• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten

II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten

Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan kependidikan termasuk perencanaan dan penganggaran pendidikan. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota.

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra SKPD, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), Analisis Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Penghitungan Biaya dan Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda/Perbup/SK/dan peraturan lain), melaksanakan konsultasi dengan DPRD, dan penguatan Dewan Pendidikan, serta program rintisan. Program rintisan terdiri dari Rencana Pengembangan Kapasitas di Kabupaten Kudus dan Jepara, hibah

ICT di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Karanganyar, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) di Kabupaten Purworejo, dan Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Kudus dan Purworejo.

Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar supaya kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikan pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Purworejo Wonogiri Kudus Kota Surakarta Purbalingga Wonosobo Karanganyar Jepara Banjarnegara Boyolali Grobogan Demak Kebumen Klaten Blora Brebes

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan

DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra SKPD Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional. Sebagai contoh, Renstra SKPD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo telah digunakan oleh Dinas P dan K bersama dengan

Bappeda dan DPRD dalam pembahasan dan penentuan alokasi anggaran pendidikan.

Penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian disempurnakan menjadi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMPK) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra SKPD. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja pendidikan kabupaten dalam bentuk distribusi sekolah/madrasah. Melalui sajian data tersebut dinas dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Melalui tabel distribusi ini, tim dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Disamping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan.

SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu ouput SIPPK tentang distribusi angka mengulang kelas (AMK) SD/MI menurut kelas dan jenis kelamin. Angka mengulang kelas kelas awal (1-3) jauh lebih tinggi dari kelas akhir (4-6). AMK murid laki-laki juga lebih tinggi dari AMK murid perempuan.

Gambar 4. Distribusi AMK Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin

Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 9 kabupaten mitra DBE 1 telah memiliki SIPPK. 14.2% 8.7% 7.3% 6.6% 4.5% 0.2% 8.4% 4.6% 3.5% 3.2% 2.8% 0.3%

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5 Tingkat 6 Laki-laki Perempuan

Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE 1. Renstra SKPD disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah.

Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan tim penyusun Renstra yang terdiri dari 10 orang dari Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota. Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun

Renstra.

Penyiapan data layanan pendidikan.

Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan.

Riviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra.

Lokakarya eksternal penyusunan Renstra.

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan

Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian lokakarya, diskusi, dan uji publik dengan Bappeda, Kantor Kementerian Agama, DPRD, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat.

Program DBE1 Jawa Tengah mendampingi 10 kabupaten mitra dalam menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan.

Tabel 7. Kabupaten yang Telah Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra

Kabupaten SIPPK Renstra

Jepara Selesai Selesai

Kudus Selesai Selesai

Boyolali Selesai Selesai

Karanganyar Selesai Selesai

Klaten Selesai Tidak Selesai

Purworejo Selesai Selesai

Demak Selesai Selesai

Grobogan Selesai Selesai

Blora Selesai Selesai

Surakarta Selesai Selesai

Kabupaten Klaten tidak sempat menyelesaikan Renstra karena kesibukan tim Dinas Pendidikan Kabupaten. Selanjutnya Dinas Dikpora Kota Surakarta memperoleh kesempatan untuk difasilitasi dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra), karena itu dinas menyiapkan 10 orang anggota tim untuk mengikuti 4 (empat) kegiatan lokakarya penyusunan Renstra. Bahkan karena semangatnya ingin memiliki dokumen Renstra yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan pendidikan, dinas menambah jumlah peserta sampai dengan 2-4 orang dengan biaya yang ditanggung oleh dinas. Berkat kerja keras anggota tim dokumen Renstra dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu setengah bulan, setelah melalui kegiatan konsultasi publik.

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)

Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP selesai. Dalam proses penyusunan, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang berhasil. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan.

Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini

4 LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD.

juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap program dan kegiatan. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari Rencana Strategis (Renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya (LAKIP). Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 35 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) kabupaten. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 44 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) kabupaten.

Kabupaten Boyolali melakukan upaya terobosan dalam memperbaiki mekanisme perencanaan pendidikan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan keterpaduan perencanaan di lingkungan Disdikpora dengan perencanaan tingkat kabupaten, dengan mengakomodir perencanaan sekolah dan UPTD. Upaya terobosan tersebut dituangkan dalam SK Kepala Disdikpora.

Tabel 8. Jumlah Peserta dalam Penyusunan LAKIP dan Renja

Kabupaten LAKIP Renja

Jepara 5 6 Kudus 5 6 Karanganyar 5 7 Purworejo 5 6 Demak 5 7 Grobogan 5 6 Blora 5 6 Jumlah 35 44

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten (AKPK)

Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Analisis keuangan sektor pendidikan5 di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa penggunaan terbesar adalah untuk gaji pegawai (84%), sedangkan untuk dana operasional sekolah sangat kecil (1,6%). Pola semacam ini merata di semua kabupaten/kota. Hasil penghitungan AKPK digunakan untuk pembahasan anggaran pendidikan kabupaten/kota. Di Jepara misalnya, Bappeda menggunakan hasil penghitungan AKPK sebagai salah satu referensi untuk penyusunan APBD 2010.

5Keuangan sector pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas Pendidikan maupun SKPD lain

Gambar 6. Analisis Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Demak 2008

Gambar 7. Anggaran per Urusan Kabupaten Blora 2008

AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) berapa total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota? (ii) darimana sumber-sumber pendanaan pendidikan? (iii) berapa besar masing-masing sumber-sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya)? (iv) apa saja jenis belanja sektor pendidikan? (v) Berapa yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid?

Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya alokasi anggaran sektor pendidikan agar lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat

Operasional Non Sekolah; 1,4% Modal PBM; 0,3% Modal Non Sekolah; 0,1% Modal Infrastruktur Sekolah; 12,4% Operasional Sekolah; 1,6% Gaji PTK; 84,3%

menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Pendidikan.

AKPK dilakukan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah:

Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui lokakarya

Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian lokakarya

Konsultasi internal Dinas Pendidikan terhadap hasil AKPK sebagai uji validitas sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir

Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan

pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan

Selama masa program DBE1 terdapat 9 kabupaten difasilitasi melakukan AKPK. Kesembilan kabupaten tersebut telah merampungkan dokumen AKPK. Personil yang dilatih AKPK sebanyak 28 orang.

Tabel 9. Jumlah Peserta AKPK Per Kabupaten

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut

6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa,

pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media)

Kabupaten Peserta L P Jepara 3 1 Kudus 2 1 Boyolali 3 0 Karanganyar 2 1 Klaten 3 0 Purworejo 3 0 Demak 2 1 Grobogan 3 0 Blora 2 1 Jumlah 23 5

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan.

Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian:

1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota

2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka berbeda dengan standar BSNP

3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota

Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1.

Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan.

Berdasarkan penghitungan BOSP, pada tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah memberikan bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk bantuan BOS SD/MI Rp. 30.000 per murid per tahun dan bantuan BOS SMP/MTs Rp. 50.000 per murid per tahun sehingga total lebih dari Rp. 192 Miliar. Bantuan ini berlanjut hingga tahun 2011 dengan pesaran per murid per tahun untuk SD/MI dan SMP/MTs sama dengan tahun sebelumnya. Di Kabupaten Jepara, Demak, dan Klaten hasil penghitungan BOSP digunakan oleh pemerintah kabupaten untuk memberikan bantuan operasional sekolah program wajib belajar SD/MI dan SMP/MTs. Kabupaten Jepara telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pendidikan Gratis Program Pendidikan Dasar 9 Tahun. Di Kabupaten Jepara juga dikeluarkan Peraturan Bupati Nomor 98 Tahun 2009 tentang Penetapan Penggunaan BOSP untuk Penyelenggaraan Pendidikan Gratis Program Wajib Belajar Tahun 2009. Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi. Di 9 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah hasil penghitungan BOSP adalah sebagai berikut.

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2009 Kabupaten

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per Siswa/ Tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Jepara 451.648 759.610 1.063.012 Kudus 483.372 767.699 1.043.968 Boyolali * 432.951 612.356 1.087.504 Karanganyar * 446.724 667.050 1.091.077 Klaten * 531.452 840.575 1.205.945 Purworejo 436.928 792.161 1.064.969 Demak * 402.570 645.544 986.169 Grobogan * 404.334 669.161 992.720 Blora * 449.521 726.465 - Permendiknas Nomor 69/2009 580.000 710.000 1.010.000 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

* Dihitung tahun 2008 dan nilai tahun 2009 disesuaikan dengan inflasi 10 %.

Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa jenjang pendidikan dasar masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah.

Gambar 8. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SDN Kabupaten Klaten PERBANDINGAN ANTARA BOSP BUKAN

PEGAWAI Vs PENDAPATAN SDN BOSP Rp. 531.431 Rp. 397.000 /th: Dana BOS Kurang Rp.134.451: Siapa yang mencukupi?

Gambar 9. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SMPN Kabupaten Demak

BOSP dihitung oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), UPTD/KCD, Pengawas, DPRD Komisi Pendidikan, Bappeda, DPPKAD/Bag. Keuangan Setda, Kantor Kementerian Agama, dan dewan pendidikan. Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya dan proses konsultasi internal di dinas pendidikan serta konsultasi publik. Konsultasi publik digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan. Saat ini sudah terdapat sembilan kabupaten di Jawa Tengah yang difasilitasi oleh DBE1 untuk menghitung BOSP. Kesembilan daerah tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2009 Kabupaten Peserta L P Total Jepara 26 5 31 Kudus 20 8 28 Boyolali 31 7 38 Karanganyar 18 10 28 Klaten 30 2 32 Purworejo 27 7 34 Demak 27 3 30 Grobogan 25 7 32 Blora 22 3 25 Jumlah 226 52 278

Pada tahun 2011 dilakukan pemutakhiran penghitungan BOSP di 9 kabupaten mitra yaitu Jepara, Kudus, Boyolali, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan dan Blora. Sementara itu Kabupaten Karanganyar tidak dilakukan pemutakhiran penghitungan BOSP karena alasan teknis. Pemutakhiran ini diperlukan mengingat

PERBANDINGAN ANTARA BOSP BUKAN PEGAWAI Vs PENDAPATAN SMPN BOSP Rp. 645.544 Rp. 570.000: Dana BOS Kurang Rp. 36.245: Siapa yang mencukupi ? Rp. 39.298: Dana BOS Kabupaten

adanya perubahan harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh Peraturan Bupati/Walikota setempat dan adanya perubahan alat yang digunakan untuk menghitung berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan. Sebagian hasil penghitungan BOSP ini juga dijadilan masukan untuk menghitung biaya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar khususnya indikator ke 21-27. Selain dilakukan pemutakhiran di 9 kabupaten mitra DBE1 tersebut, juga dilakukan perluasan penghitungan BOSP di 6 kabupaten mitra BEC-TF yaitu Kabupaten Wonogiri, Kebumen, Banjarnegara, Wonosobo, Brebes, dan Purbalingga. Hasil penghitungan BOSP tahun 2011 baik di kabupaten/kota mitra maupun perluasan dapat dilihat pada tabel di bawaha ini.

Tabel 12. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2011 Kabupaten/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per Siswa/ Tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Jepara 691.024 854.047 1.156.637 Kudus 649.077 689.627 1.647.529 Boyolali 662.794 737.004 1.075.671 Surakarta 651.492 1.320.690 2.183.757 Klaten 694.061 849.507 1.852,807 Purworejo 592.414 814.493 1.398.668 Demak 522.713 828.463 1.063.926 Grobogan 739.371 . 822.252 1.315.955 Blora 739.874 739.874 739.874 Wonogiri * 651.492 1.320.690 2.183.757 Kebumen* 743.721 884.487 - Banjarnegara* 651.492 1.320.690 2.183.757 Wonosobo* 651.492 1.320.690 2.183.757 Brebes* 651.492 1.320.690 2.183.757 Purbalingga* 651.492 1.320.690 2.183.757 Permendiknas Nomor 69/2009** 638.000 781.000 1.111.000 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

* Diseminasi BOSP tahun 2011 di Kabupaten Mitra BEC-TF. **Asumsi kenaikan 10 % dari tahun sebelumnya.

Tabel 13. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2011 Kabupaten/Kota Peserta L P Total Jepara 11 4 15 Kudus 13 4 17 Boyolali 13 4 17 Surakarta 14 4 18

Kabupaten/Kota Peserta L P Total Klaten 11 3 14 Purworejo 11 4 15 Demak 12 0 12 Grobogan 13 3 16 Blora 15 3 18 Wonogiri * 12 3 15 Kebumen* 25 10 35 Banjarnegara* 13 2 15 Wonosobo* 13 4 17 Brebes* 13 3 16 Purbalingga* 12 4 16 Jumlah 201 55 256

e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)

Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) telah dilakukan di 15 kabupaten/kota terdiri dari sembilan kabupaten/kota mitra DBE 1 dan diperluas dienam kabupaten penerima hibah Basic Education Capacity-Trust Fund (BEC-TF) di Jawa Tengah. PBPSAP meliputi kegiatan pemetaan tingkat capaian standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar berdasarkan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, penyusunan alternatif kebijakan pemenuhan SPM, dan penghitungan biaya pencapain SPM.

PBPSAP dilakukan berdasarkan analisis data sekolah dari Pangkalan Data dan Informasi Berbasis Web (PadatiWeb) tahun 2010 dan data guru dari Sistem Informasi dan Manajemen-Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIM-NUPTK) per Juli 2011. Kedua data tersebut dipadukan dalam program yang disebut Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K). Alur penyusunan PBPSAP dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah:

Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) bagi data operator dinas pendidikan kabupaten/kota.

Lokakarya PBPSAP bagi para pengambil keputusan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota.

Konsultasi internal dinas pendidikan kabupaten/kota.

Lokakarya reviu hasil PBPSAP oleh Dinas Pendidikan dan Bappeda kabupaten/kota.

Hasil yang dicapai dalam kegiatan PBPSAP adalah:

Di 15 kabupaten/kota tersebut masing-masing terdapat 2 orang data operator yang mampu mengolah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK dengan menggunakan SIMP-K.

Para pengambil kebijakan di dinas pendidikan kabupaten/kota tersebut mampu menganalisis data hasil olahan SIMP-K, merumuskan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai SPM dan target akses, dan menghitung estimasi kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses.

Dinas Pendidikan dari 15 kabupaten/kota tersebut sudah mengetahui gambaran kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses. Hasil PBPSAP ini dapat menjadi input dalam penyusunan perencanaan pendidikan kabupaten/kota.

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan

Dalam rangka mendukung peran DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan dalam mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang berkualitas, DBE1 menyelenggarakan konsultasi dengan komisi yang membidangi pendidikan. Beberapa kegiatan konsultasi diantaranya lokakarya berbagai pemangku kepentingan, memberikan informasi tentang implementasi tatalayanan pendidikan di kabupaten, dan memberi masukan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan dan penganggaran. DBE1 juga melakukan konsultasi dengan anggota komisi pendidikan DPRD yang baru terpilih untuk periode 2009-2014. Selama kurun waktu 2005-2010 sebanyak 51 anggota DPRD dari unsur ketua, ketua/anggota komisi yang membidangi pendidikan dan panitia anggaran di 9 kabupaten telah terlibat dalam proses konsultasi.

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan

Dalam rangka mendukung keikutsertaan dewan pendidikan dalam perumusan kebijakan pendidikan kabupaten/kota, DBE1 melakukan lokakarya bersama Dewan Pendidikan7 dan melibatkan mereka secara intensif pada kegiatan-kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten antara lain penyusunan rencana strategis, diskusi dan

7Kepmendiknas No. 044/U/2002 menyebutkan Dewan Pendidikan memiliki peran advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), dan mediating (melakukan mediasi).

lokakarya penghitungan biaya operasional sekolah/madrasah, dan pembahasan analisis keuangan pendidikan kabupaten. Selain itu Dewan Pendidikan juga

Dokumen terkait