• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

1.3.2 Uji Hipotesis

4.1.2.5 Pengujian Hipotesis Secara Parsial

Untuk meyakinkan hasil yang diperoleh dari multivariate secara serentak, maka dilakukan pengujian multivariate secara terpisah dengan mengeluarkan satu atau lebih variabel independen dari pengujian sebelumnya. Untuk pengujian multivariate secara terpisah yang pertama, variabel yang pertama kali dikeluarkan adalah variabel yang memiliki nilai

p paling besar diantara variabel yang lain.

Untuk pengujian multivariate secara terpisah tahap I, variabel independen yang pertama kali dikeluarkan adalah variabel Total Debt To Total Capital Asset atau DAR. Sehingga hasil pengujian multivariate tahap I dapat dilihat pada tabel 4.14 sebagai berikut :

Tabel 4.11

Pengujian Multivariate Tahap I

Variabel p-value Keterangan Ho

ROA PER 0,136 0,377 P > 0,05 P > 0,05 Tidak ditolak Tidak ditolak Sumber : Lampiran 10

Berdasarkan Tabel 4.14 di atas, dapat dilihat bahwa apabila variabel Total Debt To Total Capital Asset atau DAR dikeluarkan dari pengujian, nilai p untuk profitabilitas yang ditunjukkan dalam Return On Asset atau ROA dan Price Earning Ratio atau PER masih lebih besar dari 0,05 yang berarti H1 dan H3 ditolak. Hal ini juga membuktikan bahwa dua variabel tidak berpengaruh pada praktik perataan laba.

Tahap kedua dari pengujian multivariate ini adalah dengan mengeluarkan variabel independen yang memiliki nilai p di bawah nilai p

yang telah dikeluarkan sebelumnya, dalam hal ini adalah variabel Price Earning Ratio yang memiliki nilai sebesar 0,377 lebih kecil dari nilai

Total Debt To Total Capital Asset. Dengan tingkat signifikansi (á) sebesar 0,05, maka hasil yang diperoleh dari pengujian multivariate secara terpisah tahap II dapat dilihat pada Tabel 4.12 sebagai berikut :

Tabel 4.12

Pengujian Multivariate Terpisah Tahap II

Variabel p-value Keterangan Ho

ROA 0,140 P > 0,05 Tidak ditolak

Seperti yang terlihat dalam Tabel 4.12 di atas nampak bahwa setelah variabel Price Earning Ratio dikeluarkan dari pengujian ini, nilai p

untuk Return On Asset masih sama yaitu lebih besar daripada 0,05 yang berarti H1 ditolak, hal ini menunjukkan Return On Asset tetap tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di atas ditemukan bukti empiris bahwa terdapat kecenderungan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta melakukan tindakan perataan laba (income smoothing). Hal ini terbukti dari hasil penelitian, dimana dari 130 perusahaan yang diteliti terdapat 60 perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba (income smoothing).

Terdapat faktor-faktor yang diprediksi akan memicu perusahaan melakukan perataan laba, dimana dalam penelitian ini, diteliti 3 variabel atau faktor yang diharapkan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, yaitu

profitabilitas yang ditunjukkan dalam Return On Asset, Total Debt To Total Capital Asset, Price Earning Ratio. Dari analisis terhadap ketiga variabel pada pengujian multivariate secara serentak, ternyata tidak ada variabel yang mempengaruhi tindakan perataan laba. Sama halnya dengan pengujian

multivariate secara terpisah yang ketiga variabel tidak ada yang mempengaruhi tindakan perataan laba.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel profitabilitas yang ditunjukkan dalam ROA tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Zuhroh (1997), Jin dan Machfoedz (1998), Salno dan Baridwan (2000), serta Juniarti dan Corolina (2005). Sebagian besar penelitian yang dilakukan di Indonesia tentang faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba tidak berhasil membuktikan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap praktik

perataan laba. Profitabilitas tidak berpengaruh diduga karena bentuk pasar modal Indonesia belum efisien dalam bentuk setengah kuat, sesuai hasil temuan Affandi dan Utama dalam Istianah (2006). Pada bentuk setengah kuat harga-harga saham saat ini tidak hanya mencerminkan harga-harga saham masa lalu tapi juga semua informasi yang dipublikasikan tersebut diantaranya adalah laba perusahaan, deviden, pemecahan saham, perubahan-perubahan akuntansi, merger dan akuisisi, perubahan manajer, dan sebagainya. Affandi dan Utama dalam Istianah (2006). Ternyata hasil penelitian Affandi dan Utama menunjukkan pasar modal di Indonesia belum mencapai setengah kuat. Hal tersebut ditunjukkan dengan lambatnya reaksi harga saham terhadap pengumuman laba (informasi baru). Lemahnya reaksi harga saham terhadap pengumuman laba karena pasar menganggap bahwa informasi yang diberikan oleh laporan keuangan kurang berguna, sehingga pasar mengabaikan tanggal pengumuman laba. Hal ini didukung penelitian Noor (2004 : 77) dalam Juniarti dan Corolina (2005) bahwa tidak terpengaruhnya

Return On Asset diduga karena investor cenderung mengabaikan informasi

profitabilitas yang ada secara maksimal sehingga manajemen tidak termotivasi melakukan perataan laba melalui variabel tesebut. Dengan adanya bukti keadaan tersebut di atas para pelaku pasara modal di Indonesia belum mempergunakan informasi yang dipublikasikan dalam bentuk laporan keuangan secara maksimal dalam pengambilan keputusan investasi saham. Sehingga profitabilitas belum dianggap sebagai salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh pemakai laporan keuangan. Profitabilitas tidak mempengaruhi keputusan investor dalam membeli atau menjual saham suatu perusahaan. Para pemodal di Indonesia merupakan pemodal yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk “ bermain” di bursa efek. Amsori dalam Zuhroh dalam Istianah (2006).

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel Total Debt to Total Capital Asset tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, mendukung hasil penelitian Pratamasari (2006) yang juga tidak menemukan

bahwa Total Debt to Total Capital Asset mempengaruhi praktik perataan laba. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa Total Debt to Total Capital Asset berpengaruh terhadap praktik perataan laba (Narsa dkk : 2003). Penelitian ini dilakukan pada saat kondisi perekonomian Indonesia relatif berangsur-angsur lebih stabil sehingga Total Debt to Total Capital Asset tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hal ini berbeda dengan periode penelitian Narsa, dkk (2003) yang dilakukan pada waktu Indonesia sedang mengalami krisis moneter. Pada waktu krisis moneter, perusahaan-perusahaan di Indonesia sedang mengalami keterpurukan karena jumlah utang luar negeri meningkat tajam seiring dengan melemahnya nilai rupiah dibandingkan dengan nilai mata uang asing sehingga Total Debt to Total Capital Asset berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Tidak berpengaruhnya Total Debt to Total Capital Asset

terhadap praktik perataan laba dalam penelitian ini, diduga disebabkan oleh pertimbangan manajemen bahwa utang atau pinjaman dari kreditur bukanlah satu-satunya sumber utama kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan mungkin dapat memenuhi kebutuhan dana dari sumber lain, seperti penggunaan laba ditahan dan penerbitan saham untuk ekuitas, alternatif ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan ekspansi perusahaan mendapat dana yang relatif murah dengan biaya modal yang lebih murah dan biaya modal dapat ditekan. Keadaan ini akan memberikan efek positif bagi penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan teknologi dan sumber daya alam yang ada. Selain itu emiten memperoleh manfaat dari penerbitan saham yaitu perusahaan akan mendapat suntikan dana segar yang cukup besar, jangka waktu penggunaan dana tidak terbatas, ketergantungan terhadap bank semakin kecil, emisi saham cocok untuk membiayai perusahaan yang beresiko tinggi serta profesionalisme dalam manajemen meningkat. Dengan demikian, diharapkan kemungkinan besar kreditur akan menambah dana yang akan dipinjamkan karena resiko kerugian akan ditanggung bersama oleh investor. Hal ini berarti pihak-pihak seperti kreditur tidak terlalu memperhatikan Total Debt to Total Capital Asset sehingga manajemen

menganggap bahwa tinggi atau rendahnya Total Debt to Total Capital Asset

merupakan suatu hal yang tidak mempengaruhi prefensi kreditur dalam menanamkan dananya di perusahaan.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel Price Earning Ratio tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba, ini mendukung hasil penelitian Assih (1998), Salno dan Baridwan (2000) bahwa nilai pasar saham tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Dari segi investor,

Price Earning Ratio yang terlalu tinggi barangkali tidak menarik karena harga saham barangkali tidak akan naik lagi yang berarti kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil (Mamduh dan Abdul, 2000 : 5).

Capital gain merupakan selisih laba atau rugi yang akan dialami oleh pemegang saham pada saat setelah publikasi. Dalam menanamkan modalnya dalam bentuk saham, seorang investor menerima keuntungan lain yang diharapkan diluar perusahaan yaitu capital gain.Capital gain merupakan laba yang didapat dari spekulasi penjualan dan pembelian saham. Price Earning Ratio tidak mempengaruhi tindakan perataan laba karena sifat pemodal di Indonesia cenderung ke capital gain, karena keuntungan tersebut tidak tergantung pada performance perusahaan atau emiten, sehingga Price Earning Ratio yang mencerminkan performance tinggi atau rendahnya pertumbuhan laba perusahaan cenderung diabaikan. Hal tersebut didukung oleh Lukman Hakim dalam Istianah (2006) yang menyatakan bahwa jumlah pemodal jangka pendek lebih banyak dibandingkan dengan pemodal lain yaitu sebesar 80% dari pemodal Indonesia, sehingga perusahaan yang mempunyai Price Earning Ratio yang tinggi tidak tertarik melakukan praktik perataan laba.

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Return On Asset, Total Debt to Total Capital Asset, Price Earning Ratio berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Setelah dilakukan analisis data dan interpretasi hasil penelitian, diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut :

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas yang ditunjukkan dalam Return On Asset tidak berpengaruh, sebagian besar penelitian yang dilakukan di Indonesia tentang faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba tidak berhasil membuktikan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap praktik perataan laba yaitu penelitian Zuhroh (1997), Jin dan Machfoedz (1998), serta Salno dan Baridwan (2000). Profitabilitas

tidak berpengaruh diduga karena bentuk pasar modal Indonesia belum efisien dalam bentuk setengah kuat, sesuai hasil temuan Affandi dan Utama dalam Istianah (2006). Hal ini berarti H1 yang menyatakan

profitabilitas berpengaruh terhadap tindakan perata laba, ditolak.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Total Debt to Total Capital Asset tidak berpengaruh terhadap tindakan perata laba mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratamasari (2006) yang juga tidak menemukan bukti bahwa Total Debt to Total Capital Asset mempengaruhi. Tidak berpengaruhnya Total Debt to Total Capital Asset terhadap praktik perataan laba, diduga disebabkan oleh pertimbangan manajemen bahwa utang atau pinjaman dari kreditur bukanlah satu-satunya sumber utama kegiatan operasional perusahaan.

Hal ini berarti H2 yang menyatakan Total Debt to Total Capital Asset

berpengaruh terhadap tindakan perata laba, ditolak.

3. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel Price Earning Ratio tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Assih (1998), Salno dan Baridwan (2000) yang juga tidak menemukan bahwa nilai pasar saham yang dalam hal ini Price Earning Ratio, tidak menemukan bukti bahwa Price Earning Ratio tidak mempengaruhi tindakan perata laba karena sifat pemodal di Indonesia lebih cenderung ke capital gain

karena keuntungan tersebut tidak tergantung pada performance

perusahaan atau emiten. Hal ini berarti H3 yang menyatakan Price Earning Ratio berpengaruh terhadap tindakan perata laba, ditolak.

4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan tidak ada pengaruh antara Return On Asset, Total Debt to Total Capital Asset, Price Earning Ratio terhadap praktik perata laba. H4 ditolak.

5.2 Saran

Saran yang diberikan oleh peneliti untuk penelitian yang akan datang adalah :

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melihat metode akuntansi yang digunakan oleh perusahaan, karena penggunaan metode akuntansi tersebut sangat mempengaruhi jumlah laba bersih yang digunakan sebagai acuan pengklasifikasian perusahaan melakukan perataan laba atau tidak.

2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode pengklasifkasian sampel yang berbeda (misalnya model Michelson) dan kemudian dibandingkan dengan indeck eckel yang banyak dipakai dalam penelitian terdahulu.

3. Dalam melakukan perencanaan investasi, investor sebaiknya tidak hanya memusatkan perhatian pada laba perusahaan saja, tetapi juga dicermati bagaimana kondisi keuangan tersebut dan efisiensi opersionalnya secara historis dan memperhitungkan rasio-rasio keuangan.

4. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melihat seberapa besar respon pasar terhadap laporan keuangan mempunyai kandungan informasi yang cukup dalam mengambil keputusan investor.Dalam kenyataannya belum ada dukungan dari bukti-bukti yang cukup dari berbagai penelitian.

Dokumen terkait