yang tidak kena aliran limbah tekstil produksinya mencapai 5 - 5,5 ton/ha/musim. Turunnya produksi gabah pada lahan yang terkena aliran limbah tekstil disebabkan karena air limbah tekstil merusak akar dan batang padi.

Toksisitas zat warna reaktif azo menurut kriteria Uni Eopa untuk bahan berbahaya adalah tergolong rendah. Zat warna azo umumnya mempunyai LD50 sebesar 250-2000 mg/kg berat badan dan hanya sedikit yang mempunyai LD50 di bawah 250 mg/kg berat badan (Van der Zee 2002). Walaupun toksisitas akut zat warna azo relatif rendah, akan tetapi keberadaan zat warna dalam air dapat menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga mengganggu aktivitas fotosintesis mikroalga. Dampak lanjutannya adalah pasokan oksigen dalam air menjadi berkurang dan akhirnya memicu aktivitas mikroorganisme anoksik-anaerob yang menghasilkan produk berbau tak sedap ( Montano 2007). Disamping itu, perombakan zat warna azo secara anaerob pada dasar perairan

menghasilkan senyawa amina aromatik yang kemungkinan lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo itu sendiri (Van der Zee 2002). Untuk itu, sistem pengendalian pencemaran limbah tekstil melalui penyediaan instalasi pengolahan air limbah sangat perlu dilakukan.

Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah industri, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri cair bagi kegiatan industri dan PP No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Kedua perundang-undangan tersebut pada intinya mewajibkan setiap usaha dan atau kegiatan melakukan pengolahan limbah sampai memenuhi persyaratan baku mutu air limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Perlindungan terhadap sumber-sumber air saat ini memang harus dilakukan karena air merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Konsekuensi dari perundang-undangan tersebut adalah pelaku industri yang aktivitas industrinya menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan berpotensi mencemari lingkungan harus membangun instalasi pengolahan air limbah yang memadai.

Sampai saat ini, pembangunan IPAL tekstil masih menjadi masalah terutama bagi industri kelas menengah ke bawah karena keterbatasan biaya untuk pembuatan IPAL. Disamping itu, ketersediaan metode pengolahan limbah yang ada belum banyak bisa diaplikasikan secara langsung pada skala lapang. Kebanyakan metode pengolahan air limbah tekstil menggunakan cara kimia dan fisika. Pelaku industri pencelupan tekstil mengolah limbahnya dengan menambahkan natrium hipoklorit dan alum yang dikombinasikan dengan batu kapur. Pengolahan limbah tekstil cara kimia dan fisika cukup efektif menghilangkan warna, akan tetapi memerlukan biaya yang relatif tinggi dan pemakaian bahan-bahan kimia yang banyak serta menimbulkan sludge yang banyak. Adanya sludge dapat mempercepat pendangkalan bak pengolah bak pengolah limbah sehingga, memerlukan penanganan lanjutan.

Mengingat kelemahan-kelemahan pada pengolahan limbah tekstil menggunakan cara kimia dan fisika, maka alternatif pengolahan yang mulai digagas adalah menggunakan cara biologi. Penggunaan mikroorganisme untuk mengolah limbah tekstil sangat potensial untuk dikembangkan karena limbah tekstil mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme tertentu sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya.

4

Pengolahan limbah tekstil secara biologi dapat berlangsung pada kondisi anaerob, aerob maupun kombinasi anaerob-aerob, sedangkan proses pengolahannya dibedakan menjadi dua yaitu proses pengolahan dengan pertumbuhan tersuspensi (suspended growth treatment processes) dan proses pengolahan dengan pertumbuhan terlekat (attached growth treatment processes). Pengolahan dengan proses pertumbuhan terlekat dilakukan dengan mengamobilisasi mikrob pada padatan pendukung membentuk lapisan tipis yang disebut dengan biofilm. Mikrob yang teramobil pada padatan menghasilkan densitas populasi lebih tinggi dan stabil, lebih tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan sehingga dalam penggunaannya untuk mengolah limbah mampu menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tersuspensi (HeFang et al. 2004).

1.2. Kerangka Pemikiran

Industri pencelupan tekstil dalam proses produksinya menghasilkan produk samping berupa air limbah dalam jumlah yang besar dan mengandung berbagai macam bahan-bahan kimia. Bahan kimia seperti enzim, asam, detergen, sabun, dan soda abu biasanya digunakan pada proses pengkanjian, pengelantangan dan pewarnaan. Pewarnaan kain umumnya dilakukan dengan cara mencelupkan kain yang akan diwarnai ke dalam larutan zat warna tekstil. Air sisa dari pencelupan tekstil ini, apabila dibuang begitu saja ke perairan tanpa adanya proses pengolahan terlebih dahulu, maka dapat berdampak negatif bagi keberlangsungan ekosistem perairan.

Sejauh ini, industri tekstil terutama skala kecil dan menengah belum mempunyai IPAL yang memadai karena keterbatasan biaya. Untuk mencegah dampak yang lebih luas akibat limbah tekstil ini, maka penyediaan sistem pengolahan limbah yang murah, efektif dan efisien serta mudah diaplikasikan pada skala lapang saat ini sangat diperlukan. Salah satu metode pengolahan limbah tekstil yang potensial adalah pengolahan limbah menggunakan bakteri karena limbah tekstil kaya bahan organik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi bagi kehidupannya. Mengingat bahan organik terutama zat warna reaktif azo yang terkandung dalam air limbah tekstil sangat tinggi, maka pengolahan limbah yang memenuhi kriteria adalah pengolahan dengan sistem kombinasi anaerob-aerob. Pada tahap pengolahan anaerob, zat warna reaktif azo dirombak menjadi senyawa amina aromatik sehingga warna menjadi hilang. Namun, pada tahap pengolahan anaerob kandungan bahan

organik biasanya masih tinggi disertai adanya bau yang tak sedap. Untuk itu, perlu dilakukan pengolahan lanjutan yaitu tahap pengolahan aerob. Pengolahan aerob merupakan pengolahan lanjutan yang ditujukan untuk menurunkan bahan- bahan pencemar yang belum sempurna terombak pada tahap anaerob.

Kelemahan pengolahan limbah tekstil menggunakan bakteri adalah efisiensi perombakannya masih rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi perombakan antara lain jumlah dan jenis bakteri, kondisi lingkungan dan proses yang digunakan dalam mengolah limbah. Untuk itu, pengkajian penggunaan berbagai jenis bakteri, kondisi lingkungan dan proses pengolahan limbah menjadi hal yang sangat menarik untuk diteliti. Salah satu pengembangan teknologi pengolahan limbah tekstil yang dilakukan adalah sistem kombinasi anaerob-aerob dengan proses pertumbuhan terlekat menggunakan potensi sumberdaya lokal. Sumberdaya lokal yang digunakan adalah bakteri yang diisolasi dari lumpur tempat pembuangan limbah tekstil dan media pelekatan bakteri menggunakan batu vulkanik. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Limbah padat dan cair Pencemaran air Industri tekstil Pengolahan limbah sistem kombinasi anaerob-aerob

Gangguan pada kualitas air,organisme perairan, estetika dan kesehatan

Menimbulkan kerugian dan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat Standar baku mutu

Tidak memenuhi Memenuhi Pemilihan teknologi pengolahan limbah Investasi rendah Efektif dan efisien Biaya operasional murah Karakteritik limbah Keasaman (pH) Penambahan kosubstrat Konsentrasi zat warna Lama pengolahan Jenis mikroorganisme Dapat dibuang ke lingkungan Kondisi sosial, ekonomi,

budaya dan perilaku masyarakat

6

1.3. Perumusan Masalah

Daerah sentral industri tekstil di Bali seperti Gianyar, Tabanan dan Denpasar umumnya masuk pada katagori usaha skala kecil dan menengah. Industri tekstil skala kecil dan menengah yang ada di Bali, sebagian besar membuang limbahnya begitu saja tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Sedangkan beberapa industri yang sudah dilengkapi dengan IPAL masih diragukan efektivitasnya oleh berbagai pihak. Hal ini disebabkan air limbah yang keluar dari IPAL masih mempunyai warna yang intensitasnya cukup tinggi. Air limbah tekstil yang dibuang secara langsung ke badan air dapat menimbulkan permasalahan estetika karena muculnya bau tak sedap dan mengancam kehidupan organisme akuatik. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum tersedianya cara pengolahan limbah tekstil yang efektif, murah dan ramah lingkungan yang bisa diaplikasikan secara langsung pada skala lapang.

Penelitian ini mengembangkan cara pengolahan limbah tekstil dengan sistem kombinasi anaerob-aerob menggunakan bakteri yang sudah lama beradaptasi dengan lingkungan limbah tekstil. Beberapa bakteri seperti Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Sphingomonas sp. dan Rhizobium radiobacter telah dilaporkan mampu digunakan untuk merombak zat warna tekstil (Cutright 2001). Walaupun demikian, penelusuran bakteri-bakteri dalam pemanfaatannya untuk mengolah limbah tekstil masih perlu diupayakan untuk menghasilkan teknologi pengolahan limbah yang lebih optimal. Pengolahan limbah tekstil menggunakan bakteri sering berlangsung kurang optimal. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penggunaan jenis dan jumlah bakteri yang tidak sesuai, proses pengolahan yang kurang tepat dan kondisi lingkungan seperti pH, waktu tinggal limbah, ada tidaknya kosubstrat dan konsentrasi limbah yang kurang mendukung. Proses pengolahan limbah tekstil dapat dilakukan menggunakan proses pertumbuhan tersuspensi dan proses pertumbuhan terlekat. Hasil penelitian ini, memperlihatkan pengaruh faktor lingkungan terhadap efisiensi perombakan zat warna. Disamping itu, penelitian ini juga memperlihatkan seberapa besar efisiensi pengolahan yang dihasilkan dari proses pertumbuhan tersuspensi dan terlekat serta menggunakan kultur tunggal dan konsorsium bakteri yang terlekat pada batu vulkanik.

Menurut Van der Zee (2002), perombakan zat warna azo berlangsung lebih efisien pada kondisi anaerob dibandingkan pada kondisi aerob. Permasalahan pengolahan pada kondisi anaerob adalah hasil pengolahan masih mempunyai

nilai COD dan BOD5 yang tinggi dan perombakan zat warna azo menghasilkan amina aromatik yang lebih toksik dibandingkan dengan zat warna azo sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan lanjutan tahap aerob untuk menstabilkan bahan organik dan merombak amina aromatik sampai pada tingkat yang lebih aman sebelum dibuang ke lingkungan. Uji toksisitas terhadap hasil pengolahan dilakukan untuk melihat tingkat toksisitas relatif dari limbah yang akan dibuang ke badan air. Lingkup permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Ruang lingkup permasalahan penelitian. 1.4. Tujuan

1. Mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri yang hidup di lingkungan limbah tekstil digunakan untuk mengolah limbah tekstil.

2. Menganalisis faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bakteri dalam merombak zat warna tekstil

3. Mendapatkan sistem kombinasi anaerob-aerob yang lebih efisien dan potensial digunakan untuk mengolah limbah tekstil.

4. Mengetahui toksisitas hasil pengolahan limbah tekstil sistem kombinasi anaerob-aerob.

Limbah cair industri tekstil

Bahan organik dan

intensitas warna tinggi Pengolahan secara biologi

pH Glukosa

Lama pengolahan

Konsentrasi zat warna

Memenuhi Standar Baku Mutu Limbah Industri Tidak toksik Pengolahan tahap anaerob Pengolahan tahap aerob Pertumbuhan tersuspensi Pertumbuhan terlekat Kultur tunggal Konsorsium Kultur tunggal Konsorsium

8

1.5. Hipotesis

1. Beberapa bakteri yang hidup dalam lingkungan air limbah tekstil dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah tekstil dan aktivitas perombakannya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

2. Pengolahan limbah tekstil menggunakan bakteri yang teramobil pada batu vulkanik pada reaktor sistem kombinasi anaerob dan aerob menghasilkan efisiensi perombakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan mengggunakan sel bebas.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi ilmiah tentang pemanfaatan sumberdaya lokal untuk pengolahan limbah cair industri tekstil.

2. Memberikan informasi ilmiah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas bakteri dalam merombak zat warna tekstil

3. Memberikan sumbangan ilmiah terhadap bidang bioteknologi pengendalian limbah cair industri tekstil

1.7. Keterbaruan

Perombakan zat warna tekstil telah banyak dikaji untuk memperoleh cara

Dokumen terkait