• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS

5.1 Pengujian Asumsi Time Series

Uji Stasioneritas merupakan uji awal untuk setiap data time series yang masuk dalam model dalam penelitian. Stasioneritas menentukan metode analisis yang akan digunakan, apakah menggunakan model VAR atau VEC. Pengujian stasioneritas tiap variabel dalam penelitian ini menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test dengan taraf nyata 5%. Hasil pengujian unit root pada level hingga first difference ditampilkan pada Tabel 4. Hipotesis nol dalam pengujian adalah ada unit root atau variabel tidak stasioner. Kriteria keputusannya yaitu jika nilai t-ADF lebih negatif dari nilai kritis MacKinnon maka variabel yang diuji stasioner.

Tabel 4 Hasil Uji Unit Root

Variabel Nilai ADF Nilai Kritis

MacKinnon 5% PDB Level -1,6869 -3,41 First Difference -6,9732* -3,41 RER Level -2,2116 -3,41 First Difference -6,0980* -3,41 RMB Level -2,4069 -3.41 First Difference -6,7632* -3,41 SBI Level -4,7225* -3,41 First Difference -5,3045* -3,41 TBILL Level -3,1081 -3,41 First Difference -3,5302* -3,41 POIL Level -2,8429 -3,41 First Difference -9,7689* -3,41

Keterangan: * = signifikan pada taraf 5%

Berdasarkan ADF test, level suku bunga domestik (SBI) memiliki nilai ADF yang lebih negatif dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 5%. Oleh karena itu, hipotesis nol bagi suku hunga domestik dapat ditolak, artinya berdasarkan ADF-test, suku bunga domestik stasioner dalam level.

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar variabel tidak stasioner dalam level. Hasil uji stasioneritas pada variabel Produk Domestik Bruto (PDB), Real Exchange Rate (RER), Real Money Balance (RMB), suku bunga Amerika Serikat

(TBILL) dan harga minyak dunia (POIL) menunjukkan bahwa hipotesis nol yaitu masing-masing variabel tidak stasioner ternyata tidak dapat ditolak. Artinya kelima variabel tersebut tidak stasioner pada level. Untuk menghindari hasil yang spurious maka kelima variabel yang tidak stasioner ini di-difference-kan. Pada first difference terlihat bahwa nilai ADF kelima variabel ini lebih negatif dari nilai kritis MacKinnon. Oleh karena itu PDB, RER, RMB, TBILL dan POIL stasioner pada first difference.

5.1.2 Penentuan Lag Optimal

Setelah diketahui stasioneritas setiap variabel maka langkah selanjutnya adalah menentukan lag optimal dari model VAR yang membuat model tersebut stabil berdasarkan kriteria informasi. AIC, HQ dan SC sama-sama menyarankan panjang lag optimal 4. Atas dasar informasi ini maka dipilih lag optimal 4. Stabilitas model dengan lag 4 ini ditunjukkan dengan CUSUM pada level signifikansi 1% dari tiap persamaan yang masih berada dalam rentang batas atas dan batas bawah (Gambar 18).

Sumber: Hasil pengolahan

Gambar 18 Uji Stabilitas dari VAR (4) dengan CUSUM

Untuk menentukan lag difference yang akan digunakan dalam VECM maka panjang lag optimal dari VAR(4) yang sudah teruji kestabilannya tersebut dikurangi satu. Oleh karena itu, dalam model VEC akan digunakan panjang lag 3. Untuk memperkuat pilihan lag ini, maka dalam sistem VECM juga dilakukan

pemilihan panjang lag optimal menggunakan kriteria informasi dan diperoleh hasil bahwa FPE dan HQ sama-sama menyarankan panjang lag optimal 3.

5.1.3 Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan untuk menemukan kemungkinan variabel yang tidak stasioner dalam level dari hasil pengujian unit root apakah memiliki hubungan jangka panjang. Dalam penelitian ini, uji kointegrasi dilakukan dengan Saikkonen & Lütkepohl-test.

Tabel 5 Uji Kointegrasi dengan Saikkonen & Lütkepohl-test

r0 LR p-value 90% 95% 99% 0 115,97 0,0002 86,64 90,95 99,40 1 59,54 0,1624 62,45 66,13 73,42 2 36,00 0,3145 42,25 45,32 51,45 3 21,70 0,2836 26,07 28,52 33,50 4 5,67 0,8086 13,88 15,76 19,71 5 0,11 0,9922 5,47 6,79 9,73

Sumber: Hasil pengolahan

Dari Tabel 5 diperoleh bahwa tidak ada cukup bukti untuk menolak bahwa H0 : r=1 dengan p-value sebesar 0,1624. Artinya ditemukan rank kointegrasi sebanyak 1.

5.1.4 Uji Stabilitas Model VEC

Berdasarkan panjang lag optimal sebanyak 3 dan kehadiran 1 rank kointegrasi maka dibangun model VEC.

Sumber: Hasil pengolahan

Gambar 19 Uji stabilitas VECM (3) dan rank kointegrasi 1 dengan recursive eigenvalue

VECM yang dibangun tersebut diuji kelayakannya dengan pengujian stabilitas model. Gambar 19 menunjukkan uji stabilitas VECM menggunakan recursive eigen value.

Berdasarkan recursive eigenvalue dibuktikan bahwa VECM yang dibangun adalah stabil. Selain itu, uji stabilitas model juga dilakukan dengan menggunakan tau_t statistics. Gambar 20 menyajikan hasil uji stabilitas untuk eigenvalue 1 menggunakan tau_t statistics dan kembali dibuktikan bahwa VECM yang dibangun memenuhi kondisi stabilitas dimana nilai tau_t statistics masih berada dibawah nilai kritis.

Sumber: Hasil pengolahan

Gambar 20 Uji Stabilitas Model VEC(3) dengan 1 rank kointegrasi menggunakan tau_t statistics

5.2 Model VEC

Setelah diketahui bahwa model VEC yang dibangun stabil, maka langkah selanjutnya adalah menyusun model VEC business cycle Indonesia dengan spesifikasi sebagai berikut:

( )( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) ( )( ) = −0,099 −0,389 −0,116 −14,004 0,732 0,207

[1,000 0,403 −0,743 0,028 −0,042 0,023] ( −1) ( −1) ( −1) ( −1) ( −1) ( −1) + −0,541 −0,053 −0,059 0,001 −0,008 −0,005 0,035 0,343 −0,820 −0,007 0,025 −0,075 0,821 0,081 −0,781 −0,006 0,011 −0,031 −40,792 10,307 −7,545 −0,069 −0,113 2,795 0,716 0,517 −1,922 −0,017 0,570 0,096 −0,870 −0,195 −0,034 −0,000 −0,046 0,040 ( )( −1) ( )( −1) ( )( −1) ( )( −1) ( )( −1) ( )( −1) + −0,645 −0,126 −0,088 −0,001 −0,005 −0,006 0,601 0,136 −0,277 −0,009 0,076 −0,065 0,224 0,031 −0,412 −0,007 −0,010 −0,004 −29,532 13,541 −11,423 −0,347 0,162 1,712 2,756 −0,119 −1,334 −0,041 0,176 −0,399 0,332 −0,563 0,265 −0,013 0,015 −0,396 ( )( −2) ( )( −2) ( )( −2) ( )( −2) ( )( −2) ( )( −2) + −0,673 −0,107 0,055 −0,000 0,006 −0,024 −0,584 0,205 −0,253 0,016 −0,076 0,069 −0,194 0,077 −0,332 0,001 0,036 −0,038 −1,822 10,075 −22,824 0,082 −0,573 2,493 0,047 −0,103 1,814 0,001 0,050 0,245 −0,440 0,024 0,534 −0,008 0,094 −0,078 ( )( −3) ( )( −3) ( )( −3) ( )( −3) ( )( −3) ( )( −3) + 0,003 −0,005 0,085 0,090 0,016 0,044 −1,657 2,260 0,339 −0,169 −0,030 −0,094 0,473 1,681 0,505 60,955 −3,172 −0,857 −0,000 −0,000 0,001 0,005 0,003 −0,002 � ℎ 98( ) ℎ ( ) ( ) �+ 1( ) 2( ) 3( ) 4( ) 5( ) 6( ) dimana:

= produk domestik bruto = kurs riil

= permintaan uang riil = suku bunga domestik = suku bunga Amerika Serikat

= harga minyak dunia ℎ 98( ) = dummy krisis 1998

ℎ ( ) = dummy net impor

= konstanta

5.3 Restriksi Struktural Model SVEC

Restriksi yang dibangun berdasarkan kerangka kerja New Keynesian di Bab 3 mengalami modifikasi. Ketika guncangan suku bunga AS diidentifikasi hanya dari guncangan terhadap dirinya sendiri, ternyata menghasilkan restriksi sistem menjadi tidak valid dan tidak didukung oleh data. Setelah diuji kausalitas suku bunga AS dan harga minyak dunia menggunakan Granger Causality ternyata ditemukan bahwa harga minyak dunia granger cause suku bunga AS. Artinya harga minyak dunia ikut memengaruhi suku bunga AS dalam arah positif yang signifikan pada taraf nyata 5% dengan p-value sebesar 0,0283. Ketika harga minyak dunia meningkat maka akan meningkatkan suku bunga AS. Gambar 21 menunjukkan hasil uji kausalitas antara harga minyak dunia dan suku bunga AS menggunakan Granger Causality dalam Eviews 6.

Pairwise Granger Causality Tests Sample: 1990Q1 2012Q2

Lags: 2

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.

TBILL2 does not Granger Cause LPOILR1 88 0,60789 0,5469

LPOILR1 does not Granger Cause TBILL2 3,72363 0,0283

Sumber: Hasil pengolahan

Gambar 21 Uji kausalitas suku bunga AS dan harga minyak dunia

Namun hubungan tersebut tidak berlaku sebaliknya dimana suku bunga AS tidak granger cause harga minyak dunia sehingga guncangan harga minyak dunia tetap berasal dari guncangannya sendiri. Berdasarkan hubungan kausalitas ini, restriksi bagi persamaan suku bunga AS memasukkan efek contemporaneous harga minyak dunia. Selanjutnya restriksi model secara keseluruhan diuji kevalidannya dan diperoleh hasil bahwa restriksi tersebut valid.

Pada model SVEC diterapkan restriksi yang membuat model overidentified dengan derajad bebas 5. Restriksi struktural tersebut perlu diuji apakah restriksi yang diterapkan valid dan didukung oleh data. Dengan hipotesis nol bahwa restriksi adalah valid, dihasilkan LR stastistik sebesar 6,1449 dengan p-value sebesar 0,2924. Artinya tidak ada cukup bukti untuk menolak hipotesis nol bahwa model adalah valid. Oleh karena itu diperoleh hasil bahwa model

contemporaneous yang diimplikasikan oleh restriksi overidentifikasi adalah valid dan didukung oleh data.

5.4 Hubungan Contemporaneous Makroekonomi Domestik

Sebelum menganalisis dinamika business cycle Indonesia melalui IRF dan FEVD, terlebih dahulu dipelajari efek contemporaneous suatu variabel terhadap variabel lain dalam model. Hubungan contemporaneous ini disusun berdasarkan restriksi jangka pendek yang diterapkan pada model VEC dalam kerangka kerja New Keynesian pada Bab 3.

Tabel 6 Hubungan contemporaneous antar variabel

Koefisien Std. error bootstrap t-statistik bootstrap

0,0009 0,0012 0,7089 * -0,0383 0,0129 -2,9774 -0,0073 0,0086 -0,8572 -0,0032 0,0037 -0,8593 * 0,0098 0,0048 2,0352 * -0,0157 0,0047 -3,3390 * -0,5213 0,2076 -2,5111 -0,1538 0,2323 -0,6622 * 0,3775 0,1709 2,2087 * 0,0713 0,0301 2,3641

Sumber: Hasil pengolahan

Keterangan: * = signifikan pada = 5%

**= signifikan pada = 10%

Efek contemporaneous berarti apakah ketika suatu variabel makroekonomi berubah maka memiliki efek seketika terhadap variabel lainnya, ditunjukkan oleh signifikan atau tidaknya koefisien contemporaneous pada Tabel 6.

Bagi perekonomian domestik, kenaikan harga minyak dunia ternyata tidak memiliki efek contemporaneous yang signifikan terhadap PDB Indonesia, ditunjukkan oleh koefisien . Artinya ketika harga minyak dunia meningkat maka PDB tidak langsung meresponnya pada triwulan yang sama. Ketika hubungan contemporaneous ini tidak signifikan maka ada dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu respon PDB yang memang tidak signifikan atau PDB membutuhkan lag dalam merespon perubahan harga minyak dunia. Hasil IRF akan menjawab manakah dari dua kemungkinan tersebut yang didukung oleh data. Oleh karena itu, analisis pengaruh harga minyak dunia bagi PDB akan dilakukan di sub bab selanjutnya.

Sesuai dengan teori maka efek contemporaneous dari PDB dan suku bunga AS terhadap kurs riil juga ingin dilihat. Koefisien menunjukkan bahwa PDB signifikan memiliki efek contemporaneous dengan arah yang negatif terhadap kurs riil. Artinya ketika PDB meningkat maka kurs riil terapresiasi. Kenaikan PDB menyebabkan kenaikan dalam permintaan uang. Dengan asumsi bank sentral tidak merespon dengan perubahan money supply maka suku bunga domestik meningkat. Ketika suku bunga AS tetap maka suku bunga domestik lebih tinggi dari suku bunga AS dan hal ini memicu terjadinya capital inflow yang mengakibatkan kurs riil terapresiasi.

Koefisien yang merupakan efek contemporaneous suku bunga AS terhadap kurs riil ditemukan tidak signifikan. Hasil ini sesuai dengan temuan Siregar dan Ward (2000).

Bagi permintaan uang riil, kurs riil dan suku bunga domestik sama-sama signifikan berdampak contemporaneous. Permintaan uang riil signifikan dipengaruhi oleh kurs riil secara contemporaneous dalam arah positif. Artinya ketika kurs terdepresiasi (meningkat) maka permintaan uang riil Rupiah akan meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Siregar dan Ward (2000) juga menemukan kondisi yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya motif spekulasi memegang aset dalam bentuk uang. Misalnya ketika krisis moneter tahun 1998 kurs Rupiah terdepresiasi tajam dan banyak pihak mencoba memegang lebih banyak Rupiah dengan berspekulasi bahwa Rupiah akan segera membaik sehingga mereka mendapatkan keuntungan.

Koefisien yang signifikan menunjukkan bahwa permintaan uang riil signifikan dipengaruhi secara contemporaneous oleh suku bunga domestik dalam arah negatif, sesuai dengan teori. Ketika suku bunga domestik meningkat maka akan menyebabkan penurunan permintaan uang karena suku bunga merupakan opportunity cost memegang uang. Sehingga ketika terjadi peningkatan suku bunga maka masyarakat akan lebih memilih aset yang menghasilkan bunga dibanding memegang uang. Arah hubungan tersebut sesuai dengan temuan Siregar dan Ward (2000) meski secara statistik tidak signifikan.

Berdasarkan hasil hubungan contemporaneous pada Tabel 6 tenyata ditemui bahwa PDB tidak signifikan berdampak contemporaneous bagi permintaan uang

riil. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang tidak signifikan pada taraf nyata 5% dan 10%.

PDB signifikan memengaruhi suku bunga domestik dalam arah negatif, dinyatakan dalam koefisien . Artinya ketika PDB meningkat maka suku bunga menurun. Temuan ini menunjukkan bahwa bank sentral mengakomodasi kenaikan PDB. Kenaikan PDB yang memicu kenaikan money demand diakomodasi oleh bank sentral dengan menaikkan money supply lebih besar sehingga suku bunga menjadi lebih rendah.

Arah koefisien ditemukan sesuai dengan yang diharapkan, dimana suku bunga jangka pendek domestik signifikan dipengaruhi secara contemporaneous oleh suku bunga AS dalam arah positif pada taraf nyata 10% dimana kenaikan suku bunga AS akan menyebabkan kenaikan suku bunga domestik. Kurs riil tidak signifikan memengaruhi suku bunga domestik secara contemporaneous.

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP

Dokumen terkait