• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Analisis Gravimetri

2.8.1 Teknik analisis gravimetri khusus

2.8.1.2 Penguapan

Penentuan dengan cara penguapan adalah berdasarkan pengukuran berat sampel (yang mudah menguap) yang hilang setelah pemanasan. Prosedur ini sangat sederhana, yaitu melalui penimbangan senyawa (sebelum pemanasan), kemudian dilanjutkan dengan pemanasan, lalu didinginkan dan akhirnya dilakukan penimbangan kembali (sesudah pemanasan). Agar teknik ini dapat dilakukan dengan berhasil dengan baik maka senyawa yang akan ditentukan harus dalam bentuk senyawa tunggal dan akan menguap total bila dipanaskan. Teknik penguapan ini hanya berlaku untuk sampel-sampel tertentu saja, misalnya air yang terikat pada sampel tertentu (Situmorang, 2012).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan yang berada di jalan Sisingamangaraja No.24 Medan pada tanggal 23 Februari sampai 1 Maret 2019.

3.2 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia kunyit dan temu giring yang berasal dari Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat Aufhauser,batang pengaduk, batu didih, bola hisap, cawan pengabuan, corong, eksikator, gelas piala, gelas ukur, kaki tiga, labu leher tiga, neraca analitik,penjepit krus, pipet volume, pendingin tegas, penangas air listrik, spatel, statif, stopwatch, dan tanur listrik.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air, serbuk simplisia kunyit, serbuk simplisia temu giring dan Xylol.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Penetapan kadar air pada simplisia

Metode destilasi: Timbang dengan seksama 5-10 gram cuplikan, masukkan ke dalam labu didih dan tambahkan 300 ml xylol serta batu didih. Sambungkan dengan alat Aufhauser dan panaskan di atas penangas listrik selama 1 jam dihitung sejak mulai mendidih. Setelah cukup 1 jam matikan penangas listrik dan biarkan alat Aufhauser mendingin. Bilas alat pendingin dengan xylol murni/toluene. Baca jumlah volume air (Badan Standar Nasional, 1992).

Perhitungan:

Kadar air = V

W x 100%

W = bobot cuplikan, dalam gram

V = volume air yang dibaca pada alat Aufhauser, dalam ml 3.4.2 Penetapan kadar abu pada simplisia

Timbang dengan seksama 2-3 gram contoh ke dalam sebuah cawan porselin yang telah diketahui bobotnya, untuk contoh cairan, uapkan di atas penangas air sampai kering. Arangkan di atas nyala pembakar, lalu abukan dalam tanur listrik.

Pada suhu maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (sekali-kali pintu tanur di buka sedikit, agar oksigen bisa masuk). Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang dengan bobot tetap (Badan Standar Nasional, 1992).

Perhitungan:

Kadar Abu = W1- W2

W x 100%

W = bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam gram W2 = bobot cawan kosong, dalam gram

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penetapan kadar air dan kadar abu pada sampel simplisia kunyit dan temu giring dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan, sampel yang digunakan berasal dari Laboratorium Makanan Minuman Hasil Pertanian Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. Metode yang digunakan yaitu metode destilasi dan penetapan kadar abu total secara langsung.

Penentuan kadar air metode destilasi digunakan untuk bahan-bahan mengandung lemak dan komponen-komponen lain selain air yang mudah menguap pada perlakuan suhu tinggi. Pada metode destilasi ini, proses destilasi bahan dilakukan dengan menggunakan pelarut yang bersifat immiscible yaitu jenis pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air. Selama proses destilasi, pelarut tersebut bersama air dalam bahan akan menguap pada suhu lebih rendah dari suhu didih air. Uap yang terbentuk mengalami kondensasi yang ditampung dalam labu penampung destilat (Nadia, 2010).

Penentuan kadar abu secara langsung adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 500-600oC dan melakukan penimbangan zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut. Waktu lamanya pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam.Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya berwarna

putih abu-abu dan diperoleh berat konstan dengan selang waktu 30 menit.

Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu cawan berisi abu yang ada dalam tanur harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC agar suhunya turun menyesuaikan dengan suhu di dalam oven, selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin, kemudian abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan (Amelia, 2005).

Hasil penetapan kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring.

No. Sampel Kadar Air (%) Kadar Abu (%)

1. Kunyit 9,99% 6,43%

2. Temu giring 7,97% 7,25%

4.2 Pembahasan

Hasil kadar air yang didapat pada percobaan simplisia kunyit dan temu giring berturut-turut adalah 9,99% dan 7,97%, menurut Farmakope Herbal Indonesia persyaratan kadar air untuk simplisia tersebut maksimal 10,00%, jadi hasil kadar air pada percobaan ini memenuhi persyaratan.

Hasil kadar abu yang didapat pada percobaan simplisia kunyit dan temu giring berturut-turut adalah 6,43% dan 7,25%, menurut Farmakope Herbal Indonesia persyaratan kadar abu untuk simplisia tersebut maksimal 8,20% dan 9,80%, jadi hasil kadar abu pada percobaan ini memenuhi persyaratan.

Kandungan air yang berlebihan pada bahan atau sediaan obat tradisional akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu dari obat tradisional. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan (Handayani, 2017).

Menurut Anonimous, kadar air simplisia sebaiknya lebih kecil dari 10,00%.

Apabila kadar air lebih besar dari 10,00% akan menyebabkan terjadinya proses enzimatik dan kerusakan oleh mikroba. Simplisia yang disimpan dalam waktu yang lama, enzim akan merubah kandungan kimia yang telah terbentuk menjadi produk lain yang mungkin tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa asalnya. Hal ini tidak akan terjadi jika bahan yang telah dikeringkan mempunyai kadar air yang rendah. Berupa enzim perusak kandungan kimia antara lain adalah hidrolase, oksidase dan polymerase (Manoi, 2006).

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal daro proses awal sampai terbentuknya simplisia. Kadar abu total berkaitan dengan mineral baik senyawa organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal maupun eksternal (Febriani, 2015).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan hasil kadar air pada simplisia kunyit 9,99% dan pada simplisia temu giring 7,97%. Sedangkan hasil kadar abu pada simplisia kunyit 6,43% dan temu giring 7,25%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air dan kadar abu pada simplisia kunyit dan temu giring memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia (FHI) tahun 2008.

5.2 Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut yaitu kadar sari larut air, kadar sari larut etanol dan kadar abu tak larut asam guna untuk mengetahui apakah simplisia yang diuji dapat digunakan sebagai obat tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. (2010). Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Halaman: 67-68, 99-100.

Amelia, M.R., dkk. (2014). Penentuan Kadar Abu (AOAC 2005). Fakultas Ekologi Manusia. 1-3.

Azizah, B., Nina, S. (2013). Standarisasi Parameter Non Spesifik dan Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol dan Ekstrak Terpurifikasi Rimpang Kunyit.Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 3(11): 22.

Badan Standar Nasional.(1992). Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Halaman 3-4.

Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman: XXXIII.

Dini, K., dkk. (2014). Preparasi Sampel untuk Analisis Mineral. Fakultas Ekologi Manusia. 1-2.

Febriani, D., dkk. (2015). Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn.).Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. 475, 477-478.

Gandjar, I.G dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Halaman: 91.

Gunawan, D., Sri, M. (2004).Ilmu Obat Alam. Jakarta: Penebar Swadaya.

Halaman: 9, 11,13.

Handayani, S., dkk.(2017). Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun Jambu Mawar (Syzygium jambos Aiston).Jf Fik Uninam. 5(3): 179-180.

Hariana, A. (2014). Tumbuhan Obat & Khasiatnya.Seri 3. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman: 126.

Hayati, M. (2003).Terampil Membuat Ekstrak Temu-temuan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Halaman: 15-16, 27-32.

Kumoro, A.C. (2015). Teknologi Ekstraksi Senyawa Bahan Aktif dari Tanaman Obat. Yogyakarta: Plantaxia. Halaman: 17, 21.

Manoi, F. (2006).Pengaruh Cara Pengeringan terhadap Mutu Simplisia Sambiloto.Bul Littro. 17(1): 3.

Nadia, L., dkk. (2010). Praktikum Kimia dan Analisis Pangan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Halaman: 3, 14-15.

Plantamor.(2019). Situs Dunia Tumbuhan.Diakses dari http:/www.

Plantamor.com/species/info/curcuma/heyneana. Pada tanggal 14 Mei 2019.

Prasetyo., Entang, I. (2013). Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-obatan.

Bengkulu: Badan Penerbit Fakultas Pertanian UNIB. Halaman: 18-19.

Rachmania, R.A., Fatimah, N., Elok, M. (2013). Ekstraksi Gelatin dari Tulang Ikan Tenggiri Melalui Proses Hidrolisis Menggunakan Larutan Basa.

Media Farmasi.10(2): 26.

Rahmelia, D., Anang, W.M., Diah., Irwan, S. (2015). Analisis Kadar Kalium (K) dan kalsium (Ca) dalam Kulit dan Daging Buah Terung Kopek Ungu (Solanum melongena) Asal Desa Nupa Bomba Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala. J. Akad Kim. 4(3): 145, 147.

Rukmana, R., Herdi, Y. (2016). Budi Daya dan Pascapanen Tanaman Obat Unggulan. Yogyakarta: Lily Publisher. Halaman: 196-197.

Situmorang, M. (2012). Kimia Analitik I (Kimia Analitik Dasar). Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.

Halaman: 87,106-108.

LAMPIRAN

Lampiran 1.Perhitungan Penetapan Kadar Air pada Simplisia

Kadar air = V

W x 100%

Keterangan:

W = bobot cuplikan, dalam gram

V = volume air yang dibaca pada alat Aufhauser, dalam ml NB: 1 mililiter setara dengan 1 gram

Contoh perhitungan:

1. Penetapan kadar air simplisia kunyit Kadar air (U-1) = 1.00 ml

2. Penetapan kadar air simplisia temu giring

Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Abu pada Simplisia Kadar Abu = W1- W2

W x 100%

Keterangan:

W = bobot contoh sebelum diabukan, dalam gram

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan, dalam gram W2 = bobot cawan kosong, dalam gram

Perhitungan:

1. Penetapan kadar abu pada simplisia kunyit Kadar Abu (U-1) = 38.3487 g - 38.2197 g

2. Penetapan kadar abu pada simplisia temu giring Kadar Abu (U-1) = 37.7740 g – 37.6702 g

1.4334 g x 100%

= 0.1038 g

1.4334 g x 100%

= 7.24%

Lampiran 3. Gambar penentuan kadar air dan kadar abu

Gambar a. tanaman kunyit Gambar b. rimpang kunyit

Gambar c. simplisia kunyit Gambar d. serbuk simplisia kunyit

Gambar e. tanaman temu giring Gambar f. rimpang temu giring

Gambar g. simplisia temu giring Gambar h. serbuk simplisia temu giring

Gambar i. labu didih berisi serbuk simplisia kunyit dan xylo

Gambar j. penentuan kadar air metode destilasi dengan alat Aufhauser

Gambar k. cawan porselen + Gambar l. pengarangan di atas nyala

serbuk simplisia pembakar

Gambar m. pengabuan dalam tanur listrik

Gambar n. hasil kadar abu pada Gambar o. hasil kadar abu pada

Kunyit temu giring

Dokumen terkait