Cronus adalah dewa waktu yang kekal. Ia menikahi Rhea, putri dari Uranus dan Gaea. Rhea digambarkan sebagai bumi dan dipandang sebagai Ibu Agung dan produsen tanpa henti dari seluruh alam tumbuh-tumbuhan. Dari hasil perrnikahan mereka memiliki tiga putra: Aides(Pluto), Poseidon (Neptune), Zeus (Jupiter) dan tiga putri: Hestia (Vesta), Dameter (Ceres), dan Hera (Juno). Cronus takut akan ramalan mertuanya, Uranus, yang meramalkan bahwa anak dari Cronus akan menggulingkan kekuasaannya. Karena kepercayaan Cronus kepada ramalan mertuanya, maka Cronus menelan setiap anaknya yang baru lahir, hal ini membuat kemarahan istrinya, Rhea. Ketika anak keenam dan terakhir, Zeus lahir, Rhea memutuskan untuk menyelamatkan anaknya untuk dicintai dan dihargai. Rhea membungkus sebuah batu dalam pakaian bayi, dan dengan tergesa-gesa Cronus menelannya dan tidak menyadari penipuan tersebut. Zeus kemudian dapat diselamatkan.
Khawatir keberadaan Zeus diketahui Cronus,Rhea diam-diam mengirim Zeus yang masih bayi ke Crete, di sana ia dilindungi dan dididik. Di bawah asuhan yang sangat baik dari para peri, Zeus tumbuh sangat cepat. Dengan kecerdasan, kebijaksanaan dan keperkasaan tubuhnya Zeus bertekad untuk memaksa ayahnya mengembalikan saudara-saudaranya yang ditelan. Zeus meminta bantuan DewiiMetis, yang berhasil membujuk Cronus meminum ramuan yang membuatnya mengembalikan kembali anak-anaknya yang sudah ditelannya.
Cronus begitu marah ketika mengetahui hal tersebut. Perang antara ayah dan anak tak terelakkan. Zeus dan saudaranya mengambil tempat di Gunung Olympus. Zeus juga meminta bantuan kepada para Titan yang telah meninggalkan Cronus sebagai akibat dari penindasannya. Kemenangan menghamipiri Zeus dengan pertarungan yang sangat sengit dengan ayahnya. Cronus benar-benar dapat digulingkan, saudara-saudara Cronus dikirim ke dunia bawah yang suram, seehinggaCronus dibuang dari kerajaan dan kehilangan kekuasaannya untuk selama-lamanya. Dengan begitu, Zeus menggantikan Cronus ditampuk kekuasaan tertinggi. Perang ini disebut sebagai Titanomachia, dan merupakan perang yang diuraikan paling jelas oleh penyair klasik.
Dalam mitologi Yunani tersebut, kita dapat menganalogikannya dengan fakta sejarah yang ada di Indonesia, yaitu Reformasi 1998. Dalam perjalanan bangsa Indonesia terdapat banyak pula wajah suram sejarah yang dapat memberi pelajaran dalam perjalanannya sampai detik ini. Reformasi 1998 dilatarbelakangi kemerosotan disektor ekonomi yang menghimpit rakyat, ditambah pula absolutisme pemerintah yang dengan misinya menjurus ke kediktatoran. Sifat kritis mahasiswa ditekan sampai pada tingkat ingin mematikan, dengan rangka hanya untuk melanggengkan kekuasaan yang ada. Pada pertengahan Mei tahun 1998 gerakan mahasiswa berubah menjadi kerusuhan. Dampak kerusuhan inipun mengakibatkan kerusakan yang sangat memprihatinkan, krisis kemanusiaan berada dalam titik puncaknya; ribuan gedung terbakar, manusia terpanggang dan tewas seketika.
Penindasan dan revolusi memang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini telah menjadi catatan sejarah yang tak bisa dipungkiri. Dalam perbandingan cerita di atas dapat dianalisa dari berbagai dimensi, antara mitologi dengan konsep penggulingan kekuasaan, begitu pula dengan fakta sejarah dan absolutisme pemerintahan. Penindasan adalah bentuk yang sangat dikecam dari sisi kemanusiaan. Revolusi adalah hal yang wajib, jika penindasan berada pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Menurut Karl Marx, sejarah dunia adalah pertentangan antar kelas. Di sini kelas penguasa berhadapan dengan kelas yang tertindas. HipotesaMarx dapat diamini dalam dua hal; penggulingan kekuasaan dan revolusi kelas proletariat. Jika sistem telah mengekang dan menjadi alat untuk menghegemoni masyarakat luas, kebebasan hanya menjadi wacana dan candu dalam sebuah ruang dialektika semata. Hal ini pula yang akan menjadikan pemikiran kritis dan aksi nyata tertahan oleh sistem itu sendiri, hal ini pulalah yang akan melahirkan revolusi. Dari sini dapat kita fahami bahwa kebebasan berfikir, berbuat, dan kritis terhadap realita tidak dapat dimatikan dengan alasan apapun. Apalagi hanya untuk melanggengkan kekuasaan. Seorang yang mengayomi haruslah dapat menampung semua argumentasi, sehingga dapat diterima dalam skala general bukan sebatas parsialitas semata. Agar kebebasan menjadi sebuah kenyataan, dan bukan sekadar khayalan utopis yang melulu dijanjikan penguasa.