• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota

II. Deskripsi Program dan Capaian yang Dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan

2. Penguatan Kapasitas di Tingkat Kabupaten/Kota

Program DBE1 di tingkat kabupaten/kota bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya dalam hal pengembangan kebijakan pendidikan termasuk perencanaan dan penganggaran. Dalam proses perumusan kebijakan, azas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dikedepankan sehingga memberi kesempatan bagi orang tua, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyuarakan aspirasi mereka untuk kualitas pendidikan yang lebih baik di kabupaten/kota.

Program tingkat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan adalah: penyusunan Renstra SKPD, memfasilitasi dinas pendidikan kabupaten/kota untuk menyusun dokumen LAKIP dan Renja berdasarkan Renstra SKPD, analisis keuangan pendidikan kabupaten/kota (AKPK), penghitungan biaya operasional satuan pendidikan (BOSP), penghitungan biaya pencapaian standar dan akses pendidikan (PBPSAP), membantu kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan pendidikan (Perda), melaksanakan konsultasi dan lokakarya dengan DPRD dan penguatan Dewan Pendidikan. DBE1 juga melaksanakan program rintisan yaitu sistem informasi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan (SIMPTK) di Kabupaten Barru, sistem informasi manajemen aset (SIMA) di Kabupaten Soppeng, dan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) di Kabupaten Soppeng dan Enrekang. Empat kabupaten/kota menerima hibah TIK yaitu Kabupaten Pangkep, Jeneponto, Enrekang dan Soppeng.

Penguatan kapasitas kabupaten/kota dilakukan dengan memadukan dua pendekatan yaitu pelatihan dan pendampingan langsung. Hal tersebut bukan hanya ditujukan agar supaya kabupaten/kota memiliki produk dokumen, tapi lebih dari itu para pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota diharapkan memiliki kesadaran pentingnya perencanaan dan memiliki keahlian khusus dalam menyusun kebijakan pendidikan. Di beberapa kabupaten/kota telah menunjukkan bahwa unsur eksekutif mampu mengembangkan kepemimpinan yang responsif, partisipatif, efektif/efisien dan akuntabel. Demikian pula DPRD, Dewan Pendidikan dan masyarakat madani (pers dan LSM) mampu melaksanakan peran dan fungsi yang tepat dalam tatalayanan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan.

Adapun kegiatan DBE1 di tingkat kabupaten/kota dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 6. Rangkuman Kegiatan DBE1 Tingkat Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan

Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Barru Enrekang Soppeng Luwu Jeneponto Sidenreng rappang Kota Makassar

Kabupaten/Kota AKPK BOSP Renstra SIPPK Lakip Manajemen

Aset SIMPTK PBPSAP Renja

Update BOSP Pangkajene Kepulauan Pinrang Kota Palopo

a. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan

DBE1 telah memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan. Selain itu, DBE1 juga mendorong pemanfaatan Renstra SKPD Dinas Pendidikan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang lebih operasional. Sebagai contoh, Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng telah digunakan oleh Dinas Pendidikan menyusun rencana kerja tahunan (renja). Penyusunan Renstra SKPD Dinas Pendidikan didasarkan pada data pendidikan yang terkini, valid, dan relevan. Sistem Informasi Perencanaan Pendidikan Kabupaten/Kota (SIPPK) yang kemudian menjadi Sistem Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) merupakan perangkat lunak pendukung yang disediakan untuk membantu tim penyusun Renstra SKPD. SIPPK menyajikan tabel-tabel profil pendidikan termasuk: angka partsipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka mengulang kelas (AMK), jumlah guru menurut kualifikasi pendidikan, kecukupan sarana dan prasarana dan data pokok pendidikan lainnya. Sistem informasi ini juga dapat membantu dinas pendidikan melihat secara cepat kinerja layanan pendidikan kabupaten menurut sekolah/madrasah. Melalui sajian data dimaksud, dinas pendidikan dapat mengambil kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan nyata sekolah/madrasah. Dari tabel kondisi per sekolah, dinas dapat melihat kesenjangan kinerja pendidikan antar sekolah/madrasah dalam satu kecamatan/kabupaten maupun antar kecamatan/desa dalam satu kabupaten. Di samping itu, pemanfaatan SIPPK telah mendorong dinas untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas data pendidikan. Data-base SIPPK dibangun berdasarkan data individu sekolah/madrasah di satu kabupaten yang dikumpulkan setiap awal tahun pelajaran. Gambar 4 menunjukkan salah satu ouput SIPPK tentang angka mengulang kelas SD/MI menurut tingkatan kelas. Gambar 4 menunjukkan tingginya angka mengulang kelas pada kelas 1, bahkan nilainya cukup signifikan hingga pada kelas 5, namun turun secara drastis pada kelas 6.

Pengembangan kapasitas tim dinas dalam mengolah data melalui SIPPK ini dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan tim data pendidikan dan sub-bagian perencanaan. Sampai dengan saat ini, 10 kabupaten/kota mitra DBE1 telah memiliki SIPPK. Peningkatan kapasitas staf dinas pendidikan dalam menyusun Rencana Strategis Dinas Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu tujuan program DBE1. Renstra SKPD disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah.

Kegiatan awal yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah membangun komitmen dengan kepala dinas pendidikan dan pemangku kepentingan kabupaten/kota, yang dilanjutkan dengan tahapan sebagai berikut.

Pembentukan tim penyusun Renstra yang terdiri dari 10 orang dari Dinas Pendidikan, dengan komposisi peserta bervariasi antar kabupaten/kota.

Pelatihan penggunaan perangkat lunak SIPPK untuk Tim Penyusun Renstra Penyiapan Data Layanan Pendidikan

Pelatihan dan pendampingan penyusunan Renstra Dinas Pendidikan Bagi Staf Dinas Pendidikan

Reviu Draft Renstra di lingkungan internal Dinas Pendidikan dalam lokakarya internal Renstra.

Lokakarya eksternal penyusunan Renstra

Gambar 5. Tahapan Penyusunan Renstra Dinas Pendidikan

Dalam proses penyusunan Renstra, pelibatan pemangku kepentingan juga didorong melalui serangkaian workshop, diskusi, dan konsultasi publik dengan Bupati/ Walikota, DPRD, Bappeda, Kantor Kementerian Agama, Dewan Pendidikan, LSM, Media, perwakilan sekolah baik negeri maupun swasta. Secara umum, proses tersebut di atas memungkinkan pemangku kepentingan memahami lebih mendalam kondisi pendidikan kabupaten/kota masing-masing dan pada gilirannya mampu menyampaikan masukan dan mengkritisi dokumen Renstra dengan tepat.

TAHAPAN PENYUSUNAN RENSTRA DINAS PENDIDIKAN ANALISA DATA SEKUNDER DALAM DPISS FGD PERSEPSI PELAKU (KASEK, PENYELENGGARA, PENGAWAS, PESANTREN) FGD PERSEPSI NGO PEMERHATI PENDIDIKAN IDENTIFIKASI MASALAH PROFIL LAYANAN PENDIDIKAN PENETAPAN ISU STRATEGIS PENETAPAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN,

STRATEGI, KEBIJAKAN , PROGRAM- KEGIATAN PEMBIAYAAN INDIKATIF PENYUSUNAN DRAFT AWAL SINKRONISASI DATA DENGAN DEPAG KEBUTUHAN SEKOLAH DALAM RKS REVISI DRAFT AWAL FINAL DOKUMEN KONSULTASI PD BUPATI KONSULTASI INTERNAL KONSULTASI EKSTERNAL KONFIRMASI DAN UJI SILANG

DATA KAJIAN MINAT LANJUT

SEKOLAH SISWA KELAS 3 SMP/MTs

DBE1 Sulawesi Selatan mendampingi 10 kabupaten/kota mitra dalam menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan, salah satunya Kabupaten Soppeng. Dimulai 2007, kerja sama DBE1 dan pemerintah Kabupaten Soppeng dilaksanakan secara tepat waktu mengingat bahwa pemerintah kabupaten tersebut telah mengalokasikan dana dan waktu untuk menyelesaikan Rencana Strategis sebelum penentuan Anggaran Tahunan 2008. Setelah mengadakan lokakarya pengenalan Renstra untuk Dinas Pendidikan, DBE1 mengadakan beberapa pertemuan guna mendukung usaha pengembangan Renstra yang dilakukan oleh Tim Kabupaten Soppeng. Dari beberapa pertemuan tersebut, ditemukan bahwa, walaupun data dan informasi mengenai bidang pendidikan telah tersedia, analisis lebih jauh masih diperlukan untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai keadaan pendidikan di kabupaten Soppeng. Untuk memproyeksikan jumlah guru yang akan pensiun dalam tahun ini, misalnya, salah satu anggota tim DBE menggunakan tanggal dan tahun kelahiran guru yang telah ada sebagai dasar penghitungan dan analisis. Seperti yang telah disebutkan diatas, Renstra SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng saat ini telah digunakan oleh Dinas Pendidikan menyusun rencana kerja tahunan (renja).

Tabel 7. Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan yang Memiliki SIPPK dan Menyusun Renstra SKPD Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota SIPPK RENSTRA

Jeneponto Pangkep Soppeng SPSS Enrekang Palopo Makassar Pinrang Sidrap Luwu Barru

b. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Rencana Kerja (Renja)

Dalam rangka memfasilitasi kabupaten/kota dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja), DBE1 memberikan asistensi penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)4 tahun sebelumnya. Sebab, LAKIP merupakan salah satu dasar dari penyusunan Renja tahun berikutnya selain dari dokumen Renstra SKPD. Dalam prosesnya, asistensi penyusunan LAKIP telah meningkatkan kapasitas personil Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

4LAKIP wajib disusun oleh setiap instansi pemerintah (entitas pelaporan) sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP No. 8 tahun 2006, pasal 2). Laporan ini juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas SKPD.

Program ini dilaksanakan dalam bentuk lokakarya dan pendampingan sampai dokumen LAKIP tersebut selesai. Dalam proses penyusunan tersebut, peserta dilatih menganalisis capaian kinerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, baik yang berhasil maupun yang kurang. Jika capaian kinerja rendah, analisis faktor penyebab dilakukan untuk perbaikan kinerja pada tahun mendatang dan sebaliknya, jika kinerja baik juga diungkapkan faktor-faktor pendukungnya agar bisa lebih ditingkatkan.

Rencana Kerja (Renja) merupakan salah satu dokumen perencanaan yang wajib dibuat oleh setiap SKPD. Renja berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta target yang akan dicapai setahun ke depan. Rencana kerja ini juga menyajikan jumlah dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap program dan kegiatan tersebut. Sebagai dokumen perencanaan tahunan, Renja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan turunan dari rencana strategis (renstra). Penyusunan Renja Dinas Pendidikan yang difasilitasi oleh DBE1 juga mengacu kepada hasil kinerja tahun sebelumnya yang termuat dalam LAKIP.

Tabel 8. Jumlah Staf Dinas Pendidikan Kab/Kota yang Terlibat dalam Penyusunan LAKIP dan Renja

Kabupaten/kota LAKIP RENJA

Jeneponto 4 5 Pengkep 4 0 Soppeng 4 5 Enrekang 4 4 Palopo 4 6 Makassar 4 0 Pinrang 3 6 Sidrap 4 5 Luwu 4 5 Barru 4 0 Jumlah 39 36

Personil yang telah difasilitasi dalam penyusunan LAKIP sebanyak 39 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota. Sedangkan yang terlibat dalam penyusunan Renja sebanyak 37 orang yang terdiri atas unsur pimpinan dan staf Dinas Pendidikan dari 7 (tujuh) Kabupaten/Kota.

c. Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK)

Analisis Keuangan Pendidikan Kabupaten/Kota (AKPK) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sumber pendanaan dan alokasi belanja sektor pendidikan kabupaten/kota. Hasil analisis keuangan sektor pendidikan5 9 (sembilan) kabupaten/kota menunjukkan bahwa belanja gaji pegawai menyerap anggaran terbesar, yaitu rata-rata sebesar Rp 129,5 miliar atau mencapai 79%, sementara belanja modal

5 Keuangan sektor pendidikan meliputi APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota, baik yang ada di Dinas Pendidikan maupun SKPD lain

PBM sangat kecil yaitu rata-rata senilai Rp 2,2 miliar atau hanya 1% dari total anggaran sektor pendidikan. Hasil penghitungan AKPK telah digunakan sebagai dasar dalam penetapan pagu indikatif belanja dan estimasi kapasitas pendanaan sektor pendidikan, khususnya dalam penyusunan Renstra SKPD pendidikan pada sembilan kabupaten/kota dimaksud. Salah satu contoh, Bappeda Kabupaten Pinrang telah menggunakan AKPK sebagai bahan untuk menilai rencana anggaran yang diajukan oleh Dinas Pendidikan pada Tahun Anggaran 2009.

Gambar 6. Rata-rata Alokasi Belanja Sektor Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Menurut Jenis Pembiayaan Tahun 2008

Gambar 7. Perbandingan Komposisi Pendanaan Pendidikan Sembilan Kabupaten/Kota Tahun 2008 (Dalam Milyar Rupiah)

AKPK menyajikan informasi terkait dengan (i) total belanja sektor pendidikan dan porsinya dalam APBD Kabupaten/Kota, (ii) sumber-sumber pendanaan pendidikan, (iii) jumlah dari masing-masing sumber dana tersebut (APBN, APBD Provinsi, APBD Kab/Kota, dan lainnya), (iv) jenis belanja sektor pendidikan, dan (v) jumlah yang dibelanjakan untuk setiap jenjang pendidikan secara keseluruhan atau per murid. Hasil AKPK diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kebijakan anggaran, khususnya dalam perumusan strategi pembiayaan sektor pendidikan agar lebih efektif, efisien dan produktif pada tahun anggaran berikutnya. Artinya, alokasi anggaran sektor pendidikan lebih diprioritaskan pada pembiayaan program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan mutu proses dan output pembelajaran. AKPK juga dapat menjadi acuan dalam penetapan skala prioritas pembiayaan program/kegiatan pada Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas Pendidikan.

AKPK dilaksanakan oleh tim kerja kabupaten/kota yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangan Setda, Bappeda, dan Dewan Pendidikan. Pendekatan yang digunakan dalam proses AKPK adalah:

Pelatihan intensif tim kerja kabupaten/kota melalui Workshop Konsep dan Metode AKPK

Penghitungan dan pemilahan belanja sektor pendidikan melalui serangkaian Workshop tingkat kabupaten/kota

Konsultasi internal Dinas Pendidikan sebagai uji validitas terhadap hasil AKPK sebelum ditetapkan sebagai hasil akhir

Penyusunan dokumen analisis, simpulan dan rekomendasi kebijakan

Konsultasi publik sebagai bagian dari upaya membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan kearah yang lebih baik.

Dalam rentang waktu pelaksanaan program DBE1 di Provinsi Sulawesi Selatan telah difasilitasi penghitungan AKPK di 8 kabupaten dan 2 kota.

Tabel 9. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan AKPK

No. Kabupaten/Kota

1 Jeneponto

2 Pangkajene dan Kepulauan 3 Soppeng 4 Enrekang 5 Palopo 6 Makassar 7 Pinrang 8 Sidenreng Rappang 9 Luwu 10 Barru*)

*) Kabupaten Barru adalah kabupaten mitra yang didampingi untuk program BOSP, AKPK, dan Renstra Dinas Pendidikan untuk pengembangan service provider dari Universitas Negeri Makassar.

Dari sepuluh kabupaten/kota tersebut telah dirampungkan 10 (sepuluh) dokumen AKPK, dan telah dilatih 60 orang anggota tim kerja, yaitu rata-rata 6 orang per kabupaten/kota.

d. Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

PP 19/2005 tentang Standar Pembiayaan mendefinisikan Biaya Operasional6 Satuan Pendidikan (BOSP) sebagai bagian dari dana pendidikan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan sesuai SNP dapat berlangsung secara teratur dan berkelanjutan. Berdasarkan PP 19/2005 tersebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2008 mengembangkan metode penghitungan BOSP, hasil dari penghitungan yang dilakukan oleh BSNP ini kemudian dituangkan ke dalam Permendiknas 69/2009 tentang Standar Pembiayaan Pendidikan.

Bekerja sama dengan BSNP, DBE1 melakukan pengembangan lebih lajut dari metode tersebut dengan melakukan tiga penyesuaian:

1. Penyesuaian harga satuan dengan menggunakan standar harga Kabupaten/Kota 2. Menyesuaikan volume bila kabupaten/kota memandang kebutuhan mereka

berbeda dengan standar BSNP

3. Melakukan penambahan/pengurangan line item untuk merefleksikan kebutuhan yang berbeda di tiap Kabupaten/Kota

Pengembangan metode ini dilakukan agar hasil penghitungan BOSP tersebut dapat lebih baik merefleksikan kebutuhan masing-masing Kabupaten/Kota yang sangat beragam. Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap selalu menjadi referensi tolok ukur dari hasil penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1.

Manfaat utama dari hasil penghitungan BOSP ini adalah menjadi sumber informasi bagi pemangku kebijakan dalam melihat sejauh mana kebutuhan operasional sekolah telah terpenuhi. Hasil BOSP yang dihitung per siswa ini disandingkan dengan Bantuan Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah Pusat, ataupun dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melihat kesenjangan yang ada. Dari sini, pemangku kepentingan dapat memformulasikan kebijakan untuk memenuhi kebutuhan BOSP yang diperlukan.

Di Kabupaten Enrekang, misalnya, hasil penghitungan BOSP telah dijadikan pertimbangan dan menjadi acuan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan. Di Kabupaten Pinrang, berdasarkan hasil penghitungan BOSP, Pemerintah Kabupaten Pinrang mengalokasikan anggaran untuk bantuan operasional kepada siswa SMAN sebesar Rp900.000 per siswa per tahun pada tahun anggaran 2009, dan Rp700.000 per siswa per tahun untuk tahun anggaran 2010.

Bagi sekolah/madrasah, hasil penghitungan BOSP digunakan sebagai dasar pengajuan kebutuhan dana operasional kepada pemerintah daerah maupun pihak lain. Hasil penghitungan BOSP juga memberikan gambaran kepada orang tua tentang kebutuhan dana operasional sekolah/madrasah sehingga dapat menumbuhkan partisipasi.

6 Biaya operasional adalah biaya pegawai (gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan serta honor guru sukarelawan/tidak tetap dan tenaga kependidikan sukarelawan) dan biaya bukan pegawai (ATS, bahan dan alat habis pakai, rapat-rapat, transport/perjalanan dinas, penilaian/evaluasi, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana, pendukung pembinaan siswa ditambah dengan bantuan personal siswa kurang mampu, investasi ringan: buku teks, buku referensi, komputer, alat peraga/media)

Di sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan hasil penghitungan biaya operasional pendidikan adalah sebagai berikut.

Tabel 10. Hasil Penghitungan BOSP Tahun 2008/2009

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Jeneponto 498.000 1.168.000 1.068.000 Pangkep 573.000 575.400 889.500 Soppeng 462.400 806.100 1.012.100 Enrekang 474.700 820.400 1.493.500 Palopo 579.200 833.500 1.288.000 Makassar 733.600 1.051.900 1.324.300 Pinrang 674.100 1.074.000 1.114.400 Sidrap 533.400 744.100 1.541.300 Luwu 650.500 828.200 1.240.700 Barru BSNP*) 440.000 912.000 1.293.000 *)

BSNP: Badan Standar Nasional Pendidikan

Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) di salah satu kabupaten/kota berikut ini menunjukkan bahwa kebutuhan biaya operasional satuan pendidikan untuk siswa di semua jenjang pendidikan masih kurang dibandingkan dengan pendapatan sekolah/madrasah. BOSP Rp674.100 Siapa yang mencukupi? Kekurangan Rp229.100 Rp28.800 APBD Kabupaten Rp19.200 APBD Provinsi Rp397.000 BOS APBN Perbandingan Antara BOSP Non Pegawai dengan Pendapatan

Jenjang SD/MI

Gambar 8. Perbandingan Antara BOSP per Siswa dan Pendapatan SD/MI Kabupaten Pinrang Tahun 2009

BOSP Rp1.074.000 Siapa yang mencukupi? Kekurangan Rp292.800 Rp126.720 APBD Kabupaten Rp84.400 APBD Provinsi Rp570.000 BOS APBN

Perbandingan Antara BOSP Non Pegawai dengan Pendapatan Jenjang SMP/MTs

Gambar 9. Perbandingan antara BOSP per Siswa dan Pendapatan di SMP/MTs Kabupaten Pinrang Tahun 2009

BOSP dihitung oleh tim kerja yang terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, Bappeda, DPKAD/BPKAD/ Bagian Keuangan Setda, dan kepala sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA). Penghitungan BOSP dilakukan melalui serangkaian lokakarya, konsultasi Internal, dan konsultasi Publik. Serangkaian kegiatan dimaksudkan melibatkan Dinas Pendidikan, DPKAD/BPKAD/Bagian Keuangn Setda, DPRD, Dewan Pendidikan, Bappeda, BKD, Kepala Sekolah/Guru (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), Pengawas, KCD/UPTD, SKB, Kantor Kementerian Agama, komite sekolah, bagian Hukum Setda, Humas Pemda, Infokom, LSM, dan Pers. Tabel 10 menunjukkan jumlah daerah yang telah difasilitasi DBE1 untuk program penghitungan BOSP.

Tabel 11. Daftar Kabupaten/Kota yang Telah Melakukan BOSP

No. Kabupaten/Kota

1 Jeneponto

2 Pangkajene dan Kepulauan 3 Soppeng 4 Enrekang 5 Palopo 6 Makassar 7 Pinrang 8 Sidenreng Rappang 9 Luwu 10 Barru

Konsultasi Publik yang dihadiri oleh Bupati/Walikota/Wakil Bupati/Asisiten/Sekda digunakan untuk membangun dukungan pemangku kepentingan pendidikan terhadap perubahan kebijakan anggaran dan strategi pembiayaan sektor pendidikan.

Hasil penghitungan BOSP di sepuluh kabupaten/kota Tahun 2008/2009 telah disampaikan kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan pada pertemuan audience bulan Januari 2011 lalu. Hasilnya, Gubernur menyambut baik dan disarankan melalui Dinas Pendidikan dan Bappeda untuk mendorong kabupaten/kota lainnya melakukan penghitungan yang sama. Hasil penghitungan dimaksud diharapkan dapat menguatkan strategi implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan gratis Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Pada tahun 2011 penghitungan BOSP menjadi paket program Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP), oleh karena itu tidak semua BOSP kabupaten/kota dimutakhirkan. Pemutakhiran penghitungan BOSP hanya dilakukan di tujuh kabupaten/kota, termasuk Kota Makassar yang menjadi uji coba metodologi penghitungan BOSP berbasis kegiatan. Selain itu, alasan kuat pemutakhiran penghitungan BOSP dilakukan karena selain dipengaruhi oleh perubahan harga satuan barang dan jasa, juga adanya perubahan pendekatan penghitungan. Pemutakhiran penghitungan ini menggunakan pendekatan berbasis kegiatan yang didasarkan pada 8 Standar Nasional Pendidikan, sedangkan sebelumnya dengan menggunakan pendekatan biaya. Adapun hasil pemutakhiran penghitungan BOSP di tujuh kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

Tabel 12. Hasil Pemutakhiran Penghitungan BOSP Tahun 2011

Kab/Kota

Biaya Operasional Satuan Pendidikan Per siswa/tahun (Rupiah)

SD SMP SMA Pangkep 614.300 806.400 943.600 Soppeng 913.200 1.001.100 916.200 Enrekang 693.400 529.000 594.000 Palopo 734.000 783.000 1.193.000 Makassar 649.000 973.600 547.000 Sidrap 833.100 747.000 899.800 Barru 902.800 598.200 720.400 Permendiknas 69/2009 559.700 685.150 974.650

Hasil penghitungan BSNP dalam Permendiknas 69/2009 tetap digunakan sebagai referensi tolok ukur dari hasil pemutakhiran penghitungan BOSP yang difasilitasi DBE1. Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa hasil pemutakhiran penghitungan BOSP tesebut masih banyak yang melebihi hasil penghitungan BSNP. Masih diperlukan dana tambahan untuk menutupi kesenjangan dalam perbedaan tesebut.

Berdasarkan hasil pemutakhiran BOSP Kota Palopo, Walikota Palopo telah menerbitkan Peraturan Walikota tahun 2011 tentang biaya standar kontribusi

masyakarat terhadap biaya operasional penyelenggaraan pendidikan jenjang menengah maksimal Rp 200 ribu per siswa untuk SMA dan Rp 250 ribu per siswa untuk SMK.

e. Penghitungan Biaya Perencanaan Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP)

Dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berupaya mencapai dua sasaran kebijakan utama, yaitu (1) Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang dicapai dengan memperluas akses pendidikan di tingkat SD/MI dan SMP/MTs dalam bentuk investasi pada infrastruktur sekolah; (2) pemerataan mutu pendidikan, sebuah kebijakan yang penting untuk menjawab keluhan banyak pihak mengenai ketidakadilan di dalam penyediaan layanan pendidikan.

Salah satu instrumen kebijakan yang dianggap tepat dalam mendukung sasaran kedua ini adalah dengan memperkenalkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan yang akan memberikan arahan penyediaan layanan pendidikan.

Untuk dapat mencapai SPM tentunya diperlukan pendanaan yang cukup. Oleh karena itu, DBE1 mengembangkan suatu metode yang dapat digunakan oleh daerah untuk mengetahui estimasi biaya yang diperlukan dalam mencapai SPM dan target akses, yaitu Penghitungan Biaya Pencapaian Standar dan Akses Pendidikan (PBPSAP). Untuk melakukan PBPSAP, DBE1 mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K) yang merupakan pengembangan dari SIPPK guna menghasilkan profil pencapaian SPM kabupaten/kota. Input dari SIMP-K adalah data PadatiWeb dan SIM-NUPTK yang dimiliki oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.

Gambar 10. Tahapan Analisis PBPSAP

Di Provinsi Sulawesi Selatan, daerah yang mendapatkan program PBPSAP adalah Kabupaten Barru, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Sidrap, Kabupaten Soppeng, dan Kota Palopo. Keenam daerah dimaksud dipilih karena mempunyai data PadatiWeb dan SIM-NUPTK tahun 2010 yang relatif valid.

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam PBPSAP ini adalah:

Pelatihan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Kabupaten/Kota (SIMP-K)

Dokumen terkait