• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. PEMBAHASAN

6.1. Proses Pengemasan Susu Pasteurisasi dan Homogenisasi

6.1.2. Pengujian Bahan Baku

Pengujian bahan baku susu segar yang baru datang merupakan hal yang utama dalam suatu industri pengolahan susu. Kualitas susu segar yang buruk akan berdampak pada menurunnya kualitas produk ataupun kegagalan dalam pembuatan produk. Parameter utama yang dilakukan dalam pengujian bahan baku susu segar di CV. Cita Nasional adalah uji alkohol 73% dan organoleptik. Apabila pada saat uji alkohol susu pecah dan organoleptik tidak standar, susu segar tersebut ditolak. CV. Cita Nasional memiliki standar kualitas penerimaan susu segar yang dapat dilihat pada Lampiran 3.

Uji pemalsuan susu segar juga dilakukan karena ditakutkan adanya penambahan benda-benda asing yang berbahaya bagi peminumnya. Selain membahayakan, penambahan bahan-bahan asing ke dalam susu segar juga akan mempengaruhi kualitas produk akhir. Uji pemalsuan yang dilakukan yakni penambahan glukosa, karbonat, pati, dan lemak nabati. Standar penerimaan tersebut telah disesuaikan dengan SNI Syarat Mutu Susu Segar 1998 yang terdapat pada Lampiran 4.

26

Susu segar yang telah dinyatakan diterima langsung dialirkan menuju tangki penampungan susu melalui selang yang telah dilengkapi dengan pompa dan alat filter (penyaring). Selang terbuat dari stainless still yang tidak akan berkarat. Susu yang masuk didinginkan dengan Plate Heat Excanger (PHE) hingga bersuhu 40C sampai 50C, kemudian susu masuk ke dalam tangki intermediate. Sebelumnya susu akan melewati flowmeter untuk mengetahui jumlah susu yang masuk. Pendinginan susu bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikrobia dalam susu.

6.1.2.1. Pengujian Sifat Fisik

Uji sifat fisik yang dilakukan di CV. Cita Nasional adalah uji organoleptik, uji pH, dan uji berat jenis.

Uji organoleptik.

Pengujian organoleptik merupakan hal yang penting. Uji organoleptik dapat mengetahui apakah ada pemalsuan atau tidak. Uji organoleptik yang dilakukan oleh CV. Cita Nasional adalah warna, bau, dan rasa. Apabila ada suatu kejanggalan saat uji tersebut segera dilakukan uji pemalsuan susu untuk memastikanya. Sebagai contoh, apabila saat dilakukan uji organoleptik susu terasa manis, dapat diindikasikan terdapat campuran gula. Begitu pula susu yang rasa dan baunya tengik, dapat diindikasikan terdapat campuran lemak nabati. Susu segar yang diterima di CV. Cita Nasional berwarna putih kekuningan, rasa yang khas tidak hambar, tidak berbau tengik. Menurut Soeparno (1996), susu segar mempunyai warna putih kekuningan, tidak berbau, memiliki rasa yang khas. Hadiwiyoto (1994) menyatakan bahwa warna kuning disebabkan oleh adanya zat warna karoten dan warna putih disebabkan oleh globula lemak, protein kasein yang biasanya mengikat kalsium dan fosfat.

Uji pH.

Pengukuran pH di CV. Cita Nasional menggunakan pH meter digital (Gambar 4). Probe pH meter dicuci menggunakan larutan aquades kemudian dimasukan ke dalam sampel susu dan ditunggu hingga angka dalam monitor berhenti kemudian dicatat. Hasil rata-rata pH di CV. Cita Nasional 7,09. Susu segar dalam keadaan ini tidak termasuk susu yang normal. Keadaan ini dimungkinkan karena pH meter yang digunakan tidak pernah

dilakukan kalibrasi secara berkala. Menurut Hadiwiyoto (1994) pH susu normal berkisar antara 6,45 sampai 6,80.

Uji berat jenis.

Pengujian berat jenis susu di CV. Cita Nasional menggunakan Laktodensimeter dan gelas ukur dengan volume 1000 ml. Sampel susu diambil kurang lebih 1000 ml untuk di panaskan hingga suhu 27°C. Sampel dituang ke dalam gelas ukur hingga tidak ada buih, kemudian celupkan laktodensimeter dan tunggu beberapa saat hingga laktodensimeter tidak bergarak-gerak. Menurut Hadiwiyoto (1994), cara menghitung berat jenis susu, yakni susu dimasukan ke dalam tabung atau gelas ukur yang tinggi. Jumlah susu tidak ditentukan tetapi yang terpenting dapat menghasilkan permukaan yang tingginya lebih dari laktodensimeter. Laktodensimeter dicelupkan dan ditunggu hingga diam seimbang, kemudian hasilnya dapat dibaca pada skala angka yang ditunjukan. Berat jenis susu segar yang normal 1,025 sampai 1,028. Rata-rata berat jenis susu yang disetorkan ke CV. Cita Nasional adalah 1,025.

Uji brix.

Pengujian ini dilakukan untuk produk setengah jadi atau produk jadi, untuk mengetahui tingkat kemanisan dari produk olahan. Alat yang digunakan adalah refraktometer atago. Susu yang akan diuji dituangkan pada ujung alat kemudian dilihat skala angkanya menggunakan lubang bagian sisi lain dengan bantuan cahaya agar lebih jelas perbedaan skalanya. Standar tingkat kemanisan produk susu di CV. Cita Nasional adalah 14 hingga 15 brix.

6.1.2.2. Pengujian sifat kimiawi

Uji sifat kimiawi yang dilakukan di CV. Cita Nasional adalah uji alkohol, uji kadar lemak, uji Total Solid (TS) dan uji Solid Non Fat (SNF).

Uji alkohol.

Pengujian alkohol dilakukan pertama kali dalam penerimaan susu segar, karena sebagai penentu keadaan susu masih baik atau rusak. Apabila susu mengalami kerusakan, saat uji alkohol susu akan pecah. Pengujian yang dilakukan di CV. Cita Nasional adalah

28

dengan cara menuangkan alkohol 73% ke dalam tabung reaksi dengan perbandingan susu dan alkohol 1:1. Keduanya dicampur dengan cara digojog. Mulut tabung ditutup dengan jari kemudian tabung dibalik dan dilihat hasilnya apakah susu pecah atau tidak. Apabila pecah dalam dinding tabung akan terlihat butiran-butiran putih kecil. Menurut Hadiwiyoto (1994), susu segar yang masih dalam keadaan baik jika dicampur dengan alkohol tidak akan terlihat adanya partikel padat dalam susu, apabila susu tercampur dengan kolostrum, susu bersifat asam, atau susu dari sapi yang mastitis maka penambahan alkohol akan menimbulkan gumpalan. Prinsip dari uji alkohol adalah kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada selubung air yang menyelimutinya. Hal ini terutama pada kasein, apabila susu dicampur dengan alkohol yang bersifat dehidrasi maka protein tersebut akan terkoagulasi sehingga susu tersebut akan pecah (Harding, 1999).

Uji kadar lemak.

Pengujian kadar lemak di CV. Cita Nasional menggunakan metode gerber. Alat yang digunakan adalah sentrifuge Gerber, butyrometer, dan pipet butyro dengan volume 10,75 ml. Pengujian kadar lemak dilakukan dengan cara memasukan asam sulfat 91%, sampel susu 10,75 ml, dan 1 ml amil alkohol kedalam butyrometer. Butyrometer ditutup rapat dan digojog hingga seluruh larutan homogen berwarna hitam, kemudian dimasukan ke dalam gerber sentrifuge selama 5 menit. Setelah gerber sentrifuge terbuka baca skala yang tertera pada butyrometer. Menurut Hadiwiyoto (1994), pengujian lemak dengan menggunakan asam sulfat, yakni memisahkan lemak yang terdapat dalam susu, dengan sentrifuge lemak akan terangkat ke atas. Kadar lemak yang dikirimkan ke CV. Cita Nasional berkisar antara 3,3 sampai 3,8%. Apabila lebih dari itu diduga ada penambahan lemak nabati.

Uji Total Solid (TS).

Pengujian TS di CV. Cita Nasional dilakukan dengan menghitung kadar air susu segar terlebih dahulu dengan menggunakan moisture analyzer (Gambar 8). Cawan petri yang diisi 5 gram sampel susu, kemudian tekan tombol start, tunggu hingga angka dalam monitor tidak berubah-ubah lagi. Cara mengetahui TS dari sampel susu adalah mengurangkan 100 dengan angka yang tertera dalam monitor. Hal ini sesuai dengan

Hadiwiyoto (1994) yang menyatakan bahwa total padatan adalah semua komponen penyusun susu yang bukan berupa air.

6.1.3. Bahan Baku Tambahan

Bahan baku tambahan yang digunakan di CV. Cita Nasional pada produk susu pasteurisasi dan homogenisasi, yaitu:

a. Pemanis atau gula pasir

Pemanis atau gula pasir yang digunakan di CV. Cita Nasional sebagai bahan tambahan/ penunjang produksi susu pasteurisasi dan homogenisasi berasal dari PT. DUS Cilacap, CV. Sumber Manis Salatiga dan Perusahaan Gula Soedhono PTPN XI Ngawi. Tujuan penambahan pemanis adalah untuk menambah cita rasa manis dan memberi efek pengawetan.

b. Flavor

Flavor yang digunakan di CV. Cita Nasional adalah flavor cair dengan merk Quest dari Quest International Indonesia dan PT. Cipta Karya Aroma. Tujuan penambahan flavor adalah memberikan aroma dan cita rasa yang spesifik, serta memperoleh tiruan aroma yang khas dari suatu jenis bahan.

c. Stabilizer

Stabilizer yang digunakan di CV. Cita Nasional adalah Carboxyl Methyl Cellulose (CMC). Merek CMC yang digunakan adalah Akzo Nobel Cellulose Gum dengan kode AF 2785. Tujuan penambahan stabilizer adalah untuk menghomogenkan bahan-bahan tambahan seperti bubuk coklat dan pewarna serta mencegah terjadinya penggumpalan pada produk susu.

d. Pewarna

Pewarna yang digunakan di CV. Cita Nasional adalah “Ponceau 4R” dengan merk Idacol dari PT. Roha Lautan Pewarna. Produk susu pasteurisasi dan homogenisasi rasa stroberi menggunakan pewarna makanan Ponceau 4R Cl 16255 dan rasa jeruk

30

menggunakan pewarna makanan kuning FCF Cl 15985. Tujuan penambahan pewarna adalah untuk memberi warna khas dan menarik minat konsumen.

e. Coklat bubuk

Coklat bubuk yang digunakan di CV. Cita Nasional adalah Windmolen tipe A-00 0-T yang diproduksi oleh General Food Industries Indonesia dan PT. Nirwana Lestari Bekasi. Tujuan penambahan coklat bubuk adalah untuk memberi cita rasa khas coklat pada produk susu.

6.2. Proses Pengemasan Susu Pasteurisasi

Pengemasan merupakan salah satu bagian dari pengolahan pangan. Pengemasan memiliki dua fungsi utama yaitu untuk keperluan periklanan dan untuk melindungi makanan dari kerusakan dan kontaminasi. Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan suatu makanan selama penyimpanan adalah kerusakan fisik akibat kimia (sinar ultra violet, kadar air, oksigen, dan suhu), kontaminasi karena mikroorganisme , insekta, atau tanah (Suyitno, 1990 dalam Hendrasty, 2013).

Proses pengemasan dilakukan untuk menjamin keamanan produk selama penyimpanan dan distribusi, sehingga ketika produk sampai ke tangan konsumen, produk tersebut masih dalam kondisi yang baik sehingga biaya yang harus dikeluarkan minimum karena tidak terjadi kerusakan. (Winarno, 1993 dalam Retiana, 2013). Menurut Hengki (2009) dalam Hendrasty (2013), kemasan digunakan sebagai pelindung produk selama distribusi, menambah ketertarikan konsumen terhadap produk, dan sebagai tanda pengenal produk.

Tujuan proses pengemasan di CV. Cita Nasional adalah untuk mengawetkan produk akhir susu pasteurisasi dan homogenisasi terutama untuk mencegah timbulnya kontaminasi mikroorganisme dan untuk mencegah kerusakan fisik. Hal ini sesuai dengan teori Suyitno (1990) dalam Hendrasty (2013), bahwa dapat terjadi kerusakan fisik terhadap produk akibat mikroorganisme. Kerusakan fisik dapat terjadi seperti kehilangan air. Selain itu proses pengemasan bertujuan untuk memberi kemudahan saat proses distribusi dan sarana promosi produk karena kemasan juga sebagai tanda pengenal produk.

Beberapa kriteria kemasan yang baik adalah tidak mengandung bagian yang dapat migrasi ke dalam pangan, produk dan kemasan harus berkualitas, pengemas juga harus sesuai dengan sifat dan karakteristik produknya, bentuk pengemas yang digunakan harus fungsional, desain grafis dibuat semenarik mungkin serta label informatif dan sesuai dengan produk pangannya (Hendrasty, 2013).

Menurut Potter & Hotchkiss (1996) dalam Retiana, (2013) ada beberapa syarat yang penting untuk pengemas makanan yaitu :

1. Pengemas tidak boleh beracun

2. Melindungi dari kontaminasi mikroorganisme

3. Dapat sebagai barier untuk mencegah hilangnya kelembaban dan mencegah masuknya oksigen

4. Digunakan sebagai penyaring dari sinar UV yang berbahaya 5. Harus transparan

6. Mudah dibuka

7. Mudah ketika disusun 8. Mudah dicetak 9. Murah

10.Barrier terhadap migrasi lemak

Bahan pengemas cup “SUSU SEGAR NASIONAL” menggunakan plastik berbahan dasar plastik PP. Plastik PP dipilih sebagai bahan pengemas karena memiliki sifat yang kuat, ringan, daya tembus air yang rendah, mengkilap, dan memiliki kestabilan terhadap suhu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hendrasty (2013), bahwa plastik PP merupakan plastik berkilat dan jernih, memiliki sifat yang optik dan daya rentang baik dan tahan sobekan. Selain itu juga memiliki sifat yang lebih kaku, lebih kuat, dan lebih ringan. Menurut Kadoya (1990) dalam Hendrasty, (2013), yaitu PP memiliki sifat ketahanan terhadap panas yang baik dan dapat digunakan untuk proses sterilisasi dengan air mendidih. PP lebih tahan retak. Namun hal ini juga berbeda dengan pendapat Kadoya (1990) dalam Hendrasty, (2013), bahwa PP juga memiliki kelemahan yaitu tidak cukup kuat mempertahankan perubahan suhu untuk sterilisasi makanan dalam suhu tinggi. PP

32

juga tidak dapat ditutup dengan menggunakan panas karena mempunyai titik cair yang tinggi. PP merupakan golongan polyolefin yang termasuk jenis polimer plastik. Polimer-polimer tersebut merupakan turunan dari monomer-monomer olefin. PP memiliki tiga bentuk polimer dasar yaitu isotaktik, sindiotaktik, dan ataktik. Perbedaan bentuk polimer dikarenakan substansi penyusun PP yaitu propana memiliki gugus metil (CH3) (Tice, 2002 dalam Retiana, 2013).

Untuk penutup pada kemasan cup, digunakan jenis plastik PE. Plastik PE lebih ringan dan tipis jika dibandingkan plastik PP. Menurut SNI, susu pasteurisasi dikemas dengan karton berlapis plastik PE, sehingga dari pernyataan tersebut, plastik PE telah memenuhi standar SNI. Sifat yang terpenting dan dibutuhkan pada susu milik CV. Cita Nasional adalah mampu di sealing pada suhu 240°C. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hendrasty (2013), bahwa plastik PE memiliki densitas rendah, murah, daya rentang cukup kuat, fleksibel tetapi tidak jernih, dapat melindungi dari uap air, tetapi dapat ditembus oleh oksigen, dapat di seal dengan panas.

Proses pengemasan susu pasteurisasi dan homogenisasi dengan kemasan cup diproduksi menggunakan mesin fillomatic. Mesin ini ada di CV. Cita Nasional sebanyak 4 buah. Untuk sehari-sehari, digunakan mesin dengan kapasitas 16 nozzle dan 8 nozzle. Mesin ini mampu menghasilkan susu pasteurisasi kemasan cup 150 mL sebanyak 180 krat/jam, dimana setiap satu krat dapat memuat susu pasteurisasi kemasan cup sebanyak 108 buah. Sedangkan mesin fillomatic dengan 8 nozzle hanya mampu menghasilkan 90 krat/jam. Pada mesin fillomatic, proses pengemasan dilakukan tiga tahap yaitu proses filling (pengisian), sealing (penutupan kemasan), dan cutting (pemotongan plastik penutup). Proses ini dilakukan dengan bantuan mesin lain yaitu conveyor, sehingga produk dapat berjalan sesuai dengan alur produksi yang benar. Skema mesin fillomatic dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tahap awal proses pengemasan adalah proses filling atau pengisian dalam kemasan. Susu yang telah ditampung di storage tank kode T.401 dan T.402, ditransfer ke mesin fillomatic. Kemasan cup dimasukkan ke feeder yang ada pada fillomatic. Proses memasukkan kemasan cup dilakukan secara manual. Setelah itu kemasan akan

diteruskan melalui conveyor. Conveyor ini akan membawa kemasan cup menuju nozzle yang telah berisi susu pasteurisasi dari storage tank. Setelah proses filling, kemasan cup yang berisi susu pasteurisasi dan homogenisasi ditutup dengan lidcup. Proses sealing yang dilakukan menggunakan sealer yang mempunyai prinsip kerja memberikan tekanan suhu tinggi pada lidcup, sehingga lidcup tersebut akan menempel dan melekat pada bagian atas cup. Tujuan sealing adalah untuk mencegah kebocoran pada bagian penutup kemasan. Kebocoran biasanya disebabkan karena kurang rekatnya antara bagian atas cup dengan lidcup sehingga perlu dua kali sealing. Pemberian tanggal kedaluarsa dilakukan dengan suhu 150° sebelum lidcup ditutupkan pada bagian kemasan cup.

Tahap selanjutnya adalah pemotongan lidcup atau cutting. Cutting ini bertujuan untuk memotong plastik lidcup agar bentuk dan ukurannya sesuai. Proses cutting dilakukan dengan sistem press atau memberikan tekanan pada lidcup. lembaran plastik lidcup yang telah dipotong akan digulung pada bagian penggulungan plastik sisa dari penutupan. Plastik sisa ini akan diambil manual jika telah banyak yang tergulung. Setelah lidcup terpotong, produk susu akan dilewatkan dengan conveyor menuju ruang pengemasan sekunder (krat).

Pada tahapan pengemasan krat, produk akan ditata secara teratur sesuai dengan kapasitas krat nya. Krat yang digunakan menggunakan bahan dari plastik polyvinyl chloride (PVC). PVC memiliki sifat kuat dan kaku. Hal ini sesuai pernyataan Hendrasty (2013) bahwa plastik PVC memiliki sifat yang kaku dan kuat. Kemasan krat digunakan sebagai pengemas sekunder. Pengemas sekunder adalah kemasan yang tidak kontak langsung dengan produk. fungsinya adalah untuk melindungi kemasan primer agar tidak terjadi kerusakan akibat kontak fisik.

Plastik PVC merupakan plastik yang memiliki polimer rantai panjang. Polyvinylidene chloride dihasilkan dari proses polimerisasi radikal bebas monomer polyvinylidene chloride. Monomer ini adalah senyawa turunan dari etilen diklorida atau dikloroetana. Keuntungan penggunaan plastik PVC adalah :

34

2. Rentan rusak

3. Organoleptik yang baik 4. Murah

5. Proses pembuatan yang mudah 6. Bersifat barrier yang baik (Leadbitter, 2003 dalam Retiana, 2013)

Dokumen terkait