• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.8 PENGUJIAN DAN KARAKTERISAS

2.8.1 ANALISA KANDUNGAN AMILUM PADA SELULOSA

MIKROKRISTALIN

Amilum atau pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan (1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan (α)-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari ikatan (α)-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan (α)-1,6-glukosida [56].

Penambahan iodium akan terbentuk kompleks amilum dan iodium. Penambahan iodium digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum denga iodium. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodium kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi positif akan menghilang. Sewaktu didinginkan, warna biru akan muncul kembali [57].

2.8.2 ANALISA X-RAY DIFFRACTION (XRD)

X-ray diffraction melibatkan pemeriksaan suatu kristal dengan radiasi X-ray

yang memiliki panjang gelombang (λ) yang dekat dengan ruang kisi kristal, seperti pada gambar 2.4. X-ray dihasilkan dengan menyinarkan suatu logam (biasanya Cu) dengan elektron dalam suatu tabung yang dievakuasi dan x-ray monokromatik biasanya dipilih. X-ray ini dipencarkan oleh awan elektron di sekitar tiap atom dalam kristal. Gangguan konstruktif terjadi antara x-ray yang terpencar ketika perbedaan jalur AB (nλ) ekivalen dengan 2d sinθ. Ini merupakan dasar dari hukum Bragg yang menghubungkan ruang antara bidang atom dari posisi difraksi terjadi (d) ke sudut (θ)

dimana sinar monokromatik harus memeriksa bidangnya untuk memberikan gangguan konstruktif [58]:

= 2d sinθ………(2.1) dimanan = 1, 2, 3 …, λ adalah panjang gelombang,d adalah jarak antar bidang

kristal dan adalah sudut difraksi. .

Gambar 2.4 Ilustrasi Kondisi yang Dibutuhkan untuk Difraksi Bragg Terjadi [58]

Kristalinitas merupakan salah satu sifat yang paling penting yang berkontribusi pada sifat fisika, kimia dan mekanik suatu bahan. Indeks kristalinitas (CrI) adalah parameter yang umumnya digunakan untuk menghitung jumlah kristalin dalam suatu bahan dan juga diterapkan untuk menafsirkan perubahan dalam struktur bahan setelah perlakuan fisikokimia dan biologis. Salah satu metode analitik untuk menentukan indeks kristalinitas adalah X-ray diffraction (XRD) [57].

Indeks kristalinitas dapat dihitung dengan metode Segal sebagai berikut [60].

Pada persamaan ini, CrI menyatakan derajat kristalinitas relatif, I002 adalah

intensitas maksimum dari difraksi kisi 002 pada 2θ = 22o dan Iam adalah intensitas

difraksi dalam satuan yang sama pada 2θ = 18o.

2.8.3 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

Pengujian dilaksanakan pada alat uji tarik dimana spesimen karet yang berbentuk dumbbell ditarik terpisah pada laju yang telah ditentukan sementara

100 I I I CrI 002 am 002       = ………...(2.2)

mengukur tegangan yang dihasilkan. Gambar 2.4 menunjukkan spesimen berbentuk

dumbbell yang biasa digunakan. ASTM D412 dan ISO37 merincikan prosedur

standar yang digunakan untuk mengukur sifat tegangan-regangan tarik dari senyawa karet yang matang [61].

Gambar 2.5 Spesimen Karet Berbentuk Dumbbell [61]

Secara umum, kekuatan tarik, perpanjangan dan tegangan tarik pada berbagai perpanjangan dilaporkan. Kekuatan tarik merupakan maksimum tegangan ketika spesimen dumbbell patah selama perpanjangan. Perpanjangan akhir merupakan tekanan yang diterapkan ketika terjadi patahan. Tegangan tarik biasanya diukur dan dilaporkan pada tegangan yang ditentukan (seperti 100 dan 300%) sebelum patahan terjadi [61]. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dari persamaan berikut [62].

σ = P

Ao

...(2.3)

Dimana :

σ = kekuatan tarik (kgf/mm2) P = beban maksimum (kgf) Ao = luas penampang awal (mm2)

2.8.4 UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY)

Sambung silang dari rantai polimer sangat penting dalam mengendalikan banyak sifat polimer. Peningkatan besar dalam derajat sambung silang akan membuat polimer amorf lebih kaku dan menyebabkannya memiliki titik lembut uang tinggi dan modulus yang lebih tinggi, mengurangi perpanjangan dan pembengkakan oleh pelarut dan meningkatkan temperatur gelas.

Pengukuran swelling index sering digunakan untuk mengukur densitas sambung silang dari karet. Derajat swelling yaitu jumlah pelarut yang diserap diketahui tergantung pada densitas sambung silang dari jaringan polimer. Semakin

besar densitas sambung silang, semakin kecil derajat swelling-nya [63]. Swelling index dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut [64].

100 W W W index Swelling 1 1 2− × =

dimana W1 dan W2 adalah berat awal dan berat swollen dari film lateks.

Densitas sambung silang dari komposit dapat ditentukan menggunakan persamaan Flory-Rehner dengan pengukuran nilai swelling menurut hubungan [65]:

C r 1/3 r s o 2 r r r M 1 /2 V V V ρ V V ) V ln(1 v = − × + + − − = χ dimana:

Vr = fraksi volume karet dalam swollen gel

Vs = volume molar toluena (106,2 cm3.mol-1)

χ = parameter interaksi karet-pelarut (0,38 dalam kasus ini)

ρo = densitas polimer

v = densitas sambung silang karet (mol.cm-3)

MC = berat molekul rata-rata dari polimer antara sambung silang (g.karet/g.mol)

Fraksi volume dari jaringan karet dalam fasa swelling dihitung dari data

kesetimbangan swelling sebagai berikut [65].

0 sf 1 rf 1 rf r /ρ W /ρ W /ρ W v + = Dimana:

Wsf = fraksi berat pelarut ρo = densitas pelarut

Wrf = fraksi berat polimer dalam spesimen bengkak ρ1 = densitas polimer (untuk karet 0,9125 g.cm-3)

ρs = denisas pelarut (untk toluena 0,867 g.cm-3)

2.8.5 KARAKTERISASI FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

Fourier Transform Infrared (FTIR) spectrocopy adalah metode yang ideal

dan tidak merusak untuk analisis kimia bahan partikulat. Penggunaan FTIR akan memberikan informai mengenai komposisi dari sampel yang dianalisa. Dengan menggunakan FTIR, berbagai bahan anorganik seperti SO42-, NO3-, SiO42-, dan NH4+

………..…………...(2.4)

dan gugus organik seperti karbon alifatik, karbonil, dan nitrat organik dapat dianalisa. Komposisi dari bahan partikulat bervariasi dengan daerah asal dari partikel tersebut [66].

Penggunaan FTIR akan memberikan pola interferogram. Interferogram merupakan suatu sinyal kompleks tetapi pola seperti gelombangnya mengandung semua frekuensi yang menyusun spektrum inframerah. Interferogram biasanya merupakan plot dari intensitas versus frekuensi. Operasi matematika yang dikenal dengan Fourier Transform (FT) dapat memisahkan frekuensi penyerapan individu

dari interferogram sehingga menghasilkan spektrum yang identik dengan yang diperoleh spektrometer dispersif. Spektrometer inframerah menentukan posisi dan ukuran relatif dari semua absorpsi atau puncak dalam daerah infrared dan memplotnya pada selembar kertas. Plot dari intensitas absorpsi versus nomor gelombang dinyatakan sebagai spektrum infrared dari suatu senyawa. Keunggulan penggunaan instrumen FTIR adalah dapat memperoleh interferogram dalam hitungan detik [67].

2.8.6 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

Electron Microscopy (EM) dapat didefinisikan sebagai bidang khusus dalam

sains yang menggunakan mikroskop elektron sebagai alat dan menggunakan sinar elektron untuk membentuk gambar dari spesimen. Mikroskop elektron dioperasikan pada keadaan vakum dan memfokuskan sinar elektron dan memperbesar ukuran dengan bantuan lensa elektromagnetik. Ada dua tipe dari mikroskop elektron yaitu

scanning electron microscope dan transmission electron microscope. Scanning electron microscope menghasilkan gambar dengan bantuan elektron sekunder yang

memberikan pengamat kesan tiga dimensi sementara transmission electron microscope meluncurkan elektron melalui potongan spesimen yang sangat tipis dan

menghasilkan gambar dua dimensi.

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan metode yang kuat untuk

menyelidiki struktur permukaan dari sampel. Teknik ini menyediakan bidang daerah sampel yang dapat dilihat dalam ukuran yang cukup besar. SEM juga memiliki keunggulan bahwa tingkat perbesaran yang cukup besar yang memungkinkan peneliti untuk fokus dengan mudah pada daerah sampel yang ingin diamati. SEM

dapat digunakan untuk memperbesar gambar sampel dari 10 sampai 100.000 kali. Hasil dari SEM berupa gambar tiga dimensi yang memberikan kemudahan bagi peneliti untuk menafsirkan gambar SEM. Selain itu, untuk menguji suatu sampel dengan SEM hanya diperlukan waktu yang lebih singkat bila dibandingkan dengan penggunaan transmission electron microscope [68].

2.9 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Dokumen terkait