• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota

II. Deskripsi Program & Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota

Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan kependidikan termasuk perencanaan dan penganggaran pendidikan. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota.

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat adalah penyusunan Renstra Dinas Pendidikan kabupaten/kota, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra dinas, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), menghitung Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda/Perbup/SK/dan peraturan lain), melaksanakan konsultasi dan lokakarya dengan DPRD dan penguatan Dewan Pendidikan, dan program rintisan. Program rintisan terdiri dari Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) di Kabupaten Sukabumi dan Karawang, Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Sukabumi dan Sistem

Kabupaten/kota SD MI Karawang 29 9 Indramayu 29 10 Sukabumi 12 8 Garut 14 4 Subang 17 5 Kota Bogor 16 4 Jumlah 117 40

Informasi Manajemen Aset (SIMA) di Kabupaten Karawang. DBE1 juga memberikan hibah ICT di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Karawang.

Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikan pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Indramayu Kota Cimahi Jawa Barat Subang Sukabumi Karawang Garut Kota Bogor

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan

DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional.

Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian disempurnakan menjadi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja pendidikan kabupaten dalam bentuk distribusi sekolah/madrasah. Melalui sajian data tersebut dinas dapat

mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Melalui tabel distribusi ini, tim dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Disamping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan.

SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu output SIPPK tentang kondisi ruang kelas SD/MI di salah satu kabupaten/kota. Gambar 4. Distribusi Sekolah (SD/MI) Menurut Persentase Ruang Kelas Rusak

Berat, di Kota Bogor

Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 7 kabupaten/kota mitra DBE 1 telah memiliki SIPPK.

Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE 1. Renstra dinas pendidikan disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan tim penyusun Renstra yang kurang lebih terdiri dari 10 orang perwakilan Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota.

Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun Renstra 0 50 100 150 200 250 300 2. persentase RK Rusak Berat 60% s.d. <80% 3. persentase RK Rusak Berat 40% s.d. <60% 4. persentase RK Rusak Berat 20% s.d. <40% 5. persentase RK Rusak Berat < 20% 2 30 36 270

Penyiapan data layanan pendidikan

Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan

Riviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra.

Konsultasi publik draft Renstra dinas pendidikan

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan

Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian lokakarya, diskusi, dan uji publik dengan Bappeda, Kantor Kementerian Agama, DPRD, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat.

Program DBE1 Jabar/Banten telah mendampingi 7 kabupaten/kota mitra dalam menyusun Renstra Dinas Pendidikan.

Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang Telah Memiliki SIPPK dan Renstra Dinas Pendidikan

No. Kabupaten/Kota 1. Karawang 2. Indramayu 3. Sukabumi 4. Garut 5. Subang 6. Kota Bogor 7. Kota Cimahi

Pengembangan Renstra Dinas Pendidikan Kota Cimahi difasilitasi oleh DBE1 dan

Service Provider dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pada bulan Juli

2010, tim pengembang renstra memulai kegiatan dengan membicarakan tujuan dari Renstra, kegiatan, dan biaya terkait. Proses pengembangan dokumen

difasilitasi terus menerus oleh DBE1 dan wakil dari UPI. Melalui proses ini, wakil Dinas Pendidikan menyadari pentingnya data yang valid dan terkini sebagai basis dalam pengembangan Rencana. Pada tanggal 23 September 2010, Dinas

Pendidikan Kota Cimahi menyelenggarakan konsultasi publik yang dihadiri oleh pemangku kepentingan dari berbagai institusi. Konsultasi publik mendapatkan hasil yang positif. Wakil dari DPR Kota Cimahi menyatakan bahwa dari semua Dinas yang ada di Kota Cimahi, hanya Dinas Pendidikan yang memperlihatkan draf dokumen kepada pemangku kepentingan lainnya sebelum dokumen tersebut disyahkan.

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)

Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah

meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP tersebut selesai. Dalam proses penyusunan tersebut, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor

penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan

sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan.

4LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD.

Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan

dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap

program dan kegiatan tersebut. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari rencana strategis (renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya (LAKIP).

Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 20 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 4 (empat)

Kabupaten/Kota. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 20 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 4 (empat) Kabupaten/Kota.

Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat Dalam Penyusunan LAKIP dan Renja

Kabupaten/kota LAKIP RENJA Karawang 5 5 Indramayu 5 5 Sukabumi 5 5 Garut - - Subang - - Kota Bogor 5 5 Jumlah 20 20

Catatan: Kabupaten Garut dan Subang tidak terlibat karena pada saat penyusunan LAKIP dan RENJA, masih menyusun renstra dinas pendidikan

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK)

Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Analisis keuangan sektor pendidikan5 di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa penggunaan terbesar adalah untuk gaji pendidik (70.9%), sedangkan untuk dana PBM sangat kecil (2%). Pola semacam ini merata di semua kabupaten/kota. Hasil penghitungan AKPK digunakan untuk pembahasan anggaran pendidikan kabupaten/kota. Di Cimahi misalnya, Bappeda menerapkan metode AKPK untuk tahun 2010-2011 tidak hanya pada bidang pendidikan tetapi juga kesehatan, pelayanan umum, ketentraman & ketertiban, budaya pariwisata, dan perlindungan sosial. Hasilnya dijadikan bahan untuk menetapkan pagu anggaran 2012.

5Keuangan sector pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, DPA Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas Pendidikan maupun SKPD lain

Gambar 6. Hasil Analisis Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Subang Tahun 2008

Gambar 7. Hasil Analisis Sumber Pendanaan Sektor Pendidikan Kabupaten Subang Tahun 2008

Keseluruhan Dana Sektor Pendidikan

Tahun 2008

83.1% 2.6% 14.3% APBD Kab. APBD Prov. APBN

AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) Berapa total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota? (ii) Darimana sumber-sumber pendanaan pendidikan? (iii) Berapa besar masing-masing sumber-sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya)? (iv) Apa saja jenis belanja sektor pendidikan? (v) Berapa yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid?

Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi

pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya alokasi anggaran sektor pendidikan agar lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Pendidikan.

AKPK dilakukan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah:

Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui lokakarya

Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian lokakarya

Konsultasi internal Dinas Pendidikan terhadap hasil AKPK sebagai uji validitas sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir

Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan

Selama masa program DBE1 terdapat 5 kabupaten dan 1 kota difasilitasi melakukan AKPK.

Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK

No. Kabupaten/Kota 1 Karawang 2 Indramayu 3 Sukabumi 4 Garut 5 Subang 6 Kota Bogor 7 Kota Cimahi

Ketujuh kabupaten/kota tersebut telah merampungkan dokumen AKPK. Personil yang dilatih AKPK sebanyak 65 orang.

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan.

Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian:

1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota

2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka berbeda dengan standar BSNP

3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota

Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1.

Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan.

Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi.

Hasil Penghitungan BOSP di 6 kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa,

pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media)

Tabel 10. Hasil Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tahun 2009

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah)

Permendiknas 69/2009*) Per siswa/tahun (Rupiah)

SD SMP SMA SD SMP SMA Karawang 443.000 780.393 - 526.060 643.970 916.070 Sukabumi (2008) 282.756 899.652 1.762.788 530.120 648.940 923.140 Indramayu 635.266 912.849 1.616.338 539.400 660.300 939.300 Bogor 533.133 872.564 2.073.499 535.920 656.040 933.240 Garut 497.300 759.500 1.431.400 526.640 644.680 917.080 Subang 516.234 761.453 1.677.269 527.220 645.390 918.090 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

*)

sesuai dengan indeks masing-masing daerah

Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa di semua jenjang pendidikan masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah/madrasah.

Gambar 9. Perbandingan Antara BOSP Per Siswa vs Pendapatan di SMP/MTs

BOSP dihitung oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), UPTD/KCD, Pengawas, DPRD Komisi Pendidikan, Bappeda, DPPKAD/Bag. Keuangan Setda, Kantor Kementerian Agama, dan dewan pendidikan. Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya dan proses konsultasi internal di dinas pendidikan serta konsultasi publik. Konsultasi publik digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan.

Saat ini sudah terdapat tujuh kabupaten/kota di Jawa Barat yang difasilitasi oleh DBE1 untuk menghitung BOSP. Ketujuh daerah tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi Oleh DBE Untuk Menghitung BOSP

No. Kabupaten/Kota 1 Kabupaten Karawang 2 Kabupaten Sukabumi 3 Kabupaten Indramayu 4 Kabupaten Garut 5 Kabupaten Subang 6 Kota Bogor 7 Kota Cimahi

Pada tahun 2011, DBE1 melakukan pemutakhiran BOSP atas dasar adanya perubahan harga barang di setiap kabupaten/kota dan terbitnya Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar. Pemutakhiran BOSP dihitung dengan mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar penilaian, standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Dengan demikian dapat diketahui kebutuhan biaya

operasional sekolah untuk mencapai 8 standar tersebut. Yang dihitung hanya biaya operasional satuan pendidikan non personalia.

Pemutakhiran BOSP dilakukan di empat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sukabumi, Karawang, Kota Bogor, dan Kota Cimahi. Dari 4 kabupaten/kota yang dihitung BOSP-nya, semua mengalami kesenjangan antara nilai pendapatan yang diterima sekolah dengan hasil penghitungan BOSP. Diperlukan upaya dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah mengingat sekolah tidak diperkenankan untuk memungut kepada orang tua siswa.

Di Kabupaten Karawang, berdasarkan hasil penghitungan BOSP, pemerintah Provinsi Jawa Barat memutuskan untuk memberikan bantuan BOS Provinsi kepada Kabupaten/Kota sebesar Rp. 25.000, - untuk SD, Rp.127.500,- untuk SMP. Selain itu Kabupaten Sukabumi membuat Keputusan Bupati Nomor 978/Kep.351-Disdik/2009 tentang Penetapan Besaran Alokasi Anggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kabupaten Tahun Anggaran 2009. Di Tangerang, telah diterbitkan Peraturan Walikota nomor 5 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Biaya Operasional Pendidikan (BOP).

Berikut adalah hasil penghitungan BOSP di 4 kabupaten/kota:

Tabel 12. Hasil Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tahun 2011

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan

Per siswa/tahun (Rupiah)

Pendapatan SD* Per siswa/tahun (Rupiah) Pendapatan SMP* Per siswa/tahun (Rupiah) SD SMP SMA Karawang 690.390 952.568 1.258.177 452.000 817.500 Sukabumi 803.025 1.060.154 1.499.930 422.000 697.500 Bogor 741.881 834.677 1.233.167 530.000 822.500 Cimahi 796.233 912.627 1.259.788 450.000 813.000 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

*) Pendapatan sekolah adalah dana bantuan dari BOS Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait

e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mencapai dua sasaran kebijakan utama, yaitu (1) Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicapai dengan memperluas akses pendidikan di tingkat SD/MI dan SMP/MTs dalam bentuk investasi pada infrastruktur sekolah; (2) pemerataan mutu pendidikan, sebuah kebijakan yang penting untuk menjawab keluhan banyak pihak mengenai ketidakadilan di dalam penyediaan layanan pendidikan.

Salah satu instrumen kebijakan yang dianggap tepat dalam mendukung sasaran kedua ini adalah dengan memperkenalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan yang akan memberikan arahan penyediaan layanan pendidikan. Untuk dapat mencapai SPM tentunya diperlukan pendanaan yang cukup. Oleh karena itu, DBE1 mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan oleh daerah untuk mengetahui estimasi biaya yang diperlukan dalam mencapai SPM dan target akses, yaitu Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP).

Untuk bisa melakukan PBPSAP, DBE1 mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) yang merupakan pengembangan dari SIPPK guna menghasilkan profil pencapaian SPM kabupaten/kota. Input dari SIMP-K adalah data Padati dan NUPTK yang dimiliki oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.

Gambar 10. Tahap Analisis PBPSAP

Di Provinsi Jawa Barat, daerah yang mendapatkan program PBPSAP adalah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kota Bogor, dan Kota Cimahi. Keempat daerah ini terpilih karena mempunyai data Padati dan NUPTK tahun 2010 yang relatif valid.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah:

Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) bagi data operator dinas pendidikan.

Lokakarya PBPSAP bagi para pengambil keputusan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota

Konsultasi internal dinas pendidikan kabupaten/kota

Lokakarya riviu hasil PBPSAP oleh Dinas Pendidikan dan Bappeda kabupaten/kota

Di 4 kabupaten/kota tersebut masing-masing terdapat 2 orang data operator yang mampu mengolah data Padati dan NUPTK dengan menggunakan SIMP-K.

Para pengambil kebijakan di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tersebut mampu menganalisis data hasil olahan SIMP-K, merumuskan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai SPM dan target akses, dan menghitung estimasi kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses.

Dinas Pendidikan dari 4 Kabupaten/Kota tersebut sudah mengetahui gambaran kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses. Hasil PBPSAP ini dapat menjadi input dalam penyusunan perencanaan pendidikan kabupaten/kota.

Dalam lokakarya riviu hasil PBPSAP dengan Dinas Pendidikan dan Bappeda Kabupaten/kota Sukabumi, Karawang, Bogor, dan Cimahi, wakil dari Bappeda menyatakan penghargaan terhadap metode penghitungan PBPSAP yang dikembangkan oleh DBE1 dan telah ditransfer ke Dinas Pendidikan. Lebih lanjut, wakil Bappeda menyatakan bahwa hal ini perlu ditindaklanjuti menjadi kegiatan advokasi kepada tingkat pengambil kebijakan yang lebih tinggi.

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan

Dalam rangka mendukung peran DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan dalam mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang berkualitas, DBE1 menyelenggarakan konsultasi dengan komisi yang membidangi pendidikan. Beberapa kegiatan konsultasi diantaranya lokakarya berbagai pemangku kepentingan, memberikan informasi tentang implementasi tatalayanan pendidikan di kabupaten/kota, dan memberi masukan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan dan penganggaran. DBE1 juga melakukan konsultasi dengan anggota komisi pendidikan DPRD yang baru terpilih untuk periode 2009-2014. Selama kurun waktu 2005-2010 sebanyak 147 anggota DPRD dari unsur ketua, ketua/anggota komisi yang membidangi pendidikan dan badan anggaran di sembilan kabupaten/kota telah terlibat dalam proses konsultasi.

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan

Dalam rangka mendukung keikutsertaan dewan pendidikan dalam perumusan kebijakan pendidikan kabupaten/kota, DBE1 melakukan lokakarya bersama

Dokumen terkait