UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
PENGARUH PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN/ KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA
OLEH
NAMA : RISKI ARIYENI
NIM : 050503228
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah
dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan
skripsi level program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Univesitas
Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan
jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya
bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.
Medan, 10 Juni 2009
Yang Membuat Pernyataan
Riski Ariyeni
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta senantiasa memberikan kesehatan,
kemampuan, dan kekuatan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul :
“ Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerinta Kabupaten / Pemerintah Kota Di Sumatera Utara. ”
Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga tercinta yang telah
memberikan doa dan dukungannya, terutama kepada kedua orang tua, Arjon dan
Erni Dawati, dan tak lupa kepada abang dan adik-adik ku tersayang.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materiil, spiritual, maupun
administrasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, terutama :
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak selaku Sekretaris
4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Sri Mulyani MBA, Ak selaku Dosen Pembanding I dan Ibu Rysanti SE,
Msi, Ak selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik dan
saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.
6. Dosen Wali penulis, Bapak Iskandar Muda SE, Msi, Ak.
7. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
yang telah memberikan bimbingan semasa perkuliahan, serta Staf Pegawai
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu
birokrasi administrasi selama penyusunan skripsi.
8. Kepada Papa dan Mama yang telah sabar dan selalu mendukung Kiki untuk
semuanya. Terima kasih banyak untuk semua kasih sayang, doa, semangat,
pengorbanan, serta pengertian yang sangat besar buat Kiki, semoga Kiki
bisa memberikan yang terbaik untuk Papa dan Mama.
9. Kepada bang Rudi, bang Romi dan kak Fitri, Rulli serta Adik-adik ku Nia
dan Nissa terima kasih untuk doa dan dukungannya. Semoga kak Kiki selalu
bisa menjadi kakak yang baik untuk kalian.
10. Teman-teman ku Ika, Ayu, Fatimah, Riska, Silka, Yanti, iLa, irma, Gita,
Untuk semua teman-teman di HMI dan HMA, serta untuk rekan-rekan
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Penulis
sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk dukungan dan
11. Untuk semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang
telah membantu memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukannya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Medan, 10 Juni 2009
Yang Membuat Pernyataan
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 24 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 29 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 24 regency/ city as a sample for every year from 29 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.
The result of this research show that partially Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence. Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence simultaneously.
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Penelitian dan Perumusan Masalah ... 5
1. Batasan Penelitian ... 5
2. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 7
a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD ... 7
b. Struktur APBD ... 8
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 10
a. Definisi Pendapatan Asli Daerah... 10
b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 11
4. Pajak Daerah ... 13
a. Pengertian Pajak Daerah ... 13
b. Jenis – Jenis Pajak Kab/Kota ... 15
c. Subjek dan Wajib Pajak Kab/Kota ... 16
d. Objek Pajak Kab/Kota ... 18
e. Tarif Pajak Kab/Kota ... 19
5. Retribusi Daerah ... 19
a. Pengertian Retribusi Daerah... 19
b. Jenis – Jenis Retribusi Daerah ... 20
c. Subjek dan Wajib Retribusi Daerah ... 20
d. Objek Retribusi Daerah ... 21
e. Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif ... 29
6. Keuangan Daerah ... 32
7. Kemandirian Keuangan Daerah ... 33
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 36
1. Kerangka Konseptual ... 36
2. Hipotesis Penelitian ... 37
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38
1. Populasi Penelitian ... 38
2. Sampel Penelitian ... 38
C. Jenis dan Sumber Data ... 39
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 40
E. Teknik Pengumpulan Data ... 41
F. Model dan Teknik Analisis Data ... 41
1. Model Analisis Data ... 41
2. Pengujian Asumsi Klasik ... 42
a. Uji Normalitas ... 43
b. Uji Heteroskedastisitas... 45
c. Uji Autokorelasi ... 46
d. Uji Multikolinearitas ... 47
G. Pengujian Hipotesis ... 48
1. Uji-t ... 48
2. Uji-F ... 48
3. Koefisien Determinasi ... 49
H. Jadwal Penelitian ... 50
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 51
1. Data Penelitian ... 51
2. Statistik Deskriptif ... 57
a. Uji Normalitas ... 58
b. Uji Heteroskedastisitas ... 64
c. Uji Autokorelasi ... 68
d. Uji Multikolinearitas ... 69
4. Model dan Teknik Analisis Data ... 70
5. Pengujian Hipotesis ... 72
a. Uji-t ... 72
b. Uji-F ... 73
c. Koefisien Determinasi ... 74
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77
B. Keterbatasan Penelitian ... 77
C. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 40
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 50
Tabel 4.1 Daftar Kota/Kabupaten sampel ... 53
Tabel 4.2 Ratio Kemandirian Keuangan Daerah Tahun 2005-2007 ... 54
Tabel 4.3 Ratio Pajak Daerah Tahun 2005-2007 ... 55
Tabel 4.4 Ratio Retribusi Daerah Tahun 2005-2007 ... 56
Tabel 4.5 Descriptive Statistics... 58
Tabel 4.6 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable: KKD ... 61
Tabel 4.7 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test - Dependent Variable:Ln_KKD... 64
Tabel 4.8 Hasil Uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser sebelum Transformasi dengan Logaritma Natural ... 66
Tabel 4.9 Hasil Uji heteroskedastisitas dengan Uji Glejser setelah Transformasi dengan Logaritma Natural ... 68
Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi ... 69
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 70
Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi ... 71
Tabel 4.14 Uji Statistik F ... 73
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 37
Gambar 4.1 Histogram-Dependent Variable: KKD ... 59
Gambar 4.2 Normal P-P Plot of Regression Standarized
Residual-Dependent Variable: KKD ... 60
Gambar 4.3 Histogram-Dependent Variable:Ln_KKD ... 62
Gambar 4.4 Normal P-P Plot of Regression Standarized
Residual-Dependent Variable:Ln_KKD ... 63
Gambar 4.5 Grafik Scatterplot-Dependent Variable: KKD ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran i Realisasi Total Pendapatan Daerah pada Kabupaten
Dan Pemerintahan Kabupaten dan Kota Provinsi
Sumatera Utara, Tahun 2005– 2007 ... ... 82
Lampiran ii Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2005 – 2007 ... 83
Lampiran iii Realisasi Pajak Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2005 – 2007 ... 84
Lampiran iv Realisasi Retribusi Daerah pada Pemerintahan Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2005 – 2007 ... 85
Lampiran v Statistik Deskriptif ... 86
Lampiran vi Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram ... 87
Lampiran vii Hasil Uji Normalitas dengan Normal Probability Plot ... 88
Lampiran viii Hasil Uji Normalitas dengan Nonparametric test Kolmogorov-Smirnov ... 89
Lampiran ix Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Scatterplot ... 90
Lampiran x Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 91
Lampiran xii Hasil Uji Multikolinearitas ... 93
Lampiran xiii Hasil Regresi Sebelum Transformasi dengan
Logaritma Natural... 94
Lampiran xiv Hasil Regresi Setelah Transformasi dengan Logaritma
Natural... 95
Lampiran xv Tabel Durbin-Watson d Statistic dengan signifikansi
5% ... 96
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 24 kabupaten/ kota setiap tahunnya dari 29 kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh melalui situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t, uji F dan uji koefisien determinasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial baik Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.
ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the significant impact of Local Tax and Local Retribution in regency/ city at North Sumatera Province. The method of this minithesis is a causal research design with 24 regency/ city as a sample for every year from 29 regency/ city at North Sumatera Province. This research is done for 2005-2007 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from the website Financial Department of the Republic Indonesia Province. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense and the realitation region budget of Revenue and Expense . The data which have already collected are processed with classic asumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use double regression with t test, F test and coefficient determination test.
The result of this research show that partially Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence. Local Tax and Local Retribution have a positive significant impact to the regional financial independence simultaneously.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jika sebelumnya Indonesia menganut sistem pemerintahan yang bersifat
sentralistik yang menimbulkan ketidakadilan di seluruh daerah, sejak tahun 1999
diubah menjadi desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era otonomi
daerah. Sehubungan dengan itu, pemerintah mengganti Undang-Undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang
No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun
2004 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan Undang-Undang
No. 34 Tahun 2004. Kedua Undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut
telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang
luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.
Pertimbangan mendasar terselenggaranya Otonomi Daerah adalah
perkembangan kondisi di dalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat
menghendaki keterbukaan dan kemandirian. Tujuan program otonomi daerah
adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah,
mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan, potensi maupun
karakteristik di daerah masing-masing. Hal ini ditempuh melalui peningkatan hak
Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi menuntut daerah untuk
melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan
sarana dan prasarana publik (Public Services). Pembangunan tersebut diharapkan
dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah baik dari sisi perencanaan,
pembangunan, serta pembiayaannya. Pembangunan yang dilaksanakan akan
banyak memberikan manfaat bagi daerah diantaranya: meningkatkan kualitas dan
kuantitas pelayanan masyarakat, mendorong perkembangan perekonomian daerah,
mendorong peningkatan pembangunan daerah di segala bidang, meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mendorong kegiatan investasi.
Sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah : ( 1 )
Pendapatan Asli Daerah, ( 2 ) Dana Perimbangan, ( 3 ) Pinjaman Daerah, ( 4 )
Lain-lain Penerimaan yang Sah.
Untuk mengurangi ketergantungan aliran dana yang diperoleh dari
pemerintah pusat maka daerah harus mampu menggali sumber-sumber potensial
yang berasal dari daerahnya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. Mengingat
salah satu ukuran kemandirian suatu daerah di daerah otonomi adalah
ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin. PAD adalah
sumber pembiayaan Pemerintah Daerah yang peranannya sangat tergantung
kepada kemampuan dan kemauan daerah dalam menggali potensi yang ada di
daerah. Sumber-sumber PAD terdiri dari: (1) hasil pajak daerah, (2) hasil retribusi
daerah, (3) hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan lainnya
yang dipisahkan (laba BUMD), (4) lain-lain PAD yang sah seperti penjualan aset
dibutuhkan suatu struktur industri yang mantap beserta obyek pajak dan retribusi
yang taat.
Gambaran citra kemandirian daerah dalam berotonomi daerah dapat
diketahui melalui seberapa besar kemampuan sumber daya keuangan daerah
tersebut agar mampu membangun daerahnya. Kemandirian keuangan daerah
menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Pendapatan asli daerah yang antara lain berupa pajak daerah dan retribusi
daerah, diharapkan menjadi salah satu sumber penerimaan pemerintah daerah
dalam peningkatan kemandirian keuangan daerah. Hal ini juga didukung dengan
Undang - Undang No. 34 tahun 2000, tentang perubahan atas Undang - Undang
No. 18 tahun 1997, tentang pajak daerah dan retribusi daerah, sebagai salah satu
upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab
sekaligus memberikan pedoman kebijakan dan arahan bagi daerah dalam
pelaksanaan pemungutan pajak dan retribusi yang juga menetapkan pengaturan
untuk menjamin penerapan prosedur umum perpajakan dan retribusi daerah.
Sehingga pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah untuk menetapkan otonomi daerah yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab. Sumber – sumber penerimaan daerah yang
potensial harus digali secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor
daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur
pendapatan asli daerah yang utama.
Di era otonomi ini diharapkan daerah menjadi mandiri di dalam pengelolaan
kewenangannya yang ditandai dengan menguatnya kapasitas fiskal atau PAD
suatu daerah. Sementara itu untuk beberapa hal yang mungkin masih kekurangan
dana, daerah masih diberi bantuan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana
Perimbangan. Namun tujuan awal pelaksanaan otonomi adalah mewujudkan
Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat dalam mendukung terciptanya kemandirian
daerah.
Menurut Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto (2006), dalam penelitiannya
tentang Kemandirian Daerah : Sebuah Perspektif dengan Metode Path Analysis
menyatakan bahwa esensi utama dari pelaksaanaan otonomi daerah adalah
mewujudka kemandirian daerah, dari hasil olah data dengan menggunakan
Metode Path Analysis dari 4 variabel yang dipilih untuk mendukung terwujudnya
Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat sebagai pencerminan kemandirian darah yaitu
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, PDRB jasa serta Bagi Hasil Pajak, didapatkan
bahwa variabel Pajak Daerah (PD) dan Bagi Hasil Pajak (BHP) memiliki
hubungan signifikan terhadap Kapasitas Fiskal Daerah. Sementara itu variabel
Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi Kapasitas Fiskal
Daerah secara signifikan.
Berdasarkan beberapa uraian tersebut, saya merasa tertarik untuk melakukan
Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara ”
B. Batasan Penelitian dan Perumusan Masalah 1. Batasan Penelitian
1. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah digambarkan dengan
menggunakan rasio yaitu Rasio Kemandirian Keuangan Daerah.
2. Laporan APBD yang diteliti adalah Laporan Realisasi APBD
masing-masing kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2005-2007.
3. Objek penelitian adalah kabupaten/ kota yang ada di Propinsi Sumatera
Utara dari tahun 2005-2007.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah pada pemerintahan kabupaten/kota di propinsi Sumatera
Utara?”
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Kemandirian
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan tentang pengaruh
pajak daerah retribusi daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada
Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten di Sumatera Utara.
2. Bagi Pemerintah Kabupaten / Pemerintah Kota di Sumatera Utara, hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi
berupa bukti empirirs tentang pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemerintah kabupaten /
Pemerintah Kota di Sumatera Utara, dan juga sebagai bahan masukan dalam
penyusunan APBD Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten pada Propinsi
Sumatera Utara di tahun-tahun yang akan datang.
3. Bagi Pemerintah Pusat, hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan
pengambilan keputusan dalam hal penilaian keberhasilan implementasi
otonomi Daerah pada Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten di Propinsi
Sumatera Utara dibandingkan dengan daerah lain.
4. Bagi Calon Peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu referensi untuk penelitian lebih lanjut, terutama
mahasiswa yang melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu
rencana keuangan tahunan daerah yang memuat tentang rencana penerimaan,
rencana pengeluaran serta rencana pembiayaan daerah selama satu tahun
anggaran. Menurut Bastian (2006 : 189), APBD merupakan ”pengejawantahan
rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan
dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik”. Menurut Saragih (2003 : 122),
”Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari
pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu
tahun”. Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 20), APBD dapat didefenisikan
sebagai:
rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Menurut Halim dan Nasir (2006 : 44), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah adalah ”rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan
ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Pada era Orde Lama, defenisi APBD yang
dikemukakan oleh Wajong dalam Halim (2004 : 15) adalah:
rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut :
1) rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,
2) adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
3) jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4) periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
b. Struktur APBD
Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006
pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan daerah, belanja daerah,
dan pembiayaan daerah.
(investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah (Permendagri 13/ 2006).
Sedangkan struktur APBD berdasarkan format Keputusan Menteri Dalam
Negeri No. 29 Tahun 2002 terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan, belanja, dan
pembiayaan.
Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang (Halim, 2004 : 18).
2 . Pendapatan Daerah
Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional
serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Sumber-sumber pendapatan
untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan ketentuan perundangan
terdiri namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan yang memberikan
kontribusi anggaran, sedangkan lainnya masih belum dapat dilaksanakan.
Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi oleh
kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi
masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter dan ekonomi makro.
Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah
propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan
dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang
didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 pasal 157 menyebutkan bahwa ”sumber pendapatan daerah terdiri atas: a.
Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d.
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.”
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Definisi Pendapatan Asli daerah
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang
dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung
pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur
dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap
APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli
Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah
terhadap bantuan Pemerintah pusat.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan
untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan
usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1) pajak daerah, 2) retribusi daerah, 3) hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah”.
Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli
Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber
ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis
pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang
sah”.
b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim (2007 : 96), kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan
menjadi empat pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan
1) Pajak daerah
Sesuai Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: a) pajak hotel, b) pajak restoran, c) pajak hiburan, d) pajak reklame, e) pajak penerangan jalan, f) pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan g) pajak parkir,
2) Retribusi daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi, 3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat,
4) Lain-lain PAD yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut: a) hasil penjualan aset daerah yang tidak dapat dipisahkan, b) jasa giro, c) pendapatan bunga, d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, e) penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah, f) penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) pendapatan denda pajak, i) pendapatan denda retribusi, j) pendapatan eksekusi atas jaminan, k) pendapatan dari pengembalian, l) fasilitas sosial dan umum, m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri
13/ 2006 dijelaskan berikut ini.
dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa
sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak
dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
PAD yang sah.
4. Pajak Daerah
a. Pengertian Pajak Daerah
Menurut Marihot.P.Siahaan (2005:7) Pajak daerah adalah:
Pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan uang-uang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutan oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerinthan dan pembangunan.
Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.
18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak
Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa
pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Sementara itu ada
beberapa hal yang dianggap sebagai kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu
dapat dianggap sebagai pajak yaitu ;
1) Bersifat pajak dan bukan retribusi
2) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kab / Kota yang
bersangkutan dam mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya
melayani masyarakat di wilayah Daerah Kab/ Kota yang bersangkutan
3) Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan
umum
4) Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak Propinsi dan atau obyek pajak
Pusat
5) Potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif
6) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta menjaga
kelestarian lingkungan
Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu :
a) Pajak Propinsi
Jenis – jenis pajak Propinsi antara lain terdiri dari :
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air
3. Pajak Bahan Bahkar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
b) Pajak Kabupaten / Kota
b. Jenis – Jenis Pajak Kabupaten / Kota
1) Pajak hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus
disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh
pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran,
termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak
yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
2) Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan
pembayaran di Restoran ,yaitu adalah tempat yang disediakan untuk
menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai
nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat
berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.
3) Pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis
pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian
dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap
orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk
berolahraga.
4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda,
ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan,
menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk
menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang
ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat
oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.
5) Pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan
6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, adalah pajak atas kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7) Pajak parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa
pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota
1) Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran
2) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan
pembayaran atas pelayanan Restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha
restoran
3) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan
atau menikmati hiburan . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan hiburan.
4) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang
menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya adalah orang
pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame
5) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib
pajaknya adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik
dan atau pengguna tenaga listrik
6) Subjek pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi
atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajakknya
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan
bahan galian gol C.
7) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran
atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang
d. Objek Pajak Kabupaten / Kota
1) Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan
pembayaran termasuk:
a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau
tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan
kenyamanan.
c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel,
bukan untuk umum, dan
d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel.
2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan
pembayaran.
3) Objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.
4) Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.
5) Objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di ilayah
yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah
daerah.
6) Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan
pengambilan bahan golongan C.
7) Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan,
baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun yang disediakan
sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor
e. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota
Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah
ditetapkan paling tinggi sebesar :
1) Pajak Hotel 10%;
2) Pajak Restoran 10%;
3) Pajak Hiburan 35%;
4) Pajak Reklame 25%;
5) Pajak Penerangan Jalan 10%;
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%;
7) Pajak Parkir 20%;
Tarif tersebut merupakan tarf tertinggi atau tarif maksimal yang dapat
ditetapkan oleh pemerintah faerah kabupaten atau kota dalam
melakukanpemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah
masing-masing.
5. Retribusi Daerah
a. Pengertian Retribusi Daerah
Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan (2005:5) yang juga
diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, yaitu “Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Daerah propinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi
sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah
ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Ahmad Yani:2002:55).
b. Jenis-jenis Retribusi Daerah
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2
retribusi daerah dibagi atas 3 golongan: a. Retribusi Jasa Umum; b. Retribusi Jasa
Usaha; c.Retribusi Perizinan Tertentu.
Jadi retribusi dipungut apabila orang atau badan tersebut menggunakan atau
memanfaatkan fasilitas atau jasa yang disediakan, apabila tidak maka orang
tersebut tidak dipungut retribusi.
c. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah
1) Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek
Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum.
2) Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek
ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha.
3) Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat
d. Objek Retribusi Daerah
Objek retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan
oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah daerah
dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis jasa-jasa tertentu yang menurut
pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu
tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha,
dan Perizinan Tertentu.
1) Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa
umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan.
a) Retribusi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit
Umum Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk
pelayanan pendaftaran.
b) Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan
Pelayanan Persampahan/kebersihan meliputi pengambilan,
pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi
pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, dan perdagangan,
c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte
Catatan Sipil.
Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte
perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi
warna negara asing, dan akte kematian.
d) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan
penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengurungan,
pembakaran/pengabuan mayat dan sewa tempat pemakaman atau
pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah
daerah.
e) Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum
Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir
di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
f) Retribusi Pelayanan Pasar
Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa
pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan
pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian
kenderaan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran
Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan
pemeriksaan dan/atau perizinan oleh Pemerintah Daerah terhadap
alat-alat pemadam kenakalan yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh
masyarakat
i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar
(garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis (struktur).
j) Retribusi pengujian Kapal Perikanan
Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal
penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah.
2) Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Jasa Usaha adalah atas jasa yang disediakan oleh pemerintah
daerah yang menganut prinsip komersal karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial.
Pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah daerah menganut prinsip komersial
meliputi :
a) Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah
yang belum dimanfaatkan secara optimal.
b) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai
disediakan oleh pihak swasta.
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain pemakaian tanah
dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian
kenderaan/alat-alat berat / alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk
dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah
penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut,
seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman /
pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum.
2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
Pasar grosir dan/atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis
barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang
disediakan/ diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk
yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
3) Retribusi Tempat Pelelangan
Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh
pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil
bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya
yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian
tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrka oleh Pemerintah
Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan.
4) Retribusi Terminal
Pelayanan terminal adalah tempat pelayanan penyediaan tempat
usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan ini
pelayanan peron tidak dipungut retribusi.
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir
Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat
parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh
Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh
Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
6) Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan / villa
Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang
dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
7) Retribusi Penyedotan Kakus
Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan
kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak
termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak
Swasta.
8) Retribusi Rumah Potong Hewan
Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan
fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan
pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang
dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Pelayanan Pelabuhan Kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal
perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas
lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh
Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik daerah dan Pihak
Swasta.
10) Retribusi Tempat Rekreasi Dan Olahraga
Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi,
pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh
pemerintah daerah.
11) Retribusi penyeberangan di atas air
Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan
penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kenderaan
di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah,
tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta.
12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair
Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan
limbah cair rumah tangga, perkantoran, industri yang dikelola
dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang
dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.
Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi
usaha pemerintah daerah, antara lain bibit/benih tanaman, bibit
ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi
usaha badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dan
pihak swasta.
Jenis retribusi jasa usaha untuk daerah propinsi dan daerah Kabupaten/Kota
ditetapkan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing
daerah.
3) Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Jenis-jenis retribusi perizinan adalah :
a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan
suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan
peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunannya agar
tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang
yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan
penggunaan Bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka
memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan
tersebut.
b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin
untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat
tertentu.
c) Retribusi Izin Gangguan
Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha / kegiatan kepada
orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan
bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat
usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
d) Retribusi Izin Trayek
Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum
pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh
pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan
masing-masing daerah.
Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas, dengan peraturan daerah dapat
Undang-Undang Jenis retribusi lainnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak
yang telah diserahkan kepada daerah.
e. Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif
retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan
pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang
bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian
daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan
dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup
sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan
membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan
yang diberikan. Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum
dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan
golongan pengguna jasa.
Sebagai contoh :
a. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat
ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan,
transportasi dan pembuangan sampah, sedangkan untuk golongan
b. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum
daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga
memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih
rendah.
c. Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat
ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan
kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir
sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retriusi jasa usaha didasarkan
pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan
yang pantas diterima oleh pengusaa swasta sejenis yang beroperasi secara efisien
dan berorientasi pada harga pasar.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu
didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya
penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin
ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan
hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan
1) Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk
memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang
dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu
mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar
pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian,
menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
2) Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam
memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat
penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tariff retribusi dan
peningkatan SDM.
3) Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain
dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala,
memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap
penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan
pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.
4) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki
prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak,
meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
5) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih
baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan
Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui
kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih
besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan
dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung
atau beberapa basis pajak Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah.
6. Keuangan Daerah
Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah dapat diartikan
sebagai ”semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula
segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan
daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih
tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang
berlaku”. Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari
”keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dimana yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah
APBD dan barang-barang inventaris milik daerah dan keuangan daerah yang
dipisahkan meliputi BUMD”. Menurut Saragih (2003 : 12), ”keuangan daerah
dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan
7. Kemandirian Keuangan Daerah
Analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD perlu
dilaksanakan dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur,
demokratis efektif, efisien dan akuntabel. Salah satu analisis rasio pada sektor
publik khususnya APBD menurut Widodo dalam Halim (2004:150) adalah rasio
kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
merupakan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Tujuan kemandirian keuangan daerah ini mencerminkan suatu bentuk
pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.
Kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah
terhadap sumber dana ekstern.
Adapun variabel yang digunakan dalam mengukur kemandirian keuangan
daerah menurut Widodo dalam Halim (2004:150) digunakan rasio kemandirian
yang ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan
dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut dari Laporan realisasi
APBD, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Kemandirian = PAD
Total pendapatan Daerah
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama Pemerintah
pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio
kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan
retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang
semakin tinggi.
H. Tinjauan Penelititan Terdahulu Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama dan
Hasil Penelitian
Ester Sri
Variabel Pajak Daerah dan Bagi Hasil Daerah memiliki hubungan signifikan terhadap Kemandirian Daerah. Sementara variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi
Novianinta Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Secara Parsial Pajak Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap APBD sedangkan Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan. Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap APBD
1. Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto (2006)
Dalam jurnalnya Kemandirian Daerah : Sebuah Perspektif dengan Metode
Path Analysis menyatakan bahwa esensi utama dari pelaksaanaan otonomi daerah
yang sudah berjalan selama 4 tahun adalah mewujudka kemandirian daerah, dan
selama ini kemandirian yang kuat diukur dari struktur PAD yang antara lain
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD. Tetapi dari hasil olah data
dengan menggunakan metode path analysis dari 4 variabel yang dipilih untuk
mendukung terwujudnya Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat sebagai pencerminan
kemandirian darah yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, PDRBjasa serta Bagi
Hasil Pajak, didapatkan bahwa variabel Pajak Daerah (PD) dan Bagi Hasil Pajak
(BHP) memiliki hubungan signifikan terhadap Kapasitas Fiskal Daerah.
Sementara itu variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti
1. Novianinta Mindasari ( 2008 )
Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap APBD Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama
periode 2004-2006. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji sgnifikan simultan
(uji-F) dan uji parsial (uji-t). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara
simultan variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan
positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Secara parsial,
variabel Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada
Pemkab/Pemko di Sumatera Utara sedangka variabel Retribusi Daerah
berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap APBD.
I. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual
Penelitian ini merupakan suatu kajian dari berbagai konsep teori dan kajian
penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya Otonomi daerah,
Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam menggali sumber keuangannya
dalam membiayai sendiri segala kegiatan daerahnya. Pembiayaan tersebut
diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah. PAD merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom.
Jika jumlah PAD cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan atau
bahkan menutupi jumlah Dana yang diperoleh dari pemerintah pusat. Jika hal
tersebut tercapai, maka daerah dapat dikatakan mandiri. Pertumbuhan
khususnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Kelompok PAD yang
diteliti dalam penelitian ini , yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pajak Daerah dan Retribusi daerah merupakan sumber utama PAD yang
merupakan bagian dari Kemandirian Keuangan Daerah.
Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan
daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Retribusi Daerah Pemko/Pemkab di
Sumatera Utara (X2) Pajak Daerah Pemko/Pemkab di
Sumatera Utara (X1)
Kemandirian Keuangan Daerah Pemko/Pemkab di
Sumatera Utara (Y)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian assosiatif kausal, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suatu variabel
dengan variabel yang lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan
membuktikan pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap tingkat
kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004 : 73). Populasi dalam
penelitian ini adalah Pemerintahan Kabupaten/ Kota yang ada di propinsi
Sumatera Utara tahun 2005-2007, yaitu sebanyak 22 Kabupaten dan 7 Kota,
sehingga jumlahnya 29 dikali 3 tahun = 87 amatan, yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono,2004:73). Pengambilan sampel dalam penelitian ini