• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN INDEK DOW JONES

5.2.3. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil pengolahan data maka hasil uji model (goodness of fit) dengan menggunakan interval waktu 54 bulanan dapat dilihat pada Tabel 5.9 berikut:

Tabel 5.9. Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .801a .642 .621 330.86683 .642 29.899 3 50 .000 .250

a. Predictors: (Constant), DowJones_X3, Inflasi_X1, Nilai Tukar_X2 b. Dependent Variable: IHSG_Y

Hasil perhitungan analisis regresi ganda dengan menggunakan program SPSS ver 16 (lampiran hasil regresi) dapat dilihat seperti data berikut:

Dari Tabel 5.9 tersebut dapat diketahui bahwa nilai R2 (koefisien determinasi) untuk periode pengamatan 54 bulan adalah sebesar 64,2%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh variabel inflasi, nilai tukar dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan Indek Harga Saham Gabungan yang dapat diterangkan oleh model persamaan ini adalah sebesar 64,2% sedangkan sisanya sebesar 35,80% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

5.2.3.1. Uji statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependennya. Hasil perhitungan uji F untuk interval waktu 54 bulan dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut:

Tabel 5.10. Hasil Perhitungan Uji F Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 9819346.901 3 3273115.634 29.899 .000a Residual 5473642.904 50 109472.858 Total 1.529E7 53

a. Predictors: (Constant), DowJones_X3, Inflasi_X1,Nilai Tukar_X2 b. Dependent Variable: IHSG_Y

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa nilai F hitung adalah sebesar 29,899 dengan tingkat signifikansi 0,000, yang berarti nilai signifikan F lebih kecil dari á=5% (0,05). Hal ini memberikan arti bahwa Dari hasil uji simultan (serempak) yang diperoleh nilai F-Statistik sebesar 29,899 yang berarti secara bersama-sama (inflasi, Nilai Tukar dan indeks Dow Jones) dapat mempengaruhi IHSG dengan tingkat keyakinan 95 persen. Dari pengujian di atas menunjukkan bahwa variabel tersebut secara bersama-sama dapat mempengaruhi pergerakan Indek Harga Saham Gabungan dengan tingkat keyakinan 95 persen.

5.2.3.2. Uji statistik t

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan apakah secara parsial variabel-variabel independen yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Hasil perhitungan uji t untuk interval waktu 54 bulan untuk setiap variabel independen dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut:

Tabel 5.11. Hasil Perhitungan Uji t Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

4874.404 1229.165 3.966 .000

-86.211 10.555 -.692 -8.168 .000 .997 1.003

-.245 .089 -.361 -2.749 .008 .415 2.409

.019 .040 .060 .458 .649 .415 2.412

a. Dependent Variable: IHSG_Y

Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara partial dilakukan dengan membandingkan nilai t- hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikansi (sig) pada hasil estimasi.

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai t-hitung variabel probabilitas pada inflasi sebesar 0,000 < 0.05 sehingga inflasi berpengaruh signifikan terhadap IHSG, nilai tukar sebesar 0,008 < 0.05 sehingga nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap IHSG.

Kemudian untuk Indeks Dow Jones probabilitas sebesar 0,649 > 0.05 sehingga Indeks Dow Jones berpengaruh tidak signifikan terhadap IHSG. Berdasarkan hasil uji kesesuaian data diketahui bahwa variabel inflasi dan nilai tukar memiliki pengaruh yang nyata terhadap IHSG sedangkan untuk variabel Indeks Dow Jones berpengaruh secara tidak nyata terhadap IHSG.

Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa:

1. Koefisien regresi untuk inflasi sebesar -86,211 mengandung arti bahwa penurunan terhadap 1 persen nilai inflasi maka IHSG juga akan mengalami peningkatan sebesar 86,211 point dan begitu juga sebaliknya.

Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai negatif yang mengandung arti bahwa setiap penurunan inflasi maka IHSG akan meningkat, sedangkan apabila setiap ada kenaikan inflasi maka IHSG akan mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai t hitung lebih besar dari ttabel (8,168 > 2,005) dan signifikansi sebesar 0,000 sehingaa terbukti bahwa inflasi memiliki pengaruh yang nyata terhadap IHSG.

Hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian Handayani (2007) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Naiknya inflasi disebabkan adanya kenaikkan jumlah uang beredar, turunnya suku bunga dan permintaan masyarakat akan barang juga meningkat. Inflasi yang paling tinggi terjadi pada tahun 2006 hingga mencapai level di atas 18 persen pertahun. Tingginya inflasi tersebut disebabkan adanya peningkatan dari permintaan masyarakat akan barang sehingga nilai uang akan menurun, di mana pergerakan harga-harga yang secara terus-menerus mendorong terjadinya inflasi. Turunnya inflasi juga terjadi akibat membaiknya kondisi ekonomi khususnya awal tahun 2010, di mana tidak terjadi penyebab naiknya inflasi seperti pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terpenuhi dan daya beli yang tidak signifikan

mengalami peningkatan, oleh sebab itu rendahnya inflasi dapat dikatakan sebagai efek membaiknya kondisi ekonomi baik dalam permintaan maupun penawaran barang yang relatif seimbang.

2. Koefisien regresi untuk nilai tukar sebesar -0,245 mengandung arti bahwa penurunan terhadap 1 Rp/US$ nilai nilai tukar maka IHSG akan meningkat sebesar 0,245 basis point.

Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai negatif yang mengandung arti bahwa setiap penurunan nilai tukar maka IHSG akan meningkat, sedangkan apabila nilai tukar mengalami peningkatan maka IHSG akan mengalami penurunan. Adanya pengaruh antara nilai tukar dan Indeks Harga Saham Gabungan sesuai dengan penelitian sebelumnya yang berasal dari Octavia (2007) yang menyatakan secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara nilai tukar Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai t hitung lebih besar dari ttabel (2,749 > 2,005) dan signifikansi sebesar 0,008. Jadi terbukti bahwa nilai tukar memiliki pengaruh yang nyata terhadap IHSG. Meskipun hasil tersebut bertolak belakang dengan Gupta (2000) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara nilai tukar dan harga saham. Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sitinjak dan Kurniasari (2003) dan yang menyimpulkan bahwa nilai tukar berpengaruh signifikan negatif terhadap pasar saham. Persamaan ataupun perbedaan hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena Gupta (2000)

menggunakan data sebelum terjadinya krisis moneter di Indonesia (1993-1997), sedangkan Sitinjak dan Kurniasari (2003) serta penelitian ini menggunakan data setelah krisis moneter/sedang dalam masa pemulihan krisis moneter (1999-Sekarang). Sehingga antara pasar uang dan pasar modal di Indonesia saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Setelah diuji secara parsial, Nilai Tukar Rupiah/US$ mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap IHSG karena nilai thitung > ttabel (2,749 > 2,005) dan nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,008. Penelitian Sudjono (2002), memiliki pendapat yang senada bahwa variabel ekonomi makro yang direfleksikan dengan nilai rupiah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap indeks harga saham. Hal ini dapat dijelaskan bahwa terjadinya apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Kemudian bila terjadi penurunan nilai tukar yang berlebihan, akan berdampak pula pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan

faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok. Begitu pula sebaliknya, jika nilai rupiah meningkat maka besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa menurunkan biaya produksi, serta meningkatkan laba perusahaan.

3. Koefisien regresi untuk Indeks Dow Jones sebesar 0,019 mengandung arti bahwa peningkatan terhadap 1 point nilai Dow Jones maka IHSG akan meningkat sebesar 0,019 point.

Berdasarkan hasil koefisien regresi diketahui nilai positif yang mengandung arti bahwa setiap peningkatan Dow Jones maka IHSG juga akan meningkat, sedangkan apabila setiap ada penurunan Dow Jones maka IHSG juga mengalami penurunan. Dari hasil koefisien regresi di atas dapat kita lihat bahwa Indeks Dow Jones berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pengerakan IHSG, hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai t hitung lebih kecil dari ttabel (0,458 > 2,005) dan signifikansi sebesar 0,649. Jadi terbukti bahwa Indek Dow Jones memiliki pengaruh yang tidak nyata terhadap IHSG. Indek Dow Jones berpengaruh tidak nyata terhadap IHSG hal ini dipengaruhi oleh hubungan dagang international antara Negara Amerika dengan Indonesia yang sangat kecil dibandingkan dengan Negara China.

Peningkatan Indeks Dow Jones pada tahun 2007 disebabkan kondisi ekonomi Amerika dan dunia yang membaik sedangkan penurunan Indeks Dow Jones

terjadi karena kondisi krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan di dunia. Krisis subprime mortgage mendorong turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan Amerika Serikat sehingga saham-saham hampir semuanya mengalami penurunan.

4. Dari hasil model di atas terdapat nilai kostanta sebesar 4874,40 point artinya apabila variabel Inflasi ( X1), Nilai Tukar ( X2) dan Indeks Dow Jones ( X3) bernilai nol, maka nilai pengerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 4874, 40 point.

BAB VI

Dokumen terkait