• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Pengujian hasil pengelasan

Ada beberapa jenis aluminium yang digunakan dalam dunia perindustrian dalam bidang perkapalan, konstruksi, dan lain-lain, beberapa penjelasan aluminium yaitu:

1. Aluminium dan paduannya

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan. Kemajuan akhir-akhir ini dalam beberapa

teknik pengelasan menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat dipercaya. Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang.

Paduan Aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan panas dengan klasifikasi, dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan dan cara yang ketiga yaitu berdasarkan unsur-unsur paduan. Berdasarkan klasifikasi ketiga ini aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu: jenis Al murni, Cu, Mn, Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, Al-Zn.

2. Paduan Aluminium Magnesium

Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat Al adalah larutan padat yang merupakan senyawa antar logam Al3Mg2. Sel satuannya merupakan hexagonal susunan rapat (eph) tetapi ada juga yang sel satuannya kubus berpusat muka (fcc) rumit.

Titik eutetiknya adalah 450ºC, 35%Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperature eutektik adalah 17,4% yang menurun pada temperature biasa sampai kira-kira 1,9%Mg, jadi kemampuan penuaan dapat diharapkan. Adapun pemakaian aluminium magnesium banyak digunakan di bidang industry.

Paduan Al-Mg mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik disebut hidrinalium. Paduan dengan 2-3%Mg dapat mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al-Mg umumnya non heat tretable. Seri 5052 banyak digunakan pada pipa hidrolik, lembar logam pembuatan mobil, truk, dan lain-lain. Seri 5052 biasa digunakan sebagai bahan tempaan.

Paduan 5056 adalah paduan paling kuat setelah dikeraskan oleh pengerasan regangan apabila diperlakukan kekerasan tinggi. Paduan 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5%Mg) yang kuat dan mudah dilas sehingga banyak digunakan sebagai bahan untuk tangki LNG.

Seri 5005 dengan 0,8%Mg banyak digunakan sebagai batang profil extrusi. Seri 5050 dengan 1,4%Mg dipakai sebagai pipa saluran minyak dan gas pada kendaraan. Adapun batas komposisi paduan Aluminium-Magneisum dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Batas komposisi paduan Aluminium-Magnesium (%) Alloy Si Fe Cu Mn Mg Cr Zn Ti Al 5050 0.25 0.40 0.10 0.10 1.4– 2.0 0.15– 0.35 0.10 Remainder 5052 0.25 0.40 0.10 0.10 2.2– 2.8 0.15– 0.35 0.10 Remainder 5083 0.40 0.40 0.10 0.40– 1.0 4.0– 4.9 0.05– 0.25 0.25 0.15 Remainder 5086 0.40 0.50 0.10 0.20– 0.7 3.5– 4.5 0.05– 0.25 0.25 0.15 Remainder 5154 0.25 0.40 0.10 0.10 3.10– 3.90 0.15– 0.35 0.20 0.20 Remainder 5356 0.25 0.40 0.10 0.10 4.50– 5.50 0.05– 0.20 0.10 0.06– 0.20 Remainder

5454 0.25 0.40 0.10 0.50– 1.0 2.4– 3.0 0.05– 0.20 0.25 0.20 Remainder 5456 0.25 0.40 0.10 0.50– 1.0 4.7– 5.5 0.05– 0.20 0.25 0.20 Remainder 5754 0.40 0.40 0.10 0.50 2.6– 3.6 0.30 0.20 0.15 Remainder

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Aluminium_alloySifat Mampu las

Dalam hal pengelasan, paduan aliminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah:

1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja.

2. Paduan Aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium Al2O3 yang mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang.

3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas.

4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hidrogen.

5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya.

6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes.

Akhir-akhir ini sifat yang kurang baik ini telah dapat diatasi dengan alat dan teknik las yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama pengelasan. Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih baik lagi.

2.3.2 Pengujian Cacat Las

Adapun pengujian cacat las yg digunakan adalah Metode utama Non Destructive Testing yangmeliputi:

1. Visual Inspection

Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi. Dalam hal ini tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun boroskop.

2. Liquid Penetrant Test

Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana. Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam, seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi. Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskousitas yang rendah agar dapat

masuk pada cacat dipermukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer. Semua ketidaksempurnaan yang terdapat pada permukaan bahan dapt dideteksi dengan cara ini, tidak terpengaruh oleh orientasi cacatnya. Sedangkan cacat-cacat yang terletak dibawah permukaan tidak dapt dideteksi dengan pengujian ini.

Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori.

3. Magnetic Particle Inspection

Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet.

Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

4. Eddy Current Test

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat.

Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.

5. Ultrasonic Inspection

Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara. Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 – 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasinic ini dibnagkitkan oleh tranducer dari

bahan piezoelektri yang dapat menubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.

6. Radiographic Inspection

Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma. Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film ini lah yang akan memeprlihatkan bagian material yang mengalami cacat.

Kesalahan dalam beberapa prosedur mempengaruhi hasil dari las, berikut jenis-jenis cacat hasil proses las, beberapa cacat permukaan adalah:

1. Lubang Jarum (Pin Hole)

Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan.

Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli, gambar lubang jarum ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Lubang jarum (Sri Widharto, 2007) 2. Percikan Las (Spatter)

Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi.

Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan.

Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk, gambar percikan las ditunjukkan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Percikan Las (Sri Widharto, 2007)

3. Retak (Crack)

Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar.

Akibat: Fatal.

Penanggulangan: Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS. Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti, cacat retak ditunjukkan gambar 2.9.

Gambar 2.9 Retak (Sri Widharto, 2007) 4. Keropos (Porosity)

Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.

Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS, cacat keropos ditunjukkan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Keropos (Sri Widharto, 2007) 5. Muka Cekung (Concavity)

Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektrode terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser.

Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat (reinforcement), cacat cekung ditunjukkan pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Muka Cekung (Sri Widharto, 2007) 6. Longsor Pinggir (Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan.

Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja.

Undercut yang tajam seperti takik, dilarang (harus segera diperbaiki) karena dapat menyebabkan keretakan notch,cacat undercut ditunjukkan pada gamabr 2.12.

Gambar 2.12 Longsor Pinggir (Sri Widharto, 2007) 7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)

Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere

capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin.

Akibat : Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji eltrasonik proba sudut

(angle probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir. Penanggulangan: gounging 100% dan dilas ulang esuai WPS. Welder

diperingatkan, cacat penguat berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Penguat Berlebihan (Sri Widharto, 2007) 8. Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)

Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las.

Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir. Welder tidak lulus. Cacat

wide bead ditunjukkan pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Jalur Terlalu Lebar (Sri Widharto, 2007) 9. Tinggi Rendah (High Low)

Sebab: Penyetelan tidak benar. Akibat: Sambungan diapkir.

Penanggulangan: gouging 100%, distel dan dilas ulang sesuai WPS. Welder

diperingatkan, jenis cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar 2.15.

Gambar 2.15 Tinggi Rendah (Sri Widharto, 2007) 10.Lapis Dingin (Cold Lap)

Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan

Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las dipertanyakan.

Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai WPS, cacat lapis dingin ditunjukkan pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Lapis Dingin (Sri Widharto, 2007)

11.Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration)

Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam ( sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar.

Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak.

Penanggulangan : Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS, cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar 2.17.

Gambar 2.17 Penetrasi tidak sempurna (Sri Widharto, 2007)

12.Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).

Penanggulangan: Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS, cacat penetrasi berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.18.

Gambar 2.18 Penetrasi Berlebihan (Sri Widharto, 2007) 13.Retak Akar (Root Crack)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa)

Penanggulangan: Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS, cacat retak akar ditunjukkan pada gambar 2.19.

Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.

Gambar 2.19 Retak Akar (Sri Widharto, 2007) 14.Terbakar Tembus (Blow Hole)

Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun.

Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS, cacat terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.20.

Gambar 2.20 Terbakar tembus (Sri Widharto, 2007) 15.Longsor Pinggir Akar (Root Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar.

Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch).

Penanggulangan: Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS, cacat longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Longsor pinggir akar (Sri Widharto, 2007) 16.Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)

Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada GTAW), kecepatan las akar terlalu tinggi.

Akibat: Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan. Penanggulangan : Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai

WPS, cacat akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.22.

Gambar 2.22 Akar Cekung (Sri Widharto, 2007) 17.Stop Start A

Sebab: Penggantian elektrode terlalu mundur. Akibat: Tampak buruk.

Penanggulangan: Cukup disesuaikan denagn sekitarnya Cacat stop star A ditunjukkan pada gambar 2.23.

Gambar 2.23 Stop start A

(Sri Widharto, 2007) 18.Stop Start B

Sebab: Penggantian elektrode terlalu maju.

Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak. Penanggulangan : Bersihkan bagian yang underfill, cacat stop star B

ditunjukkan pada gambar 2.24.

Gambar 2.24 Stop Start B

(Sri Widharto, 2007)

2.3.2 Uji Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las.

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada

bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan perlahan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan terhadap mengenai perpanjangan yang dialami benda uji sehingga dihasilkan kurva tegangan-regangan dari hasil pengujian tersebut, kurva tegangan-regangan-tegangan aluminium dapat dilihat pada gambar 2.25.

Gambar 2.25 Diagram tegangan-regangan aluminium Sumber: (www.ncssm.edu)

Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, akan tetapi titik di mana terjadinya deformasi plastik sangat sukar ditentukan secara teliti. Untuk

σ

yield

d

mengukur regangan yang terjadi digunakan criteria permulaan batas luluh sebagai berikut:

1. Batas Elastis σE (Elastic Limit)

Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-6 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.

2. Batas Proporsional σp (Proportional Limit)

Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.

3. Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.

4. Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

5. Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

6. Regangan Luluh εy (Yield Strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis. 7. Regangan Elastis εe (Elastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

8. Regangan Plastis εp (Plastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

9. Regangan Total (Total Strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT= εep. 10. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)

Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. 11. Kekuatan Patah (Breaking Strength)

Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis:

...(2.1) ...(2.2)

Dimana: = Tegangan (MPa) P = Gaya (Kgf)

A = Luas Penampang (cm2) = Regangan

= Pertambahan Panjang (cm) L0= Panjang mula-mula (cm)

Dokumen terkait