• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desentralisasi Manajemen dan Tatalayanan Pendidikan Dasar yang Lebih Efektif"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

Desentralisasi

Manajemen dan

Tatalayanan

Pendidikan Dasar yang

Lebih Efektif

Laporan Akhir DBE1 untuk

Provinsi Sulawesi Selatan

30 Desember 2011

Laporan ini ditulis oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Sulawesi Selatan untuk pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

(2)
(3)

Desentralisasi Manajemen dan

Tatalayanan Pendidikan Dasar yang

Lebih Efektif

Laporan Akhir DBE1

Disiapkan untuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

Disiapkan oleh Decentralized Basic Education 1 (DBE1) Provinsi Sulawesi Selatan

Pendapat penulis dalam laporan ini tidak selalu mencerminkan pandangan United States Agency for International Development (USAID) atau Pemerintah Amerika Serikat.

(4)
(5)

Daftar Isi

Halaman

Kata Pengantar ... vii

Ringkasan Eksekutif ... ix

I. Pendahuluan ... 1

1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan ... 2

2. Tujuan Laporan... 3

II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan ... 4

1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah... 4

a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah ... 5

b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah ... 6

c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M) ... 8

d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS) ... 9

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota ... 10

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan ... 11

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja) ... 13

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK)... 14

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) ... 17

e. Penghitungan Biaya Perencanaan Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP) ... 21

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan ... 22

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan ... 22

h. Kebijakan ... 23

i. Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau Information, Communication, and Technology (ICT)24 j. Program Rintisan ... 26

III. Upaya Keberlanjutan ... 30

a. Diseminasi Pprogram ... 30

b. Sertifikasi Distrik Fasilitator ... 33

c. Sertifikasi Service Provider ... 33

d. Kabupaten/Kota Acuan ... 34

IV. Tantangan dan Rekomendasi ... 35

Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Sekolah/Madrasah ... 37

Foto Kegiatan DBE1 Di Tingkat Kabupaten ... 38

Daftar Istilah ... 39

Daftar Tabel

Halaman Tabel 1. Jumlah DF di Masing-masing Kabupaten/Kota ... 4

Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah Dilatih Kepemimpinan ... 5

Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Provinsi Sulawesi Selatan ... 7

Tabel 4. Daftar Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M ... 8

Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah di Provinsi Sulawesi Selatan yang Telah Menerapkan SDS ... 9

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan... 10

Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan ... 13

Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat dalam Penyusunan LAKIP dan Renja ... 14

(6)

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2008/2009 ... 18

Tabel 11. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan BOSP ... 19

Tabel 12. Hasil Pemutakhiran Penghitungan BOSP Tahun 2011 ... 20

Tabel 13. Daftar Kebijakan yang Penyusunannya Difasilitasi DBE1 ... 23

Tabel 14. Daftar Program Rintisan ... 26

Tabel 15. Komitmen untuk Diseminasi di Provinsi Sulawesi Selatan ... 30

Tabel 16. Jumlah Sekolah/Madrasah Diseminasi 2006-2011 ... 31

Tabel 17. Jumlah Sekolah dan Siswa Penerima Manfaat DBE1 ... 31

Tabel 18. Daftar Program DBE1 yang Telah Didiseminasikan oleh Kabupaten/Kota ... 31

Daftar Gambar

Halaman Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia ... 1

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan ... 2

Gambar 3. Persentase Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kabupaten/Kota ... 7

Gambar 4. Angka Mengulang Kelas SD/MI menurut Kelas ... 11

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan ... 12

Gambar 6. Rata-rata Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Menurut Jenis Pembiayaan Tahun 2008 ... 15

Gambar 7. Perbandingan Komposisi Pendanaan Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Dalam Milyar Rupiah) ... 15

Gambar 8. Perbandingan Antara BOSP per Siswa dan Pendapatan SD/MI Kabupaten Pinrang Tahun 2009 ... 18

Gambar 9. Perbandingan antara BOSP per Siswa dan Pendapatan di SMP/MTs Kabupaten Pinrang Tahun 2009 ... 19

Gambar 10. Tahapan Analisis PBPSAP ... 21

Gambar 11. Alokasi Hibah ICT di Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia... 24

Gambar 12. Alokasi Hibah ICT DBE1 di Kabupaten Mitra ... 25

(7)

Kata Pengantar

USAID/DBE1 merupakan program kerja sama antara Pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih efektif. Sejak 2005, program ini telah dilaksanakan di 1,074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di 50 kabupaten/kota yang tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota adalah untuk mendukung upaya perencanaan dan penganggaran pendidikan yang berbasis data yang valid dan terkini. Proses perencanaan dan penganggaran juga dilakukan dengan cara yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Saat ini DBE1 telah menyelesaikan semua kegiatannya dan pada bulan November 2011 akan mengakhiri bantuan teknisnya di tingkat sekolah/madrasah maupun kabupaten/kota.

Laporan yang disusun oleh tim DBE1 memberikan informasi mengenai program-program yang telah dilaksanakan selama ini beserta pencapaiannya. Laporan ini juga mencoba merangkum keterbatasan yang terjadi selama DBE1 bekerja bersama dengan sekolah/madrasah dan pemerintah kabupaten/kota. Juga disertakan tantangan yang mungkin dihadapi di masa mendatang dalam rangka melanjutkan keberhasilan dan penyebarluasannya. Salah satu bentuk dukungan terhadap keberlanjutan implementasi yaitu adanya 65 Distrik Fasilitator dan 9 orang Service Provider (SP) yang tersertifikasi. DF dan SP tersebut diharapkan mendukung keberlanjutan implementasi program-program DBE1 di kabupaten/kota maupun di provinsi. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Jamaruddin, HP 0811 418 994 mantan koordinator DBE1 Sulawesi Selatan.

Dalam kesempatan ini, izinkanlah kami untuk menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih atas kerjasama dan dukungan semua pihak di Provinsi Sulawesi Selatan atas keberlangsungan program DBE1 selama ini.

Jakarta, Desember 2011 Chief of Party DBE1

(8)
(9)

Ringkasan Eksekutif

Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Program DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri. Di tingkat kabupaten/kota kerjasama dilaksanakan berdasarkan MOU dengan masing-masing pemerintah kabupaten/kota (Kabupaten Enrekang, Jeneponto, Pangkep, Soppeng, Kota Palopo, Kota Makassar, Kabupaten Luwu, Pinrang, Sidrap) yang disaksikan oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2010 DBE1 menandatangani MOU dengan Kabupaten Barru.

DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota. Program-program DBE1 di tingkat sekolah mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M), pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKAS/M), pengembangan kapasitas kepala sekolah dan komite sekolah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di sembilan kabupaten/kota mitra, DBE1 mendukung 161 SD/MI dan 36 SMP/MTs dan program tingkat kabupaten/kota seperti penyusunan Renstra, penghitungan BOSP, AKPK, SIMA, SIMP-TK dan PBPSAP. Khusus Kabupaten Barru sebagai kabupaten ke sepuluh mitra DBE1 atas komitmen yang tinggi berhasil mendiseminasikan program-program DBE1 baik tingkat sekolah maupun kabupaten/kota. Di tingkat kabupaten/kota DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, menghitung biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menganalisis profil pendidik dan tenaga kependidikan, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya Dewan Pendidikan, DPRD, dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan. Di Provinsi Jawa Barat DBE1 telah memfasilitasi pengembangan renstra, BOSP, AKPK, Lakip, Renja, PBPSAP, SIMA, SIMPTK Selain kegiatan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mengembangkan kemitraan di tingkat provinsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keberlangsungan program dengan menyediakan fasilitator dan Service Provider. Keberadaan Service Provider ini diharapkan dapat membantu kabupaten/kota yang berminat mengembangkan praktik baik program DBE1 di Sulawesi Selatan. Lembaga penyedia Service Provider adalah LPMP untuk program SIMP-TK dan UNM untuk program penyusunan Renstra, AKPK dan BOSP. DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota, termasuk 4 kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Enrekang, Jeneponto, Pangkep dan Soppeng) yang nilainya mencapai Rp 609,9 Juta.

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan metode dan pendekatan yang

(10)

telah dilaksanakan DBE1 selama ini. Di Provinsi Sulawesi Selatan, 791 sekolah dan 10 kabupaten/kota telah mendiseminasi program DBE1. Dari tahun 2005 hingga 2011, jumlah dana yang telah dialokasikan oleh berbagai pihak untuk diseminasi program DBE1 telah mencapai lebih dari Rp 1,9 Milyar.

Di sepuluh kabupaten/kota mitra di Sulawesi Selatan, tidak banyak tantangan dihadapi. Salah satu tantangan yang menonjol yaitu kebutuhan akan data yang lengkap dan valid serta pemanfaatannya untuk proses perencanaan, dan penganggaran. Selain itu, karena pelatihan dan pendampingan DBE1 terbatas kepada sejumlah sekolah dan kabupaten/kota, perbaikan dan peningkatan mutu cenderung terjadi di sekolah/madrasah/kabupaten/kota binaan atau diseminasi saja, belum menyeluruh di seluruh provinsi. Salah satu rekomendasi yang disampaikan dalam laporan adalah: penyebaran good practice dengan menggunakan panduan, modul, perangkat lunak DBE1 dan mendayagunakan sumberdaya manusia (khususnya pengawas/DF, Service Provider, dan staf dinas) yang sudah dilatih oleh DBE1. Untuk itu, Dinas Pendidikan perlu menyediakan anggaran rutin operasional yang memadai..

Sebagai alat untuk mendorong keberlanjutan tersebut, DBE1 sudah menyiapkan tim district facilitator (pengawas), paket panduan (baik dalam hard-copy maupun soft-copy), perguruan tinggi dan LPMP sebagai service provider untuk program tingkat kabupaten/kota. Dengan alat-alat tersebut diharap bahwa tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia terus-menerus bisa dicapai.

Ringkasan pencapaian hasil kerja DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan hingga November 2011 dapat dilihat pada tabel dibawah.

Ringkasan Pencapaian Hasil Kerja DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan Hingga November 2011

Kegiatan Target Pencapaian Kumulatif

Hingga November 2011 Sekolah/madrasah yang didampingi

dalam mengembangkan rencana tahunan dan anggaran

161 SD/MI dan 36 SMP/MTs

161 SD/MI dan 36 SMP/MTs

Sertifikasi Fasilitator Distrik 65 orang

Pelaksanaan AKPK 9 kab/kota 10 kab/kota

Pelaksanaan BOSP 9 kab/kota 10 kab/kota

Pemutakhiran BOSP 7 kab/kota 7 kab/kota

Pelaksanaan PBPSAP 6 kab/kota 6 kab/kota

Renstra 9 kab/kota 10 kab/kota

Renja 7 kab/kota 7 kab/kota

Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) 1 kab/kota 1 kab/kota Jumlah sekolah yang ikut serta

mendiseminasi program DBE1 N/A 869 sekolah

Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat sekolah

N/A Rp 1.941.981.580

Dana pemerintah kab/kota dan sumber lainnya untuk mendukung diseminasi program DBE1 tingkat kabupaten/kota

N/A Rp 3.675.000

Kabupaten/kota yang mendiseminasi

program MBS DBE1 N/A 9 kab/kota

Kabupaten/kota yang mendiseminasi

(11)

I.

Pendahuluan

Program Decentralized Basic Education (DBE) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Bantuan teknis DBE dimulai sejak 2005 sebagai bentuk kerjasama Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia dengan dana 157 juta dolar AS. Di dalam implementasinya, kerjasama ini dilakukan antara USAID dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat seperti yang tercantum dalam Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) tertanggal 30 Agustus 2004. Secara teknis, pelaksanaan program dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Program juga melakukan konsultasi mendalam dengan Kementerian Dalam Negeri.

Program DBE mempunyai 3 tujuan utama, yaitu,

Meningkatkan mutu pendidikan melalui manajemen dan tatalayanan pendidikan yang lebih baik (DBE1)

Meningkatkan mutu pengajaran dan pembelajaran di tingkat SD/MI (DBE2) Meningkatkan keterkaitan pendidikan sekolah/madrasah menengah pertama

untuk kelompok remaja (DBE3).

Program ini memberikan dukungan teknis kepada kabupaten/kota dan sekolah/madrasah mitra, bukan dalam bentuk bantuan keuangan. Program ini telah dilaksanakan di tujuh provinsi (Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan) dan di lebih dari 50 kabupaten/kota (Gambar 1).

Di provinsi Sulawesi Selatan, sepuluh kabupaten/kota menerima bantuan teknis dari program DBE1 ini, yaitu Soppeng, Enrekang, Jeneponto, Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Palopo, Luwu, Pinrang, Sidenreng Rappang (Sidrap), Makassar dan Barru (Gambar 2).

(12)

Gambar 2. DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan

1. Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tatalayanan

Materi program DBE1 dikembangkan berdasarkan lebih dari 25 peraturan undangan yang terkait dengan pendidikan dan desentralisasi. Peraturan perundang-undangan yang diacu bukan hanya yang berhubungan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, tetapi juga yang berhubungan dengan Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, DBE1 membantu pengembangan kapasitas individu dan institusi dalam menerapkan kebijakan pemerintah Republik Indonesia.

DBE1 memberikan bantuan teknis yang diperlukan dalam usaha meningkatkan manajemen dan tatalayanan pendidikan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota. Hingga saat ini DBE1 telah melaksanakan program di 1.074 SD/MI dan 196 SMP/MTs di tujuh provinsi. Program-program DBE1 mencakup pengembangan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah, pengembangan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Madrasah, pengembangan kapasitas kepala sekolah/madrasah dan komite sekolah/madrasah, serta pelatihan dan penggunaan Sistem Database Sekolah. Di Provinsi Sulawesi Selatan, DBE1 mendukung 161 SD/MI dan 36 SMP/MTs di 9 kabupaten/kota (Kabupaten Enrekang, Jeneponto, Pangkep, Soppeng, Kota Palopo, Kota Makassar, Kabupaten Luwu, Pinrang, dan Sidrap.)

Untuk tingkat kabupaten/kota, DBE1 mendukung penggunaan data dan informasi yang terkini, valid, dan relevan sebagai basis dalam mengembangkan rencana strategis dinas pendidikan, menghitung kebutuhan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan, menghitung dan menganalisis biaya operasional satuan pendidikan dan keuangan pendidikan kabupaten/kota, dan mengupayakan keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran pendidikan kabupaten/kota dengan sekolah/madrasah. DBE1 juga mendukung keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, misalnya DPRD, Dewan Pendidikan dan LSM dalam proses perencanaan dan penganggaran pendidikan.

Upaya diseminasi telah berlangsung sejak berjalannya program dalam rangka menjaga kesinambungan. Diseminasi dilakukan dengan menggunakan dana dari berbagai sumber misalnya: APBD kabupaten/kota, DIPA Kementerian Agama, dana mandiri dari sekolah/madrasah, atau lembaga lainnya. Diseminasi dilakukan dengan

(13)

menggunakan metode dan pendekatan yang telah dikembangkan DBE1 selama ini. Hingga akhir November 2011 sebanyak 15.572 sekolah/madrasah dan 118 kabupaten/kota (termasuk 72 kabupaten/kota non mitra DBE1) di 12 provinsi telah mendiseminasikan paling sedikit 1 program DBE1. Lebih dari Rp. 18,5 Milyar telah dialokasikan dari APBD kabupaten/kota maupun sumber lainnya untuk mendukung penyebaran dan kesinambungan program-program DBE1. Di Provinsi Sulawesi Selatan, 869 sekolah/madrasah dan 10 kabupaten/kota telah mendiseminasi program DBE1 dengan total dana mencapai sebesar Rp 1,9 Milyar.

Selain kegiatan di tingkat sekolah/madrasah dan kabupaten/kota, DBE1 juga mendukung penggunaan teknologi informasi dan komunikasi melalui pemberian hibah TIK di 11 kabupaten/kota. Provinsi Sulawesi Selatan menerima 4 kabupaten (Enrekang, Jeneponto, Pangkep, Soppeng) menerima hibah TIK dengan total nilai sekitar Rp 699 juta-,.

Untuk mendukung keberlanjutan program DBE1 dan meningkatkan kapasitas service provider, DBE1 bekerjasama dengan Perguruan Tinggi (Universitas Negeri Makassar) dan LPMP. Sebagai bentuk implementasi dari kerjasama dimaksud, SP dilibatkan memfasilitasi penyusunan Renstra, AKPK, dan BOSP di Kabupaten Barru. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) mendampingi Kabupaten Barru menerapkan aplikasi Sistem Informasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPTK). Disamping itu SP juga dilibatkan dalam pemuktahiran penghitungan BOSP di enam kabupaten/kota lainnya, yaitu Makassar, Pangkep, Sidrap, Enrekang, Palopo, dan Soppeng.

2. Tujuan Laporan

Laporan ini disusun oleh tim DBE1 sebagai informasi kegiatan yang telah dilakukan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota maupun sekolah/madrasah pada periode 2005 hingga 2011. Melalui laporan ini, DBE1 ingin berbagi informasi dengan pemangku kepentingan di Provinsi Sulawesi Selatan mengenai metode dan pendekatan yang dilakukan DBE1, pencapaian-pencapaian hasil, penyebaran good practice kepada lebih banyak pemangku kepentingan lainnya, serta tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan. Laporan juga menyertakan Lampiran berisikan informasi berbagai pencapaian hasil DBE1 di Sulawesi Selatan dengan rinci serta informasi terkait Distrik Fasilitator, Service Provider, dan Mantan Staf DBE1. Diharapkan dengan berbagai informasi ini pemangku kepentingan mendukung keberlanjutan program yang telah dikembangkan oleh DBE1, walaupun program telah berakhir pada tahun 2011.

(14)

II. Deskripsi Program dan Capaian yang

Dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan

1. Penguatan Kapasitas di Tingkat Sekolah/Madrasah

Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah pada dasarnya adalah untuk membantu kabupaten/kota dalam mengimplementasikan MBS (Manajamen Berbasis Sekolah)1 yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud, khususnya pilar pertama (manajemen sekolah/madrasah) dan pilar ketiga (peran serta masyarakat). Penguatan kapasitas di tingkat sekolah/madrasah meliputi empat kegiatan, yakni: pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah; penguatan komite sekolah/madrasah; penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (termasuk Rencana Kerja Tahunan dan Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah); serta Pelatihan dan Aplikasi Sistem Database Sekolah. Dengan penguatan kapasitas tersebut manajemen dan tata layanan sekolah/madrasah dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan akuntabel serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif.

Penguatan kapasitas sekolah/madrasah dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung ke sekolah/madrasah mitra. Hal tersebut bukan hanya ditujukan supaya sekolah/madrasah memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu pemangku kepentingan sekolah/madrasah diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan, memiliki keahlian khusus menyusun perencanaan dan kepala sekolah/madrasah mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Pada aspek penguatan komite sekolah/ madrasah, pendekatan ini diharapkan mampu menjadikan lembaga itu menjadi mesin pendorong bagi peningkatan pengelolaan satuan pendidikan.

Dalam melaksanakan kegiatan tingkat sekolah/madrasah, DBE1 mempersiapkan Distrik Fasilitator (DF) di masing-masing kabupaten/kota. Pada umumnya, DF berasal dari pengawas, Kepala Sekolah, Guru dan dan PPAI2. DF inilah yang melakukan pelatihan dan pendampingan/bimbingan secara intensif. Pada awalnya DBE1 telah melatih 81 orang DF. Dari jumlah tersebut DF yang telah mengikuti TOT penyegaran RKS/M sebanyak 76 orang dan telah tersertifikasi sebanyak 65 orang. Berikut adalah daftar jumlah DF di masing-masing kabupaten/kota yang lolos sertifikasi.

Tabel 1. Jumlah DF di Masing-masing Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota Jumlah DF

L P Total

Jeneponto 5 3 8

Pangkajene dan Kepulauan 5 3 8

Soppeng 7 2 9

Enrekang 4 2 6

Palopo 6 1 7

Makassar 3 2 5

1Tiga pilar MBS menurut Kemendikbud adalah: (1) Manajemen Sekolah, (2) Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif

Efektif dan Menyenangkan, dan (3) Peran Serta Masyarakat.

2 DF dipilih dari unsur Pengawas Sekolah (Diknas dan Kemenag), Kepala Sekolah, guru dan LSM yang diseleksi

oleh Tim seleksi yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Kemenag, Bappeda, Dewan Pendidikan serta DBE1 Provinsi Sulawesi Selatan.

(15)

Kabupaten/Kota Jumlah DF L P Total Pinrang 5 2 7 Sidrap 9 0 9 Luwu 5 1 6 Barru 0 0 0 JUMLAH 49 16 65

a. Penguatan Kapasitas Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah

Kebijakan desentralisasi pendidikan yang menjadikan satuan pendidikan sebagai lembaga otonom menuntut kepala sekolah/madrasah untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan kewenangan lebih luas yang dimiliki oleh sekolah/madrasah. Sekolah/madrasah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan internalnya sendiri antara lain perencanaan dan evaluasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran, keuangan, peserta didik, hubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekolah/madrasah.

Pelatihan kepemimpinan kepala sekolah/madrasah bertujuan untuk memberikan pemahaman dalam menerapkan kepemimpinan efektif dan partisipatif dalam rangka pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Pelatihan ini, selain diikuti oleh Kepala Sekolah/Madrasah juga melibatkan pengawas sekolah/madrasah sehingga implementasi hasil pelatihan dapat dipantau oleh pengawas sekolah/madrasah.

Sampai saat ini ada 161 kepala SD/MI dan 36 kepala SMP/MTs yang telah mengikuti pelatihan penguatan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinannya. Berdasarkan hasil evaluasi dampak, hampir semua kepala sekolah/madrasah peserta pelatihan mengatakan bahwa Pelatihan Kepemimpinan sangat berguna bagi mereka. Tambahan informasi bahwa di Kabupaten Barru terdapat 30 pengawas/Kepala UPTD yang telah mengikuti TOT Kepemimpinan Kepala Sekolah. Berikut adalah jumlah kepala sekolah/madrasah di Provinsi Sulawesi Selatan yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan:

Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah Dilatih Kepemimpinan

Kabupaten/Kota Kepala SD/MI Kepala

SMP/MTs Jeneponto 14 4 Pangkep 14 4 Soppeng 15 4 Enrekang 21 4 Palopo 23 4 Makassar 15 4 Pinrang 20 4 Sidrap 20 4 Luwu 19 4 JUMLAH 161 36

(16)

b. Penguatan Komite Sekolah/Madrasah

Tujuan pelatihan ini adalah untuk menguatkan komite sekolah/madrasah melalui peningkatan pemahaman mengenai peran dan fungsinya, pemahaman kapasitas organisasi, peningkatan kapasitas hubungan dengan masyarakat, dan implementasi berbagai peran yaitu advisory (memberi pertimbangan), controlling (pengawasan), supporting (memberi dukungan), maupun mediating (melakukan mediasi). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang kemudian diperbaharui menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010. Secara teknis masih mengacuh pada Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Penguatan diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan bukan hanya bagi anggota komite sekolah/madrasah namun juga melibatkan kepala sekolah/madrasah dan guru. Hal ini dimaksudkan agar pemangku kepentingan lain memahami peran dan fungsi komite sekolah/madrasah sehingga pelatihan dan pendampingan komite sekolah/madrasah juga memiliki fungsi rekonsiliatif.

Untuk meningkatkan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah, DBE1 melatih sebanyak empat kali bagi komite SD/MI dan satu kali bagi komite SMP/MTs. Pelatihan komite sekolah/madrasah meliputi tiga hal. Pertama, pengenalan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Kedua, penguatan kapasitas yang meliputi pembenahan aspek organisasi, peningkatan hubungan dengan masyarakat luas dan peningkatan peran dukungan kepada sekolah/madrasah. Ketiga, secara khusus DBE1 mengupayakan perbaikan hubungan sekolah/madrasah dengan pemerintahan desa/kelurahan melalui keterlibatan komite sekolah/madrasah dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan.

Penguatan organisasi dan peningkatan hubungan dengan masyarakat ditentukan berdasarkan mawas diri yang dilakukan oleh komite sekolah/madrasah. Mawas diri tersebut dilakukan untuk mengetahui persoalan organisasional dan hambatan relasional dalam menjalankan peran dan fungsi komite sekolah/madrasah. Melalui mawas diri komite sekolah/madrasah dapat menentukan penguatan apa yang akan dilatihkan untuk mendukung penguatan mereka.

Penguatan komite sekolah/madrasah terkait dengan upaya keterlibatan dalam forum Musrenbang Desa/Kelurahan dilakukan agar komite sekolah/madrasah mampu terlibat secara aktif dalam perencanaan pembangunan dengan membawa kebutuhan sekolah/madrasah yang terdapat dalam RKS. Hal lain yang menjadi tujuan keterlibatan tersebut agar kebutuhan sekolah/madrasah dalam RKS/M menjadi prioritas dalam anggaran APBdes dan APBD. Sebagai contoh Pembuatan Talut Beton di SDN 162 Batu Rampun Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yang diusulkan Komite Sekolah untuk menjadi priroritas dalam APBdes Tahun 2009. Berikut adalah grafik persentase usulan komite sekolah/madrasah yang menjadi daftar prioritas Musrenbang Desa/Kelurahan tahun 2009 di Provinsi Sulawesi Selatan.

(17)

4,7 17,4 7,0 14,0 5,8 9,3 19,8 20,9 1,2 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 1 Jeneponto Pangkep Soppeng Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu

Gambar 3. Persentase Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kabupaten/Kota

Sampai saat ini DBE1 telah melatih anggota komite sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah dan guru. Dan khusus di kabupaten Barru, tersedia 30 orang yang telah mengikuti TOT Penguatan Komite Sekolah dari unsur Dewan Pendidikan, Kepala Sekolah dan anggota Komite Sekolah. Berikut adalah jumlah peserta pelatihan penguatan komite sekolah/madrasah:

Tabel 3. Jumlah Peserta Pelatihan Penguatan Komite Sekolah/Madrasah Provinsi Sulawesi Selatan

Kabupaten/Kota Anggota Komite

Sekolah/Madrasah Kepala sekokah Guru Total

Jeneponto 123 15 14 152 Pangkep 125 15 14 154 Soppeng 141 13 12 166 Enrekang 182 22 21 225 Palopo 199 24 23 246 Makassar 135 16 15 166 Pinrang 174 21 20 215 Sidrap 175 21 20 216 Luwu 164 20 19 203 JUMLAH 1.418 167 158 1.743

(18)

c. Penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah (RKS/M)

Penyusunan RKS/M3 oleh sekolah/madrasah didasarkan oleh Permendiknas 19 Tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan. RKS/M disusun secara partisipatif berdasarkan data terkini (profil sekolah/madrasah). Salah satu akibat dari fasilitasi peranan masyarakat dalam penyusunan rencana sekolah/madrasah adalah sumbangan masyarakat kepada sekolah/madrasah binaan DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun ajaran 2005/2006 hingga 2008/2009 sebesar Rp. 1.816.165.500,-

Secara teknis, penyusunan RKS/M dilakukan oleh suatu Tim KKRKS/M (sekarang TPS) dengan dibimbing oleh DF beranggotakan 4 – 5 orang per sekolah/madrasah yang terdiri dari Kepala Sekolah/Madrasah, Pendidik, Komite Sekolah/Madrasah atau Yayasan untuk sekolah/madrasah swasta (yang didirikan oleh masyarakat). Rancangan RKS/M yang disusun oleh tim juga dikonsultasikan kepada pemangku kepentingan sekolah/madrasah. Dengan demikian RKS/M yang disusun dapat mengakomodir kepentingan sekolah/madrasah (sebagai penyedia layanan) dan masyarakat (sebagai pengguna layanan). Karena keterlibatan tersebut, maka komite sekolah/madrasah maupun masyarakat/orangtua murid ikut mendukung dan mengawasi implementasi progam/kegiatan yang dituangkan dalam RKS/M.

Sebanyak 197 sekolah/madrasah mitra DBE1 telah menyusun RKS/M dan RKT. Berikut adalah jumlah sekolah/madrasah per kabupaten/kota di Sulawesi Selatan yang telah memiliki RKS/M.

Tabel 4. Daftar Sekolah/Madrasah yang Telah Memiliki RKS/M

Kabupaten/kota SD MI SMP MTs Jeneponto 12 2 2 2 Pangkep 11 3 2 2 Soppeng 13 2 3 1 Enrekang 18 3 3 1 Palopo 21 2 3 1 Makassar 14 1 3 1 Pinrang 16 4 3 1 Sidrap 16 4 2 2 Luwu 17 2 3 1 JUMLAH 138 23 24 12

Khusus untuk Kabupaten Barru, telah tersedia 30 orang fasilitator dari unsur Kepala UPTD dan Pengawas yang telah mengikuti TOT penyusunan RKS/RKT. Mereka diharapkan dapat mendampingi sekolah-sekolah untuk menyusun RKS/RKT. Karena adanya perubahan materi dan mekanisme penyusunan RKS/RKT yang disesuaikan

3

RKS memiliki 3 dokumen yang terdiri dari Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM), Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan dokumen anggaran tahuan yang dikenal dengan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). RKJM disusun sekolah setiap empat tahun sekali, RKT dan RKAS disusun setiap tahun oleh sekolah. RKT adalah dokumen implementasi yang di monitoring setiap tiga bulan sekali dan dievaluasi 1 tahun pada akhir tahun ajaran oleh pemangku kepentingan sekolah.

(19)

dengan kebijakan Kemdiknas, maka modul penyusunan RKS/RKT juga mengalami perubahan. Atas alasan tersebut maka pada bulan Agustus 2011 dilakukan TOT penyegaran materi RKS/M dan RKT terhadap 61 DF dan 15 DF pada bulan November. Sejumlah 5 orang mantan DC juga dinyatakan layak sertifikasi untuk program MBS. RKS/M yang telah disusun oleh sekolah/madrasah disampaikan ke kabupaten/kota melalui lokakarya dengan tujuan dinas pendidikan mendapatkan informasi tentang kebutuhan sekolah. Hal ini diharapkan dapat mewadahi usulan-usulan sekolah/madarasah melalui RKS/M ke dalam Renja Dinas Pendidikan kabupaten/kota.

d. Aplikasi Sistem Database Sekolah (SDS)

Pengembangan Sistem Database Sekolah bertujuan agar kegiatan sekolah/madrasah dalam mengelola data dan informasi menjadi lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Data dan informasi yang dapat disediakan oleh SDS adalah data profil sekolah/madrasah, laporan kinerja sekolah (school report card), dan pengelolaan laporan BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Untuk meningkatkan kemampuan sekolah/madrasah mengaplikasikan SDS, DBE1 melakukan pelatihan dan pendampingan kepada kepala sekolah/madrasah, bendahara sekolah/madrasah dan operator penanggung jawab data sekolah/madrasah. Sebanyak 161 sekolah/madrasah mitra DBE1 telah menerapkan SDS.

Tabel 5. Jumlah Sekolah/Madrasah di Provinsi Sulawesi Selatan yang Telah Menerapkan SDS Kabupaten/kota SD MI SMP MTs Jeneponto 12 2 0 0 Pangkep 11 3 0 0 Soppeng 13 2 0 0 Enrekang 18 3 0 0 Palopo 21 2 0 0 Makassar 14 1 0 0 Pinrang 16 4 0 0 Sidrap 16 4 0 0 Luwu 17 2 0 0 JUMLAH 138 23 0 0

Beberapa manfaat SDS bagi sekolah/madrasah antara lain: pertama, mempermudah sekolah/madrasah dalam mengelola data jika sewaktu-waktu dibutuhkan seperti saat akreditasi dan menyusun RKT; kedua, mempermudah sekolah/madrasah untuk melakukan administrasi dan menyusun laporan keuangan sekolah/madrasah termasuk BOS; ketiga, memudahkan kepala sekolah/madrasah menyusun Lembar Mutu Sekolah (LMS) setiap tahun sekali; dan keempat, mempermudah KKRKS dalam menyusun profil sekolah/madrasah pada saat akan membuat RKS setiap empat tahun sekali.

(20)

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota

Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan pendidikan termasuk perencanaan dan penganggaran. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota.

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra SKPD, analisis keuangan pendidikan kabupaten/kota (AKPK), penghitungan biaya operasional satuan pendidikan (BOSP), penghitungan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda), melaksanakan konsultasi dan lokakarya dengan DPRD dan penguatan Dewan Pendidikan. DBE1 juga melaksanakan program rintisan yaitu sistem informasi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Barru, sistem informasi manajemen aset (SIMA) di Kabupaten Soppeng, dan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) di Kabupaten Soppeng dan Enrekang. Empat kabupaten/kota menerima hibah TIK yaitu Kabupaten Pangkep, Jeneponto, Enrekang dan Soppeng.

Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar supaya kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikian pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan

Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Barru √ √ √ √ √ √ √ √ Enrekang √ √ √ √ √ √ √ √ Soppeng √ √ √ √ √ √ √ √ √ Luwu √ √ √ √ √ √ Jeneponto √ √ √ √ √ √ Sidenreng rappang √ √ √ √ √ √ √ √ Kota Makassar √ √ √ √ √ √

(21)

Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Pangkajene Kepulauan √ √ √ √ √ √ √ Pinrang √ √ √ √ √ √ Kota Palopo √ √ √ √ √ √ √ √

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan

DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra SKPD Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional. Sebagai contoh, Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng telah digunakan oleh Dinas Pendidikan menyusun rencana kerja tahunan (renja). Penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian menjadi Sistem Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra SKPD. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja layanan pendidikan kabupaten menurut sekolah/madrasah. Melalui sajian data dimaksud, dinas pendidikan dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Dari tabel kondisi per sekolah, dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Di samping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan. Data-base SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu ouput SIPPK tentang angka mengulang kelas SD/MI menurut tingkatan kelas. Gambar 4 menunjukkan tingginya angka mengulang kelas pada kelas 1, bahkan nilainya cukup signifikan hingga pada kelas 5, namun turun secara drastis pada kelas 6.

(22)

Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 10 kabupaten/kota mitra DBE1 telah memiliki SIPPK. Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE1. Renstra SKPD disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah.

Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan tim penyusun Renstra yang terdiri dari 10 orang dari Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota.

Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun Renstra Penyiapan Data Layanan Pendidikan

Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan

Reviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra.

Lokakarya eksternal penyusunan Renstra

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan

Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian workshop, diskusi, dan konsultasi publik dengan Bupati/ Walikota, DPRD, Bappeda, Kantor Kementerian Agama, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan sekolah baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat.

TAHAPAN PENYUSUNAN RENSTRA DINAS PENDIDIKAN ANALISA DATA SEKUNDER DALAM DPISS FGD PERSEPSI PELAKU (KASEK, PENYELENGGARA, PENGAWAS, PESANTREN) FGD PERSEPSI NGO PEMERHATI PENDIDIKAN IDENTIFIKASI MASALAH PROFIL LAYANAN PENDIDIKAN PENETAPAN ISU STRATEGIS PENETAPAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN,

STRATEGI, KEBIJAKAN , PROGRAM- KEGIATAN PEMBIAYAAN INDIKATIF PENYUSUNAN DRAFT AWAL SINKRONISASI DATA DENGAN DEPAG KEBUTUHAN SEKOLAH DALAM RKS REVISI DRAFT AWAL FINAL DOKUMEN KONSULTASI PD BUPATI KONSULTASI INTERNAL KONSULTASI EKSTERNAL KONFIRMASI DAN UJI SILANG

DATA KAJIAN MINAT LANJUT

SEKOLAH SISWA KELAS 3 SMP/MTs

(23)

DBE1 Sulawesi Selatan mendampingi 10 kabupaten/kota mitra dalam menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan, salah satunya Kabupaten Soppeng. Dimulai 2007, kerja sama DBE1 dan pemerintah Kabupaten Soppeng dilaksanakan secara tepat waktu mengingat bahwa pemerintah kabupaten tersebut telah mengalokasikan dana dan waktu untuk menyelesaikan Rencana Strategis sebelum penentuan Anggaran Tahunan 2008. Setelah mengadakan lokakarya pengenalan Renstra untuk Dinas Pendidikan, DBE1 mengadakan beberapa pertemuan guna mendukung usaha pengembangan Renstra yang dilakukan oleh Tim Kabupaten Soppeng. Dari beberapa pertemuan tersebut, ditemukan bahwa, walaupun data dan informasi mengenai bidang pendidikan telah tersedia, analisis lebih jauh masih diperlukan untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan pendidikan di kabupaten Soppeng. Untuk memproyeksikan jumlah guru yang akan pensiun dalam tahun ini, misalnya, salah satu anggota tim DBE menggunakan tanggal dan tahun kelahiran guru yang telah ada sebagai dasar penghitungan dan analisis. Seperti yang telah disebutkan diatas, Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng saat ini telah digunakan oleh Dinas Pendidikan menyusun rencana kerja tahunan (renja).

Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota SIPPK RENSTRA

Jeneponto √ √ Pangkep √ √ Soppeng SPSS √ Enrekang √ √ Palopo √ √ Makassar √ √ Pinrang √ √ Sidrap √ √ Luwu √ √ Barru √ √

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)

Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

4LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban

pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD.

(24)

Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP tersebut selesai. Dalam proses penyusunan tersebut, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan.

Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap program dan kegiatan tersebut. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari rencana strategis (renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya yang termuat dalam LAKIP.

Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat dalam Penyusunan LAKIP dan Renja

Kabupaten/kota LAKIP RENJA

Jeneponto 4 5 Pengkep 4 0 Soppeng 4 5 Enrekang 4 4 Palopo 4 6 Makassar 4 0 Pinrang 3 6 Sidrap 4 5 Luwu 4 5 Barru 4 0 Jumlah 39 36

Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 39 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 37 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota.

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK)

Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Hasil analisis keuangan sektor pendidikan5 9 (sembilan) kabupaten/kota menunjukkan bahwa belanja gaji pegawai menyerap anggaran terbesar, yaitu rata-rata sebesar Rp 129,5 miliar atau mencapai 79%, sementara belanja modal

5 Keuangan sektor pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas

(25)

PBM sangat kecil yaitu rata-rata senilai Rp 2,2 miliar atau hanya 1% dari total anggaran sektor pendidikan. Hasil penghitungan AKPK telah digunakan sebagai dasar dalam penetapan pagu indikatif belanja dan estimasi kapasitas pendanaan sektor pendidikan, khususnya dalam penyusunan Renstra SKPD pendidikan pada sembilan kabupaten/kota dimaksud. Salah satu contoh, Bappeda Kabupaten Pinrang telah menggunakan AKPK sebagai bahan untuk menilai rencana anggaran yang diajukan oleh Dinas Pendidikan pada Tahun Anggaran 2009.

Gambar 6. Rata-rata Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Menurut Jenis Pembiayaan Tahun 2008

Gambar 7. Perbandingan Komposisi Pendanaan Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Dalam Milyar Rupiah)

(26)

AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota, (ii) sumber-sumber pendanaan pendidikan, (iii) jumlah dari masing-masing sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya), (iv) jenis belanja sektor pendidikan, dan (v) jumlah yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid. Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya, alokasi anggaran sektor pendidikan lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan.

AKPK dilaksanakan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah:

Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui Workshop Konsep dan Metode AKPK

Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian Workshop tingkat kabupaten/kota

Konsultasi internal Dinas Pendidikan sebagai uji validitas terhadap hasil AKPK sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir

Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan

Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan kearah yang lebih baik.

Dalam rentang waktu pelaksanaan program DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan telah difasilitasi penghitungan AKPK di 8 kabupaten dan 2 kota.

Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK

No. Kabupaten/Kota

1 Jeneponto

2 Pangkajene dan Kepulauan 3 Soppeng 4 Enrekang 5 Palopo 6 Makassar 7 Pinrang 8 Sidenreng Rappang 9 Luwu 10 Barru*)

*) Kabupaten Barru adalah kabupaten mitra yang didampingi untuk program BOSP, AKPK, dan Renstra Dinas

(27)

Dari sepuluh kabupaten/kota tersebut telah dirampungkan 10 (sepuluh) dokumen AKPK, dan telah dilatih 60 orang anggota tim kerja, yaitu rata-rata 6 orang per kabupaten/kota.

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan.

Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian:

1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota 2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka

berbeda dengan standar BSNP

3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota

Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1.

Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan.

Di Kabupaten Enrekang, misalnya, hasil penghitungan BOSP telah dijadikan pertimbangan dan menjadi acuan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan. Di Kabupaten Pinrang, berdasarkan hasil penghitungan BOSP, Pemerintah Kabupaten Pinrang mengalokasikan anggaran untuk bantuan operasional kepada siswa SMAN sebesar Rp900.000 per siswa per tahun pada tahun anggaran 2009, dan Rp700.000 per siswa per tahun untuk tahun anggaran 2010.

Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi.

6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor guru

sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media)

(28)

Di sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan hasil penghitungan biaya operasional pendidikan adalah sebagai berikut.

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2008/2009

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Jeneponto 498.000 1.168.000 1.068.000 Pangkep 573.000 575.400 889.500 Soppeng 462.400 806.100 1.012.100 Enrekang 474.700 820.400 1.493.500 Palopo 579.200 833.500 1.288.000 Makassar 733.600 1.051.900 1.324.300 Pinrang 674.100 1.074.000 1.114.400 Sidrap 533.400 744.100 1.541.300 Luwu 650.500 828.200 1.240.700 Barru BSNP*) 440.000 912.000 1.293.000 *)

BSNP: Badan Standar Nasional Pendidikan

Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa di semua jenjang pendidikan masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah/madrasah. BOSP Rp674.100 Siapa yang mencukupi? Kekurangan Rp229.100 Rp28.800 APBD Kabupaten Rp19.200 APBD Provinsi Rp397.000 BOS APBN Perbandingan Antara BOSP Non Pegawai dengan Pendapatan

Jenjang SD/MI

Gambar 8. Perbandingan Antara BOSP per Siswa dan Pendapatan SD/MI Kabupaten Pinrang Tahun 2009

(29)

BOSP Rp1.074.000 Siapa yang mencukupi? Kekurangan Rp292.800 Rp126.720 APBD Kabupaten Rp84.400 APBD Provinsi Rp570.000 BOS APBN

Perbandingan Antara BOSP Non Pegawai dengan Pendapatan Jenjang SMP/MTs

Gambar 9. Perbandingan antara BOSP per Siswa dan Pendapatan di SMP/MTs Kabupaten Pinrang Tahun 2009

BOSP dihitung oleh tim kerja yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Bappeda, DPKAD/BPKAD/ Bagian Keuangan Setda, dan kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya, konsultasi Internal, dan konsultasi Publik. Serangkaian kegiatan dimaksudkan melibatkan Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangn Setda, DPRD, Dewan Pendidikan, Bappeda, BKD, Kepala Sekolah/Guru (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), Pengawas, KCD/UPTD, SKB, Kantor Kementerian Agama, komite sekolah, bagian Hukum Setda, Humas Pemda, Infokom, LSM, dan Pers. Tabel 10 menunjukkan jumlah daerah yang telah difasilitasi DBE1 untuk program penghitungan BOSP.

Tabel 11. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan BOSP

No. Kabupaten/Kota

1 Jeneponto

2 Pangkajene dan Kepulauan 3 Soppeng 4 Enrekang 5 Palopo 6 Makassar 7 Pinrang 8 Sidenreng Rappang 9 Luwu 10 Barru

(30)

Konsultasi Publik yang dihadiri oleh Bupati/Walikota/Wakil Bupati/Asisiten/Sekda digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan.

Hasil penghitungan BOSP di sepuluh kabupaten/kota Tahun 2008/2009 telah disampaikan kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan pada pertemuan audience bulan Januari 2011 lalu. Hasilnya, Gubernur menyambut baik dan disarankan melalui Dinas Pendidikan dan Bappeda untuk mendorong kabupaten/kota lainnya melakukan penghitungan yang sama. Hasil penghitungan dimaksud diharapkan dapat menguatkan strategi implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Pada tahun 2011 penghitungan BOSP menjadi paket program Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), oleh karena itu tidak semua BOSP kabupaten/kota dimutakhirkan. Pemutakhiran penghitungan BOSP hanya dilakukan di tujuh kabupaten/kota, termasuk Kota Makassar yang menjadi uji coba metodologi penghitungan BOSP berbasis kegiatan. Selain itu, alasan kuat pemutakhiran penghitungan BOSP dilakukan karena selain dipengaruhi oleh perubahan harga satuan barang dan jasa, juga adanya perubahan pendekatan penghitungan. Pemutakhiran penghitungan ini menggunakan pendekatan berbasis kegiatan yang didasarkan pada 8 Standar Nasional Pendidikan, sedangkan sebelumnya dengan menggunakan pendekatan biaya. Adapun hasil pemutakhiran penghitungan BOSP di tujuh kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

Tabel 12. Hasil Pemutakhiran Penghitungan BOSP Tahun 2011

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Pangkep 614.300 806.400 943.600 Soppeng 913.200 1.001.100 916.200 Enrekang 693.400 529.000 594.000 Palopo 734.000 783.000 1.193.000 Makassar 649.000 973.600 547.000 Sidrap 833.100 747.000 899.800 Barru 902.800 598.200 720.400 Permendiknas 69/2009 559.700 685.150 974.650

Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap digunakan sebagai referensi tolok ukur dari hasil pemutakhiran penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1. Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa hasil pemutakhiran penghitungan BOSP tesebut masih banyak yang melebihi hasil penghitungan BSNP. Masih diperlukan dana tambahan untuk menutupi kesenjangan dalam perbedaan tesebut.

Berdasarkan hasil pemutakhiran BOSP Kota Palopo, Walikota Palopo telah menerbitkan Peraturan Walikota tahun 2011 tentang biaya standar kontribusi

(31)

masyakarat terhadap biaya operasional penyelenggaraan pendidikan jenjang menengah maksimal Rp 200 ribu per siswa untuk SMA dan Rp 250 ribu per siswa untuk SMK.

e. Penghitungan Biaya Perencanaan Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mencapai dua sasaran kebijakan utama, yaitu (1) Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicapai dengan memperluas akses pendidikan di tingkat SD/MI dan SMP/MTs dalam bentuk investasi pada infrastruktur sekolah; (2) pemerataan mutu pendidikan, sebuah kebijakan yang penting untuk menjawab keluhan banyak pihak mengenai ketidakadilan di dalam penyediaan layanan pendidikan.

Salah satu instrumen kebijakan yang dianggap tepat dalam mendukung sasaran kedua ini adalah dengan memperkenalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan yang akan memberikan arahan penyediaan layanan pendidikan.

Untuk dapat mencapai SPM tentunya diperlukan pendanaan yang cukup. Oleh karena itu, DBE1 mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan oleh daerah untuk mengetahui estimasi biaya yang diperlukan dalam mencapai SPM dan target akses, yaitu Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP). Untuk melakukan PBPSAP, DBE1 mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) yang merupakan pengembangan dari SIPPK guna menghasilkan profil pencapaian SPM kabupaten/kota. Input dari SIMP-K adalah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK yang dimiliki oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.

Gambar 10. Tahapan Analisis PBPSAP

Di Provinsi Sulawesi Selatan, daerah yang mendapatkan program PBPSAP adalah Kabupaten Barru, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Soppeng, dan Kota Palopo. Keenam daerah dimaksud dipilih karena mempunyai data PadatiWeb dan SIM-NUPTK tahun 2010 yang relatif valid.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah:

Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) bagi data operator dinas pendidikan.

(32)

Lokakarya PBPSAP bagi para pengambil keputusan di lingkungan dinas pendidikan kabupaten/kota

Konsultasi internal dinas pendidikan kabupaten/kota

Lokakarya review hasil PBPSAP oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota Hasil yang dicapai dalam kegiatan PBPSAP adalah:

Di enam kabupaten/kota tersebut masing-masing terdapat dua orang data operator yang mampu mengolah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK dengan menggunakan SIMP-K.

Para pengambil kebijakan di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tersebut mampu menganalisis data hasil olahan SIMP-K, merumuskan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai SPM dan target akses, dan menghitung estimasi kebutuhan biaya untuk mencapai SPM dan target akses.

Dinas Pendidikan dari enam Kabupaten/Kota tersebut telah memiliki gambaran mengenai kebutuhan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM dan target akses. Hasil PBPSAP ini diharapkan menjadi input dalam penyusunan perencanaan pendidikan kabupaten/kota.

f. Konsultasi DPRD tentang Perencanaan dan Kebijakan Pendidikan

Dalam rangka mendukung peran DPRD sebagai penyelenggara pemerintahan dalam mendorong lahirnya kebijakan pendidikan yang berkualitas, DBE1 menyelenggarakan konsultasi dengan komisi yang membidangi pendidikan. Beberapa kegiatan konsultasi diantaranya lokakarya multistakeholder, memberikan informasi tentang implementasi tatalayanan pendidikan di kabupaten/kota, dan memberi masukan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan dan penganggaran. DBE1 juga melakukan konsultasi dengan anggota komisi pendidikan DPRD yang baru terpilih untuk periode 2009-2014. Selama kurun waktu 2005-2011 sebanyak 79 anggota DPRD dari unsur ketua, ketua/anggota komisi yang membidangi pendidikan dan badan anggaran di sembilan kabupaten/kota telah terlibat dalam proses konsultasi.

Sebagai contoh hasil konsultasi dengan DPRD, Komisi C (saat ini Komisi II) DPRD Sidrap mendukung adanya alokasi anggaran APBD untuk program-program diseminasi, merancang Perda Penyelenggaraan Pendidikan Gratis, salah satu klausulnya adalah tentang kewajiban semua sekolah menyusun RKS/RKT, serta aktif melakukan pengawasan atas implementasi kebijakan pendidikan. Di Kabupaten Soppeng telah disahkan Perda tentang Penyelenggaraan Pendidikan atas usul bersama antara DPRD, eksekutif, dan pemangku kepentingan pendidikan. Di Kabupaten Pinrang, hasil penghitungan BOSP dipakai sebagai dasar pengalokasian bantuan operasional untuk jenjang SMAN, sementara di Kabupaten Pangkep melalui sekertaris badan anggaran DPRD, secara aktif mendorong agar pemerintah Kabupaten Pangkep dapat melakukan perluasan dampak program-program DBE1. Misalnya, perlunya setiap SKPD menyusun Renstra dengan mengacu pada model yang dikembangkan oleh DBE1. Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep sedang dalam proses pendampingan penyusunan Renstra periode 2011-2015 dengan menggunakan dana APBD.

g. Penguatan Kapasitas Dewan Pendidikan

Dalam rangka mendukung keikutsertaan dewan pendidikan dalam perumusan kebijakan pendidikan kabupaten/kota, DBE1 melakukan lokakarya bersama Dewan

(33)

Pendidikan7 dan melibatkan mereka secara intensif pada kegiatan-kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten antara lain penyusunan rencana strategis, diskusi dan lokakarya penghitungan biaya operasional sekolah/madrasah, dan pembahasan analisis keuangan pendidikan kabupaten. Dewan Pendidikan juga diikutsertakan dalam penguatan kapasitas komite sekolah/madrasah maupun lokakarya penyusunan Rencana Kerja Sekolah/Madrasah. Hingga saat ini, jumlah anggota Dewan Pendidikan yang telah terlibat aktif dalam program DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan adalah 61 orang. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh DBE1, beberapa orang anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota telah terlibat secara aktif dalam perumusan kebijakan pendidikan. Sebagai contoh, Dewan Pendidikan Kabupaten Soppeng terlibat sebagai anggota tim penyusun Perda tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dewan Pendidikan Kabupaten Sidrap, Enrekang, Palopo, Luwu menjadi mediator untuk mengintegrasikan RKS ke dalam Renstra serta Dewan Pendidikan Kota Makassar mendorong Dinas Pendidikan untuk menyusun Renstra berbasis data dan informasi.

h. Kebijakan

DBE1 memfasilitasi pengembangan kebijakan pendidikan berupa Peraturan Daerah (Perda), atau Surat Keputusan (SK) Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan. Bentuk fasilitasi dan dukungan kebijakan dimaksud bervariasi yakni melalui pendampingan proses secara langsung, dukungan input berdasar analisis yang merupakan output dari beberapa program DBE1. Sebagai contoh di Kabupaten Sidrap SK Kepala Dinas Pendidikan tentang kewajiban semua sekolah menyusun RKS/RKT, dan hal tersebut diharapkan menjadi salah satu klausal dalam Perda Pendidikan Kabupaten Sidrap. Di Kabupaten Enrekang hasil penghitungan BOSP menjadi input klausul pembiayaan pendidikan dalam Perda Pembiayaan Pendidikan. Di Kabupaten Soppeng, seluruh hasil program DBE1 disertakan dalam naskah akademik. Penyusunan rancangan Perda pendidikan di Soppeng dikembangkan melalui proses manajemen dan tatalayanan yang baik yaitu berdasarkan hasil analisis data pendidikan, analisis legal baseline, serta prosesnya partisipatif yang melibatkan legislatif, masyarakat, dan pelaku pendidikan (guru, kepala sekolah/madrasah, dan murid). Perda Pendidikan Kabupaten Soppeng telah disahkan pada bulan Agustus 2011, yakni menjadi Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kabupaten Soppeng. Kebijakan lainnya di Kabupaten Soppeng yaitu Surat Keputusan Bupati tentang Mekanisme Pelaporan Aset/Barang Daerah. SK tersebut tidak saja ditujukan kepada Dinas Pendidikan tetapi juga untuk Dinas Kesehatan. Tabel 13 merangkum bentuk kebijakan di masing-masing kabupaten/kota:

Tabel 13. Daftar Kebijakan yang Penyusunannya Difasilitasi DBE1

Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan

Soppeng Perda no 4 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Sudah disahkan

SK Bupati Nomor

028/506/DPPKAD/VII/2010 tentang Mekanisme Pelaporan Aset/barang Daerah.

Memerintahkan kepada semua sekolah untuk menerapkan mekanisme pencatatan dan pelaporan aset

7 Kepmendiknas No. 044/U/2002 menyebutkan Dewan Pendidikan memiliki peran advisory (memberi

(34)

Sumatera Utara 1 7% Banten 1 7% Jawa Barat 2 14% Jawa Tengah 3 22% Jawa Timur 3 21% Sulawesi Selatan 4 29%

Kabupaten Bentuk Kebijakan Penjelasan

Sidrap Perda nomor 3 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis

Bab VI pasal 13 memuat tentang kewajiban setiap sekolah menyusun RKS/RKT

Enrekang Perda nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan

Bab V memuat tentang pendanaan pendidikan berdasarkan hasil BOSP dan AKPK

Palopo Peraturan Walikota tentang penetapan standar kontribusi masyarakat untuk tingkat SMA/SMK

Mengunakan output pemutakhiran BOSP Tahun 2011, sudah diterbitkan dan diedarkan ke sekolah Barru Keputusan Bupati Barru Nomor

824 – 462 tentang Mutasi Guru di Lingkungan Pemerintah Barru

Berdasarkan output hasil SIMPTK tentang analasis profil guru di Kabupaten Barru Tahun 2010

i. Teknologi, Informasi, dan Komunikasi atau Information, Communication, and Technology (ICT)

DBE1 memberikan hibah ICT kepada 14 penerima hibah di 11 kabupaten/kota di enam provinsi mitra. Di Provinsi Sulawesi Selatan, hibah diberikan kepada 4 kabupaten yakni Kabupaten Jeneponto, Pangkep, Enrekang dan Soppeng. Program hibah ICT bertujuan untuk meningkatkan akses pemangku kepentingan kepada teknologi dan meningkatkan mutu pendidikan. Program ini dilaksanakan bersama-sama dengan berbagai konsorsium yang terdiri dari sektor swasta dan institusi pemerintahan misalnya Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan Perpustakaan Daerah.

Gambar

Gambar 1. Provinsi Mitra DBE1 di Indonesia
Gambar 2. DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel 2. Jumlah Kepala Sekolah/Madrasah yang Telah  Dilatih Kepemimpinan
Gambar 3. Persentase Usulan Sekolah/Madrasah yang Menjadi Prioritas  Pembangunan Desa/Kelurahan dan Kabupaten/Kota
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu sekolah yang memiliki anak-anak berimajinasi tinggi yaitu Pusat Paud Islam Terpadu (PPIT) Al-Ishlah yang merupakan sekolah unggul yang memberikan pelayanan

H 7 : terdapat perbedaan harga saham pada perusa- haan yang memiliki ruang lingkup pengung- kapan informasi yang lebih luas (more scope) di internet dengan perusahaan yang

bahwa untuk melaksanakan Ketentuan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Berdasarkan rendemen pulp, konsumsi alkali, dan bilangan kappa, maka pulp batang pisang yang dihasilkan dari proses semikimia pada konsentrasi alkali 4% lebih layak teknis

Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan efisien dan menarik dalam keseluruhan penulisan Bahasa Indonesia yang baik dan benar digunakan dengan

Berdasarkan data yang ada pada tahun 2006 terdapat 62.621 ekor sapi potong yang dikeluarkan Balai Karantina Hewan Kupang dan populasi sapi bali meliputi sekitar 85% dari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeteksi detak jantung melalui sinyal photoplethysmograph (PPG). Photoplethysmograph yang digunakan untuk monitoring detak jantung dengan

Menu- rut FAO, zonasi bertujuan “memisahkan area dengan potensi dan kendala pemba- ngunan yang serupa.” Proses ini bertu- juan untuk meningkatkan pengelolaan penggunaan lahan