• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUASAAN NEGARA ATAS CABANG PRODUKSI PENTING DAN MENGUASAI HAJAT HIDUP ORANG BANYAK SERTA BUMI, AIR

D. MERANGKAI MAKNA PASAL 33 UUD DARI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. PENGUASAAN NEGARA ATAS CABANG PRODUKSI PENTING DAN MENGUASAI HAJAT HIDUP ORANG BANYAK SERTA BUMI, AIR

DAN KEKAYAAN ALAM YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA. Frasa “dikuasai oleh negara” terdapat di dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. Frasa “dikuasai oleh negara” itu mengandung pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik (demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”.

Di dalam makna “dikuasai oleh negara” juga termasuk di dalamnya konsepsi “dimiliki oleh negara” sepanjang berkaitan dengan pemilikan atas saham dalam perusahaan yang melakukan kegiatan pengelolaan agraria dan sumber daya alam. Kepemilikan saham oleh negara tidak berarti bahwa negara memiliki secara absolut 100% saham dari perusahaan yang dimaksud, melainkan negara dapat menjadi pemilik saham mayoritas relatif, artinya negara dapat saja tidak menguasai lebih dari 50% saham. Pemilik saham mayoritas relatif berarti negara menjadi pemilik saham terbesar dalam perusahaan dan menjadi pihak yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan di dalam perusahaan. Dalam pengusahaan cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, peran negara harus kuat dan tidak boleh dipisah-pisah sehingga memperlemah tanggungjawab

negara sebagaimana sistem unbunding dalam UU Ketenagalistrikan (UU No. 20 Tahun 2002) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Penguasaan negara sebagai mandate rakyat secara kolektif dalam Pasal 33 UUD 1945 diwujudkan dalam lima bentuk atau fungsi, yaitu kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Mahkamah Konstitusi juga merumuskan empat tolak ukur untuk menentukan apakah suatu bentuk hukum atau tindakan hukum bertujuan untuk memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Empat tolak ukur tersebut antara lain: (i) kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat, (ii) tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat, (iii) tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam, serta (iv) penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan sumber daya alam.

Bagan. Konstruksi Penguasaan Negara atas Sumber Daya Alam dalam Pasal 33 UUD 1945

Tujuan Penguasaan Bentuk Penguasaan Pengaturan Kebijakan Pengelolaan Pasal 33 UUD Pengurusan Pengawasan Kemanfaatan bagi rakyat Pemerataan manfaat bagi rakyat Partisipasi rakyat Penghormatan hak masyarakat adat Dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Dikuasai oleh negara

penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD 1945. Penguasaan negara dilakukan dalam bentuk fungsi, sedangkan tujuan penguasaan negara tersebut diukur dari empat tolak ukur. Jadi rumusan untuk memahami makna penguasaan negara di dalam Pasal 33 UUD 1945 dari putusan Mahkamah Konstitusi dapat dirumuskan dengan 4 X 5. Kemudian persoalan jenis cabang-cabang produksi yang harus dikuasai oleh negara. Cabang produksi yang harus dikuasai oleh negara adalah cabang-cabang produksi yang dinilai penting bagi negara dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak, yaitu: (i) cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, (ii) penting bagi negara tetapi tidak menguasai hajat hidup orang banyak, atau (iii) tidak penting bagi negara tetapi menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kontrol negara dalam pengusaan sumber daya alam harus kuat, sehingga ketentuan yang memperlemah penguasaan negara dianggap bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Hal ini terlihat dalam putusan pengujian UU Penanaman Modal. Di dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi membatalkan ketentuan pemberian hak-hak atas tanah yang “dapat diperpanjang di muka sekaligus” (Pasal 22 ayat (1), ayat (2) dan (4) UU Penanaman Modal). Ketentuan yang demikian telah mengurangi, memperlemah, atau bahkan dalam keadaan tertentu menghilangkan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi.

Pengusaan tanah pertanian oleh warga negara dan badan hukum juga harus dibatasi agar tidak memperlemah penguasaan negara dan menjadi bentuk penindasan kepada rakyat karena konsentrasi sumber daya terletak pada segelintir orang tertentu. Hal ini sebagaimana dinyatakan Mahkamah Konsitusi dalam putusan pengujian UU Penetapan Luas Tanah Pertanian. Pengaturan pembatasan luas tanah pertanian yang dapat dimiliki oleh

aturan yang jelas atau memberikan kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam rangka penataan ulang kepemilikan tanah (landreform) khususnya tanah pertanian. Penataan ulang kepemilikan tanah bersesuaian dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UU PA, dan UU PLTP yang mencerminkan tanah dan kepemilikannya memiliki fungsi sosial.

Penguasaan negara harus diarahkan untuk tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sehingga terkait dengan alokasi sumber daya alam, sebagai contoh dalam cabang produksi migas, tanggung jawab negara mengandung pengertian bukan hanya menyediakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang murah maupun mutu yang baik, tetapi juga adanya jaminan ketersediaan BBM dan pasokan bagi seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, produksi minyak dan gas harus mengalokasikan produknya untuk kebutuhan dalam negeri secara memadai.

Persoalan selanjutnya adalah siapa yang merepresentasikan negara dalam hal penguasaan atas sumber daya alam? Yang dimaksud dengan negara dalam penguasaan atas sumber daya alam adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Penjelasan tentang pembagian peran antara tingkat pemerintahan tersebut diatur dengan peraturan perundang-undangan. Perlu ada kepastian peranan dan kepastian hukum dalam penguasaan sumber daya alam antara instansi pemerintah. Oleh sebab itu, di dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pengujian UU (Perpu) Perubahan UU Kehutanan disebutkan oleh Mahkamah bahwa seharusnya Pemerintah konsisten dan memiliki ukuran-ukuran yang obyektif dalam menentukan apakah suatu kawasan hutan merupakan kawasan hutan lindung atau bukan, agar memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan, dan ada koordinasi yang baik antara departemen yang membawahkan sektor kehutanan dengan departemen yang membawahkan sektor pertambangan, agar jangan terjadi tumpang

tindih dan kekacauan kebijakan. Artinya, prinsip penguasaan negara dalam Pasal 33 UUD 1945 menghindari tumpang-tindih kebijakan sektoral dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam.

2. PERANAN SWASTA DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

Dokumen terkait