• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

Desentralisasi

Manajemen dan

Tatalayanan

Pendidikan Dasar

yang Lebih Efektif

Laporan Akhir DBE1 untuk

Provinsi Jawa Barat

30 Desember 2011

Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Jawa Barat untuk pemerintah Provinsi Jawa Barat.

(2)
(3)

Desentralisasi Manajemen dan

Tatalayanan Pendidikan Dasar yang

Lebih Efektif

Laporan Akhir DBE1

Disiapkan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Disiapkan oleh Decentralized Basic Education 1 Provinsi Jawa Barat

Pendapat penulis di laporan ini tidak selalu mencerminkan pandangan United States Agency for International Development (USAID) atau Pemerintah Amerika Serikat.

(4)
(5)

Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar ... vii

Ringkasan Eksekutif ... ix

I. Pendahuluan ... 1

1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan ... 2

2, Tujuan Laporan ... 3

II. Deskripsi Program & Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat ... 4

1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah ... 4

a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah ... 5

b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah ... 6

c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M) ... 7

d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS) ... 8

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota ... 9

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan ... 10

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja) ... 13

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) ... 14

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) ... 17

e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) ... 20

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan ... 22

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan ... 22

h. Kebijakan ... 23

i. Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau Information, Communication, and Technology (ICT) ... 23

j. Program Rintisan ... 25

III.Upaya Keberlanjutan ... 28

a. Diseminasi Program ... 28

b. Sertifikasi Distrik Fasilitator ... 32

c. Sertifikasi Service Provider ... 33

d. Kabupaten/Kota Acuan ... 34

IV.Tantangan dan Rekomendasi ... 35

Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Sekolah/Madrasah ... 37

Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Kabupaten/Kota ... 38

(6)

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 1. Daftar Jumlah DF Tersertifikasi di Masing-Masing Kabupaten/Kota ... 5

Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah Dilatih Kepemimpinan ... 5

Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah di Provinsi Jawa Barat ... 7

Tabel 4. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M ... 8

Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah di Provinsi Jawa Barat yang Telah Menerapkan SDS ... 9

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Barat ... 10

Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang Telah Memiliki SIPPK dan Renstra Dinas Pendidikan ... 13

Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat Dalam Penyusunan LAKIP dan Renja ... 14

Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK ... 16

Tabel 10. Hasil Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tahun 2009... 18

Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi Oleh DBE Untuk Menghitung BOSP ... 19

Tabel 12. Hasil Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tahun 2011... 20

Tabel 13. Daftar Kebijakan yang Pengembangannya Difasilitasi DBE1 ... 23

Tabel 14. Daftar Program Rintisan ... 25

Tabel 15. Komitmen untuk Diseminasi di Provinsi Jawa Barat ... 28

Tabel 16. Jumlah Sekolah/Madrasah Diseminasi 2006-2011 ... 29

Tabel 17. Jumlah Sekolah dan SiswaPenerima Manfaat DBE1 ... 29

Tabel 18. Daftar Program DBE1 yang Telah Didiseminasikan oleh Kabupaten/Kota ... 29

Daftar Gambar

Halaman Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia ... 1

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Barat ... 2

Gambar 3. Persentasi Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Pembangunan Desa Kelurahan ... 7

Gambar 4. Distribusi Sekolah (SD/MI) Menurut Persentase Ruang Kelas Rusak Berat, di Kota Bogor ... 11

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan ... 12

Gambar 6. Hasil Analisis Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Subang Tahun 2008 ... 15

Gambar 7. Hasil Analisis Sumber Pendanaan Sektor Pendidikan Kabupaten Subang Tahun 2008 ... 15

Gambar 8. Perbandingan Antara BOSP Per Siswa VS Pendapatan SD/MI ... 18

Gambar 9. Perbandingan Antara BOSP Per Siswa vs Pendapatan di SMP/MTs ... 19

Gambar 10. Tahap Analisis PBPSAP ... 21

(7)

Kata Pengantar

USAID/DBE1 merupakan program kerja sama antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih efektif. Sejak 2005, program ini telah dilaksanakan di 1,074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di 50 kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota adalah untuk mendukung upaya perencanaan dan penganggaran pendidikan yang berbasis data yang valid dan terkini. Proses perencanaan dan penganggaran juga dilakukan dengan cara yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Saat ini DBE1 telah menyelesaikan semua kegiatannya dan pada Bulan Desember 2011 telah mengakhiri bantuan teknisnya di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota.

Laporan Akhir yang disusun oleh tim DBE1 memberikan informasi mengenai program-program yang telah dilaksanakan selama ini beserta pencapaiannya. Laporan Akhir ini juga mencoba merangkum keterbatasan yang terjadi selama DBE1 bekerja bersama dengan sekolah/madrasah dan pemerintah kabupaten/kota. Juga disertakan tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang dalam rangka melanjutkan keberhasilan dan penyebarluasannya. Salah satu bentuk dukungan atas keberlanjutan implementasi program DBE1 di kabupaten/kota maupun di provinsi telah disiapkan 46 orang Distrik Fasilitator dan 13 orang

Service Provider tersertifikasi. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi mantan

Koordinator DBE1 Provinsi Jawa Barat, Erna Irnawati, 0812-2145-278.

Dalam kesempatan ini, izinkanlah kami untuk menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih atas kerjasama dan dukungan semua pihak di Provinsi Jawa Barat atas keberlangsungan program DBE1 selama ini.

Jakarta, Desember 2011 Chief of Party DBE1

(8)
(9)

Ringkasan Eksekutif

Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Program DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective

Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, program dilaksanakan dengan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan berdasarkan MOU antara DBE1 dan Kepala Daerah. Di Provinsi Jawa Barat, 159 SD/MI dan 32 SMP/MTs menerima bantuan teknis dari program DBE1 yang berlokasi di enam kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sukabumi, Karawang, Indramayu, Garut, Subang, dan Kota Bogor.

DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Program-program DBE1 di tingkat sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M), pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M), pengembangan kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah.

Di tingkat kabupaten/kota DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, menghitung biaya pencapaian standar dan akses, menganalisis pendidik dan tenaga kependidikan, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Di Provinsi Jawa Barat DBE1 telah memfasilitasi pengembangan renstra, BOSP, AKPK, Lakip, Renja, PBPSAP, SIMA, SIMPTK.

Selain kegiatan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota, secara nasional DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Barat menerima 2 hibah TIK di Kabupaten Karawang dan Sukabumi yang bernilai masing-masing Rp 301 juta dan Rp 61 juta.

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang telah dilaksanakan DBE1 selama ini. Di Provinsi Jawa Barat, 2.650 sekolah/madrasah dan 18 kabupaten/kota (lima kabupaten/kota mitra dan 13 kabupaten/kota lain seperti Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, dan Kota Bogor) telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana sekitar Rp 2,1 Milyar.

(10)

Selama menjalankan program tidak banyak tantangan dihadapi. Salah satu tantangan yang menonjol yaitu kebutuhan akan data yang lengkap dan valid serta pemanfaatannya untuk proses perencanaan, dan penganggaran. Selain itu, karena pelatihan dan pendampingan DBE1 terbatas kepada sejumlah sekolah dan kabupaten/kota, perbaikan dan peningkatan mutu cenderung terjadi di sekolah/madrasah/kabupaten/kota binaan atau diseminasi saja, belum menyeluruh di seluruh provinsi. Salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam laporan adalah: penyebaran good practice dengan menggunakan panduan, modul, perangkat lunak DBE1 dan mendayagunakan sumberdaya manusia (khususnya pengawas/DF, Service

Provider, dan staf dinas) yang sudah dilatih oleh DBE1. Untuk itu, Dinas Pendidikan perlu

menyediakan anggaran rutin operasional yang memadai..

Sebagai alat untuk mendorong keberlanjutan tersebut, DBE1 sudah menyiapkan tim Distrik Fasilitator (pengawas/kepala sekolah/guru/PPAI), paket panduan (baik dalam hard copy maupun soft-copy), dan beberapa lembaga perguruan tinggi sebagai Service Provider untuk program tingkat kabupaten/kota. Dengan alat-alat tersebut diharap bahwa tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia terus-menurus bisa dicapai.

Ringkasan pencapaian hasil kerja DBE1 di Provinsi Jawa Barat hingga November 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah.

Ringkasan Pencapaian Hasil Kerja DBE1 di Provinsi Jawa Barat Hingga November 2011

Kegiatan Target Pencapaian Kumulatif Hingga November 2011

Sekolah/madrasah yang didampingi dalam mengembangkan rencana tahunan dan anggaran

153 SD/MI dan 32

SMP/MTs 153 SD/MI dan 32 SMP/MTs

Sertifikasi Fasilitator Distrik 45 orang

Pelaksanaan AKPK 6 kab/kota 7 kab/kota

Pelaksanaan BOSP 6 kab/kota 7 kab/kota

Pemutakhiran BOSP 4 kab/kota 4 kab/kota

Pelaksanaan PBPSAP 4 kab/kota 4 kab/kota

Renstra 6 kab/kota 7 kab/kota

Renja 4 kab/kota 4 kab/kota

Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) 2 kab/kota 2 kab/kota

Jumlah sekolah yang ikut serta

mendiseminasi program DBE1 N/A 2,746 sekolah

Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat sekolah

N/A Rp. 2,197.540.000

Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat kabupaten/kota

N/A Rp. 71.885.000

Kabupaten/kota yang mendiseminasi

program MBS DBE1 N/A 18 kab/kota

Kabupaten/kota yang mendiseminasi

(11)

I. Pendahuluan

Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Bantuan teknis DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, pelaksanaan program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri.

Program DBE mempunyai 3 tujuan utama, yaitu,

Meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih baik (DBE1)

Meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat SD/MI (DBE2) Meningkatkan keterkaitan pendidikan sekolah/madrasah menengah pertama

untuk kelompok remaja (DBE3).

Program ini memberikan dukungan teknis kepada kabupaten/kota dan sekolah/madrasah mitra, bukan dalam bentuk bantuan keuangan. Program ini telah dilaksanakan di tujuh provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) dan di lebih dari 50 kabupaten/kota (Gambar 1).

Di Provinsi Jawa Barat, 6 Kabupaten/kota menerima bantuan teknis dari program DBE1 ini (Gambar 2), yaitu Kabupaten Sukabumi, Karawang, Indramayu, Garut, Subang, dan Kota Bogor. Pada tahun 2010 menambah 1 kota sebagai upaya keberlanjutan program DBE1, yaitu Kota Cimahi.

(12)

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Barat

1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan

Materi program DBE1 dikembangkan berdasarkan lebih dari 25 peraturan undangan yang terkait dengan pendidikan dan desentralisasi. Peraturan perundang-undangan yang diacu bukan hanya yang berhubungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, tetapi juga yang berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, DBE1 membantu pengembangan kapasitas individu dan institusi dalam menerapkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia.

DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Hingga saat ini DBE1 telah melaksanakan program di 1.074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di tujuh provinsi. Program-program DBE1 mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah, pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah, pengembangan kapasitas kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di Provinsi Jawa Barat, DBE1 mendukung 159 SD/MI dan 32 SMP/MTs di 6 kabupaten/kota.

Untuk tingkat kabupaten/kota, DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan Rencana Strategis Dinas Pendidikan, menghitung kebutuhan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah/madrasah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan.

(13)

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah/madrasah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan DBE1 selama ini. Hingga akhir November 2011, sebanyak 15.572 sekolah/madrasah dan sekitar 118 kabupaten/kota (termasuk 72 kabupaten/kota non mitra DBE1) di 12 provinsi telah mendiseminasikan paling sedikit 1 program DBE1. Lebih dari Rp. 18,5 Milyar telah dialokasikan dari APBD Kabupaten/Kota maupun sumber lainnya untuk mendukung penyebaran dan kesinambungan program-program DBE1. Di Provinsi Jawa Barat, 2.650 sekolah/madrasah dan 18 kabupaten/kota telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana sekitar 2,1 Milyar.

Selain kegiatan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Barat menerima 2 hibah TIK yang bernilai sekitar Rp 301 juta (Kabupaten Karawang) dan Rp 61 juta (Kabupaten Sukabumi).

DBE1 juga mendukung adanya program kemitraan dimana pihak swasta berkerjasama dengan sekolah/madrasah atau kabupaten/kota dalam memperbaiki bangunan sekolah/madrasah yang telah rusak akibat gempa di Jogjakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 yang lalu. DBE1 telah memulai upaya diseminasi program manajemen dan tatalayanan di tiga kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.

2, Tujuan Laporan

Laporan ini disusun oleh tim DBE1 sebagai informasi kegiatan yang telah dilakukan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota maupun sekolah/madrasah pada periode 2005 hingga 2011. Melalui laporan ini, DBE1 ingin berbagi informasi dengan pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Barat mengenai metode dan pendekatan yang dilakukan DBE1, pencapaian-pencapaian hasil, penyebaran good practice kepada lebih banyak pemangku kepentingan lainnya, serta tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan. Laporan juga menyertakan Lampiran berisikan informasi berbagai pencapaian hasil DBE1 di Jawa Barat dengan rinci serta informasi terkait Distrik Fasilitator, Service Provider, dan Mantan Staf DBE1. Diharapkan dengan berbagai informasi ini pemangku kepentingan mendukung keberlanjutan program yang telah dikembangkan oleh DBE1, walaupun program telah berakhir pada tahun 2011.

(14)

II. Deskripsi Program & Capaian yang

Dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat

1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah

Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah pada dasarnya adalah untuk membantu kabupaten/kota dalam mengimplementasikan MBS (Manajamen Berbasis Sekolah)1 yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud, khususnya pilar pertama (manajemen sekolah/madrasah) dan pilar ketiga (peranserta masyarakat). Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah meliputi empat kegiatan, yakni: pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah; penguatan komite sekolah/madrasah; penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (termasuk Rencana Kerja Tahunan dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah); serta pelatihan dan aplikasi Sistem Database Sekolah. Dengan penguatan kapasitas tersebut manajemen dan tatalayanan sekolah/madrasah dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan akuntabel serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif.

Penguatan kapasitas sekolah/madrasah dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung ke sekolah/madrasah mitra. Hal tersebut bukan hanya ditujukan supaya sekolah/madrasah memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu pemangku kepentingan sekolah/madrasah diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan, memiliki keahlian khusus menyusun perencanaan dan kepala sekolah/madrasah mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Pada aspek penguatan komite sekolah/madrasah, pendekatan ini diharapkan mampu menjadikan lembaga itu menjadi mesin pendorong bagi peningkatan pengelolaan satuan pendidikan. Dalam melaksanakan kegiatan tingkat sekolah/madrasah, DBE1 mempersiapkan Distrik Fasilitator (DF) di masing-masing kabupaten/kota. Pada umumnya, DF berasal dari pengawas sekolah/madrasah, kepala sekolah, guru, dan PPAI2. DF inilah yang melakukan pelatihan dan pendampingan/bimbingan intensif. Pada awalnya DBE1 Jawa Barat memiliki 57 orang DF untuk melatih 159 SD/MI dan 32 SMP/MTs mitra. Pada tahun 2011, sebanyak 45 orang DF telah mengikuti penyegaran materi MBS dan DF tersebut mengikuti proses sertifikasi. Berikut adalah jumlah DF di masing-masing kabupaten/kota yang lolos sertifikasi:

1 Tiga pilar MBS menurut Kemdikbud adalah: (1) Manajemen Sekolah, (2) Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif

Efektif dan Menyenangkan, dan (3) Peranserta Masyarakat.

2 DF dipilih dari unsur Pengawas Sekolah (Dinas dan Kemenag) dan Kepala Sekolah yang diseleksi oleh unsur

(15)

Tabel 1. Daftar Jumlah DF Tersertifikasi di Masing-Masing Kabupaten/Kota

No. Kabupaten/Kota Jumlah DF (Orang) 1. Kabupaten Garut 6 2. Kabupaten Indramayu 9 3. Kabupaten Karawang 11 4. Kabupaten Sukabumi 11 5. Kabupaten Subang 5 6. Kota Bogor 3 Total 45

a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah

Kebijakan desentralisasi pendidikan yang menjadikan satuan pendidikan sebagai lembaga otonom menuntut kepala sekolah/madrasah untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kewenangan lebih luas yang dimiliki oleh sekolah/madrasah. Sekolah/madrasah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan internalnya sendiri antara lain perencanaan dan evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran, keuangan, peserta didik, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekolah/madrasah.

Pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam menerapkan kepemimpinan efektif dan partisipatif dalam rangka pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Pelatihan ini, selain diikuti oleh Kepala Sekolah/Madrasah juga melibatkan pengawas sekolah/madrasah sehingga implementasi hasil pelatihan dapat dipantau oleh pengawas sekolah/madrasah.

Sampai saat ini ada 159 kepala SD/MI dan 32 kepala SMP/MTs yang telah mengikuti pelatihan penguatan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan. Berdasarkan hasil Evaluasi Dampak, hampir semua Kepala Sekolah/madrasah peserta pelatihan mengatakan bahwa Pelatihan Kepemimpinan sangat berguna bagi mereka. Berikut adalah jumlah kepala sekolah/madrasah di Provinsi Jawa Barat yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan:

Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah Dilatih Kepemimpinan

Kabupaten/Kota Kepala SD/MI Kepala SMP/MTs Karawang 40 8 Indramayu 39 8 Sukabumi 20 4 Garut 18 4 Subang 22 4 Kota Bogor 20 4 Jumlah 159 32

(16)

b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah

Tujuan pelatihan ini adalah untuk menguatkan komite sekolah/madrasah melalui peningkatan pemahaman mengenai peran dan fungsinya, pemahaman kapasitas organisasi, peningkatan kapasitas hubungan dengan masyarakat, dan implementasi berbagai peran yaitu advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan),

supporting (memberi dukungan), maupun mediating (melakukan mediasi). Hal ini

sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang kemudian diperbaiki melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010. Secara teknis masih diatur dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Penguatan diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan bukan hanya bagi anggota komite sekolah/madrasah namun juga melibatkan kepala sekolah/madrasah dan guru. Hal ini dimaksudkan agar pemangku kepentingan lain memahami peran dan fungsi komite sekolah/madrasah sehingga pelatihan dan pendampingan komite sekolah/madrasah juga memiliki fungsi rekonsiliatif. Untuk meningkatkan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah, DBE1 melatih sebanyak empat kali bagi komite SD/MI dan satu kali bagi komite SMP/MTs. Pelatihan komite sekolah/madrasah meliputi tiga hal. Pertama, pengenalan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Kedua, penguatan kapasitas yang meliputi pembenahan aspek organisasi, peningkatan hubungan dengan masyarakat luas dan peningkatan peran dukungan kepada sekolah/madrasah. Ketiga, secara khusus DBE1 mengupayakan perbaikan hubungan sekolah/madrasah dengan pemerintahan desa/kelurahan melalui keterlibatan komite sekolah/madrasah dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan.

Penguatan organisasi dan peningkatan hubungan dengan masyarakat ditentukan berdasarkan mawas diri yang dilakukan oleh komite sekolah/madrasah. Mawas diri tersebut dilakukan untuk mengetahui persoalan organisasional dan hambatan relasional dalam menjalankan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Melalui mawas diri komite sekolah/madrasah dapat menentukan penguatan apa yang akan dilatihkan untuk mendukung penguatan mereka.

Penguatan komite sekolah/madrasah terkait dengan upaya keterlibatan dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan dilakukan agar komite sekolah/madrasah mampu terlibat secara aktif dalam perencanaan pembangunan dengan membawa kebutuhan sekolah/madrasah yang terdapat dalam RKS/M. Hal lain yang menjadi tujuan keterlibatan tersebut agar kebutuhan sekolah/madrasah dalam RKS/M menjadi prioritas dalam anggaran APBdes dan APBD. Berikut adalah grafik persentasi usulan komite sekolah/madrasah di Kabupaten Garut yang menjadi daftar prioritas Musrenbang Desa/Kelurahan tahun 2009 di Kabupaten tersebut.

(17)

Gambar 3. Persentasi Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Pembangunan Desa Kelurahan

Sampai saat ini DBE1 telah melatih anggota komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah dan guru. Berikut adalah jumlah peserta pelatihan penguatan komite sekolah/madrasah:

Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah di Provinsi Jawa Barat

Kabupaten/Kota Anggota Komite

Sekolah/Madrasah Kepala Sekolah Guru Jumlah Karawang 146 19 18 183 Indramayu 156 15 41 212 Sukabumi 145 20 35 200 Garut 152 22 22 196 Subang 180 26 24 230 Kota Bogor 158 20 22 200 Jumlah 937 122 162 1221

c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M)

Penyusunan RKS/M3 oleh sekolah/madrasah didasarkan oleh Permendiknas 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan. RKS/M disusun secara partisipatif berdasarkan data terkini (profil sekolah/madrasah). Salah satu akibat dari fasilitasi peranan masyarakat dalam penyusunan rencana sekolah/madrasah adalah sumbangan masyarakat kepada sekolah/madrasah binaan DBE1 di Provinsi Jawa Barat sejak tahun ajaran 2005/2006 sampai dengan 2008/2009 sebesar Rp. 5.119.982.826.

3

RKS memiliki 3 dokumen yang terdiri dari Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja

Tahunan (RKT) dan dokumen anggaran tahunan yang dikenal dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKJM disusun sekolah setiap empat tahun sekali, RKT dan RKAS disusun setiap tahun oleh sekolah. RKT adalah dokumen implementasi yang di monitoring setiap tiga bulan sekali dan dievaluasi 1 tahun pada akhir tahun ajaran oleh pemangku kepentingan sekolah.

PRESENTASI USULAN SEKOLAH/MADRASAH PRIORITAS PEMBANGUNAN PADA MUSRENBANGDES

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

TAROGONG KIDUL CIKAJANG

INFRASTRUKTUR BEASISWA

(18)

Secara teknis, penyusunan RKS/M dilakukan oleh suatu Tim KKRKS/M dengan dibimbing oleh DF. KKRKS/M beranggotakan 4 – 5 orang per sekolah/madrasah yang terdiri dari Kepala Sekolah/Madrasah, Pendidik, Komite Sekolah/Madrasah atau Yayasan untuk sekolah/madrasah swasta (yang didirikan oleh masyarakat). Rancangan RKS/M yang disusun oleh tim juga dikonsultasikan kepada pemangku kepentingan sekolah/madrasah. Dengan demikian RKS/M yang disusun dapat mengakomodir kepentingan sekolah/madrasah (sebagai penyedia layanan) dan masyarakat (sebagai pengguna layanan). Karena keterlibatan tersebut, maka komite sekolah/madrasah maupun masyarakat/orangtua murid ikut mendukung dan mengawasi implementasi progam/kegiatan yang dituangkan dalam RKS/M. Sebanyak 196 sekolah/madrasah mitra DBE1telah menyusun RKS/M. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah per kabupaten/kota di Jawa Barat yang telah memiliki RKS/M:

Tabel 4. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M

Kabupaten/Kota SD MI SMP MTs Karawang 32 9 5 3 Indramayu 29 10 4 4 Sukabumi 12 8 2 2 Garut 14 4 4 4 Subang 17 5 2 2 Kota Bogor 16 4 2 2 Jumlah 120 40 19 17

RKS/M yang telah disusun di masing-masing sekolah kemudian dibawa ke tingkat kabupaten/kota melalui lokakarya dengan tujuan agar dinas pendidikan mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah/madrasah. Diharapkan dinas pendidikan kabupaten/kota mempertimbangkan kebutuhan sekolah tersebut dan mewadahi usulan-usulan sekolah ke dalam Renja Dinas Pendidikan kabupaten/kota.

d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS)

Pengembangan Sistem Database Sekolah bertujuan agar kegiatan sekolah/madrasah dalam mengelola data dan informasi menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Data dan informasi yang dapat disediakan oleh SDS adalah data profil sekolah/madrasah, laporan kinerja sekolah (school report card), dan pengelolaan laporan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Untuk meningkatkan kemampuan sekolah/madrasah mengaplikasikan SDS, DBE1 melakukan pelatihan dan pendampingan kepada kepala sekolah/madrasah, bendahara sekolah/madrasah dan operator penanggungjawab data sekolah/madrasah.

Beberapa manfaat SDS bagi sekolah/madrasah antara lain: pertama, mempermudah sekolah/madrasah dalam mengelola data jika sewaktu-waktu

(19)

dibutuhkan seperti saat akreditasi dan menyusun RKT; kedua, mempermudah sekolah/madrasah untuk melakukan administrasi dan menyusun laporan keuangan sekolah/madrasah termasuk BOS; ketiga, memudahkan kepala sekolah/madrasah menyusun Lembar Mutu Sekolah (LMS) setiap tahun sekali; dan keempat, mempermudah KKRKS/M dalam menyusun profil sekolah/madrasah pada saat akan membuat RKS/M setiap empat tahun sekali.

Sampai dengan saat ini jumlah sekolah/madrasah mitra DBE1 yang telah menerapkan SDS adalah 157. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah yang telah menerapkan SDS menurut kabupaten/kota:

Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah di Provinsi Jawa Barat yang Telah Menerapkan SDS

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota

Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan kependidikan termasuk perencanaan dan penganggaran pendidikan. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota.

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat adalah penyusunan Renstra Dinas Pendidikan kabupaten/kota, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra dinas, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), menghitung Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda/Perbup/SK/dan peraturan lain), melaksanakan konsultasi dan lokakarya dengan DPRD dan penguatan Dewan Pendidikan, dan program rintisan. Program rintisan terdiri dari Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) di Kabupaten Sukabumi dan Karawang, Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Sukabumi dan Sistem

Kabupaten/kota SD MI Karawang 29 9 Indramayu 29 10 Sukabumi 12 8 Garut 14 4 Subang 17 5 Kota Bogor 16 4 Jumlah 117 40

(20)

Informasi Manajemen Aset (SIMA) di Kabupaten Karawang. DBE1 juga memberikan hibah ICT di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Karawang.

Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikan pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini. Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Barat

Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Indramayu √ √ √ √ √ √ Kota Cimahi √ √ √ √ √ √ Jawa Barat √ Subang √ √ √ √ Sukabumi √ √ √ √ √ √ √ √ √ Karawang √ √ √ √ √ √ √ √ √ Garut √ √ √ √ Kota Bogor √ √ √ √ √ √ √ √

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan

DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional.

Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian disempurnakan menjadi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja pendidikan kabupaten dalam bentuk distribusi sekolah/madrasah. Melalui sajian data tersebut dinas dapat

(21)

mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Melalui tabel distribusi ini, tim dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Disamping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan.

SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu output SIPPK tentang kondisi ruang kelas SD/MI di salah satu kabupaten/kota. Gambar 4. Distribusi Sekolah (SD/MI) Menurut Persentase Ruang Kelas Rusak

Berat, di Kota Bogor

Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 7 kabupaten/kota mitra DBE 1 telah memiliki SIPPK.

Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE 1. Renstra dinas pendidikan disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan tim penyusun Renstra yang kurang lebih terdiri dari 10 orang perwakilan Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota.

Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun Renstra 0 50 100 150 200 250 300 2. persentase RK Rusak Berat 60% s.d. <80% 3. persentase RK Rusak Berat 40% s.d. <60% 4. persentase RK Rusak Berat 20% s.d. <40% 5. persentase RK Rusak Berat < 20% 2 30 36 270

(22)

Penyiapan data layanan pendidikan

Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan

Riviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra.

Konsultasi publik draft Renstra dinas pendidikan

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan

Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian lokakarya, diskusi, dan uji publik dengan Bappeda, Kantor Kementerian Agama, DPRD, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat.

Program DBE1 Jabar/Banten telah mendampingi 7 kabupaten/kota mitra dalam menyusun Renstra Dinas Pendidikan.

(23)

Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang Telah Memiliki SIPPK dan Renstra Dinas Pendidikan

No. Kabupaten/Kota 1. Karawang 2. Indramayu 3. Sukabumi 4. Garut 5. Subang 6. Kota Bogor 7. Kota Cimahi

Pengembangan Renstra Dinas Pendidikan Kota Cimahi difasilitasi oleh DBE1 dan

Service Provider dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pada bulan Juli

2010, tim pengembang renstra memulai kegiatan dengan membicarakan tujuan dari Renstra, kegiatan, dan biaya terkait. Proses pengembangan dokumen

difasilitasi terus menerus oleh DBE1 dan wakil dari UPI. Melalui proses ini, wakil Dinas Pendidikan menyadari pentingnya data yang valid dan terkini sebagai basis dalam pengembangan Rencana. Pada tanggal 23 September 2010, Dinas

Pendidikan Kota Cimahi menyelenggarakan konsultasi publik yang dihadiri oleh pemangku kepentingan dari berbagai institusi. Konsultasi publik mendapatkan hasil yang positif. Wakil dari DPR Kota Cimahi menyatakan bahwa dari semua Dinas yang ada di Kota Cimahi, hanya Dinas Pendidikan yang memperlihatkan draf dokumen kepada pemangku kepentingan lainnya sebelum dokumen tersebut disyahkan.

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)

Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah

meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP tersebut selesai. Dalam proses penyusunan tersebut, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor

penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan

sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan.

4LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD.

(24)

Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan

dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap

program dan kegiatan tersebut. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari rencana strategis (renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya (LAKIP).

Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 20 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 4 (empat)

Kabupaten/Kota. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 20 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 4 (empat) Kabupaten/Kota.

Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat Dalam Penyusunan LAKIP dan Renja

Kabupaten/kota LAKIP RENJA Karawang 5 5 Indramayu 5 5 Sukabumi 5 5 Garut - - Subang - - Kota Bogor 5 5 Jumlah 20 20

Catatan: Kabupaten Garut dan Subang tidak terlibat karena pada saat penyusunan LAKIP dan RENJA, masih menyusun renstra dinas pendidikan

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK)

Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Analisis keuangan sektor pendidikan5 di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa penggunaan terbesar adalah untuk gaji pendidik (70.9%), sedangkan untuk dana PBM sangat kecil (2%). Pola semacam ini merata di semua kabupaten/kota. Hasil penghitungan AKPK digunakan untuk pembahasan anggaran pendidikan kabupaten/kota. Di Cimahi misalnya, Bappeda menerapkan metode AKPK untuk tahun 2010-2011 tidak hanya pada bidang pendidikan tetapi juga kesehatan, pelayanan umum, ketentraman & ketertiban, budaya pariwisata, dan perlindungan sosial. Hasilnya dijadikan bahan untuk menetapkan pagu anggaran 2012.

5Keuangan sector pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, DPA Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas Pendidikan maupun SKPD lain

(25)

Gambar 6. Hasil Analisis Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Subang Tahun 2008

Gambar 7. Hasil Analisis Sumber Pendanaan Sektor Pendidikan Kabupaten Subang Tahun 2008

Keseluruhan Dana Sektor Pendidikan

Tahun 2008

83.1% 2.6% 14.3% APBD Kab. APBD Prov. APBN

AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) Berapa total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota? (ii) Darimana sumber-sumber pendanaan pendidikan? (iii) Berapa besar masing-masing sumber-sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya)? (iv) Apa saja jenis belanja sektor pendidikan? (v) Berapa yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid?

Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi

(26)

pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya alokasi anggaran sektor pendidikan agar lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Pendidikan.

AKPK dilakukan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah:

Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui lokakarya

Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian lokakarya

Konsultasi internal Dinas Pendidikan terhadap hasil AKPK sebagai uji validitas sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir

Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan

Selama masa program DBE1 terdapat 5 kabupaten dan 1 kota difasilitasi melakukan AKPK.

Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK

No. Kabupaten/Kota 1 Karawang 2 Indramayu 3 Sukabumi 4 Garut 5 Subang 6 Kota Bogor 7 Kota Cimahi

Ketujuh kabupaten/kota tersebut telah merampungkan dokumen AKPK. Personil yang dilatih AKPK sebanyak 65 orang.

(27)

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan.

Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian:

1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota

2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka berbeda dengan standar BSNP

3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota

Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1.

Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan.

Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi.

Hasil Penghitungan BOSP di 6 kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor

guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa,

pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media)

(28)

Tabel 10. Hasil Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tahun 2009

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah)

Permendiknas 69/2009*) Per siswa/tahun (Rupiah)

SD SMP SMA SD SMP SMA Karawang 443.000 780.393 - 526.060 643.970 916.070 Sukabumi (2008) 282.756 899.652 1.762.788 530.120 648.940 923.140 Indramayu 635.266 912.849 1.616.338 539.400 660.300 939.300 Bogor 533.133 872.564 2.073.499 535.920 656.040 933.240 Garut 497.300 759.500 1.431.400 526.640 644.680 917.080 Subang 516.234 761.453 1.677.269 527.220 645.390 918.090 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

*)

sesuai dengan indeks masing-masing daerah

Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa di semua jenjang pendidikan masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah/madrasah.

(29)

Gambar 9. Perbandingan Antara BOSP Per Siswa vs Pendapatan di SMP/MTs

BOSP dihitung oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), UPTD/KCD, Pengawas, DPRD Komisi Pendidikan, Bappeda, DPPKAD/Bag. Keuangan Setda, Kantor Kementerian Agama, dan dewan pendidikan. Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya dan proses konsultasi internal di dinas pendidikan serta konsultasi publik. Konsultasi publik digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan.

Saat ini sudah terdapat tujuh kabupaten/kota di Jawa Barat yang difasilitasi oleh DBE1 untuk menghitung BOSP. Ketujuh daerah tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi Oleh DBE Untuk Menghitung BOSP

No. Kabupaten/Kota 1 Kabupaten Karawang 2 Kabupaten Sukabumi 3 Kabupaten Indramayu 4 Kabupaten Garut 5 Kabupaten Subang 6 Kota Bogor 7 Kota Cimahi

Pada tahun 2011, DBE1 melakukan pemutakhiran BOSP atas dasar adanya perubahan harga barang di setiap kabupaten/kota dan terbitnya Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar. Pemutakhiran BOSP dihitung dengan mengacu pada 8 Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar penilaian, standar kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Dengan demikian dapat diketahui kebutuhan biaya

(30)

operasional sekolah untuk mencapai 8 standar tersebut. Yang dihitung hanya biaya operasional satuan pendidikan non personalia.

Pemutakhiran BOSP dilakukan di empat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Sukabumi, Karawang, Kota Bogor, dan Kota Cimahi. Dari 4 kabupaten/kota yang dihitung BOSP-nya, semua mengalami kesenjangan antara nilai pendapatan yang diterima sekolah dengan hasil penghitungan BOSP. Diperlukan upaya dari pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah mengingat sekolah tidak diperkenankan untuk memungut kepada orang tua siswa.

Di Kabupaten Karawang, berdasarkan hasil penghitungan BOSP, pemerintah Provinsi Jawa Barat memutuskan untuk memberikan bantuan BOS Provinsi kepada Kabupaten/Kota sebesar Rp. 25.000, - untuk SD, Rp.127.500,- untuk SMP. Selain itu Kabupaten Sukabumi membuat Keputusan Bupati Nomor 978/Kep.351-Disdik/2009 tentang Penetapan Besaran Alokasi Anggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kabupaten Tahun Anggaran 2009. Di Tangerang, telah diterbitkan Peraturan Walikota nomor 5 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Biaya Operasional Pendidikan (BOP).

Berikut adalah hasil penghitungan BOSP di 4 kabupaten/kota:

Tabel 12. Hasil Penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan Tahun 2011

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan

Per siswa/tahun (Rupiah)

Pendapatan SD* Per siswa/tahun (Rupiah) Pendapatan SMP* Per siswa/tahun (Rupiah) SD SMP SMA Karawang 690.390 952.568 1.258.177 452.000 817.500 Sukabumi 803.025 1.060.154 1.499.930 422.000 697.500 Bogor 741.881 834.677 1.233.167 530.000 822.500 Cimahi 796.233 912.627 1.259.788 450.000 813.000 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

*) Pendapatan sekolah adalah dana bantuan dari BOS Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait

e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mencapai dua sasaran kebijakan utama, yaitu (1) Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicapai dengan memperluas akses pendidikan di tingkat SD/MI dan SMP/MTs dalam bentuk investasi pada infrastruktur sekolah; (2) pemerataan mutu pendidikan, sebuah kebijakan yang penting untuk menjawab keluhan banyak pihak mengenai ketidakadilan di dalam penyediaan layanan pendidikan.

(31)

Salah satu instrumen kebijakan yang dianggap tepat dalam mendukung sasaran kedua ini adalah dengan memperkenalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan yang akan memberikan arahan penyediaan layanan pendidikan. Untuk dapat mencapai SPM tentunya diperlukan pendanaan yang cukup. Oleh karena itu, DBE1 mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan oleh daerah untuk mengetahui estimasi biaya yang diperlukan dalam mencapai SPM dan target akses, yaitu Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP).

Untuk bisa melakukan PBPSAP, DBE1 mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) yang merupakan pengembangan dari SIPPK guna menghasilkan profil pencapaian SPM kabupaten/kota. Input dari SIMP-K adalah data Padati dan NUPTK yang dimiliki oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.

Gambar 10. Tahap Analisis PBPSAP

Di Provinsi Jawa Barat, daerah yang mendapatkan program PBPSAP adalah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kota Bogor, dan Kota Cimahi. Keempat daerah ini terpilih karena mempunyai data Padati dan NUPTK tahun 2010 yang relatif valid.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah:

Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) bagi data operator dinas pendidikan.

Lokakarya PBPSAP bagi para pengambil keputusan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota

Konsultasi internal dinas pendidikan kabupaten/kota

Lokakarya riviu hasil PBPSAP oleh Dinas Pendidikan dan Bappeda kabupaten/kota

(32)

Di 4 kabupaten/kota tersebut masing-masing terdapat 2 orang data operator yang mampu mengolah data Padati dan NUPTK dengan menggunakan SIMP-K.

Para pengambil kebijakan di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tersebut mampu menganalisis data hasil olahan SIMP-K, merumuskan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai SPM dan target akses, dan menghitung estimasi kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses.

Dinas Pendidikan dari 4 Kabupaten/Kota tersebut sudah mengetahui gambaran kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses. Hasil PBPSAP ini dapat menjadi input dalam penyusunan perencanaan pendidikan kabupaten/kota.

Dalam lokakarya riviu hasil PBPSAP dengan Dinas Pendidikan dan Bappeda Kabupaten/kota Sukabumi, Karawang, Bogor, dan Cimahi, wakil dari Bappeda menyatakan penghargaan terhadap metode penghitungan PBPSAP yang dikembangkan oleh DBE1 dan telah ditransfer ke Dinas Pendidikan. Lebih lanjut, wakil Bappeda menyatakan bahwa hal ini perlu ditindaklanjuti menjadi kegiatan advokasi kepada tingkat pengambil kebijakan yang lebih tinggi.

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan

Dalam rangka mendukung peran DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan dalam mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang berkualitas, DBE1 menyelenggarakan konsultasi dengan komisi yang membidangi pendidikan. Beberapa kegiatan konsultasi diantaranya lokakarya berbagai pemangku kepentingan, memberikan informasi tentang implementasi tatalayanan pendidikan di kabupaten/kota, dan memberi masukan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan dan penganggaran. DBE1 juga melakukan konsultasi dengan anggota komisi pendidikan DPRD yang baru terpilih untuk periode 2009-2014. Selama kurun waktu 2005-2010 sebanyak 147 anggota DPRD dari unsur ketua, ketua/anggota komisi yang membidangi pendidikan dan badan anggaran di sembilan kabupaten/kota telah terlibat dalam proses konsultasi.

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan

Dalam rangka mendukung keikutsertaan dewan pendidikan dalam perumusan kebijakan pendidikan kabupaten/kota, DBE1 melakukan lokakarya bersama Dewan Pendidikan7 dan melibatkan mereka secara intensif pada kegiatan-kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten antara lain penyusunan rencana strategis, diskusi dan lokakarya penghitungan biaya operasional sekolah/madrasah, dan pembahasan analisis keuangan pendidikan kabupaten. Selain itu Dewan Pendidikan juga diikutsertakan dalam penguatan kapasitas komite sekolah/madrasah maupun lokakarya penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah. Hingga saat ini, jumlah

7Kepmendiknas No. 044/U/2002 menyebutkan Dewan Pendidikan memiliki peran advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), dan mediating (melakukan mediasi).

(33)

anggota Dewan Pendidikan yang telah terlibat aktif dalam program DBE1 di provinsi Jawa Barat adalah 53 orang.

Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh DBE1, beberapa Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota telah terlibat secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kabupaten Sukabumi sangat aktif memberikan input dalam mengkritisi Renstra SKPD. Dewan Pendidikan Kabupaten Sukabumi aktif membuat draft Perbup yang berkaitan dengan pendidikan, seperti Perbup tentang Sistem pendataan, sistem pendanaan pendidikan.

h. Kebijakan

DBE1 memfasilitasi pengembangan kebijakan pendidikan kabupaten/kota . Bentuk kebijakan bervariasi dari Peraturan Daerah yang disetujui oleh DPRD hingga Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan. Setiap kebijakan yang dikembangkan melalui proses manajemen dan tatalayanan yang baik yaitu berdasarkan analisis data dan melalui proses partisipatif yang melibatkan legislatif, masyarakat, dan pelaku pendidikan (guru, kepala sekolah/madrasah, dan murid).

Tabel dibawah ini merangkum bentuk kebijakan di masing-masing kabupaten/kota:

Tabel 13. Daftar Kebijakan yang Pengembangannya Difasilitasi DBE1

Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan Karawang Peraturan Bupati tentang

BOSDA Berdasarkan hasil penghitungan

BOSP

Provinsi Jabar Keputusan Gubernur tentang BOS Provinsi

Berdasarkan hasil presentasi Bupati Karawang kepada Gubernur

Sukabumi Keputusan Bupati Nomor 978/Kep.351-Disdik/2009 tentang Penetapan

Besaran Alokasi Anggaran Dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) Kabupaten Tahun Anggaran 2009 Rancangan Peraturan Bupati tentang Perencanaan Pendidikan Berdasarkan hasil penghitungan BOSP Mengintegrasikan perencanaan di tingkat sekolah dengan kabupaten.

i. Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau Information, Communication, and Technology (ICT)

DBE1 memberikan hibah ICT kepada 14 penerima hibah di 11 kabupaten/kota di enam provinsi mitra. Di Provinsi Jawa Barat, hibah diberikan di Kabupaten

(34)

Sumatera Utara 1 7% Banten 1 7% Jawa Barat 2 14% Jawa Tengah 3 22% Jawa Timur 3 21% Sulawesi Selatan 4 29%

Sukabumi dan Karawang. Program hibah ICT bertujuan untuk meningkatkan akses pemangku kepentingan kepada teknologi dan meningkatkan mutu pendidikan. Program ini dilaksanakan bersama-sama dengan berbagai konsorsium yang terdiri dari sektor swasta dan institusi pemerintahan misalnya Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan Perpustakaan Daerah. Di Jawa Barat, hibah ICT dilaksanakan di Kabupaten Sukabumi dan Karawang.

Gambar 11. Alokasi Hibah ICT di Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia

Di Kabupaten Karawang, program ini dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari CV Trisatya Pratama, PT Indosat Karawang, Bappeda (Bidang Sosial Budaya), Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan, Kandepag, dan Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA). Hibah ICT Kabupaten Karawang meliputi pengembangan network pendukung Manajemen Pendidikan Karawang (Innovation EMG MP_Ka@Network).

Program ini difokuskan pada ikhtiar penciptaan budaya masyarakat sadar dan peduli terhadap pendidikan berbasis ICT dengan jalan (1) Membangun sumber data pendidikan berbasis ICT dan (2) Meningkatkan kualitas pendidikan siswa dan tenaga kependidikan/guru berbasis ICT melalui penyediaan Laboratorium Intra/Internet (LabNet). Lokasi kegiatan ini dilakukan di Aula 2 Kantor Bapeda Karawang dan diluncurkan pada tanggal 23 Juli 2009 dengan sasaran kegiatan tenaga kependidikan/guru dan siswa pada jenjang pendidikan SD dan SMP. Semua kegiatan ini dilaksanakan oleh anggota Konsorsium yang telah disebutkan diatas.

Di Kabupaten Sukabumi, DBE1 memfasilitasi pelaksanaan hibah ICT yang dilakukan oleh Yayasan Tarbiyah Islamiyah (YASTI). Hibah digunakan untuk membangun Sistem Informasi Perpustakaan (SIPIS) yang memungkinkan pencatatan semua kegiatan di Perpustakaan Umum seperti catalog buku dan pencatatan peminjaman dan pengembalian buku dengan bantuan komputer. Perpustakaan Umum akan dilengkapi dengan fasilitas internet sehingga dapat mencari informasi yang dibutuhkan dengan cepat apabila informasi yang tersedia

(35)

di perpustakaan tersebut dirasa belum memadai. SIPUS ini mulai berjalan sejak 8 April 2008. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama siswa SD/MI, SMP/MTs dalam mengenal teknologi internet maka konsorsium ICT Grant Kabupaten Sukabumi mengadakan pelatihan pengenalan internet yang diadakan di Perpusda Sukabumi dan diikuti oleh 300 orang peserta dari berbagai SD/MI, SMP/MTs. Sejauh ini, kegiatan Internet-based Digital Library perangkat lunak telah mampu menjaring pengguna sebanyak 36 sekolah; 12 perpustakaan; 16 dinas; sedangkan kegiatan layanan Internet Café telah diakses oleh 11 sekolah; 8 perpustakaan dan 9 institusi. Sedangkan capaian kuantitas perorang dari layanan

Internet-based Digital Library Perangkat lunak digunakan oleh 257 siswa; 47

guru; 15 staf dinas; 23 masyarakat umum. Demikian juga untuk layanan program

Internet Café jumlah pengguna unsur siswa 35; guru 15; staf dinas 17; dan

masyarakat umum 19 orang. Internet Café juga dirancang untuk menyediakan fasilitas internet nirkabel dan pelatihan penggunaan komputer untuk masyarakat umum dengan harga yang cukup terjangkau yaitu Rp. 3,000 per jam.

Untuk mendukung keberlanjutan program setelah DBE1 berakhir pada tahun 2011, seluruh bagian dari hibah ICT (perangkat lunak, hardware, dan teknologi terkait) telah diserahkan kepada pihak pemerintah daerah yang mengikuti kegiatan hibah ICT sejak awal.

j. Program Rintisan

DBE1 melaksanakan beberapa program rintisan: Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK), Sistim Informasi Manajemen Aset (SIMA), dan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK). Program-program ini hanya dilaksanakan di satu atau dua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat (lihat daftar di bawah).

Tabel 14. Daftar Program Rintisan

Program Kabupaten/Kota MSDM Sukabumi

SIMPK Sukabumi

SMA Karawang

RPK Sukabumi, Karawang

Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK). Isu-isu proporsi anggaran untuk belanja pegawai, implementasi Permendiknas nomor 39 tahun 2009 yang mengamanatkan Dinas Pendidikan untuk melakukan pemetaan kecukupan guru merupakan beberapa hal yang mendasari DBE1 untuk memberikan pelatihan teknis Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan di kabupaten mitra, yang dalam hal ini dilakukan di Kabupaten Sukabumi.

Kegiatan diawali dengan melatih 3 orang fasilitator dari LPMP Provinsi Jawa Barat dan 3 orang fasilitator dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk ikut

(36)

terlibat aktif dalam pelaksanaan program roll out Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Kabupaten Sukabumi. Fasilitator dari LPMP dan Disdik Provinsi dengan didampingi DBE1 telah melatih Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kabid Dikdas, Kabid Dikmen, Kasi PPTK Dikdas, Kasi PPTK Dikmen, Kasubbag Program dan Perencanaan serta 2 orang staf operator Padati dan NUPTK untuk memiliki kemampuan pemetaan kecukupan Guru, Inflow/Outflow

(Rekrutmen/Pensiun), Efisiensi Guru (Beban Kerja), dan Kinerja Guru melalui Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (SIMP) yang dikembangkan DBE1. Validitas dan realibilitas data Padati dan NUPTK yang menjadi source dasar SIMP-K menjadi tantangan tersendiri dalam proses pemetaan/analisis pendidik dan tenaga kependidikan di Kabupaten Sukabumi, namun hal ini terbantu oleh data-data primer lainnya baik sifatnya kuantitatif maupun kualitatif dari pemangku kebijakan terutama Kasi Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang memperolah informasi-informasi empirik di lapangan.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi adalah:

Pengusulan pengangkatan guru ke BKD

Redistribusi guru dari sekolah yang memiliki kelebihan guru ke sekolah yang kekurangan guru dalam agregat kecamatan

Membuat himbauan dalam berbagai kegiatan supaya guru dengan rumpun yang SAMA yang sudah atau belum tersertifikasi menambah jam mengajarnya.

Himbauan guru kunjung bagi yang kelebihan/cukup dari negeri/swasta ke yang kekurangan

Beasiswa bagi guru PNS yang belum tersertifikasi yang mata pelajarannya berlebih untuk kuliah di mapel yang kurang

Memperketat mutasi antar daerah

Mengoptimalkan tim verifikasi dan validasi izin operasional sekolah. Himbauan/penguatan kepada pengawas dan kepala sekolah untuk tidak melakukan pengangkatan guru honor bagi sekolah yang telah cukup/berlebih jam mengajar

Pembinaan secara intensif terhadap guru mapel melalui MGMP terkait dengan nilai UN masih di bawah standar nasional

Pembinaan secara intensif terhadap guru dan kepala sekolah oleh pengawas mapel, khususnya terhadap sekolah yang berada di bawah standar nasional

(37)

Sistim Informasi Manajemen Aset (SIMA)8 untuk tingkat sekolah/madrasah dan dinas pendidikan telah dikembangkan oleh DBE1 dan diterapkan di kabupaten Karawang. Sistem yang dikembangkan oleh DBE1 didasarkan kepada Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas sekolah/madrasah dan dinas pendidikan kabupaten/kota dalam mendata, mengelola dan merawat sarana dan prasarana sekolah/madrasah. Sistem Manajemen Aset di tingkat sekolah/madrasah meliputi Panduan Perawatan Ringan/Pencegahan dan Aplikasi Sistem Manajemen Aset. Sedangkan di tingkat kecamatan dan kabupaten diterapkan Aplikasi Sistem Manajemen Aset yang mengagregasi data aset sekolah/madrasah.

Perangkat lunak (e-form) untuk tingkat sekolah/madrasah dan SKPD yang telah diujicoba beserta panduan/bahan pelatihan kini mulai diterapkan agar sekolah/madrasah dan SKPD mempunyai profil aset yang bisa digunakan untuk perencanaan anggaran tahunan.

Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) sangat berguna bagi kabupaten Sukabumi dan Karawang dalam mengidentifikasikan kebutuhan pengembangan kapasitas dinas pendidikan. Kebutuhan yang telah diidentifikasi tidak hanya pada kebutuhan pelatihan staff tetapi juga pada pengembangan atau peningkatan sistem manajemen seperti pembenahan sistem dan prosedur analisis keuangan pendidikan. Di Kabupaten Sukabumi, hasil dari RPK termasuk dalam Renstra. Metode penyusunan RPK hampir sama dengan metode yang dikembangkan dalam program penyusunan Renstra. Saat ini metode tersebut termasuk didalam metode penyusunan Renstra.

8UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bawah lembaga pusat menyerahkan aset kepada kabupaten/kota. Aset pendidikan meliputi sarana dan prasarana tingkat sekolah, unit pelaksana teknis daerah (UPTD) dan SKPD. Di tingkat kabupaten/kota ada dua SKPD yang bertanggungjawab soal pengelolaan aset pendidikan yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Pendapatan, Pencatatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).

Gambar

Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia
Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Barat
Tabel 1. Daftar Jumlah DF Tersertifikasi di Masing-Masing Kabupaten/Kota
Gambar 3. Persentasi Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas  Pembangunan Desa Kelurahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, jika titik-titik pasangan data tersebar satu sama lain, maka persamaan linier yang baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen adalah persamaan linier yang

H 7 : terdapat perbedaan harga saham pada perusa- haan yang memiliki ruang lingkup pengung- kapan informasi yang lebih luas (more scope) di internet dengan perusahaan yang

Penyakit diare di Desa Penyarang mayoritas dialami oleh bayi dengan gizi yang baik, dari hal ini bisa disimpulkan bahwa bukan keadaan gizi yang mempengaruhi

Dari latar belakang di atas maka penulis memberi judul ” Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan yang Diberikan Oleh Petugas Kelurahan Pemurus Baru Banjarmasin

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN LATIHAN BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN SPUTUM PADA PASIEN ISPA DI. PUSKESMAS PRABUMULIH

Dalam perbandingan cerita di atas dapat dianalisa dari berbagai dimensi, antara mitologi dengan konsep penggulingan kekuasaan, begitu pula dengan fakta sejarah dan absolutisme

Jika ditinjau dari tingkat penyebaran Komunikasi Informasi Publik kepada masyarakat Kabupaten Lombok Timur, maka dapat dikatakan belum mencapai hasil yang maksimal.. Kurang

Atribut 12 : Karyawan bank belum mampu menjawab pertanyaan nasabah Atribut 17 :Belum ada kelancaran nasabah dalam bertransaksi Dari atribut 9, 12, dan 17, atribut