• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISA DATA

5.3. Pengujian Hipotesis

5.3.1 Uji Signifikan Parsial (uji t)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan didapat harga t hitung adalah 0,2562. Jika dilihat dari tabel t (lihat lampiran) untuk kesalahan 5% dan n = 50, maka di dapat t tabel adalah 2,014. Berdasarkan ketentuan pengujian hipotesis:

1) Jika harga t hitung > t tabel, maka Ho (Hipotesis nol) ditolak dan Ha (Hipotesis alternatif) diterima, artinya ada pengaruh signifikan antara program PNPM-P2KP terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat.

2) Jika harga t hitung < t tabel, maka Ho (Hipotesis nol) diterima dan Ha (Hipotesis alternatif) ditolak, artinya tidak ada pengaruh signifikan antara program PNPM-P2KP terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat. Dengan membandingkan antara t hitung dengan nilai 0,2562 dengan t tabel dengan nilai 2,014, maka dapat diketahui bahwa t hitung < t tabel (0,2562 < 2,014), dalam hal ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada pengaruh yang signifikan antara Program PNPM-P2KP terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

5.3.2 Koefisien Determinasi

Tujuan koefisien determinasi ini adalah untuk mengetahui berapa persen besarnya pengaruh variabel bebas (x) terhadap variabel (y). Dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

( )

rxy 2x100% D=

(

0,037

)

2x100% D= % 100 ) 001369 , 0 ( x D= = D 0,1369 %

Dengan persamaan diatas maka diperoleh hasil diatas 0,13 % artinya 0,13 % variabel bebas (Program PNPM-P2KP) dijelaskan oleh variabel terikat (sosial ekonomi), dan sisanya 99,87 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

BAB VI PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Setelah dianalisis dan evaluasi terhadap data penelitian berdasarkan analisi dan penelitian di halaman sebelumnya maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi Pendapatan di Kelurahan Sidikalang tidak terlalu naik secara signifikan sehingga sebagian dari responden tidak mempunyai sisa pendapatan namun bagi sebagian dari responden yang memiliki sisa pendapatan menabung uang mereka.

2. Rumah yang dihuni oleh responden kebanyakan adalah rumah semi permanen dan statusnya kebanyakan masih rumah kontrakan dan kebanyakan rumah tersebut digunakan dalam membuka usaha.

3. Kondisi kesehatan responden tidak berkembang signifikan karena beberapa responden hanya menkomsumsi obat warung saja bila sakit dan menggunakan JAMKESMAS bila ke rumah sakit.

4. Kondisi Pendidikan anak responden sudah cukup baik hal ini dapat dilihat dari kebanyakan anak responden adalah SMA dan sebagian dari mereka ada yang mengikuti kursus atau kegiatan ekstrakulikuler namun ada juga yang disela-sela waktu ikut membantu orang tua berdagang.

5. Kondisi Sandang dan Pangan responden cukup baik karena kebutuhan 4 sehat 5 sempurna tercukupi dan tidak kekurangan apapun.

6. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji signifikan:

Dengan membandingkan antara t hitung dengan nilai 0,2562 dengan t tabel dengan nilai 2,014, maka dapat diketahui bahwa t hitung < t tabel (0,2562 < 2,014), dalam hal ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian tidak ada pengaruh yang signifikan antara Program PNPM-P2KP terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

7. Besarnya pengaruh variabel bebas (x) terhadap variabel (y) adalah 0,13 % artinya 0,13 % variabel bebas (Program PNPM-P2KP) dijelaskan oleh variabel terikat (sosial ekonomi), dan sisanya 99,87 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

6.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas yang diuraikan secara ringkas maka peneliti memberi saran sebagai berikut:

1. Bagi responden sebaiknya harus mampu mengontrol penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya sehingga taraf hidup lebih baik bukan sebaliknya seperti beberapa responden yang tidak mampu mengontrol keuangannya dan tidak mampu mengembalikan pinjaman sampai 2 tahun.

2. Bagi pemerintah sebaiknya menerapkan evaluasi. Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan dan/atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Secara umum dikenal 2 tipe evaluasi, yaitu: evaluasi terus menerus (on-going evaluation) dan evaluasi akhir (ex-post evaluation). Tipe evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval waktu periode tertentu, misalnya per tri wulan atau per semester selama proses implementasi. Tipe evaluasi kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana. Evaluasi lebih difokuskan pada pengidentifikasian kualitas program.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program dijelaskan mengenai :

1) Tujuan kegiatan yang akan dicapai

2) Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan

3) Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui 4) Perkiraan anggaran yang dibutuhkan

5) Strategi pelaksanaan

Melalui program, maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. Suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integral untuk mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.

Menurut Charles O.Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu

1) Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau sebagai pelaku program.

2) Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang bisa juga diidentifikasikan melalui anggaran.

3) Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik.

Program terbaik di dunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni : sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones,1996:295).

2.2 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Program Pemberdayaan Keluarga Miskin di Perkotaan (PNPM-P2KP)

2.2.1 Latar Belakang

Program Penggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara bekelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa “Lembaga Kepimpinan Masyarakat” yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penaggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

Lembaga Kepimpinan Masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya tersebut (secara generik disebut Badan atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat atau disingkat BKM/LKM) dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemnusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan sebagi pondasi modal sosial kehidupan masyarakat. BKM/LKM ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan.

Tiap BKM/LKM bersama masyarakat melakukan proses perencanaan partisipatif dengan menyusun Perencanaan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan Program Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM dan Renta Pronagkis), sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas aflisiasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, LKM-LKM ini mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat.

Sejak pelaksanaan P2KP-1 hingga pelaksanaan P2KP-3 tahun 2008 telah terbentuk sekitar 6.405 LKM yang tersebar di 1.125 kecamatan di 235 kota/kabupaten, telah memunculkan lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemanfaat (penduduk miskin) melalui 243.838 KSM.

Tahun 2008 secara penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM Mandiri maka tujuan, prinsip dan pendekatan yang ditetapkan dalam PNPM Mandiri juga menjadi tujuan, prinsip dan pendekatan PNPM Mandiri Perkotaan begitu juga nama generik lembaga kepimpinan masyarakat berubah dari Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) menjadi Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM).

2.2.2 Tujuan

Tujuan umum PNPM Mandiri Perkotaan yaitu meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, dengan demikian secara khusus tujuan PNPM Mandiri Perkotaan adalah Masyarakat di kelurahan peserta program menikmati perbaikan sosial ekonomi dan tatapemerintahan lokal.

2.2.3 Sasaran

1) Terbangunnya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) yang dipercaya, aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat.

2) Tersedianya Perencanaan Jangka Menengah (PJM) Pronangkis sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai dengan aspirasi serta kebutuhan

masyarakat dalam rangka pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan.

3) Terbangunnya forum LKM tingkat kecamatan dan kota/kabupaten untuk mengawal terwujudnya harmonisasi berbagai program daerah.

4) Terwujudnya kontribusi pendanaan dari Pemerintah Kota/Kabupaten dalam PNPM-P2KP sesuai dengan kapasitas fiskal daerah.

2.2.4 Prinsip

1) Bertumpu pada pembangunan manusia. 2) Berorientasi pada masyarakat miskin. 3) Partisipasi

4) Otonomi. 5) Desentralisasi.

6) Kesetaraan dan Keadilan Gender 7) Demokratis.

8) Transparansi dan Akuntabel. 9) Prioritas.

10)Kolaborasi. 11)Keberlanjutan. 12)Sederhana.

2.2.5 Sasaran Penerima Bantuan PNPM-P2KP

Sasaran penerima bantuan PNPM-P2KP yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang terdiri atas perorangan ataupun keluarga miskin yang tinggal di wilayah perkotaan. Dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatannya, KSM-KSM ini akan mendapatkan pendampingan dari fasilitator kelurahan yang dianggap memenuhi persyaratan akan dibantu melalui :

1) Bantuan kredit modal kerja bergulir bagi upaya peningkatan pendapatan secara berkelanjutan.

2) Bantuan hibah untuk pembangunan maupun perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan.

3) Bantuan penciptaan kesempatan kerja, termasuk pelatihan untuk mencapai kemampuan pengembangan usaha-usahanya.

Adapun kriteria bagi peserta (calon anggota KSM) yang berhak menerima bantuan PNPM-P2KP yaitu :

1) Memiliki Kartu Identitas Penduduk

Mereka yang berhak untuk dijadikan peserta PNPM-P2KP adalah semua penduduk yang termasuk dalam golongan ekonomi lemah (miskin), yang tinggal di dalam wilayah administratif pemerintah kelurahan/desa perkotaan. Hal ini identik dengan kepemilikan KTP, namun demikian bila terdapat anggota masyarakat yang tidak memiliki KTP tetapi keberadaannya benar-benar dapar diterima oleh warga di lingkungannya, maka atas persetujan musyawarah BKM mereka dapat didaftarkan menjadi peserta PNPM-P2KP.

2) Kepada Rumah Tangga Tidak Memiliki Pekerjaan

Orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan atau yang bekerja tidak tetap, memiliki peluang yang lebih besar dari pada mereka yang mempunyai pekerjaan tetap, meski penghasilannya tak mencukupi.

3) Isteri/pendamping Tidak Bekerja

Keluarga yang isteri/pendampingnya tidak mempunyai pekerjaan tetap, lebih berpeluang dibandingkan keluarga dengan isteri/pendamping yang bekerja tetap.

4) Jumlah Tanggungan Dalam Keluarga Banyak

Jumlah tanggungan dalam keluarga akan memberikan tingkat kesejahteraan yang berbeda pula. Semakin besar tanggungan keluarga semakin besar pula peluang untuk menjadi peserta PNPM-P2KP.

5) Tidak Memiliki Rumah Sendiri

Keluarga yang tidak memiliki rumah sendiri mempunyai peluang yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang memiliki rumah sendiri. 6) Kondisi Rumah

Kondisi tempat tinggal keluarga dilihat dari ukuran fisik suatu keluarga yang tidak mempunyai kesempatan untuk menjadikan kualitas tempat tinggalnya diatas standar umum kehidupan perkotaan merupkan keluarga yang berpeluang untuk mendapatkan bentuan PNPM-P2KP.

2.2.6 Pelaksanaan PNPM-P2KP

Dalam penyelenggaraan PNPM-P2KP senua pihak harus menjunjung tinggi dan berpedoman pada asas-asas : Keadilan, Kejujuran, Kesetaraan kaum laki-laki dan perempuan, Kemitraan, Kesederhanaan. Setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PNPM-P2KP harus pula bertindak dengan mengingat prinsip-prinsip : Demokrasi, Partisipasi, Tranparransi, Akuntabilitas, Desentralisasi.

Komponen-komponen proyek dan sub proyek yang didanai PNPM-P2KP dapat dikelompokkan atas :

1) Komponen Fisik

Komponen fisik ini meliputi pemeliharaan, perbaikan, maupun pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan yang dibutuhkan oleh masyarakat kelurahan setempat. Beberapa jenis komponen fisik prasarana dan sarana yang dapat diusulkan, misalnya :

a) Prasarana dan sarana yang biasanya ditangani dalam proyek KIP, seperti jalan dan lingkungan.

b) Ruang terbuka hijau dan taman.

c) Prasarana dan sarana bagi peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat.

d) Komponen-komponen lain yang disepakati bersama, kecuali pembangunan dan perbaikan rumah ibadah.

2) Komponen Kegiatan Ekonomi Skala Kecil

Kegiatan ekonomi yang dimaksud disini meliputi kegiatan industri rumah tangga atau kegiatan usaha kecil lainnya yang dilakukan perseorangan/keluarga miskin yang menghimpun diri dalam KSM.

3) Komponen pelatihan

Kegiatan pelatihan dapat diadakan sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan warga di kelurahan sasaran. Pelatihan untuk meningkatkan ketermapilan teknis dan managerial ini dimaksudkan untuk mendukung upaya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Termasuk disini adalah magang (kredit mikro dapat diminta untuk membayar sebagian upah), dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mengelola lembaga.

PNPM-P2KP dalam pelaksanaannya dibentuk suatu tim koordinasi pada beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut :

1) Di tingkat pusat dibentuk tim koordinasi PNPM-P2KP yang terdiri atas unsur-unsur Bappenas, Depkeu, Depdagri, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, dan departemen lain yang terkait.

2) Untuk keperluan operasional dan administrasi, tim koordinasi PNPM-P2KP Pusat membawahi sekretariat PNPM-PNPM-P2KP pusat yang terdiri atas unsur-unsur departemen.

3) Pengelolaan proyek dilakukan oleh Projek Manajement Unit (PMU), yang dibentuk di instansi pelaksana, yaitu Departemen Permukiman dan

Pengembangan Wilayah untuk administrasi proyek, untuk membantu koordinasi dan pengelolaan PNPM-P2KP pada tingkat pusat, dipilih lembaga konsultan melalui suatu lelang terbuka, yang disebut sebagai Konsultan Manajement Pusat (KMP).

4) Pada tingkat wilayah, ditempatkan KMP yang masing-masing menangani satu SWK. KMW direkrut melalui suatu lelang pusat terbuka. KMP dan KMW terikat secara kontraktual dengan pemimpin proyek.

5) Pada tingkat kelurahan, dikembangkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang merupakan kelembagaan masyarakat, perwakilan KSM, dan warga kelurahan. BKM selanjutnya membentuk UPK (Unit Pengeloalaan Keuangan ) yang diketuai oleh bendahara BKM. Sangat dianjurkan bahwa ketua UPK adalah seorang perempuan yang dipilih dari Organisasi Kerja Efektif seperti kelompok PKK.

6) Penerima bantuan adalah Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang terdiri atas perorangan dan atau keluarga miskin.

7) Untuk membantu, mendorong, dan mengarahkan kegiatan KSM di keluarahan sasaran, disiapkan sejumlah pendamping yang disebut sebagai fasilitator kelurahan. Fasilitator kelurahan adalah perangkat KMW yang melakukan pendampingan baik kepada KSM muapun pada institusi setempat seperti LKM.

Keputusan, kebijakan, dan tindakan dari pengelolaan program dan pemimpin masyarakat yang selama ini cenderung tidak berorientasi pada

masyarakat miskin di berbagai program kemiskinan menyebabkan terjadinya kondisi yang kurang menyenangkan, misalnya salah sasaran, menumbuhkan ketergantungan masyarakat, dan lain-lain. Sehingga gambaran lembaga masyarakat tersebut perlu diubah yang pada akhirnya mampu memfasilitasi masyarakat untuk mampu mengangani akar persoalan kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Melalui lembaga masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang pada gilirannya dapat tercipta lingkungan perkotaan dengan perumahan yang lebih layak huni dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Tanggung jawab pengelolaan dana PNPM-P2KP dibagi dalam tiga tingkatan yaitu sebagai berikut :

1) Pengelolaan dana di tingkat pusat.

Semua dana bantuan dan pinjaman bank dunia untuk keperluan PNPM-P2KP ditransfer ke rekening bantuan PNPM-PNPM-P2KP di Bank Indonesia. 2) Pengelolaan dana di tingkat kelurahan

Pengelola dana di tingkat kelurahan dilakukan dibawah koordinasi Unit Pengelola Keuangan (UPK) sebagai gugus tugas LKM. Fungsinya adalah mengawasi dan mengadministrasi penyaluran serta penggunaan dana bantuan ke KSM-KSM. Semua proses dilaksanakan secara transparan, sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang dibuat oleh KMW yang disetujui oleh LKM dan KSM yang terkait. Semua informasi mengenai

penyaluran dan penggunaan dana harus tersedia dan dimengerti oleh semua warga di kelurahan penerima bantuan.

3) Pengelola Dana di Tingkat KSM

Pengelola dana di tingkat KSM dilakukan oleh bagian keuangan KSM. Untuk organisasi KSM yang sederhana, pengelolaan dana dapat dilakukan sendiri oleh ketua KSM. Fungsinya adalah membelanjakan dan untuk berbagai kebutuhan sesuai dengan kesepakatan(dalam proposal yang diajukan).

Kegiatan usaha yang didanai bantuan PNPM-P2KP diharapkan mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Ini berarti perlu adanya pertumbuhan akumulasi modal di tingkat KSM, dan adanya perputaran keuangan di kelurahan melalui LKM. Prosesnya harus sesuai dengan ketentuan LKM yang telah desepakati bersama. Perguliran dana bantuan PNPM-P2KP yang dipergunakan untuk membiayai kegiatan usaha harus terus dijalankan agar tidak ada dana yang mengendap. Setiap ada pengembalian pinjaman dari KSM, maka dana itu dapat segera digulirkan pada KSM-KSM berikutnya tampa perlu menunggu sampai semua pinjaman lunas.

Angsuran dana bergulir yang dibayarkan kembali ke BKM harus disimpan dalam rekening khusus atas nama LKM, yang terpisah dari rekening penerimaan bantuan awal. Pemisahan rekening ini dilakukan agar kedua jenis dana tersebut tidak tercampur. Warga dan masyarakat akan diminta untuk ikut memilih KSM yang kinerjanya baik untuk dicalonkan mendapat penghargaan dari instansi pemerintah terkait. Penilaian KSM yang baik dan pemberian penghargaan

dilakukan secara terbuka dan dipublikasikan. Dengan demikian, masyarakat akan tertantang untuk memberdayakan dirinya dan mau melakukan pemantauan, serta menerapkan ketentuan proyek sebagaimana mestinya.

Sebaliknya, dikembangkan pula sistem pemantauan yang melibatkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan pengawasan dan pemberian sanksi sosial kepada KSM yang melanggar ketentuan ( misalnya: tidak menepati jadwal pengembalian kredit). Bentuk sanksi dapat dikembangkan sendiri secara berbeda-beda di setiap daerah, sesuai dengan kesepakatan masyarakat dibawah koordinasi LKM. Bentuk sanksi ini, misalnya adalah tidak diperkenankan lagi untuk meminjam dana bergulir.

Pada dasarnya, seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan LKM bekerja atas dasar prinsip-prinsip kesukarelaan, namun ada imbalan bagi fasilitator kelurahan, kader masyarakat, dan tenaga pembantu kelompok, sebagai berikut :

1) Fasilitator kelurahan dipekerjakan oleh KMW untuk jangka waktu 24 bulan. Ia dibayar Rp 500.000,00 per bulan, di tambah 2 % dari nilai proyek binaanya yang telah disetujui LKM. Pembayaran uang perangsang 2 % ini dilakukan bersamaan dengan penyaluran dana kepada BKM.

2) Kader masyarakat dipekerjakan oleh KMW dan merupakan tenaga sukarela yang dipilih dan dilatih oleh fasilitator kelurahan. Ia dibayar Rp 100.000,00 per bulan untuk jangka waktu enam bulan. Kegiatan utamanya adalah membantu fasilitator kelurahan dalam mengembangkan LKM dan mepersiapkan agar kelembagaan tersebut dapat berfungsi.

3) Tenaga Pembantu Kelompok (TPK) dapat diangkat menjadi anggota KSM jika dianggap perlu, untuk membantu persiapan dan pelaksanaan subproyek maksimal jumlah TPK ini adalah sepertiga jumlah anggota KSM. Pengadaaan TPK diutamakan bagi KSM berukuran besar(anggotanya banyak).

2.2.7 Lembaga Keswadayaan Masyarakat

Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) adalah lembaga yang dirancang untuk membangun kembali kehidupan masyarakat mandiri yang mampu mengatasi kemiskinannya dan mengemban misi untuk menumbuhkan kembali ikatan-ikatan sosial dan menggalang solidaritas sosial sesama warga agar saling bekerja sama demi kebaikan bersama.

LKM beranggotakan warga komunitas yang diakui komitmennya, seperti perwakilan warga RT/RW, perwakilan organisasi sosial dan kemasyarakatan, kelompok perempuan (PKK), tokoh masyarakat, atau tokoh agama. Unsur aparatur daerah, misalnya anggota LKMD, dapat berpartisipasi dalam LKM dalam kapasitas pribadi.

Peran pokok LKM adalah menilai dan memberikan persetujuan, serta mengkoordinasikan rencana-rencana kegiatan KSM, baik yang berupa kelompok-kelompok usaha bersama (Kube), maupun kelompok-kelompok pembangunan prasarana dasar lingkungan. LKM mempunyai tanggung jawab untuk merealisasikan pengelolaan dana bergulir di masyarakat wilayah penerima bantuan dalam melaksanakan tugas sehari-hari, LKM didampingi dan dibantu oleh KMW dan

fasilitator kelurahan yang bertugas di lapangan. LKM bertanggung jawab atas hal-hal sebagai berikut :

1) Melakukan koordinasi dan pemantauan kegiatan dan organisasi kerja KSM dalam pembangunan prasarana dan sarana dasar lingkungan dan kegiatan pengembangan usaha.

2) Menyusun dan menetapkan kegiatan-kegiatan KSM yang diprioritaskan pendanaannya, dan mengajukan kepada PJOK sebagai lampiran SPPB yang ditandatangani bersama oleh LKM dan PJOK.

3) Mengkaji dan menyetujui permintaan pencairan dana bantuan (pembangunan prasarana dan sarana dasar atau pengembangan usaha), sesuai dengan tahapan-tahapan pengerjaannya di lapangan (atas rekomendasi KMW).

4) Mengelola dana Mandiri Perkotaan melalui UPK sebagai unsur pelaksana pengelolaan LKM.

5) Menjamin keterbukaan dalam penggunaan dana serta meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. 6) Menyadarkan dan meyakinkan kaum perempuan dan generasi muda akan

hak yang sama untuk berperan serta.

7) Menyediakan papan informasi di tempat yang mudah dijangkau dan mengumumkan daftar usulan KSM, laporan kemajuan fisik dan keuangan KSM dan laporan keuangan LKM.

8) Menyediakan kotak saran dan keluhan yang menyangkut pelaksanaan Mandiri Perkotaan kemudian menindaklanjuti setiap saran dan keluhan yang dimasukkan ke dalam kotak saran tersebut.

9) Memberikan penghargaan terhadap usulan proyek yang baik sesuai dengan kriteria yang disepakati bersama KSM-KSM sebelum suatu kegiatan dilaksanakan.

Pada dasarnya, seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan LKM bekerja atas dasar prinsip-prinsip kesukarelaan. Meskipun demikian beberapa orang yang megurus kegiatan-kegiatan penting tertentu yang membutuhkan waktu perhatian, seperti ketua LKM, bendahara, penagih, dan kader masyarakat, dapat diberikan imbalan dengan catatan tugasnya telah dikerjakan dengan baik.

2.2.8 Kelompok Swadaya Masyarakat

Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) merupakan target penerima bantuan PNPM-P2KP yang sesungguhnya. KSM penerima bantuan PNPM-P2KP harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :

1) Beranggotakan minimal tiga orang (dari rumah tangga yang berbeda). 2) Anggota berasal dari keluarga berpenghasilan rendah berdasarkan

kesepakatan antara Lurah. Kepala Desa, tokoh masyarakat, pengurus RT/RW, dan warga masyarakat lainnya.

3) Jumlah anggota yang tidak berasal dari keluarga miskin (namun diajak bergabung karena memiliki keterampilan tertentu yang dibutuhkan),

Dokumen terkait