• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Desentralisasi

Manajemen dan

Tatalayanan

Pendidikan Dasar yang

Lebih Efektif

Laporan Akhir DBE1 untuk

Provinsi Jawa Tengah

30 Desember 2011

Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Jawa Tengah untuk pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

(2)
(3)

Desentralisasi Manajemen dan

Tatalayanan Pendidikan Dasar yang

Lebih Efektif

Laporan Akhir DBE1

Disiapkan untuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Disiapkan oleh Decentralized Basic Education 1 Provinsi Jawa Tengah

Pendapat penulis di laporan ini tidak selalu mencerminkan pandangan United States Agency for International Development (USAID) atau Pemerintah Amerika Serikat.

(4)
(5)

Daftar Isi

Halaman Daftar Isi ... v Daftar Tabel ... vi Daftar Gambar ... vi I. Pendahuluan ... 1

1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan... 2

2. Tujuan Laporan ... 3

II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah ... 5

1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah ... 5

a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah ... 6

b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah ... 7

c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M) ... 8

d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS) ... 9

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten ... 10

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan ... 11

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja) ... 14

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten (AKPK)... 15

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) ... 17

e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) ... 22

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan ... 23

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan ... 23

h. Kebijakan ... 24

i. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ... 25

j. Program Rintisan ... 26

III. Upaya Keberlanjutan ... 28

a. Diseminasi Program ... 28

b. Sertifikasi Distrik Fasilitator ... 31

c. Sertifikasi Service Provider ... 32

d. Kabupaten/Kota Acuan ... 32

IV. Tantangan dan Rekomendasi ... 33

Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Sekolah/Madrasah ... 35

Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Kabupaten ... 36

(6)

Daftar Tabel

Halaman

Tabel 1. Daftar Jumlah DF Masing-Masing Kabupaten ... 6

Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Dilatih Kepemimpinan ... 6

Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah ... 8

Tabel 4. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M ... 9

Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Menerapkan SDS ... 10

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ... 11

Tabel 7. Kabupaten yang Telah Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra ... 14

Tabel 8. Jumlah Peserta dalam Penyusunan LAKIP dan Renja ... 15

Tabel 9. Jumlah Peserta AKPK Per Kabupaten ... 17

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2009 ... 19

Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2009 ... 20

Tabel 12. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2011 ... 21

Tabel 13. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2011 ... 21

Tabel 14. Daftar Kebijakan yang Difasilitasi DBE1 ... 24

Tabel 15. Daftar Program Rintisan di Provinsi Jawa Tengah ... 26

Tabel 16. Komitmen untuk Diseminasi di Provinsi Jawa Tengah ... 28

Tabel 17. Jumlah Sekolah/Madrasah Diseminasi dan Perluasan 2006-2011 ... 28

Tabel 18. Jumlah Sekolah dan Siswa Penerima Manfaat DBE1 ... 29

Tabel 19. Daftar Kabupaten/Kota yang Mendiseminasi Progam Tingkat Kabupaten ... 29

Tabel 20. Kriteria Kuantitatif Sertifikasi DF ... 31

Tabel 21. Tantangan dan Rekomendasi Progam DBE1 ... 33

Daftar Gambar

Halaman Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia ... 1

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Tengah ... 2

Gambar 3. Jumlah Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas ... 8

Gambar 4. Distribusi AMK Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin ... 12

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan ... 13

Gambar 6. Analisis Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Demak 2008 ... 16

Gambar 7. Anggaran per Urusan Kabupaten Blora 2008 ... 16

Gambar 8. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SDN Kabupaten Klaten ... 19

Gambar 9. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SMPN Kabupaten Demak ... 20

Gambar 10. Tahap Analisis PBPSAP ... 22

(7)

Kata Pengantar

USAID/DBE1 merupakan program kerjasama antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih efektif. Sejak 2005, program ini telah dilaksanakan di 1,074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di 50 kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota adalah untuk mendukung upaya perencanaan dan penganggaran pendidikan yang berbasis data yang valid dan terkini. Proses perencanaan dan penganggaran juga dilakukan dengan cara yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Saat ini DBE1 telah menyelesaikan semua kegiatannya dan pada bulan Desember 2011 telah mengakhiri bantuan teknisnya di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota.

Laporan yang disusun oleh tim DBE1 memberikan informasi mengenai program-program yang telah dilaksanakan selama ini beserta pencapaiannya. Laporan ini juga mencoba merangkum keterbatasan yang terjadi selama DBE1 bekerja bersama dengan sekolah/madrasah dan pemerintah kabupaten/kota. Juga disertakan tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang dalam rangka melanjutkan keberhasilan dan penyebarluasannya. Salah satu bentuk dukungan terhadap keberlanjutan program DBE1 di kabupaten/kota maupun provinsi telah disiapkan 81 Distrik Fasilitator dan 7 Service Provider tersertifikasi. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi mantan Koordinator DBE1 Provinsi Jawa Tengah, Dr. Nurkolis, M.M. di 081325872868.

Dalam kesempatan ini, ijinkanlah kami untuk menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih atas kerjasama dan dukungan semua pihak di Provinsi Jawa Tengah atas keberlangsungan program DBE1 selama ini.

Jakarta, Desember 2011 Chief of Party DBE1

(8)
(9)

Ringkasan Eksekutif

Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Program DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective

Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, program dilaksanakan dengan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Di Provinsi Jawa Tengah penandatanganan MOU dengan pemerintah kabupaten dilaksanakan di Kantor Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 29 September 2005. Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah, Drs. Ali Mufiz, MPA. Di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 242 sekolah/madrasah terdiri dari 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs menerima bantuan teknis dari program DBE1 yang tersebar di 9 kabupaten yaitu: Jepara, Kudus, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan, dan Blora.

DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Program-program DBE1 di tingkat sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M), pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M), pengembangan kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah.

Di tingkat kabupaten/kota DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, menghitung biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menganalisis pendidik dan tenaga kependidikan, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Di Provinsi Jawa Tengah DBE1 telah memfasilitasi pengembangan Renstra, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK), dan Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP).

Selain kegiatan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota, secara nasional DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota. Provinsi Jawa Tengah menerima 3 hibah TIK di 2 kabupaten yaitu Kabupaten Klaten dan Karanganyar yang bernilai Rp 926.945.500 terdiri dari Rp. 633.370.500 grant dan Rp. 293.575.000 cost share dari penerima hibah.

(10)

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang telah dilaksanakan DBE1 selama ini. Di Provinsi Jawa Tengah 5.750 sekolah/madrasah dan kabupaten di 25 kabupaten/kota mitra dan non mitra telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana Rp. 4.893.673.526.

Di Provinsi Jawa Tengah tidak banyak tantangan dihadapi dalam pelaksanaan program DBE1. Salah satu tantangan yang menonjol yaitu kebutuhan akan data yang lengkap dan valid serta pemanfaatannya untuk proses perencanaan, dan penganggaran. Selain itu, karena pelatihan dan pendampingan DBE1 terbatas kepada sejumlah sekolah dan kabupaten/kota, perbaikan dan peningkatan mutu cenderung terjadi di sekolah/madrasah/kabupaten/kota binaan atau diseminasi saja, belum menyeluruh di seluruh provinsi. Salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam laporan adalah: penyebaran good practice dengan menggunakan panduan, modul, perangkat lunak DBE1 dan mendayagunakan sumberdaya manusia (khususnya pengawas/DF, service provider, dan staf dinas) yang sudah dilatih oleh DBE1. Untuk itu, Dinas Pendidikan perlu menyediakan anggaran rutin operasional yang memadai. Sebagai alat untuk mendorong keberlanjutan tersebut, DBE1 sudah menyiapkan tim Distrik Fasilitator (fasilitator kabupaten), paket panduan (baik dalam hard copy maupun soft copy), dan beberapa lembaga perguruan tinggi sebagai service provider untuk program tingkat kabupaten/kota (termasuk Di Provinsi Jawa Tengah). Dengan alat-alat tersebut diharapkan bahwa tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia secara terus-menurus bisa dicapai.

Ringkasan pencapaian hasil kerja DBE1 di Provinsi Jawa Tengah hingga November 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah.

Ringkasan Pencapaian Hasil Kerja DBE1 di Provinsi Jawa Tengah Hingga November 2011

Kegiatan Target

Pencapaian Kumulatif Hingga November

2011

Sekolah/madrasah yang didampingi dalam mengembangkan rencana tahunan dan anggaran

202 SD/MI dan 40 SMP/MTs

202 SD/MI dan 40 SMP/MTs

Sertifikasi Fasilitator Distrik 52 orang

Pelaksanaan AKPK 9 kab/kota 9 kab/kota

Pelaksanaan BOSP 9 kab/kota 16 kab/kota

Pemutakhiran BOSP 9 kab/kota 9 kab/kota

Pelaksanaan PBPSAP 15 kab/kota 15 kab/kota

Renstra 9 kab/kota 9 kab/kota

Renja 7 kab/kota 7 kab/kota

Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) 1 kab/kota 1 kab/kota

Jumlah sekolah yang ikut serta mendiseminasi

program DBE1 N/A 5.750 sekolah

Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat sekolah

(11)

Kegiatan Target

Pencapaian Kumulatif Hingga November

2011

Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat kabupaten/kota

N/A Rp. 622.834.500

Kabupaten/kota yang mendiseminasi program

MBS DBE1 N/A 19 kab/kota

Kabupaten/kota yang mendiseminasi program

(12)
(13)

I. Pendahuluan

Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Bantuan teknis DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, pelaksanaan program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri.

Program DBE mempunyai 3 tujuan utama, yaitu,

Meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih baik (DBE1)

Meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat SD/MI (DBE2) Meningkatkan keterkaitan pendidikan sekolah/madrasah menengah pertama

untuk kelompok remaja (DBE3).

Program ini memberikan dukungan teknis kepada kabupaten/kota dan sekolah/madrasah mitra, bukan dalam bentuk bantuan keuangan. Program ini telah dilaksanakan di tujuh provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) dan di lebih dari 50 kabupaten/kota (Gambar 1).

Di Provinsi Jawa Tengah, 9 kabupaten menerima bantuan teknis dari program DBE1 ini (Gambar 2) yaitu: Kabupaten Jepara, Kudus, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan, dan Blora. Pada tahun 2010 menambah 1 kota sebagai upaya keberlanjutan program DBE1 yaitu Kota Surakarta.

(14)

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Tengah

1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan

Materi program DBE1 dikembangkan berdasarkan lebih dari 25 peraturan undangan yang terkait dengan pendidikan dan desentralisasi. Peraturan perundang-undangan yang diacu bukan hanya yang berhubungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, tetapi juga yang berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, DBE1 membantu pengembangan kapasitas individu dan institusi dalam menerapkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia.

DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Hingga saat ini DBE1 telah melaksanakan program di 1.074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di tujuh provinsi. Program-program DBE1 di sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah, pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah, pengembangan kapasitas kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di Provinsi Jawa Tengah, DBE1 mendukung 242 sekolah/madrasah terdiri dari 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs di 9 kabupaten. Pada tahun 2010 DBE1 Jawa Tengah menambah 1 kota yaitu Kota Surakarta untuk mendapatkan bantuan teknis penyusunan Renstra, AKPK, dan BOSP. Tahun 2011 menambah 6 kabupaten Mitra

(15)

BEC-TF untuk mendapatkan bantuan teknis penghitungan BOSP dan PBPSAP yaitu Kabupaten Wonogiri, Wonosobo, Kebumen, Brebes, Banjarnegara, dan Purbalingga. Untuk tingkat kabupaten/kota, DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung kebutuhan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah/madrasah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan.

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah/madrasah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan DBE1 selama ini. Hingga akhir November 2011 sebanyak 15.572 sekolah/madrasah dan sebanyak 118 kabupaten/kota (termasuk 72 kabupaten/kota non mitra DBE1) di 12 provinsi telah mendiseminasikan paling sedikit 1 program DBE1. Lebih dari Rp. 18,5 Milyar telah dialokasikan dari APBD kabupaten/kota maupun sumber lainnya untuk mendukung penyebaran dan kesinambungan program-program DBE1. Di Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 5.750 sekolah/madrasah di 25 kabupaten/kotatelah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana Rp. 4.893.673.526.

Selain kegiatan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 2 kabupaten. Provinsi Jawa Tengah menerima 3 hibah TIK yang bernilai Rp. 926.945.500 terdiri dari Rp. 633.370.500 grant dan Rp. 293.575.000 cost share dari penerima hibah.

Guna mendukung keberlanjutan program tingkat kabupaten, DBE1 Jawa Tengah bekerjasama degan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah, dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah sebagai service provider. Penguatan terhadap service provider berupa pelatihan, magang, dan pendampingan terkait dengan pogram-program perencanaan pendidikan dan keuangan pendidikan.

DBE1 juga mendukung adanya program kemitraan dimana pihak swasta bekerjasama dengan sekolah/madrasah atau kabupaten/kota dalam memperbaiki bangunan sekolah/madrasah yang telah rusak akibat gempa di Jogjakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006 yang lalu. DBE1 telah memulai upaya diseminasi program manajemen dan tatalayanan di tiga kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.

2. Tujuan Laporan

Laporan ini disusun oleh tim DBE1 sebagai informasi kegiatan yang telah dilakukan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota maupun sekolah/madrasah pada periode

(16)

2005 hingga 2011. Melalui laporan ini, DBE1 ingin berbagi informasi dengan pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Tengah mengenai metode dan pendekatan yang dilakukan DBE1, pencapaian-pencapaian hasil, penyebaran good practice kepada lebih banyak pemangku kepentingan lainnya, serta tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan. Laporan juga menyertakan Lampiran berisikan informasi berbagai pencapaian hasil DBE1 di Jawa Tengah dengan rinci serta informasi terkait Distrik Fasilitator, Service Provider, dan Mantan Staf DBE1. Diharapkan dengan berbagai informasi ini pemangku kepentingan mendukung keberlanjutan program yang telah dikembangkan oleh DBE1, walaupun program telah berakhir pada tahun 2011.

(17)

II. Deskripsi Program dan Capaian yang

Dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah

1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah

Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah pada dasarnya adalah untuk membantu kabupaten/kota dalam mengimplementasikan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)1 yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud, khususnya pilar pertama (manajemen sekolah/madrasah) dan pilar ketiga (peranserta masyarakat). Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah meliputi empat kegiatan, yakni: pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah; penguatan komite sekolah/madrasah; penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (temasuk Rencana Kerja Tahunan, dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah); serta pelatihan dan aplikasi Sistem Database Sekolah. Dengan penguatan kapasitas tersebut manajemen dan tatalayanan sekolah/madrasah dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan akuntabel serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif.

Penguatan kapasitas sekolah/madrasah dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung ke sekolah/madrasah mitra. Hal tersebut bukan hanya ditujukan supaya sekolah/madrasah memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu pemangku kepentingan sekolah/madrasah diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan, memiliki keahlian khusus menyusun perencanaan dan kepala sekolah/madrasah mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Pada aspek penguatan komite sekolah/madrasah, pendekatan ini diharapkan mampu menjadikan lembaga itu menjadi mesin pendorong bagi peningkatan pengelolaan satuan pendidikan. Dalam melaksanakan kegiatan tingkat sekolah/madrasah, DBE1 mempersiapkan Distrik Fasilitator (DF) di masing-masing kabupaten/kota. Pada umumnya, DF berasal dari pengawas sekolah/madrasah, kepala sekolah, guru, dan PPAI2. DF inilah yang melakukan pelatihan dan pendampingan/bimbingan intensif. Pada awalnya DBE1 Jawa Tengah memiliki 57 orang DF untuk melatih 202 SD/MI dan 40 SMP/MTs mitra. Hingga akhir program, jumlah DF yang disertifikasi sebanyak 81 orang seperti pada tabel di bawah ini.

1 Tiga pilar MBS menurut Kemdikbud adalah: (1) Manajemen Sekolah, (2) Pembelajaran Aktif

Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, dan (3) Peranserta Masyarakat.

2 DF dipilih dari unsur Pengawas Sekolah (Dinas dan Kemenag), Kepala Sekolah, dan Guru yang

diseleksi oleh Tim seleksi yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Depag, Bappeda, Dewan Pendidikan serta DBE1 Provinsi Jawa Tengah.

(18)

Tabel 1. Daftar Jumlah DF Masing-Masing Kabupaten Kabupaten Jumlah DF L P Total Jepara 5 0 5 Kudus 5 0 5 Boyolali 11 6 17 Karanganyar 4 1 5 Klaten 6 1 7 Purworejo 17 1 18 Demak 4 0 4 Grobogan 6 6 12 Blora 8 0 8 Jumlah 66 15 81

Menjelang berakhirnya program, DBE1 kembali memperkuat DF terkait dengan materi pelatihan tingkat sekolah. Hal terbaru dalam pelatihan ini adalah dikenalkannya proses evaluasi diri sekolah (EDS) sebagai bahan dasar menyusun RKS/M. Selain itu juga diperkenalkan manual RKS/M versi 2011 yang dipergunakan secara luas di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama.

a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah

Kebijakan desentralisasi pendidikan yang menjadikan satuan pendidikan sebagai lembaga otonom menuntut kepala sekolah/madrasah untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kewenangan lebih luas yang dimiliki oleh sekolah/madrasah. Sekolah/madrasah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan internalnya sendiri antara lain perencanaan dan evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran, keuangan, peserta didik, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekolah/madrasah.

Pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam menerapkan kepemimpinan efektif dan partisipatif dalam rangka pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tengan Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Pelatihan ini, selain diikuti oleh kepala sekolah/madrasah juga melibatkan pengawas sekolah/madrasah sehingga implementasi hasil pelatihan dapat dipantau oleh pengawas sekolah/madrasah.

Sampai saat ini ada 202 kepala SD/MI dan 40 kepala SMP/MTs yang telah mengikuti pelatihan penguatan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kepala sekolah, hampir semua kepala sekolah mengatakan bahwa Pelatihan Kepemimpinan sangat berguna. Berikut adalah jumlah kepala sekolah/madrasah di Provinsi Jawa Tengah yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan:

Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Dilatih Kepemimpinan

Kabupaten Kepala SD/MI Kepala SMP/MTs

Jepara 18 4

(19)

Kabupaten Kepala SD/MI Kepala SMP/MTs Boyolali 26 4 Karanganyar 18 4 Klaten 38 8 Purworejo 20 4 Demak 21 4 Grobogan 19 4 Blora 18 4 Jumlah 202 40

b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah

Tujuan pelatihan ini adalah untuk menguatkan komite sekolah/madrasah melalui peningkatan pemahaman mengenai peran dan fungsinya, pemahaman kapasitas organisasi, peningkatan kapasitas hubungan dengan masyarakat, dan implementasi berbagai peran yaitu advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan),

supporting (memberi dukungan), maupun mediating (melakukan mediasi). Hal ini

sesuai dengan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang kemudian diperbaiki melalui Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010. Secara teknis masih diatur dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Penguatan diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan bukan hanya bagi anggota komite sekolah/madrasah namun juga melibatkan kepala sekolah/madrasah dan guru. Hal ini dimaksudkan agar pemangku kepentingan lain memahami peran dan fungsi komite sekolah/madrasah sehingga pelatihan dan pendampingan komite sekolah/ madrasah juga memiliki fungsi rekonsiliatif. Untuk meningkatkan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah, DBE1 melatih sebanyak empat kali bagi komite SD/MI dan satu kali komite SMP/MTs. Pelatihan komite sekolah/madrasah meliputi tiga hal. Pertama, pengenalan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Kedua, penguatan kapasitas yang meliputi pembenahan aspek organisasi, peningkatan hubungan dengan masyarakat luas dan peningkatan peran dukungan kepada sekolah/madrasah. Ketiga, secara khusus DBE1 mengupayakan perbaikan hubungan sekolah/madrasah dengan pemerintahan desa/kelurahan melalui keterlibatan komite sekolah/madrasah dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan.

Penguatan organisasi dan peningkatan hubungan dengan masyarakat ditentukan berdasarkan mawas diri yang dilakukan oleh komite sekolah/madrasah. Mawas diri tersebut dilakukan untuk mengetahui persoalan organisasional dan hambatan relasional dalam menjalankan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Melalui mawas diri komite sekolah/madrasah dapat menentukan penguatan apa yang akan dilatihkan untuk mendukung penguatan mereka.

Penguatan komite sekolah/madrasah terkait dengan upaya keterlibatan dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan dilakukan agar komite sekolah/madrasah mampu terlibat secara aktif dalam perencanaan pembangunan dengan membawa kebutuhan sekolah/madrasah yang terdapat dalam RKS/M. Hal lain yang menjadi tujuan keterlibatan tersebut agar kebutuhan sekolah/madrasah dalam RKS/M

(20)

menjadi prioritas dalam anggaran APBDes dan APBD. Berikut adalah grafik usulan komite sekolah/madrasah yang menjadi daftar prioritas Musrenbang Desa/Kelurahan tahun 2009 di Provinsi Jawa Tengah.

Gambar 3. Jumlah Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas

Sampai saat ini DBE1 telah melatih 2.160 anggota komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah, dan guru. Berikut adalah jumlah peserta pelatihan penguatan komite sekolah/madrasah:

Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Kabupaten Anggota Komite

Sekolah/Madrasah Kepala sekokah Guru

Jepara 170 22 4 Kudus 224 28 4 Boyolali 242 30 4 Karanganyar 179 23 4 Klaten 358 46 8 Purworejo 179 23 4 Demak 197 25 4 Grobogan 179 23 4 Blora 170 22 4 Jumlah 1.898 242 40

c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M)

Penyusunan RKS/M3 oleh sekolah/madrasah didasarkan pada Permendiknas 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan. RKS/M disusun secara partisipatif berdasarkan data terkini (profil sekolah/madrasah). Melalui penyusunan RKS/M sekolah/madrasah dapat memikirkan program-program jangka menengah untuk memperbaiki mutu pendidikan. Dengan demikian sekolah

3

RKS memiliki 3 dokumen yang terdiri dari Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan dokumen anggaran tahunan yang dikenal dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKJM disusun sekolah setiap empat tahun sekali, RKT dan RKAS disusun setiap tahun oleh sekolah. RKT adalah dokumen implementasi yang di monitoring setiap tiga bulan sekali dan dievaluasi 1 tahun pada akhir tahun ajaran oleh pemangku kepentingan sekolah.

19 7 4 2 5 31 4 1 0 Jepa ra Kud us Boy olal i Kar anga nyar Klate n Purw orej o Dem ak Gro boga n Blo ra

(21)

tidak hanya merencanakan kegiatan-kegiatan berdasarkan anggaran yang tersedia setiap tahunnya.

Salah satu dampak dari fasilitasi peran masyarakat dalam penyusunan rencana sekolah/madrasah adalah sumbangan masyarakat kepada sekolah/madrasah binaan DBE1 di Provinsi Jawa Tengah sejak tahun ajaran 2005/2006 sampai dengan 2008/2009 sebesar Rp. 4.215.695.058.

Secara teknis, penyusunan RKS/M dilakukan oleh suatu Tim KKRKS/M dengan dibimbing oleh DF. KKRKS/M beranggotakan 4-5 orang per sekolah/madrasah yang terdiri dari kepala sekolah/madrasah, pendidik, komite sekolah/madrasah atau yayasan untuk sekolah/madrasah swasta (yang didirikan oleh masyarakat). Rancangan RKS/M yang disusun oleh tim juga dikonsultasikan kepada pemangku kepentingan sekolah/madrasah. Dengan demikian RKS/M yang disusun dapat mengakomodir kepentingan sekolah/madrasah (sebagai penyedia layanan) dan masyarakat (sebagai pengguna layanan). Karena keterlibatan tersebut, maka komite sekolah/madrasah maupun masyarakat/orangtua murid ikut mendukung dan mengawasi implementasi progam/kegiatan yang dituangkan dalam RKS/M. Sebanyak 242 sekolah/madrasah mitra DBE1 telah menyusun RKS/M. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah per kabupaten di Jawa Tengah yang telah memiliki RKS/M:

Tabel 4. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M

Kabupaten SD MI SMP MTs Jepara 16 2 2 2 Kudus 20 4 2 2 Bayolali 20 6 2 2 Karanganyar 16 2 2 2 Klaten 30 8 6 2 Purworejo 16 3 2 2 Demak 14 7 2 2 Grobogan 13 6 2 2 Blora 13 5 2 2 Jumlah 158 43 22 18

RKS/M yang telah disusun di masing-masing sekolah kemudian dibawa ke kabupaten untuk dilakukan lokakarya dengan tujuan Dinas Pendidikan mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah/madrasah. Diharapkan Dinas Pendidikan Kabupaten mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah, sehingga perencanaan kabupaten bisa mempertimbangkan kebutuhan sekolah tersebut. Harapan kedepan, ketika semua sekolah/madrasah di kabupaten telah memiliki RKS/M, ada sistem perencanaan yang mewadahi usulan-usulan sekolah melalui RKS/M ke dalam Renja Dinas Pendidikan Kabupaten.

d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS)

Pengembangan Sistem Database Sekolah bertujuan agar kegiatan sekolah/madrasah dalam mengelola data dan informasi menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Data dan informasi yang dapat disediakan oleh SDS adalah data profil sekolah/madrasah, laporan mutu sekolah (school report card), dan

(22)

pengelolaan laporan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Untuk meningkatkan kemampuan sekolah/madrasah mengaplikasikan SDS, DBE1 melakukan pelatihan dan pendampingan kepada kepala sekolah/madrasah, bendahara sekolah/madrasah dan operator penanggungjawab data sekolah/madrasah.

Beberapa manfaat SDS bagi sekolah/madrasah antara lain: pertama, mempermudah sekolah/madrasah dalam mengelola data jika sewaktu-waktu dibutuhkan seperti saat akreditasi dan menyusun RKT; kedua, mempermudah sekolah/madrasah untuk melakukan administrasi dan menyusun laporan keuangan sekolah/madrasah termasuk BOS; ketiga, memudahkan kepala sekolah/madrasah menyusun Lembar Mutu Sekolah (LMS) setiap tahun sekali; dan keempat, mempermudah KKRKS/M dalam menyusun profil sekolah/madrasah pada saat akan membuat RKS/M setiap empat tahun sekali.

Sampai dengan saat ini jumlah sekolah/madrasah yang telah menerapkan SDS adalah 201. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah yang telah menerapkan SDS menurut kabupaten.

Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah yang Telah Menerapkan SDS

Kabupaten SD MI Jepara 16 2 Kudus 20 4 Bayolali 20 6 Karanganyar 16 2 Klaten 30 8 Purworejo 16 3 Demak 14 7 Grobogan 13 6 Blora 13 5 Jumlah 158 43

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten

Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan kependidikan termasuk perencanaan dan penganggaran pendidikan. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota.

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra SKPD, Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK), Analisis Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP), Penghitungan Biaya dan Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda/Perbup/SK/dan peraturan lain), melaksanakan konsultasi dengan DPRD, dan penguatan Dewan Pendidikan, serta program rintisan. Program rintisan terdiri dari Rencana Pengembangan Kapasitas di Kabupaten Kudus dan Jepara, hibah

(23)

ICT di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Karanganyar, Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) di Kabupaten Purworejo, dan Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Kudus dan Purworejo.

Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar supaya kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikan pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Purworejo √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Wonogiri √ √ Kudus √ √ √ √ √ √ √ √ √ Kota Surakarta √ √ √ √ √ Purbalingga √ √ Wonosobo √ √ Karanganyar √ √ √ √ √ √ Jepara √ √ √ √ √ √ √ √ Banjarnegara √ √ Boyolali √ √ √ √ √ √ Grobogan √ √ √ √ √ √ √ √ Demak √ √ √ √ √ √ √ √ Kebumen √ √ Klaten √ √ √ √ Blora √ √ √ √ √ √ √ √ Brebes √ √

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan

DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra SKPD Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional. Sebagai contoh, Renstra SKPD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo telah digunakan oleh Dinas P dan K bersama dengan

(24)

Bappeda dan DPRD dalam pembahasan dan penentuan alokasi anggaran pendidikan.

Penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian disempurnakan menjadi Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMPK) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra SKPD. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja pendidikan kabupaten dalam bentuk distribusi sekolah/madrasah. Melalui sajian data tersebut dinas dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Melalui tabel distribusi ini, tim dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Disamping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan.

SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu ouput SIPPK tentang distribusi angka mengulang kelas (AMK) SD/MI menurut kelas dan jenis kelamin. Angka mengulang kelas kelas awal (1-3) jauh lebih tinggi dari kelas akhir (4-6). AMK murid laki-laki juga lebih tinggi dari AMK murid perempuan.

Gambar 4. Distribusi AMK Menurut Tingkat dan Jenis Kelamin

Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 9 kabupaten mitra DBE 1 telah memiliki SIPPK. 14.2% 8.7% 7.3% 6.6% 4.5% 0.2% 8.4% 4.6% 3.5% 3.2% 2.8% 0.3%

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5 Tingkat 6 Laki-laki Perempuan

(25)

Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE 1. Renstra SKPD disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah.

Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan tim penyusun Renstra yang terdiri dari 10 orang dari Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota. Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun

Renstra.

Penyiapan data layanan pendidikan.

Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan.

Riviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra.

Lokakarya eksternal penyusunan Renstra.

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan

Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian lokakarya, diskusi, dan uji publik dengan Bappeda, Kantor Kementerian Agama, DPRD, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat.

(26)

Program DBE1 Jawa Tengah mendampingi 10 kabupaten mitra dalam menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan.

Tabel 7. Kabupaten yang Telah Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra

Kabupaten SIPPK Renstra

Jepara Selesai Selesai

Kudus Selesai Selesai

Boyolali Selesai Selesai

Karanganyar Selesai Selesai

Klaten Selesai Tidak Selesai

Purworejo Selesai Selesai

Demak Selesai Selesai

Grobogan Selesai Selesai

Blora Selesai Selesai

Surakarta Selesai Selesai

Kabupaten Klaten tidak sempat menyelesaikan Renstra karena kesibukan tim Dinas Pendidikan Kabupaten. Selanjutnya Dinas Dikpora Kota Surakarta memperoleh kesempatan untuk difasilitasi dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra), karena itu dinas menyiapkan 10 orang anggota tim untuk mengikuti 4 (empat) kegiatan lokakarya penyusunan Renstra. Bahkan karena semangatnya ingin memiliki dokumen Renstra yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan pendidikan, dinas menambah jumlah peserta sampai dengan 2-4 orang dengan biaya yang ditanggung oleh dinas. Berkat kerja keras anggota tim dokumen Renstra dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu setengah bulan, setelah melalui kegiatan konsultasi publik.

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)

Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP selesai. Dalam proses penyusunan, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang berhasil. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan.

Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini

4 LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan

(27)

juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap program dan kegiatan. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari Rencana Strategis (Renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya (LAKIP). Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 35 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) kabupaten. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 44 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) kabupaten.

Kabupaten Boyolali melakukan upaya terobosan dalam memperbaiki mekanisme perencanaan pendidikan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan keterpaduan perencanaan di lingkungan Disdikpora dengan perencanaan tingkat kabupaten, dengan mengakomodir perencanaan sekolah dan UPTD. Upaya terobosan tersebut dituangkan dalam SK Kepala Disdikpora.

Tabel 8. Jumlah Peserta dalam Penyusunan LAKIP dan Renja

Kabupaten LAKIP Renja

Jepara 5 6 Kudus 5 6 Karanganyar 5 7 Purworejo 5 6 Demak 5 7 Grobogan 5 6 Blora 5 6 Jumlah 35 44

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten (AKPK)

Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Analisis keuangan sektor pendidikan5 di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa penggunaan terbesar adalah untuk gaji pegawai (84%), sedangkan untuk dana operasional sekolah sangat kecil (1,6%). Pola semacam ini merata di semua kabupaten/kota. Hasil penghitungan AKPK digunakan untuk pembahasan anggaran pendidikan kabupaten/kota. Di Jepara misalnya, Bappeda menggunakan hasil penghitungan AKPK sebagai salah satu referensi untuk penyusunan APBD 2010.

5Keuangan sector pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota, baik yang ada

(28)

Gambar 6. Analisis Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten Demak 2008

Gambar 7. Anggaran per Urusan Kabupaten Blora 2008

AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) berapa total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota? (ii) darimana sumber-sumber pendanaan pendidikan? (iii) berapa besar masing-masing sumber-sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya)? (iv) apa saja jenis belanja sektor pendidikan? (v) Berapa yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid?

Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya alokasi anggaran sektor pendidikan agar lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat

Operasional Non Sekolah; 1,4% Modal PBM; 0,3% Modal Non Sekolah; 0,1% Modal Infrastruktur Sekolah; 12,4% Operasional Sekolah; 1,6% Gaji PTK; 84,3%

(29)

menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Pendidikan.

AKPK dilakukan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah:

Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui lokakarya

Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian lokakarya

Konsultasi internal Dinas Pendidikan terhadap hasil AKPK sebagai uji validitas sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir

Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan

pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan

Selama masa program DBE1 terdapat 9 kabupaten difasilitasi melakukan AKPK. Kesembilan kabupaten tersebut telah merampungkan dokumen AKPK. Personil yang dilatih AKPK sebanyak 28 orang.

Tabel 9. Jumlah Peserta AKPK Per Kabupaten

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut

6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor

guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa,

pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media)

Kabupaten Peserta L P Jepara 3 1 Kudus 2 1 Boyolali 3 0 Karanganyar 2 1 Klaten 3 0 Purworejo 3 0 Demak 2 1 Grobogan 3 0 Blora 2 1 Jumlah 23 5

(30)

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan.

Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian:

1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota

2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka berbeda dengan standar BSNP

3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota

Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1.

Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan.

Berdasarkan penghitungan BOSP, pada tahun anggaran 2010 Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah memberikan bantuan keuangan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk bantuan BOS SD/MI Rp. 30.000 per murid per tahun dan bantuan BOS SMP/MTs Rp. 50.000 per murid per tahun sehingga total lebih dari Rp. 192 Miliar. Bantuan ini berlanjut hingga tahun 2011 dengan pesaran per murid per tahun untuk SD/MI dan SMP/MTs sama dengan tahun sebelumnya. Di Kabupaten Jepara, Demak, dan Klaten hasil penghitungan BOSP digunakan oleh pemerintah kabupaten untuk memberikan bantuan operasional sekolah program wajib belajar SD/MI dan SMP/MTs. Kabupaten Jepara telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pendidikan Gratis Program Pendidikan Dasar 9 Tahun. Di Kabupaten Jepara juga dikeluarkan Peraturan Bupati Nomor 98 Tahun 2009 tentang Penetapan Penggunaan BOSP untuk Penyelenggaraan Pendidikan Gratis Program Wajib Belajar Tahun 2009. Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi. Di 9 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah hasil penghitungan BOSP adalah sebagai berikut.

(31)

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2009 Kabupaten

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per Siswa/ Tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Jepara 451.648 759.610 1.063.012 Kudus 483.372 767.699 1.043.968 Boyolali * 432.951 612.356 1.087.504 Karanganyar * 446.724 667.050 1.091.077 Klaten * 531.452 840.575 1.205.945 Purworejo 436.928 792.161 1.064.969 Demak * 402.570 645.544 986.169 Grobogan * 404.334 669.161 992.720 Blora * 449.521 726.465 - Permendiknas Nomor 69/2009 580.000 710.000 1.010.000 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

* Dihitung tahun 2008 dan nilai tahun 2009 disesuaikan dengan inflasi 10 %.

Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa jenjang pendidikan dasar masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah.

Gambar 8. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SDN Kabupaten Klaten PERBANDINGAN ANTARA BOSP BUKAN

PEGAWAI Vs PENDAPATAN SDN BOSP Rp. 531.431 Rp. 397.000 /th: Dana BOS Kurang Rp.134.451: Siapa yang mencukupi?

(32)

Gambar 9. Perbandingan BOSP Vs Pendapatan SMPN Kabupaten Demak

BOSP dihitung oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur dinas pendidikan, kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), UPTD/KCD, Pengawas, DPRD Komisi Pendidikan, Bappeda, DPPKAD/Bag. Keuangan Setda, Kantor Kementerian Agama, dan dewan pendidikan. Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya dan proses konsultasi internal di dinas pendidikan serta konsultasi publik. Konsultasi publik digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan. Saat ini sudah terdapat sembilan kabupaten di Jawa Tengah yang difasilitasi oleh DBE1 untuk menghitung BOSP. Kesembilan daerah tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2009 Kabupaten Peserta L P Total Jepara 26 5 31 Kudus 20 8 28 Boyolali 31 7 38 Karanganyar 18 10 28 Klaten 30 2 32 Purworejo 27 7 34 Demak 27 3 30 Grobogan 25 7 32 Blora 22 3 25 Jumlah 226 52 278

Pada tahun 2011 dilakukan pemutakhiran penghitungan BOSP di 9 kabupaten mitra yaitu Jepara, Kudus, Boyolali, Klaten, Purworejo, Demak, Grobogan dan Blora. Sementara itu Kabupaten Karanganyar tidak dilakukan pemutakhiran penghitungan BOSP karena alasan teknis. Pemutakhiran ini diperlukan mengingat

PERBANDINGAN ANTARA BOSP BUKAN PEGAWAI Vs PENDAPATAN SMPN BOSP Rp. 645.544 Rp. 570.000: Dana BOS Kurang Rp. 36.245: Siapa yang mencukupi ? Rp. 39.298: Dana BOS Kabupaten

(33)

adanya perubahan harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh Peraturan Bupati/Walikota setempat dan adanya perubahan alat yang digunakan untuk menghitung berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan. Sebagian hasil penghitungan BOSP ini juga dijadilan masukan untuk menghitung biaya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar khususnya indikator ke 21-27. Selain dilakukan pemutakhiran di 9 kabupaten mitra DBE1 tersebut, juga dilakukan perluasan penghitungan BOSP di 6 kabupaten mitra BEC-TF yaitu Kabupaten Wonogiri, Kebumen, Banjarnegara, Wonosobo, Brebes, dan Purbalingga. Hasil penghitungan BOSP tahun 2011 baik di kabupaten/kota mitra maupun perluasan dapat dilihat pada tabel di bawaha ini.

Tabel 12. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2011 Kabupaten/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per Siswa/ Tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Jepara 691.024 854.047 1.156.637 Kudus 649.077 689.627 1.647.529 Boyolali 662.794 737.004 1.075.671 Surakarta 651.492 1.320.690 2.183.757 Klaten 694.061 849.507 1.852,807 Purworejo 592.414 814.493 1.398.668 Demak 522.713 828.463 1.063.926 Grobogan 739.371 . 822.252 1.315.955 Blora 739.874 739.874 739.874 Wonogiri * 651.492 1.320.690 2.183.757 Kebumen* 743.721 884.487 - Banjarnegara* 651.492 1.320.690 2.183.757 Wonosobo* 651.492 1.320.690 2.183.757 Brebes* 651.492 1.320.690 2.183.757 Purbalingga* 651.492 1.320.690 2.183.757 Permendiknas Nomor 69/2009** 638.000 781.000 1.111.000 Catatan:

BOS SD/MI (kabupaten) : Rp. 397,000 SD/MI (kota): Rp. 400,000

SMP/MTs (kabupaten): Rp. 570,000 SMP/MTs (kota): Rp. 575,000

* Diseminasi BOSP tahun 2011 di Kabupaten Mitra BEC-TF. **Asumsi kenaikan 10 % dari tahun sebelumnya.

Tabel 13. Daerah yang Difasilitasi oleh DBE untuk Menghitung BOSP Tahun 2011 Kabupaten/Kota Peserta L P Total Jepara 11 4 15 Kudus 13 4 17 Boyolali 13 4 17 Surakarta 14 4 18

(34)

Kabupaten/Kota Peserta L P Total Klaten 11 3 14 Purworejo 11 4 15 Demak 12 0 12 Grobogan 13 3 16 Blora 15 3 18 Wonogiri * 12 3 15 Kebumen* 25 10 35 Banjarnegara* 13 2 15 Wonosobo* 13 4 17 Brebes* 13 3 16 Purbalingga* 12 4 16 Jumlah 201 55 256

e. Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)

Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) telah dilakukan di 15 kabupaten/kota terdiri dari sembilan kabupaten/kota mitra DBE 1 dan diperluas dienam kabupaten penerima hibah Basic Education Capacity-Trust Fund (BEC-TF) di Jawa Tengah. PBPSAP meliputi kegiatan pemetaan tingkat capaian standar pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar berdasarkan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, penyusunan alternatif kebijakan pemenuhan SPM, dan penghitungan biaya pencapain SPM.

PBPSAP dilakukan berdasarkan analisis data sekolah dari Pangkalan Data dan Informasi Berbasis Web (PadatiWeb) tahun 2010 dan data guru dari Sistem Informasi dan Manajemen-Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIM-NUPTK) per Juli 2011. Kedua data tersebut dipadukan dalam program yang disebut Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K). Alur penyusunan PBPSAP dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(35)

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah:

Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) bagi data operator dinas pendidikan kabupaten/kota.

Lokakarya PBPSAP bagi para pengambil keputusan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota.

Konsultasi internal dinas pendidikan kabupaten/kota.

Lokakarya reviu hasil PBPSAP oleh Dinas Pendidikan dan Bappeda kabupaten/kota.

Hasil yang dicapai dalam kegiatan PBPSAP adalah:

Di 15 kabupaten/kota tersebut masing-masing terdapat 2 orang data operator yang mampu mengolah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK dengan menggunakan SIMP-K.

Para pengambil kebijakan di dinas pendidikan kabupaten/kota tersebut mampu menganalisis data hasil olahan SIMP-K, merumuskan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai SPM dan target akses, dan menghitung estimasi kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses.

Dinas Pendidikan dari 15 kabupaten/kota tersebut sudah mengetahui gambaran kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses. Hasil PBPSAP ini dapat menjadi input dalam penyusunan perencanaan pendidikan kabupaten/kota.

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan

Dalam rangka mendukung peran DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan dalam mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang berkualitas, DBE1 menyelenggarakan konsultasi dengan komisi yang membidangi pendidikan. Beberapa kegiatan konsultasi diantaranya lokakarya berbagai pemangku kepentingan, memberikan informasi tentang implementasi tatalayanan pendidikan di kabupaten, dan memberi masukan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan dan penganggaran. DBE1 juga melakukan konsultasi dengan anggota komisi pendidikan DPRD yang baru terpilih untuk periode 2009-2014. Selama kurun waktu 2005-2010 sebanyak 51 anggota DPRD dari unsur ketua, ketua/anggota komisi yang membidangi pendidikan dan panitia anggaran di 9 kabupaten telah terlibat dalam proses konsultasi.

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan

Dalam rangka mendukung keikutsertaan dewan pendidikan dalam perumusan kebijakan pendidikan kabupaten/kota, DBE1 melakukan lokakarya bersama Dewan Pendidikan7 dan melibatkan mereka secara intensif pada kegiatan-kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten antara lain penyusunan rencana strategis, diskusi dan

7Kepmendiknas No. 044/U/2002 menyebutkan Dewan Pendidikan memiliki peran advisory (memberi

pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), dan mediating (melakukan mediasi).

(36)

lokakarya penghitungan biaya operasional sekolah/madrasah, dan pembahasan analisis keuangan pendidikan kabupaten. Selain itu Dewan Pendidikan juga diikutsertakan dalam penguatan kapasitas komite sekolah/madrasah maupun lokakarya penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah. Hingga saat ini, jumlah anggota Dewan Pendidikan yang telah terlibat aktif dalam program DBE1 di Provinsi Jawa Tengah adalah 67 orang.

Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh DBE1, beberapa Dewan Pendidikan Kabupaten telah terlibat secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kabupaten Boyolali sangat aktif memberikan input dalam mengkritisi Renstra SKPD. Dewan Pendidikan Kabupaten Karanganyar aktif memberikan input kepada Bupati bagi pengembangan kebijakan pendidikan (misalnya masalah regrouping). Dewan Pendidikan Kabupaten Jepara aktif menyuarakan pentingnya pendidikan gratis dan menjadi aktor utama dalam penyusunan Perda Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Demikian juga Dewan Pendidikan Provinsi mendukung kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi untuk memberikan bantuan BOS Provinsi ke seluruh kabupaten/kota.

h. Kebijakan

DBE1 memfasilitasi pengembangan 5 instrumen kebijakan pendidikan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Bentuk kebijakan bervariasi dari Peraturan Daerah hingga Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan. Setiap kebijakan yang dikembangkan melalui proses manajemen dan tatalayanan yang baik yaitu berdasarkan analisis data dan melalui proses partisipatif yang melibatkan legislatif, masyarakat, dan pelaku pendidikan (guru, kepala sekolah/madrasah, dan murid). Tabel dibawah ini merangkum bentuk kebijakan di masing-masing kabupaten:

Tabel 14. Daftar Kebijakan yang Difasilitasi DBE1

Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan

Kudus Peraturan Bupati No. 16 Tahun 2008 tentang

Managemen Sumber Daya Manusia Kependidikan

Fasilitasi penuh DBE1

Boyolali SK Kadinas tentang Mekanisme Perencaaan di

Lingkungan Disdikpora Kab Boyolali

Selesai, SK Kadinas No. 050/1530/B/12 Tahun 2009

Jepara Peraturan Bupati No. 19 Tahun 2009 tentang

Pendidikan Gratis Program Pendidikan Dasar 9 Tahun. Menyebutkan bahwa BOSP disiapkan oleh Pemerintah Daerah dan dihitung berdasarkan kebutuhan riil satuan pendidikan.

Jepara Peraturan Bupati No. 98 Tahun 2009 tentang

Penetapan Penggunaan BOSP untuk

Penyelenggaraan Pendidikan Gratis Program Wajib Belajar Tahun 2009

Setelah mendapatkan fasilitasi DBE1, menetapkan BOSP

(37)

Sumatera Utara 1 7% Banten 1 7% Jawa Barat 2 14% Jawa Tengah 3 22% Jawa Timur 3 21% Sulawesi Selatan 4 29%

Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan

beserta rinciannya.

Jepara Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

DBE1 mendampingi dalam berbagai tahap misalnya penyusunan Legal Baseline, FGD, dan konsultasi publik Ranperda.

i. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

DBE1 memberikan hibah ICT kepada 14 penerima hibah di 11 kabupaten/kota di enam provinsi mitra. Program hibah ICT bertujuan untuk meningkatkan akses pemangku kepentingan kepada teknologi dan meningkatkan mutu pendidikan. Program ini dilaksanakan bersama-sama dengan berbagai konsorsium yang terdiri dari sektor swasta dan institusi pemerintahan misalnya Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Perpustakaan Daerah.

Gambar 11. Alokasi Hibah ICT di Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia

Di Jawa Tengah, hibah ICT dilaksanakan di Kabupaten Karanganyar dan Klaten. Hibah ICT Kabupaten Karanganyar meliputi 2 program yaitu penguatan manajemen dan tatalayanan pendidikan dan perpustakaan digital. Program pertama meliputi kegiatan pembangunan infrastruktur LAN, WAN dan Potal pendidikan, serta pelatihan ICT untuk pemangku kepentingan pendidikan kabupaten untuk memperkuat manajemen dan tata kelola pendidikan kabupaten, sementara program kedua meliputi pengembangan perpustakaan digital dan

hotspot di kantor arsip dan perpustakaan daerah untuk meningkatkan akses

(38)

Hibah ICT Kabupaten Klaten memiliki program antara lain pembangunan infrastruktur network operation center (NOC) di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten untuk mengintegrasikan dan koordinasi koneksi internet antar komputer di Dinas Pendidikan, Kontor Kementerian Agama Kabupaten Klaten, pembangunan internet cafe di kantor arsip dan perpusatkaan daerah, dan pengembangan website untuk ketiga instansi tersebut serta pelatihan untuk staf Dinas Pendidikan, Kankemag dan Perpusda tentang MS Office lanjut, internet dan jaringan untuk operator/admin jaringan.

Untuk mendukung keberlanjutan program setelah DBE1 berakhir pada tahun 2011, seluruh bagian dari hibah ICT (perangkat lunak, perangkat keras, dan teknologi terkait) telah diserahkan kepada pihak pemerintah daerah yang telah mengikuti kegiatan hibah ICT sejak awal.

j. Program Rintisan

DBE1 melaksanakan beberapa program rintisan: Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK), Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), dan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK). Program-program ini hanya dilaksanakan di satu atau dua kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah (lihat daftar di bawah).

Tabel 15. Daftar Program Rintisan di Provinsi Jawa Tengah

Program Kabupaten

SIMPTK Kabupaten Kudus dan Purworejo

SIMA Kabupaten Purworejo

RPK Kabupaten Kudus dan Jepara

Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK). Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan

(SIMPTK) adalah program yang dikembangkan oleh DBE1 untuk membantu dinas pendidikan kabupaten di dalam mengelola sumber daya manusia pendidikan terutama guru atau tenaga pendidik. Aplikasi ini menggabungkan dua sumber data yaitu SIM-NUPTK dan PadatiWeb.

Dua kabupaten memperoleh fasilitasi program ini, yaitu Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kudus. Program ini memberikan informasi tentang hasil pemetaan guru pada tingkat SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA/SMK meliputi pemetaan tentang kecukupan guru kelas dan guru mapel beserta distribusinya, kualifikasi pendidikan dan sertifikasi guru, guru yang akan pensiun, beban mengajar guru. Berdasarkan hasil pemetaan maka dapat dilakukan analisis – analisis sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan.

Dengan semua data tersebut maka Bupati bersama dengan Kepala Dinas bisa mengambil keputusan berbasis data tentang manajemen pendidik dan tenaga kependidikan, seperti rencana persebaran/pemerataan guru, kebutuhan jumlah guru di masa yang akan datang berdasarkan trend data pensiun guru, mendukung pelatihan dan sertifikasi guru dan peningkatan sistem penggajian. Salah satu

Gambar

Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia
Gambar 2. DBE1 di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 1. Daftar Jumlah DF Masing-Masing Kabupaten  Kabupaten  Jumlah DF  L  P  Total  Jepara  5  0  5  Kudus  5  0  5  Boyolali  11 6  17  Karanganyar  4  1  5  Klaten  6  1  7  Purworejo  17  1  18  Demak  4  0  4  Grobogan  6  6  12  Blora  8  0  8  Juml
Gambar 3. Jumlah Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas  Sampai saat ini DBE1 telah melatih 2.160 anggota komite sekolah/madrasah, kepala  sekolah/madrasah,  dan  guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, jika titik-titik pasangan data tersebar satu sama lain, maka persamaan linier yang baik untuk mengestimasi nilai variabel dependen adalah persamaan linier yang

Jika ditinjau dari tingkat penyebaran Komunikasi Informasi Publik kepada masyarakat Kabupaten Lombok Timur, maka dapat dikatakan belum mencapai hasil yang maksimal.. Kurang

24 Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, Perilaku Konsumen..., hal.202-203.. 25 Menurut Wibowo dalam Amanullah mengatakan bahwa persepsi manfaat didefinisikan sebagai suatu

Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengolahan limbah cair PKS dari unit RANUT dengan teknik elektrokoagulasi dapat disimpulkan hal-hal berikut ini :. Nilai

H 7 : terdapat perbedaan harga saham pada perusa- haan yang memiliki ruang lingkup pengung- kapan informasi yang lebih luas (more scope) di internet dengan perusahaan yang

Berdasarkan rendemen pulp, konsumsi alkali, dan bilangan kappa, maka pulp batang pisang yang dihasilkan dari proses semikimia pada konsentrasi alkali 4% lebih layak teknis

Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan efisien dan menarik dalam keseluruhan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan

Oh yah, Bung Luhut, kami di Kota Palu, sama dengan daerah lainnya di Indonesia, yang juga terpapar oleh Pan- demi Covid-19, cuma beda- nya, kami sudah merasakan dua kali bencana