• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODELOGI PENELITIAN

C. Metode Pengolahan Tanah

1. Pengolahan Tanah dengan Metode Biasa

Metode biasa terdiri atas plowing 1, harrowing 1, plowing 2, dan harrowing 2.

Plowing (pembajakan) merupakan pengolahan tanah primer, sedangkan harrowing

(penggaruan) merupakan pengolahan tanah sekunder. Setelah pengolahan tanah sekunder, kegiatan selanjutnya adalah penanaman (planting) baik secara manual (manual planting)

maupun mekanis (mechanical planting). Jika penanaman dilakukan secara manual, maka kegiatan land preparation berakhir pada kegiatan ridging dan pemupukan basalt secara mekanis. Namun jika penanaman dilakukan secara mekanis, maka tidak perlu dilakukan

ridging dan pemupukan basalt secara mekanis. 1.1. Plowing 1

Plowing 1 (pembajakan pertama) dilakukan setelah kegiatan land clearing. Tujuan dari pembajakan pertama adalah untuk memotong, mengangkat, dan membalik tanah dan bertujuan untuk mengurangi kekuatan tanah, membalikkan perakaran tebu (pada lahan RPC), menutup vegetasi dan dan mengatur agregat tanah. Alat yang digunakan di PT LPI untuk pembajakan pertama dan kedua adalah disc plow (bajak piring), yakni implemen traktor yang mempunyai 4 disc dengan diameter masing- masing 28 inci dan jarak antar disc sebesar 40 cm. Pada bagian ujung bajak terdapat disc datar dengan diameter 24 inci yang berfungsi sebagai roda pembantu untuk mengatur kedalaman pengolahan dan menstabilkan pengoperasian pembajakan sehingga operasi dapat begerak lurus. Disc angle bajak sebesar 15o dan tilth angle sebesar 35o. Besarnya sudut ini dapat menentukan kedalaman dan tenaga yang dibutuhkan dalam pembajakan selain dari pengaruh penetrasi dari implemen.

Spesifikasi traktor yang digunakan pada pembajakan pertama adalah traktor dengan daya 90 hp. Transmisi yang digunakan adalah dengan kecepatan putar 1900 rpm dan kecepatan maju sekitar 3-4 km/jam. Setelah pembajakan pertama selesai, lahan ’diklantang’, yaitu dibiarkan selama satu sampai dua minggu sebelum digaru (harrow). Tujuannya adalah agar perakaran (tunggul) tebu dan gulma yang berada di permukaan tanah mengering. Selain itu ’klantang’ bertujuan agar bongkahan tanah hasil plowing

cukup kering sehingga mudah dihancurkan pada saat harrowing. Kegiatan plowing 1

1.2. Harrowing 1

Kegiatan Harrowing 1 (penggaruan pertama) dilakukan setelah Plowing 1. Tujuan Harrowing 1 adalah agar agregat tanah menjadi lebih kecil. Harrowing 1

termasuk pengolahan tanah sekunder (secondary tillage). Kegiatan ini dilakukan untuk menghancurkan bongkahan tanah hasil Plowing 1 sehingga diperoleh tekstur tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tebu. Selain itu, harrowing juga bertujuan untuk meratakan tanah serta memotong rumput dan perakaran yang berada di permukaan tanah.

Harrowing 1 di PT LPI menggunakan traktor dengan daya 150 Hp dengan transmisi 3B dan kecepatan pitar 1900 rpm. Implemen yang digunakan adalah heavy- duty disc harrow Heavy-duty disc harrow memiliki 20 scalloped disc yang disusun dua gang secara offset. Diameter scalloped disc yang digunakan yaitu 28 inci dengan jarak antar disc 30 cm. Harrow ini melakukan aksi ganda pada pengoperasiannya dengan kedalaman pengolahan sebesar 25 cm dan lebar olah rata-rata 310 cm. Setelah

Harrowing 1 selesai, dilakukan peng-„klantangan’-an selama tiga hari, selanjutnya dilakukan plowing 2

. Kegiatan

harrowing I dapat dilihat di Gambar 8.

Gambar 8. Kegiatan Harrowing I 1.3. Plowing 2 dan Harrowing 2

Plowing 2 (pembajakan kedua) adalah kegiatan pengolahan tanah primer untuk kedua kalinya pada lahan budi daya. Kegiatan ini dilakukan setelah harrowing 1. Pada

harrowing 1, tidak semua tanah hasil plowing 1 tergaru. Tanah yang tergaru kedalamannya hanya sekitar 25 cm. Tujuan dari plowing 2 adalah untuk membalik tanah yang sudah tergaru pada harrowing 1 ke bagian bawah dan mengangkat tanah yang belum tergaru pada harrowing 1 yang kemudian akan digaru kembali. Plowing 1

dilakukan setelah harrowing 1. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk memperhalus tekstur tanah serta menimbun rumput, sampah, dan perakaran yang telah kering tertimbun oleh tanah.

Arah pengolahan plowing 2 sebaiknya tidak sejajar dengan arah plowing 1,

melainkan tegak lurus. Hal ini dimaksudkan agar tidak terbentuk laju aliran air sehingga air yang ada pada tanah dapat tersimpan dengan baik dan dapat menahan erosi. Penyilangan ini juga dilakukan untuk memotong tanah yang belum terpotong pada

plowing 1. Setelah plowing 2 dilakukan, lahan dibiarkan 4-6 hari. Spesifikasi traktor dan implemen yang digunakan pada plowing 2 sama seperti pada plowing 1. Dari hasil

pengamatan didapat besarnya lebar pengolahan adalah 190 cm dengan kedalaman sebesar 28 cm.

Kegiatan harrowing 2 dilakukan setelah plowing 2. Harrowing 2 bertujuan untuk menggemburkan kembali tanah yang telah dibajak pada plowig 2 serta untuk menghancurkan akar dan sampah yang belum hancur pada saat Harrowing 1. Spesifikasi traktor yang digunakan sama dengan harrowing 1, sedangkan implement

yang digunakan yaitu jenis heavy-duty disc harrow. Setelah harrowing 1,

kegiatan selanjutnya dalah planting (penanaman). Namun jika penanaman dilakukan secara manual (manual planting), maka pengolahan tanah masih berlanjut dengan kegiatan ridging (pembuatan alur tanam) dan basalt dressing (pemupukan basalt). 1.4. Ridging

Ridging adalah kegiatan pembuatan baris (row) tanam atau biasa disebut ‘juring’, dengan cara membentuk bedengan (ridge) pada petak lahan yang sudah dilakukan harrowing 2. Kegiatan ini sangat penting dalam budi daya tebu lahan kering dan hanya dilakukan pada petak lahan yang akan ditanam secara manual. Di PT LPI, alat yang digunakan untuk ridging disebut ridger.

Ridger adalah implemen yang terdiri dari dua wing (sayap), pengoperasiannya ditarik oleh traktor untuk tanaman single row maupun double row. Untuk tanaman

single row, jarak antar wing adalah 1.5 m, dimana sebelumnya adalah 1.3 m. Perubahan standar ini dikarenakan jarak tanam (jarak antar row) 1.3 m sudah tidak sesuai dengan spesifikasi traktor atau pun alsintan lain yang digunakan oleh perusahaan.

Pengoperasian ridger ini dilakukan secara overlap, karena operator membutuhkan satu juring sebagai patokan ban traktor untuk membuat juring lainnya. Implemen ini ditarik oleh traktor berdaya 150 hp. Sebelum ridging dilakukan, operator harus memperhatikan kondisi lahan dan konturnya. Pembuatan baris tanam harus mengikuti garis kontur untuk menghindari terjadinya erosi ataupun run off saat hujan. Untuk elevasi lahan yang tidak terlalu curam, bedengan dibuat dengan sudut sekitar 25o sedangkan untuk elevasi lahan yang curam, bedengan dibuat dengan sudut sekitar 45o.

Untuk lahan yang mempunyai elevasi yang berbeda dalam satu petak maka dilakukan pemotongan atau pembagian lahan mejadi beberapa bagian. Misalnya satu petak lahan mempunyai dua elevasi yang berbeda, maka diambil titik tengah dari kedua elevasi tersebut kemudian di buat jalan kecil sebagai pemisah. Dari pembagian tersebut dibuat baris tanam sesuai dengan kontur pada setiap bagian dalam satu petakan. Tetapi jika ingin memperkecil biaya operasi, maka dibuatlah arah ridging yang berkelok (bahkan membentuk huruf S atau V) sesuai dengan kontur yang ada. Namun operator

yang menjalankannya harus memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi. Kegiatan

. Gambar 9. Kegiatan Ridging

Dokumen terkait