HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2 Hasil Penelitian
4.2.2 Pengujian Asumsi Klasik .1 Uji Normalitas .1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah terdapat variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal dalam model regresi. Uji t dan F memberikan asumsi bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi tersebut dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2011:160). Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Tingkat signifikasi yang digunakan � = , 5. Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka profitabilitas , dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika nilai probabilitas > , 5, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika probabilitas < , 5, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 60
Kolmogorov-Smirnov Z 1.518
Asymp. Sig. (2-tailed) .020
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.020. karena nilai probabilitas sebesar 0,020 lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi sebesar 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas tidak terpenuhi.
Untuk memperoleh hasil terbaik, maka data pencilan atau outlier yang ada dihilangkan. Outlier merupakan data yang memiliki karakteristik unik dan terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya yang muncul dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi.
Setidaknya ada tiga hal pengaruh outlier terhadap model yaitu berpotensial menciptakan heywood cases dan improper solution, menciptakan taksiran yang bias serta ketidakjelasan terhadap tingkat signifikansi pengujian parameter. Selain itu outlier juga sangat mempengaruhi distribusi variabel data yaitu mengakibatkan variabel data tidak berdistribusi normal. Data outlier dapat mempengaruhi nilai mean, standard deviasi, serta koefisien korelasi. Oleh karena itu outlier harus dijelaskan sebelum dianalisis, dihapus, atau direkomendasikan menggunakan pendekatan robust statistics (Ghozali, 2011:36).
Untuk mengurangi pengaruh ketidaknormalan dapat dilakukan dengan mengeliminasi atau menghapus data outlier. Gamst, dkk (2008:57) memberikan saran terhadap data outlier sebagai berikut: “One way to reduce non-normality within a variable is to eliminate outliersthat are clearly not representative of the population under study”.
Sejalan dengan Gamst, dkk, Field (2009:153) juga menyatakan sebagai berikut: “if you detect outliers in the data there are several options for reducing impact of these values. However, before you do any of these things,
it’s worth checking that the data have been entered correctly for the problem
cases. If the data are correct than the three main options you have are : Remove the case: This entails deleting the data from the person who contributed the outlier”.
Berdasarkan pendapat para statistik diatas, maka data outlier dieliminasi untuk mengurangi pengaruh ketidaknormalan. Setelah data outlier dihilangkan, maka data yang semula berjumlah 60 unit dieliminasi menjadi 59 unit. Hasil pengujian normalitas yang kedua adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Setelah Data Menyimpang/Outlier Dihapus One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 59
Kolmogorov-Smirnov Z 1.187
Asymp. Sig. (2-tailed) .120
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, nilai probabilitas atau Asymp. Sig. (2-tailed) adalah 0,120. Oleh karena nilai probabilitas sebesar 0,120 lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi sebesar 0,05 maka asumsi normalitas terpenuhi.
Pengujian asumsi normalitas dapat juga digunakan pendekatan analisis grafik dan histogram. Pada pendekatan histogram, jika kurva berbentuk kurva normal, maka asumsi normalitas dipenuhi. Pada pendekatan normal probability plot, jika titik-titik (dots) menyebar jauh (menyebar berliku-liku pada garis diagonal seperti ular) dari garis diagonal, maka diindikasi asumsi normalitas error tidak dipenuhi. Jika titik-titik (dots) menyebar sangat dekat pada garis diagonal, maka asumsi normalitas dipenuhi.
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015 Gambar 4.1 Grafik Histogram
Berdasarakan gambar 4.1 diatas, dapat dilihat bahwa kurva pada histogram berbentuk normal sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas error dipenuhi.
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015 Gambar 4.2
Grafik Normal Probability Plot
Berdasarkan gambar 4.2 diatas, karena titik-titik (dots) menyebar cukup dekat pada garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas terpenuhi.
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas
Regresi yang baik merupakan regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang kuat antara variabel bebasnya. Multikolinearitas merupakan situasi adanya korelasi antar variabel-variabel independen yang satu dengan yang lainnya. Untuk memeriksa apakah terjadi multikolinearitas atau tidak dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF). Nilai VIF yang lebih dari 10 diindikasi suatu variabel bebas terjadi multikolinearitas (Gamst, dkk, 2008). Hasil uji gejala multikolinearitas disajikan pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) Kepemilikan Manajerial .864 1.158 Kepemilikan Institusional .784 1.276 Ukuran Perusahaan .724 1.381 Leverage .763 1.311
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, nilai VIF dari variabel Kepemilikan Manajerial sebesar 1,158, nilai VIF dari variabel Kepemilikan Institusional sebesar 1,276, nilai VIF dari variabel Ukuran Perusahaan sebesar 1,381, dan nilai VIF dari variabel Leverage sebesar 1,311. Karena masing-masing nilai VIF tidak lebih besar dari 10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas yang berat.
4.2.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan menguji apakah ada korelasi antara kesalahan penganggu pada t (saat ini) dengan kesalahan penganggu pada periode t-1 (sebelumnya) dalam model regresi linear. Apabila terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul disebabkan observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Regresi yang bebas dari autokorelasi merupakan model regresi yang baik.
Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bila angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2. Bila angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi 3. Bila angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negative
Hasil dari pengujian autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Model Durbin-Watson
1 1.872
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa nilai statistik dari D-W sebesar 1,872. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual karena angka ini terletak antara -2 sampai +2.
4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Apabila tidak terjadi heteroskedastisitas berarti merupakan model regresi yang baik. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara SRESID pada sumbu Y, dan ZPRED pada sumbu X (Field, 2009:230).
Field (2009:248) menyatakan dasar analisis adalah jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (dots) yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik (dots) menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015 Gambar 4.3
Pada gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa titik-titik (dots) menyebar secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini membuktikan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
4.2.3 Pengujian Hipotesis
Pada pengujian hipotesis, akan dilakukan koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan (Uji F), dan uji signifikansi koefisien regresi parsial secara individu (uji t).
4.2.3.1 Analisis Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang
mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi, dalam menerangkan variasi variabel tak bebas (Gujarati, 2003:212). Nilai koefisien determinasi berkisar diantara 0 dan 1. Nilai koefisien determinasi (R2) yang kecil (mendekati nol) berarti
kemampuan variabel-variabel tak bebas secara simultan dalam menerangkan variasi variabel tak bebas sangat terbatas. Nilai koefisien determinasi (R2)
yang mendekati 1 berarti variabel-variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel tak bebas.
Tabel 4.6
Tabel Hubungan Antar Variabel
Nilai Interprestasi
0,0 – 0,19 Sangat Tidak Erat
0,2 – 0,39 Tidak Erat
0,4 – 0,59 Cukup Erat
0,6 – 0,79 Erat
0,8 – 0,99 Sangat Erat
Sumber: Situmorang (2007)
Hasil pengujian koefisien determinasi sebagai berikut: Tabel 4.7
Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square
1 .486a .236 .179
Sumber: output SPSS, diolah peneliti, 2015
Pada tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai R adalah 0,486 atau 48,6% yang berarti bahwa hubungan antara kinerja perusahaan dengan variabel independennya yaitu kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional, ukuran perusahaan, dan leverage cukup erat. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,236 atau 23,6% yang berarti bahwa
seluruh variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen (ROA) sebesar 23,6%, sedangkan sisa sebesar 76,4% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
4.2.3.2 Uji Signifikasi Simultan (Uji F)
Uji signifikasi simultan merupakan suatu uji untuk menguji apakah seluruh variabel dependen secara bersamaan atau secara simultan mempengaruhi variabel independen (kinerja perusahaan (ROA)). Hipotesis untuk pengujian ini adalah sebagai berikut:
1. H0 = tidak ada pengaruh signifikan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan dan leverage secara bersama terhadap kinerja perusahaan pada tingkat signifikasi 5%.
2. Ha = ada pengaruh signifikan antara kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap kinerja perusahaan pada tingkat signifikasi 5%.
Tabel 4.8
Hasil Uji Signifikasi Simultan (Uji F) ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 1336.486 4 334.122 4.165 .005a
Residual 4331.615 54 80.215
Total 5668.101 58
a. Predictors: (Constant), Leverage, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Ukuran Perusahaan
b. Dependent Variable: ROA
Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa nilai Fhitung sebesar
4,165 dengan tingkat signifikasi 0,005, sedangkan nilai Ftabel sebesar 2,542918
dengan signifikasi 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, dan leverage berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap kinerja perusahaan karena Fhitung > Ftabel (4,165 > 2,542918) dan signifikasi penelitian
lebih kecil dari 0,05 (0,005 < 0,05).
4.2.3.3 Uji Signifikasi Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.
Tabel 4.9
Hasil Uji Signifikasi Parsial (Uji t)
Model t Sig. 1 (Constant) 3.811 .000 Kepemilikan Manajerial -.469 .641 Kepemilikan Institusional -1.215 .230 Ukuran Perusahaan -2.762 .008 Leverage 1.279 .206
Hasil uji t pada tabel diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Nilai thitung untuk variabel kepemilikan manajerial adalah sebesar 0,469
dengan nilai signifikasi 0,641. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung adalah 0,469, sedangkan nilai ttabel sebesar 2,004879,
sehingga thitung < ttabel (0,469 < 2,004879). Signifikasi penelitian ini
menunjukkan angka yang lebih besar dari 0,05 (0,641 > 0,05), maka kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan secara statistik.
2. Nilai thitung untuk variabel kepemilikan institusional adalah sebesar 1,215
dengan nilai signifikasi 0,230. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung adalah 1,215, sedangkan nilai ttabel sebesar 2,004879,
sehingga thitung < ttabel (1,215 < 2,004879). Signifikasi penelitian ini
menunjukkan angka yang lebih besar dari 0,05 (0,230 > 0,05), maka kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan secara statistik.
3. Nilai thitung untuk variabel ukuran perusahaan sebesar 2,762 dengan nilai
signifikasi 0,008. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung 2,762, sedangkan nilai ttabel sebesar 2,004879, sehingga thitung > ttabel
(2,762 > 2,004879). Signifikasi penelitian ini menunjukkan angka yang lebih kecil dari 0,05 (0,008 < 0,05), maka ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan secara statistik.
4. Nilai thitung untuk variabel leverage adalah sebesar 1,279 dengan nilai signifikasi 0,206. Hasil uji statistik tersebut menunjukkan bahwa nilai
thitung adalah 1,279, sedangkan nilai ttabel sebesar2,004879, sehingga thitung <
ttabel (1,279 < 2,004879). Signifikasi penelitian ini menunjukkan angka
yang lebih besar dari 0,05 (0,206 > 0,05), maka leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan secara statistik.