• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Model dan Teknik Analisis Data

2. Pengujian Asumsi Klasik

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan SPSS 15 . Peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi.Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (best linear unbiased estimator) yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Jika terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikansi koefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya saja menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Uji asumsi klasik yang dilakukan peneliti meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas.

a. Uji Normalitas

Menurut Ghozali (2005 : 110), ”uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai

residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.”

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :

a. Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

b. Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :

1) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

2) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

Distribusi yang melanggar asumsi normalitas dapat dijadikan menjadi bentuk yang normal dengan beberapa cara sebagai berikut :

Transformasi data dapat dilakukan dengan logaritma natiral (ln), log10, maupun akar kuadrat. Jika ada data yang bernilai negatif, transformasi data dengan logaritma akan menghilangkannya sehingga julah sampel (n) akan bekurang.

2) Trimming

Trimming adalah memangkas (membuang) observasi yang bersifat outlier, yaitu yang nilainya lebih kecil dari µ-2σ atau lebih besar dari µ+2σ. Metode ini juga mengecilkan sampelnya.

2) Winzorising

Winzorising mengubah nilai-nilai outliers menjadi nilai0nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusinya menjadi normal. Nilai-nilai observasi yang lebih kecil dari µ-2σ akan diubah nilainya menjadi µ+2σ dan nilai-nilai yang lebih besar dari µ+2σ akan diubah nilainya menjadi µ-2σ.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scattter plot antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisisnya:

1) jika ada pola-pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas,

2) jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.

Cara lain untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah dengan uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan kembali nilai absolut residual terhadap variabel independen.

c. Uji Autokorelasi

Masalah autokorelasi akan muncul bila data yang dipakai adalah data runtut waktu (timeseries). “Autokorelasi akan muncul bila data sesudahnya merupakan fungsi dari data sebelumnya atau data sesudahnya memiliki korelasi yang tinggi dengan data sebelumnya pada data runtut waktu dan besaran data sangat tergantung pada tempat data tersebut terjadi”(Hadi, 2006 : 175).

Menurut Santoso dalam Yunita (2008 : 28) untuk mendeteksi adanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W). Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat

pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:

1) angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

d. Uji Multikolinearitas

Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 168), “uji multikolinearitas berhubungan dengan adanya korelasi antar variable independen. Sebuah persamaan terjangkit penyakit ini bila dua atau lebih variabel independen memiliki tingkat korelasi yang tinggi. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi.”

Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dijelaskan berikut ini.

1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.

G. Pengujian Hipotesis 1. Uji-t

Pengujian bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Untuk pengujian secara parsial ini digunakan uji-t. Bentuk pengujiannnya adalah:

Ho : b1,b2,b3 = 0 , artinya rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

Umum dan Dana Alokasi Khusus secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Ha : b1,b2,b3≠ 0 , artinya rasio efektivitas Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi

Umum dan Dana Alokasi Khusus secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Pengujian dilakukan menggunakan uji – t dengan tingkat pengujian pada α 5% derajat kebebasan (degree of freedom) atau df=(n – k).

Kriteria pengambilan keputusan : Ho diterima jika t hitung < t tabel

Ha diterima jika t hitung > t tabel

2. Uji-F

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara

signifikan. Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikasi yang digunakan yaitu 0,05. Bentuk pengujiannya adalah:

Ho : b1,b2=0 , artinya variabel rasio efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Ha : b1,b2≠0 , artinya variabel rasio efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho diterima jika F hitung < F tabel pada α 5%

Ha diterima jika F hitung > F tabel pada α 5%

3. Koefisien Determinan (R2)

Pengujian koefisien determinan (R2) digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinan berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤ R 2 ≤ 1). Hal ini berarti bila R2=0 menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, bila R2 semakin besar mendekati 1 menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila R2 semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

I. Tabel dan Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut:

Tabel 3.2

Tabel Jadwal Penelitian

Tahapan penelitian

Tahun 2009

Jan Feb Mar Apr Mei Juni

Pengajuan Judul Penyelesaian Proposal Pengumpulan Data Seminar Proposal Penulisan Laporan Penyelesaian Laporan

Dokumen terkait