• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Analisa Teknis Operasional Pengelolaan Sampah Gampong Jawa

5.3.3 Pengolahan sampah

Pengolahan sampah belum mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kota Langsa, kegiatan pengolahan yang terjadi masih dilakukan secara spontan saja oleh beberapa aktifitas antara lain:

1. Aktifitas pengumpulan barang bekas seperti koran, botol, dan bahan yang terbuat dari plastik yang dilakukan dari rumah kerumah dengan aktifitas membeli barang bekas tersebut, dilakukan oleh individu keuntungan yang

= jalur truk sampah 1 = jalur truk sampah 2

129

dan sekaligus membersihkan rumah dari barang yang tidak dipakai lagi, sedangkan pembeli mendapat keuntungan dari barang bekas yang dibeli untuk dijual ke penampung.

2. Aktifitas pemulung di TPS, adanya aktifitas pemisahan sampah yang dilakukan oleh pemulung pada malam hari di TPS, ini juga menyebabkan berserakannya sampah di TPS akibat aktifitas pemulung tersebut.

3. Aktifitas yang dilakukan oleh kru petugas sampah, petugas sampah melakukan kegiatan sortir terhadap sampah yang dapat langsung dijual seperti, plastik bekas minuman gelas.

4. Aktifitas pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA), aktifitas pemulung ini dilakukan pada truk sampah yang baru masuk di TPA dan langsung memilih sampah yang memiliki nilai jual.

Dari aktifitas pemulung (pengumpulan) sampah di wilayah TPA oleh pemulung yang melakukan aktifitas recycle secara konvensional dengan memilah sampah yang bernilai seperti plastik, tempat minuman bekas yang memiliki nilai ekonomis untuk dijual kembali, penjualan sampah hasil dari pemulung sampah yang kemudian dijual lagi untuk diproses menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis, terbentuknya simbiosis ini disebabkan adanya nilai jual dari sampah tersebut sehingga ke proses selanjutnya, walaupun dengan proses tersebut belum mampu mereduksi sampah secara signifikan di TPA, sehingga harus dilakukan pengolahan

130

Pada tahap akhir dari teknis operasional adalah dilakukannya pengolahan sampah, saat ini dengan telah dikeluarkanya peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan sampah yang mengharuskan pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) untuk melakukan pengelolaan terhadap sampah, artinya sampah yang selama ini dibuang dengan metode open dumping yang rentan terhadap permasalahan lingkungan diubah menjadi sanitaryland fill atau controlland fill. Adapun beberapa permasalahan dalam pengolahan sampah antara lain:

1. Biaya yang mahal, untuk menciptakan sebuah sistem pengolahan sampah yang merubah sampah menjadi produk yang bermanfaat sangat diperlukan dukungan dana yang besar. Belum dilakukannya pengolahan sampah dengan sanitaryland fill di Kota Langsa disebabkan kekurangan alat muat mekanis seperti excavator dan dozer untuk meratakan sampah.

2. Kesiapan pemerintah kota, kebanyakan pemerintah daerah memberikan pengelolaan sampah kepada pihak swasta sebagai pengelola. Saat ini kota seperti Solo memerlukan dana 8 milyar rupiah untuk mengelola sampahnya sendiri sedangkan Jakarta sebagai pusat ibu kota menghabiskan hampir 800 milyar rupiah, sehingga Pemerintah Provinsi Jakarta akan menghentikan kerjasama dengan swasta dan akan mengelola sendiri sampahnya.

131

5.4 Pembahasan

Dari hasil observasi di lapangan terhadap pengelolaan persampahan kota di wilayah penelitian ini memperoleh hasil yang dijelaskan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Hasil Survei Teknis Operasional Kawasan Penelitiaan

No Pengelolaan Sampah Teknis Operasional Kriteria Existing 1 - Pewadahan Tujuan : Menghindari terjadinya sampah berserakan, menjaga Lingkungan, kebersihan, kesehatan dan estetika - - Pola Penampungan

Indivual, setiap rumah/toko dan bangunan lainnya memiliki wadah sendiri, pola ini dapat digunakan pada daerah

permukiman kelas menengah dan tinggi, pertokoan, perkantoran dan bangunan besar

Komunal, tersedia satu wadah yang dapat dimanfaatkan oleh beberapa rumah/bangunan cocok untuk daerah permukiman kumuh dengan tingkat ekonomi rendah, seperti:

a. Kedap Air;

b. Mudah dibersihkan; c. Harga terjangkau;

d. Ringan dan mudah diangkat;

-

-

Pola Penampungan

Penggunaan pola individual belum berjalan pada daerah permukiman, hanya beberapa warga saja yang menyediakan pewadahan secara individu berupa tempat sampah dari bambu, bak sampah permanen dari pasangan bata dan tong dari drum bekas yang disediakan swadaya oleh warga sedangkan kawasan perkantoran dan pertokoan sudah memiliki tempat sampah sendiri yang memenuhi kriteria tempat pewadahan

Belum ada tempat sampah komunal pada kawasan kumuh dan permukiman padat sehingga warga masih membuang ke sungai atau tempat sampah ilegal

132 Tabel 5.6 (Lanjutan) No Pengelolaan Sampah Teknis Operasional Kriteria Existing - Memudahkan proses pengum - pulan sampah dan tidak membahaya kan petugas pengumpul Volume - - - -

e. Bentuk dan warna estestis;

f. Memiliki tutup supaya higienis; dan g. Mudah diperoleh

Sarana Pewadahan

Alat pewadahan tidak tertanam (mudah diangkat)

Disesuaikan dengan kemampuan pengadaannya berupa tong sampah (rotan, logam, plastik, fiberglas, permanen bata) Kantong Plastik

Ukuran wadah dapat menampung minimal 2 hari

(individual 10-40 liter , komunal 500-1000 liter)

Wadah mampu mengisolasi sampah dari permukiman (memiliki tutup)

Pola Individual

Permukiman dan toko kecil (10-40 liter) Kantor, toko besar, hotel, rumah makan (100- 500) Liter - - - - - - -

Tempat sampah yang digunakan:

Rotan memenuhi unsur ringan dan murah tapi belum kedap air

Potongan drum bekas kedap air kelemahan sulit diangkat Tong plastik ringan, kedap, kelemahan jarang digunakan warga

Kantong plastik dominan digunakan warga

Pewadahan yang ada di kawasan jalan arteri primer sudah memiliki pewadahan dengan pemisahan sampah organik dan non organik

Pewadahan pada kawasan pertokoan dn perkantoran yang disediakan PEMKO Langsa berbahan logam dan tertanam dikarenakan faktor keamanan dari pencurian

TPS terbuat dari bata pasangan permanen dengan penutup terbuat dari plat besi belum memiliki penutup atas

TPS telah terhubung dengan jalur truk-truk sampah yang diangkut setiap hari

Pada kawasan permukiman berdasarkan SK SNI -T-13- 1990-F dengan kapasitas 1000 liter dapat melayani 80 KK jumlah kepala keluarga di Gampong Jawa 2568 KK

133 Tabel 5.6 (Lanjutan) No Pengelolaan Sampah Teknis Operasional Kriteria Existing 2 Pengadaan Penempatan Pengumpulan : Cara atau proses pengambilan

sampah mulai dari tempat pewadahan sampai ke lokasi tempat pembuangan sementara - - - - - - - - - - - - Pola Komunal

Pinggir jalan dan taman (30-40) liter Permukiman 100-1000 liter Sumber: SK SNI -T-13-1990-F Pola individual

Pribadi, instansi, pengelola Pola Komunal

Instansi, Pengelola

Pola Individual : Toko,kantor,permukiman

high incame dan sedang

Dihalaman muka tidak diluar pagar

Dihalaman belakang untuk hotel dan restoran dengan kepentingan kesehatan, estetika dan mudah diambil

Pola Komunal : Pedagang kaki lima, rusun, permukiman low income

Tidak mengambil lahan trotoar, tidak dipinggir jalan protokol, sedekat mungkin dengan sumber sampah, tidak mengganggu pemakai jalan

Pola Individual langsung

Kondisi topografi dengan elevasi 15-40 % maka alat pengumpul dengan menggunakan kendaraan mesin

Kondisi jalan cukup lebar ketika beroprasi tidak menggangu pengendara lain

Kondis dan jumlah alat memadai Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari

- - - - - - - -

Disediakan oleh warga berupa tempat sampah bahan rotan, plastik, warga masih memilih menggunakan kantongan plastik tanpa ada wadah yang menampung.

Disediakan oleh BLHKP Kota Langsa

Penempatan cenderung mengikuti pola rute truk sampah pada kawasan yang dilalui oleh truk sampah menempatkan wadah diluar rumah (luar pagar)

TPS juga berada pada lokasi yang salah yaitu berada diatas trotoar

Pola individual langsung diterapkan pada warga yang dilintasi oleh truk sampah

Topografi pada kawasan penelitian relatif datar ≤ 5% Keterbatasan alat angkut dalam menjangkau sumber sampah individal yang tidak dilalui

Alat pengumpul pada daerah yang tidak dilalui dump truk dengan menggunakan becak motor sampah

Kebutuhan becak motor Gampong Jawa berdasarkan perhitungan dari timbulan sampah sebanyak 4 unit

134 Tabel 5.6 (Lanjutan) No Pengelolaan Sampah Teknis Operasional Kriteria Existing - - - - - - - - - - - - - - - -

Pola Individual Tidak Langsung Masyarakat yang pasif

Lahan untuk pemindahan tersedia

Kondisi topografi 5% dapat menggunakan non mesin cth: becak

Alat pengumpul dapat menjangkau langsung Kondisi lebar gang dapat dilalui pengumpul Ada organisasi pengelola

Pola Komunal Langsung Bila alat angkut terbatas

Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan rendah

Alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah individual

Peran serta masyrakat tinggi

Wadah komunal diletakan pada daerah yang dapat dijangkau truk sampah

Untuk pemukiman tidak teratur

Pola Komunal Tidak Langsung Peran serta masyarakat tinggi

Wadah komunal ditempatkan pada daerah yang dapat dijangkau alat pengumpul Kondisi lebar gang dapat dilalui pengumpul Ada organisasi pengelola

- - - - - - -

Masyarakat yang tidak terlayani membuang sampah pada badan jalan yang di lalui truk sampah

Belum ada disediakan lahan untuk pemindahan sementara sampah saat ini masih menggunakan TPS yang berada di jalur lintasan truk sampah

Belum ada organisasi pengelola di Gampong yang menangani sampah

Alat angkut dump Truk 3 unit, becak motor sampah 1 unit Beberapa lokasi perumahan yang tidak dapat dijangkau oleh dump truk, seperti permukiman pinggiran sungai dan permukiman yang memiliki akses masuk jalan yang hanya dapat dilalui oleh becak motor sampah

Peran serta masyarakat pada lokasi yang berada dipermukiman pinggir sungai masih minim sedangkan peran serta masyarakat pada permukiman menengah dan padat sudah lumayan baik, hal ini dikarenakan kondisi permukiman yang mengharuskan warga untuk membuang sampah pada TPS ataupun pada daerah yang dilalui truk sampah

Pola komunal tidak langsung sangat cocok digunakan pada tipe permukiman pinggiran sungai dan padat karena sampah dibuang oleh warga ke TPS kemudian diangkut dengan becak motor sampah menuju tempat pengumpul Alat angkut berupa dump truk truk dengan kapasitas 5-6m³ Pemindahan dan pengangkutan menggunakan 3 dump truk

135 Tabel 5.6 (Lanjutan) No Pengelolaan Sampah Teknis Operasional Kriteria Existing 3 Pemindahan dan Pengangkutan : Kegiatan operasional yang dimulai dari titik pengumpulan terakhir dari suatu siklus menuju tempat pembuangan akhir - - - - - - - - - - - - - - - - - Sarana Pengumpul

Jenis sarana pengumpul disesuaikan dengan kondisi tempat, jadwal pengumpulan dan peraturan yang berlaku

Becak motor sampah 1 m³ 2 petugas pagi dan sore

Melayani 1000 penduduk radius ≥ 1000 m Truk sampah 6 m³ 2 petugas

Wadah berupa container ≥ 120 liter dapat melayani 10000 penduduk

Umur teknis peralatan 5 s.d 7 Tahun Jalan yang dilalui

Karakteristik sampah

Tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan

Daya dukung pemeliharaan Jarak tempuh

Alat pengangkut sampah harus memiliki penutup

Tinggi bak maksimum 1,6 m Ada alat ungkit

Kapasitas truk disesuaikan dengan kondisi/kelas jalan

Bak truk dilengkapi dengan pengaman air sampah - - - - - - - -

Umur teknis peralatan antara 3 – 5 tahun

Jalan yang dilalui antara lain jalan artreri primer, jalan kelektor primer sedangkan jalan kolektor sekunder dan jalan lokal tidak dapat dilalui dump truk

Karakteristik sampah permukiman sampah basah, sampah kering berupa dedaunan, plastik, kertas

Jarak tempuh dump truk 15 Km menuju TPA

Daya dukung pemeliharan terkendala dana dan efisiensi kerja alat angkut

Kapasitas truk 6 m³

Alat pengangkut sudah menggunakan terpal penutup pada saat perjalanan menuju ke TPA

Alat angkut berupa dump truck, sedangkan compactor truk belum optimal digunakan

136 Tabel 5.6 (Lanjutan) No Pengelolaan Sampah Teknis Operasional Kriteria Existing 4 Penyedia TPS Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No:03/PRT/M/20 13 - - - - - - - - -

Luas TPS sampai dengan 200 m2

Jenis penampungan sementara bukan permanen

Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 Jam

Penempatan tidak menganggu estetika dan lalu lintas

Penempatan TPS sedekat mungkin dengan pemukiman radius 1 km

Memiliki buffer zone berupa tanaman Lokasi mudah diakses

Memiliki jadwal pengangkutan Kabupaten wajib menyediakan TPS 3R

-

- -

Penempatan TPS yang tidak sesuai estetika dan lalu lintas Tidak memiliki buffer zone

Belum memiliki TPS dengan konsep 3R dimana TPS sudah memiliki pemilahan sampah dan pengolahan sampah

137

Dari Tabel 5.6 terdapat permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Gampong Jawa antara lain:

1. Jumlah tempat sampah yang saat ini ada belum dapat memenuhi rasio antara jumlah penduduk dengan jumlah TPS dari analisa tersebut didapat bahwa Gampong Jawa dengan 2568 kepala keluarga memerlukan 32 TPS, sedangkan TPS yang tersedia saat ini hanya 11 TPS yang masih dapat di gunakan, sehingga solusi yang ditawarkan adalah memperbanyak jumlah TPS akan tetapi jika melihat dari fungsi guna lahan Gampong Jawa maka sangat tidak memungkinkan untuk meletakan penambahan TPS sebanyak itu yang nanti akan menimbulkan permasalahan baru, sehingga alternatif penyelesaian masalah tersebut peneliti merekomendasikan peletakan beberapa lokasi TPS yang baru dihubungkan dengan sistem pengelolaan dari gampong yaitu pengaktifan kembali becak motor sampah yang saat ini masih belum beroperasi dikarenakan permasalahan operasional.

Penulis merekomendasikan penambahan 18 buah TPS yang penentuan lokasinya berdasarkan kecenderungan masyarakat dalam memperlakukan sampah berdasarkan kepada pemetaan terhadap perilaku masyarakat membuang sampah dengan dipengaruhi oleh:

a. Kondisi geografis lingkungannya seperti masyarakat yang cenderung berada di dekat sungai terpola dan terbiasa membuang sampah pada sungai.

138

b. Akses dalam memperoleh pelayanan sampah, semakin mudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan maka masyarakat tidak akan membuang sampah ke tempat ilegal.

c. Kepadatan pada permukiman yang padat dengan perumahan masyarakat tidak akan melakukan pembakaran sampah dikarenakan kondisi lahan yang tidak memungkinkan.

d. Jarak antar TPS dengan radius 1 Km antar lokasi TPS, sehingga pada pertimbangan tersebut peletakan TPS yang terhubung dengan becak motor sampah pada lokasi yang dijangkau oleh jalur truk sampah mejadi solusi permasalahan tersebut, berikut rician kondisi distribusi TPS dengan luas dusun, disini dapat dilihat terjadi ketidakmerataan distribusi TPS, seperti dijelaskan pada Tabel 5.7 antara jumlah TPS dengan luas area kawasan. Jumlah TPS existing yang dapat digunakan sebanyak 11 TPS dimana terjadi ketidakmerataan distribusi peletakan TPS pada daerah Gampong Jawa, oleh karena itu peneliti mengajukan penambahan 18 TPS di Gampong Jawa dengan total keseluruhan TPS sebanyak 29 TPS, hal ini mendekati jumlah TPS yang diperlukan berdasarkan rasio jumlah timbulan sampah yang dihasilkan oleh warga Gampong Jawa yaitu sebanyak 32 TPS dengan kapasitas 1000 liter atau 1 m³.

139

Tabel 5.7 Distribusi TPS dengan Luas Wilayah Lingkungan/Dusun

Sumber: Data Primer Diolah, 2014

Timbulan sampah pada lingkungan Amaliah dan Gampong Jawa Baru berasal dari sampah yang hanyut dari sungai dan tersangkut dibawah rumah panggung ketika air surut. Hal ini juga disebabkan kebiasan masyarakat yang masih membuang sampah pada kolong rumah panggung pada pinggiran sungai dan menumpuknya untuk kemudian dibakar, disebabkan tidak adanya TPS dan tidak terjangkau dengan truk sampah, oleh karena itu pada kedua daerah ini penulis merekomendasikan peletakan TPS yang terhubung dengan becak motor sampah.

Dusun Penduduk

(KK) Jiwa TPS (Bin)

Luas

(Ha) Peruntukan Guna Lahan Jawa Baru 285 1055 0 9.50 RSU, permukiman

Amaliah 215 967 7 18.33 Pemerintahan, taman, termukiman Asrama Gajah 128 538 0 1.71 Permukiman

Jawa Belakang II 318 1018 2 18.28 Perkantoran, permukiman, perdagangan PJKA 153 658 2 9.69 Perdagangan jasa dan permukiman Jawa Muka I 244 817 0 13.05 Perdagangan jasa dan permukiman Jawa Muka II 263 1003 2 20.97 permukiman, perdagangan, perkantoran Jawa Tengah 411 1602 1 15.27 permukiman, sarana olah raga

Jawa Belakang I 551 1961 0 25.61 Permukiman Jumlah 2568 9619 14 132.42

140

Dalam pewadahan yang ditemukan masih sangat sedikit masyarakat yang memiliki tempat sampah diluar rumah, tempat sampah diluar rumah adalah tempat sampah yang digunakan diluar rumah sebagai tempat pengumpulan, pemisahan sampah sebelum diangkut, tidak standarnya pewadahan yang digunakan dengan beragamnya jenis pewadahan sehingga menyulitkan proses dalam pengumpulan dan juga peletakan tempat sampah sementara (TPS) yang ternyata bermasalah yang menyebabkan terjadi gradasi lingkungan dan menjadikan wajah kota yang buruk, sehingga kemudian terjadi penghancuran TPS tersebut oleh warga. Sehingga dalam permasalahan tersebut diperlukan penambahan TPS di lokasi penelitian sebagaimana tercantum pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Rekomendasi Penambahan Jumlah TPS di Lokasi Penelitiaan

No Dusun TPS Existing Penambahan TPS Keterangan

1 Jawa Muka I - 2 -

2 Jawa Muka II 2 3 1 telah hancur

3 Jawa Belakang I - 4 -

4 Jawa Belakang II 2 4 1 telah hancur

5 Jawa Tengah 1 2 1 telah hancur

6 Jawa Baru - 1 -

7 Amaliah 7 1 -

8 Asrama Gajah II - - -

9 PJKA 2 1 -

141

Penambahan jumlah TPS sangat diperlukan seperti pada lingkungan Jawa Muka I yang tidak memiliki TPS maka direkomendasikan untuk menambah menjadi dua TPS, sedangkan lingkungan Jawa Belakang II mendapat penambahan 4 TPS sehingga total TPS menjadi 5 TPS, adapun lokasi penambahan TPS pada masing lingkungan/dusun dapat dilihat pada Gambar 5.24.

Gambar 5.24 Peta Penyebaran Rekomendasi TPS di Kawasan Penelitiaan Sumber: Obsevasi data primer, diolah

142

Melihat fenomena tersebut sangat diperlukan kesadaran masyarakat untuk memilah sampah sebelum dibuang dan peran pemerintah dalam menyediakan tempat sampah bagi setiap rumah tangga karena jika dilihat dari fakta yang terjadi pola tempat sampah komunal masih belum tepat dilakukan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan tempat sampah secara bersama-sama, karena lokasi tempat sampah yang berada diruang publik sehingga siapa saja bisa membuang sampah ditempat tersebut, kebiasaan untuk memiliki dan menjaga lingkungan hanya menjadi tanggung jawab warga yang berada di dekat lokasi TPS yang tentu saja menjadi masalah dan penolakan bagi warga disekitar TPS tersebut.

2. Banyaknya titik pengumpul ilegal yang menyebabkan tidak terprediksinya waktu angkut truk.

Dari pengamatan peneliti ditemukan bahwa timbulan sampah ilegal selain bermasalah terhadap keindahan dan kenyamanan kota juga berpengaruh terhadap teknis operasional truk sampah, dengan semakin banyak timbulan sampah baru, menyebabkan waktu pengumpulan menjadi lama sehingga mempengaruhi juga dalam jadwal pada setiap TPS yang dilewati.

Tempat sampah ilegal ini disebabkan karena ketiadaan TPS di sekitar permukiman dan tidak ada pengumpul sampah yang mengumpul sampah pada jalur yang tidak dilewati sampah, sehingga masyarakat cenderung

143

membuang sampah pada tempat terdekat yang dapat dijangkau oleh warga dan truk sampah. Pola pengangkutan yang digunakan sekarang adalah metode Stationary container system (SCS) yaitu sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak dibawa berpindah-pindah (tetap), metode ini sangat tepat digunakan pada daerah permukiman.

Luas pelayanan pengangkutan sampah hanya tertumpu pada jangkauan truk sampah yang melintasi pada beberapa ruas jalan primer dan sekunder di Kota Langsa, sampah yang diangkut di lokasi penelitiaan Gampong Jawa saat ini masih belum menjangkau di wilayah permukiman di seluruh Gampong Jawa. Oleh karena itu pola pengangkutan tersebut juga harus segera diintegrasikan dengan layanan becak motor sampah sehingga luas jangkauan pelayanan dapat menjangkau daerah yang tidak dilewati oleh truk sampah seperti pada gang sempit dan juga permukiman yang tidak dilalui oleh truk sampah.

3. Pembiayaan Operasional Becak Sampah

Dari hasil analisis terhadap jumlah becak sampah yang diperlukan dalam melayani kawasan Gampung Jawa maka didapat kebutuhan becak motor sampah adalah 4 unit, sedangkan yang ada baru 1 unit yang saat ini masih belum beroperasional. Pola pembiayaan operasional becak motor sampah dapat dibuat sebuah resam Gampong (Peraturan Desa) dalam memenuhi biaya operasional, pola menjadikan sampah sebagai pendapatan dapat

144

digunakan dalam mengelola sampah menjadi provit sehingga dapat dijadikan pemasukan bagi gampong.

Penggunaan becak motor sampah dapat menjangkau pada kawasan yang tidak dilalui oleh truk sampah, jalur becak motor sampah mengumpulkan sampah pada jalan lingkungan dan membuangnya pada transfer depo atau TPS yang dilalui oleh truk sampah, berikut gambar usulan jalur truk sampah dan jalur becak motor sampah seperti terlihat pada Gambar 5.25.

Gambar 5.25 Peta Sistem Pengangkutan Sampah Kawasan Penelitian Sumber: Obsevasi data primer, diolah

145

4. Salah satu permasalahan dalam pengelolaan persampahan adalah keterbatasan lahan untuk meletakan TPS dan transefer depo yang berfungsi sebagai tempat pemindahan sampah dari TPS ke pengangkutan, transfer depo diperlukan dalam meminimalisir tumpukan sampah pada TPS yang berasal dari TPS yang diangkut dengan menggunakan becak motor sampah. Jika dilihat dari fungsi transfer depo tersebut maka keberadaan transfer depo sangat cocok digunakan di Gampong Jawa, namun yang menjadi kendala saat ini adalah mahalnya harga tanah, sehingga solusi dari permasalahan ini adalah mengusulkan kepada pemerintah Kota Langsa untuk mengadakan lahan dan sarana fisik pembangunan transfer depo. 5. Jalur truk sampah saat ini terbagi dalam tiga jalur dimana ketiga jalur ini

hanya melintasi jalan arteri primer dan kolektor primer dan kolektor sekunder sedangkan jalan lingkungan tidak dilintasi oleh truk sampah tersebut. Dari permasalahan ini maka fungsi becak motor sampah yang dapat menjangkau setiap dusun dengan estimasi kebutuhan becak motor sampah di Gampong Jawa adalah 4 unit maka pembagian kerja becak motor sampah dapat melayani 2 lingkungan per becak motor sampah, sekaligus menjadi tempat pemilahan sampah dan pengolahan sampah skala kecil.

146

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap teknis operasional Pengelolaan Persampahan Kota di Gampong Jawa Kota Langsa, dapat disimpulkan: (1) Terdapat kekurangan tempat pewadahan berdasarkan rasio perbandingan antara jumlah kepala keluarga dengan kemampuan pelayanan dari pewadahan tersebut. Jumlah tempat pewadahan dengan kapasitas 1000 liter atau 1 m³ pada daerah permukiman, idealnya adalah 32 (tiga puluh dua) tempat pembuangan sampah, sedangkan kondisi aktualnya hanya terdapat 11 (sebelas) tempat pembuangan sampah untuk melayani 2.568 kepala keluarga; (2) Kebutuhan ideal becak motor pengangkut sampah pada daerah Gampong Jawa adalah 4 (empat) unit, sedangkan saat ini Gampong Jawa hanya memiliki 1 (satu) unit becak motor pengangkut sampah yang belum beroperasional. Penggunaan becak motor sebagai pengumpul sampah sangat dibutuhkan, sebab dapat menjangkau jalan lingkungan/dusun yang tidak dapat dijangkau oleh truk sampah.

147

6.2 Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas peneliti memberikan saran kepada Pemerintah Kota Langsa sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan sampah Kota Langsa dalam merencanakan kebijakan pengelolaan persampahan antara lain: (1) Penambahan sarana becak motor pengangkut sampah yang dapat menjangkau kawasan permukiman yang tidak dilalui oleh truk sampah menjadi 4 (empat) unit

Dokumen terkait