• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TINDAKAN PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA(BEJ) - UNISNU Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TINDAKAN PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA(BEJ) - UNISNU Repository"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktifitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. (Munawir, 2002).

Laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi keuangan dan hasil-hasil usaha perusahaan pada saat tertentu secara wajar (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:27).

Berdasarkan Statement Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 1 dalam Ghozali dan Chariri (2005:89) mengatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna untuk investor dan calon investor, kreditur dan pengguna lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit dan keputusan lain yang sejenis dan rasional. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang memiliki wawasan bisnis dan ekonomi, supaya informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, maka penyajian laporan keuangan dalam laporan tahunan harus disertai pengungkapan yang penuh (full disclosure), artinya bahwa pengungkapan yang disajikan memberikan informasi secara lengkap dan terbuka, sehingga tidak menyesatkan orang yang membacanya.

Salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan untuk pengambilan keputusan adalah informasi atas laba. Informasi laba secara umum menjadi perhatian utama dalam penaksiran kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai

(2)

kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir resiko investasi atau meminjamkan dana (Kirschenheiter dan Melumad, 2002) dalam (Juniarti dan Corolina, 2005:148). Pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen, sehingga manajemen cenderung melakukan disfunctional behaviour (perilaku tidak semestinya), yaitu dengan melakukan perataan laba untuk mengatasi berbagai konflik yang timbul antara manajemen dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Sugiarto, 2003). Disfunctional behaviour tersebut dipengaruhi oleh adanya asimetri informasi (information asymetry) dalam konsep teori keagenan.

Hubungan keagenan muncul ketika seorang individu atau lebih yang disebut pemilik (principal) memperkerjakan individu yang lain atau organisasi (agent) untuk melaksanakan pekerjaan dan kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan oleh agen tersebut (Brigham and Houston, 2001:2). Konflik keagenan akan muncul apabila masing-masing pihak mempunyai perbedaan kepentingan dan ingin memperjuangkan kepentingan masing-masing. Dalam hubungan keagenan, manajer mempunyai asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan, seperti kreditur dan investor.

(3)

ini menyatakan bahwa manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmurannya (Salno dan Baridwan, 2000) Tindakan perataan penghasilan bersih atau laba merupakan tindakan umum atau rasional bagi para manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan metode akuntansi tertentu (Jatiningrum, 2000). Praktik perataan laba merupakan usaha manajemen untuk menekan variasi dalam laba (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:30). Tindakan perataan laba berhubungan dengan bonus compensation plan yang dikaitkan dengan kinerja manajemen yang dinilai melalui laporan laba rugi. Perataan laba juga ditujukan untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal bahwa perusahaan memiliki risiko yang rendah (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:30). Bagi manajemen, seringkali tidak penting untuk melaporkan laba maksimal, bahkan manajemen lebih cenderung melaporkan laba yang dianggap normal bagi perusahaan untuk beberapa periode (Samlawi dan Sudibyo, 2000) Tindakan perataan laba ini menyebabkan pengungkapan informasi mengenai penghasilan bersih atau laba menjadi menyesatkan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, khususnya pihak eksternal (Jatiningrum, 2000). Perataan laba menjadi suatu hal yang merugikan investor, karena investor tidak akan memperoleh informasi yang akurat mengenai laba untuk mengevaluasi tingkat pengembalian dari portofolionya. Tindakan perataan laba mengakibatkan pengungkapan dalam laporan keuangan menjadi tidak memadai (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:28). Fenomena ini merupakan dampak negatif asimetri informasi dalam konsep teori keagenan.

(4)

faktor-faktor laba. Faktor-faktor konsekuensi dari pilihan akuntansi merupakan kondisi yang dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi, sehingga perubahan akuntansi yang mempengaruhi angka-angka akuntansi akan mempengaruhi kondisi itu. Sedangkan faktor-faktor laba adalah pengaruh dari angka-angka laba periodik yang dengan sendirinya juga mendorong perilaku perataan laba. Perataan laba tidak akan terjadi jika laba yang diharapkan tidak terlalu berbeda dengan laba yang sesungguhnya (Prasetio, dkk. 2002)

Berangkat dari fenomena di atas maka penelitian ini akan membuktikan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan perataan laba yang belum sepenuhnya menunjukkan hasil yang konsisten antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lainnya. Dalam penelitian ini hanya akan mengambil tiga faktor saja yaitu Profitabilitas, Total Debt to Total Asset (DAR), dan Price Earning Ratio (PER).

Profitabilitas, menggambarkan tingkat kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba. Perhatian investor yang besar pada tingkat profitabilitas perusahaan dapat mendorong manajer untuk melakukan perataan laba. Profitabilitas dapat digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan dan dapat mempengaruhi para investor maupun kreditur untuk keputusan investasi dan pemberian kredit. Perusahaan dengan profitabilitas rendah akan cenderung melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi. Perataan laba dilakukan agar perusahaan terlihat bagus. Laba yang rata diharapkan dapat menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kinerja yang baik walaupun profitabilitasnya rendah (Purwanto, 2004:161).

(5)

menggunakan hutang cenderung untuk melakukan perataan laba untuk menjaga kredibilitas terhadap perusahaannya.

Price Earning Ratio (PER) menggambarkan besarnya perbandingan antara harga pasar saham per lembar dengan laba per saham (Elyzabeth, 2003:5), selain itu PER merupakan salah satu rasio pasar yang digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa mendatang. PER menunjukkan hubungan antara harga pasar saham biasa dengan EPS (Resmi, 2002 : 281-282). Murtanto (2004:7) mengemukakan bahwa pengukuran tindakan perataan laba kemungkinan dilakukan melalui EPS (laba per lembar saham). Perusahaan percaya harga saham di pasar saham yang terukur dalam PER akan meningkat apabila laba bersih per lembar saham (EPS) mereka meningkat secara konstan tiap tahunnya, akibatnya mereka akan memilih prosedur akuntansi yang menghasilkan laba tertentu untuk memenuhi target yang dikehendaki, yang salah satunya adalah metode perataan laba.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan mengangkat judul “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEJ “

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah profitabilitas yang ditunjukkan dalam ROA, DAR dan PER secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara Parsial?

(6)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka peneliti memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis apakah Profitabilitas yang diproksikan dalam Return On Assets, Total Debt to Total Assets Ratio dan Price Earning Ratio secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara parsial pada industri yang go public di BEJ periode tahun2007 dan 2008.

2. Untuk menganalisis apakah Profitabilitas yang diproksikan dalam Return On Assets, Total Debt to Total Assets Ratio dan Price Earning Ratio secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara simultan pada industri yang go public di BEJ periode tahun2007 dan 2008.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan kajian ilmu pengetahuan khususnya mengenai penerapan praktik perataan laba.

b. Memberikan stimulasi kepada peneliti lebih lanjut dalam melakukan penelitian lanjutan dengan topik dan pembahasan yang berkaitan dengan penelitian ini.

(7)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Investor dan masyarakat

Dapat memberikan gambaran mengenai praktik perataan laba pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEJ. Sehingga investor maupun masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang tepat.

b. Dunia penelitian dan akademisi.

Dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik mengenai praktik perataan laba pada masa yang akan datang.

c. Peneliti.

Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, khususnya perusahaan yang termasuk dalam sektor manufaktur.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui secara jelas mengenai isi dari Skripsi ini,maka sistematika penulisan disusun sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi Latar belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(8)

Praktik Akuntansi Kreatif(Creative Accounting Practises), Manajemen Laba (Earning Manajement), Peratan laba(IncomeSmoothing), Hubungan antara Profitabilitas,Total Debt to Total Assets Ratio, dan Price Earning Ratio, Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Berisi mengenai Populasi dan Sampel, Variabel Penelitian, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis Data

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

Berisi mengenai gambaran umum perusahaan, analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tindakan perataan laba (income smoothing).

BAB V PENUTUP

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Konsep Agency Theory adalah kontrak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas yang diinginkan principal).

Positive Accounting Theory (PAT) dalam Ghozali dan Chariri (2005:46) secara implisit mengatakan ada tiga bentuk hubungan keagenan yaitu :

a. Antara pemilik perusahaan dengan manajemen. b. Kreditur dengan manajemen

c. Pemerintah dengan manajemen.

Michelson et al. (2000), mendefinisikan keagenan sebagai suatu hubungan yang berdasarkan pada persetujuan antara dua pihak, dimana satu pihak (agent) setuju untuk bertindak atas nama pihak lain (principal) mempekerjakan individu yang lain atau organisasi (agent) untuk melaksanakan pekerjaan dan kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Dalam teori agency terdapat dua macam kontrak. Kontrak tersebut bisa dalam bentuk kontrak kerja maupun kontrak pinjaman. Dalam kontrak kerja pemilik perusahaan merupakan principal dan manajer puncak adalah seorang agent, sedangkan dalam kontrak pinjaman, pemberi pinjaman merupakan merupakan principal dan manajer perusahaan adalah agent (Surifah, 2001) Pada perusahaan, pemilik perusahaan bertindak sebagai principal dan manajer bertindak sebagai agent. Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu baik itu pemilik perusahaan maupun manajer, termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan. Anggapan yang melekat pada teori keagenan adalah bahwa antara agent dengan principal terdapat konflik kepentingan. Konflik

(10)

kepentingan bisa terjadi antara seorang manajer yang ingin memaksimumkan kekayaannya/dan tidak memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Sehingga untuk mengatasi masalah perbedaan kepentingan antara agent dan principal maka manajer melakukan upaya perataan laba melalui pemilihan prosedur akuntansi (Pratamasari, 2006:14).

Masalah keagenan (agency problem) muncul karena adanya perilaku opportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk mendapatkan bonus dari principal (Halim, dkk. 2005:119). Sehingga mengakibatkan asimetri informasi pada kedua belah pihak.

Menurut Suranta dan Merdistuti (2004), permasalahan yang terjadi akibat adanya saling kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajer dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Informasi mengenai laba yang merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen.

2. Adanya fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan dimana manajemen tidak merasakan adanya kesalahan secara langsung dalam pembuatan keputusan bisnis karena resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemegang saham.

2.2. Asimetri Informasi (Information Asymmetry)

(11)

sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya (Salno dan Baridwan, 2000).

Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana manajer memiiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan (Halim, dkk. 2005:120). Agency theory mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Penelitian Richardson (2000) menunjukkan adanya hubungan antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Ketika asimetri informasi tinggi, stake holder tidak memiliki sumber daya yang cukup memadai atau akses atas informasi yang relevan untuk memonitor tindakan manajer, dimana hal ini memberikan kesempatan atas praktek manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer.

Terdapat dua tipe utama asimetri informasi, yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection berhubungan dengan keterbukaan informasi yang tersebar kepada pihak lain. Moral hazard berkenaan dengan perilaku pengambilan keuntungan oleh manajemen (Scott, 2003 : 7-8) Secara lebih lanjut, Irfan (2002) menjelaskan bahwa adverse selection terjadi ketika para manajer serta orang-orang dalam perusahaan mengenal lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor sebagai pihak luar. Informasi mengenai fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan pemegang saham tersebut tidak disampaikan kepada pemegang saham. Sedangkan moral hazard terjadi ketika kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham yang merupakan pemberi pinjaman.

(12)

istilah lain, ketidakseimbangan informasi antara agent dari satu dengan principal pada sisi lainnya (Irfan, 2002). Konsep Asimetri Informasi terkait erat dengan signalling theory, Positive Accounting Theory (PAT), agency theory.

(13)

2.3. Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan salah satu sarana pertanggungjawaban pihak manajemen kepada pihak intern maupun ekstern yang berkepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan melaporkan prestasi historis suatu perusahaan dilengkapi dengan analisis bisnis dan ekonomi, sehingga seringkali dijadikan dasar untuk membuat proyeksi dan ramalan masa depan.

Sebagai hasil akhir dari suatu proses akuntansi, laporan keuangan dirancang untuk menyediakan kebutuhan informasi keuangan bagi investor, kreditor, dan pemakai eksternal lainnya untuk pengambilan keputusan.

Tujuan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002 : 12).

Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut (Hanafi dan Halim, 2002 : 31).

1. Tujuan umum

Memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditur dan pemakai lainnya, sekarang atau masa yang akan datang (potensial) untuk membuat keputusan investasi, pemberian kredit dan keputusan lainnya yang serupa dan rasional.

2. Tujuan eksternal (pemakai)

Memberikan informasi yang bermanfaat untuk investor, kreditur dan pemakai lainnya saat ini atau masa yang akan datang (potensial), untuk memperkirakan jumlah, waktu (timing), dan ketidakpastian dari penerimaaan kas dari deviden atau bunga, dan dari penjualan, pelunasan surat-surat berharga atau pinjaman.

(14)

Memberi informasi untuk menolong investor, kreditur dan pemakai lainnya untuk memperkirakan jumlah, waktu (timing), dan ketidakpastian aliran kas masuk bersih keperusahaan (lembaga).

4. Tujuan spesifik

a. Memberi informasi sumber daya ekonomi kewajiban, dan modal saham.

b. Memberi informasi pendapatan yang komprehensif. c. Memberi informasi aliran kas.

Laporan keuangan yang biasanya diberikan kepada pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi berupa informasi yang bersifat kuantitatif dan hanya menggambarkan pengaruh dari kejadian masa lalu.

Adapun tujuan kualitatif yang dirumuskan APB Statements No. 4 dalam Harahap (2003 : 127) adalah sebagai berikut :

1. Relevance

Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.

2. Understandability

Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dapat dimengerti para pemakainya.

3. Verifiability

Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak yang akan menghasilkan pendapat yang sama.

4. Neutrality

(15)

5. Timeliness

Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat

6. Comparability

Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lain.

7. Completeness

Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.

2.3.1 Pemakai laporan keuangan

Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa pemakai laporan keuangan menggunakan informasi yang ada dalam laporan tersebut untuk berbagai kebutuhan yang berbeda. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan antara lain :

1. Investor

Penanam modal (investor) membutuhkan informasi untuk menentukan keputusan investasi yang harus diambil. Pemegang saham membutuhkan informasi yang dapat membantu mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

2. Karyawan

Karyawan memerlukan informasi untuk menilai kemampuan perusahaan (stabilitas dan profitabilitas) dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.

3. Pemberi pinjaman

(16)

perusahaan untuk membayar hutang beserta bunganya pada saat jatuh tempo.

4. Pemasok dan kreditur usaha lainnya

Pemasok dan kreditur usaha lainnya memerlukan informasi untuk memutuskan apakah akan memberi pinjaman atau tidak, berdasarkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang beserta bunganya pada saat jatuh tempo. Berbeda dengan pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek.

5. Pelanggan

Pelanggan memerlukan informasi tentang kelanjutan usaha perusahaan, terutama apabila mereka terikat dalam perjanjian jangka panjang atau tergantung pada perusahaan tersebut.

6. Pemerintah

Pemerintah memerlukan informasi terutama untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.

7. Masyarakat

Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

2.3.2 Komponen Laporan Keuangan

(17)

1. Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

2. Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.

4. Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.

Selain keempat komponen laporan keuangan di atas, masih ada satu komponen lagi yang terdapat dalam laporan keuangan, yaitu catatan atas laporan keuangan.

2.4. Praktik Akuntansi Kreatif (Creative Accounting Practises)

Manajemen laba dan perataan laba merupakan salah satu bentuk dari praktik-praktik akuntansi kreatif (creative accounting practices) dalam rangka memanipulasi data akuntansi dengan berbagai tujuan yang mendasarinya. Praktik akuntansi kreatif adalah:

Semua langkah yang digunakan untuk mempermainkan angka- angka akuntansi, termasuk pemilihan dan penerapan prinsip-prinsip akuntansi agresif, kecurangan dalam pelaporan keuangan, dan beberapa langkah untuk manajemen laba dan perataan laba (Mulford dan Comiskey, 2002: 15)

Mulford dan Comiskey (2002: 9-13). mengklasifikasikan praktik akuntansi kreatif ke dalam lima kategori, sebagai berikut :

1. Recognition premature or fictitous revenue

(18)

pada pengakuan pendapatan untuk penjualan yang sah secara lebih awal dari yang ditetapkan oleh GAAP. Sebaliknya, fictitous revenue recognition merupakan pencatatan pendapatan untuk penjualan yang semu (non-existent sale).

2. Agrressive capitalization and extended amortization policies

Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pelaporan laba dengan cara meminimalkan beban-beban. Dalam kategori ini, perusahaan akan meminimalisasi beban-beban dengan cara mengkapitalisasi pengeluaran yang seharusnya dimasukkan sebagai beban atau dengan cara mengamortisasi jumlah yang telah dikapitalisasi selama periode yang panjang.

3. Misreported assets and liabilities

Bertujuan untuk meminimalisasi beban dan kerugian, misalnya dengan cara mempertinggi estimasi kolektibilitas piutang dan menurunkan ketetapan doubtful account serta menurunkan beban operasi.

4. Getting creative with the income statement

Merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mengkomunikasikan tingkat kekuatan laba yang berbeda dengan menggunakan format laporan laba rugi. Dalam kategori ini, komponen pendapatan dan beban dapat dimasukkan dalam caption yang berbeda dari yang seharusnya tanpa harus merubah jumlah laba bersih yang dilaporkan. Misalnya melaporkan pendapatan yang berulang sebagai pendapatan lain-lain.

5. Problems with cash-flow reporting

(19)

operasi sebagai komponen investasi keuangan. Selain itu, aktivitas masukan untuk investasi dan pendanaan dapat diklasifikasikan sebagai komponen operasi.

Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu aspek dalam manajemen laba (earnings management). Menurut Surifah (2001) . Terdapat dua cara yang bisa dilakukan oleh manajemen untuk mempengaruhi angka pada laporan keuangan, yaitu dengan melakukan manajemen laba dan perataan laba.

2.5. Manajemen Laba (Earnings Manajemen) 2.5.1 Pengertian manajemen laba

Menurut Halim, dkk.(2005:118) manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan khusus. Halim, dkk (2005:119) mengungkapkan terdapat dua cara yang saling melengkapi dalam berfikir tentang manajemen laba yaitu :

1. Perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam kompensasi, kontrak, dan kos politik.

2. Perspektif kontrak efisien ketika manajemen laba dilakukan untuk menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.

Akan tetapi manajemen laba sering disimpulkan sesuatu yang tidak baik untuk dilakukan oleh manajemen, sehingga banyak definisi yang menekankan manajemen laba sebagai suatu perilaku oportunistik manajemen.

(20)

laba sebagai suatu praktek pelaporan earnings yang lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada performa perusahaan

Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal, sehingga manajemen dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya Pratamasari (2006:17). Menurut Sutrisno (2001, terdapat dua macam perilaku dalam praktik manajemen laba, yaitu: manajemen laba myopic (myopic earnings management) dan perataan laba (income smoothing). Manajemen laba myopic merupakan wacana manajer untuk perencanaan jangka pendek dan bias laba yang dilaporkan sampai dengan jumlah maksimum yang dimungkinkan.

Sedangkan dalam perataan laba, manajer mempunyai perencanaan jangka panjang, yaitu dengan menggeser keuntungan saat ini dengan kemungkinan keuntungan di masa depan.

2.5.2 Bentuk-bentuk Manajemen Laba (Earnings Management)

Pratamasari (2006:19) mengemukakan bentuk-bentuk manajemen laba yang dilakukan oleh manajer antara lain :

a. Taking a bath

Pola ini dilakukan pada saat kinerja perusahaan sedang buruk atau pada saat ada peristiwa yang jarang terjadi seperti perubahan manajemen, merger dan restrukturisasi yang menyebabkan perusahaan terpaksa harus melaporkan kerugian pada awal periode pergantian manajemen; sehingga dalam periode tersebut secara ekstrim pengakuan laba diturunkan dan biaya dinaikkan.

b. Income Minimization

(21)

periklanan serta pengeluaran biaya riset dan pengembangan. c. Income Maximization

P o l a ini bertujuan untuk memaksimalkan pendapatkan yang dilaporkan untuk tujuan bonus. Selain itu, perusahaan yang mendekati pelanggaran perjanjian hutang juga dapat melakukan pola manajemen laba ini.

d. Income Smoothing

M e r u p a k a n pola manajemen laba yang paling menarik. Tindakan ini dapat menyebabkan i ncome hi l ang secara temporer atau permanen untuk tujuan bonus. Jika manajer adalah penentang risiko, maka mereka akan lebih menyukai aliran bonus yang stabil sehingga perlu melakukan tindakan perataan laba.

2.5.3 Pemicu Manajemen Laba (Earnings Management)

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Praktik manajemen laba akan menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai hasil rekayasa tersebut sebagai angka-angka atas laporan keuangan tanpa rekayasa.

PAT yang diformulasikan oleh Pratamasari (2006:11) terdiri dari 3 hipotesis yang telah teruji secara empiris mengenai berbagai faktor yang mendorong manajer perusahaan untuk melakukan earnings management, yaitu:

a. The Bonus Plan Hypotesis

(22)

(risk- averse), maka dia akan memilih kebijakan akuntansi yang dapat meratakan laba, karena aliran bonus yang kurang bervariasi (stabil) diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih tinggi daripada bonus yang berubah-ubah.

b. The debt covenant hypothesis

Hipotesis ini menyebutkan bahwa manajer perusahaan yang mempunyai berbagai perjanjian hutang akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat memindahkan pelaporan laba pada masa yang akan datang menjadi laba masa kini. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan technical default dan memenuhi persyaratan kredit yang diajukan oleh kreditur.

c. The political cost hypothesis

Berdasarkan hipotesis ini, manajer perusahaan akan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat menunda pelaporan laba periode sekarang ke periode yang akan datang. Hal ini bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak dan berbagai aturan/batasan-batasan yang kurang menguntungkan bagi perusahaan.

Semakin besar biaya politik yang dihadapi oleh perusahaan menyebabkan semakin besarnya usaha manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat sekarang ke periode yang akan datang 2.6. Perataan Laba (Income Smoothing)

2.6.1 Definisi Perataan Laba (Income Smoothing)

(23)

pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan. Menurut Pratamasari (2006:21), perataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil. Selain itu, Yurianto dan Gudono (2002:21) memandang perataan laba sebagai pemilihan metode akuntansi sedemikian rupa oleh manajemen dalam membuat laporan keuangan yang bertujuan untuk mengelabui stake holder mengenai kinerja ekonomis dari perusahaan.

Suwito dan Herawaty (2005:137), mendefinisikan perataan laba sebagai suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan penghasilan relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau (transaksi) riil. Selain itu, Dwiatmini dan Nurkholis (2001:28-29), mengungkapkan bahwa tindakan perataan laba sebagai tindakan sukarela manajemen yang didorong oleh aspek perilaku dalam perusahaan dan lingkungannya.

Rivard, et.al, (2003) Mendefinisikan income smoothing sebagai sebuah praktik dengan menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk mengurangi fluktuasi laba bersih selama beberapa periode waktu. Misalnya penundaan pembukuan pendapatan (revenues) pada saat kinerja perusahaan baik jika diperkirakan pada tahun berikutnya produktivitas perusahaan menurun. Seperti halnya kemungkinan penundaaan pembukuan beban-beban (expenses) pada suatu periode yang buruk.

2.6.2 Klasifikasi dan Dimensi Perataan Laba

Pratamasari (2006:22), mengklasifikasikan perataan laba menjadi dua tipe, yaitu:

a. Perataan alami (natural smoothing)

(24)

menghasilkan laba.

b. Perataan yang disengaja (intentionally smoothing)

Adalah tipe perataan laba yang disengaja dan merupakan hasil dari artificial smoothing dan real smoothing. Artificial smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi waktu pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial smoothing adalah implementasi dari prosedur-prosedur akuntansi untuk memindahkan beban dan atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Sedangkan r e a l smoothing muncul ketika manajemen melakukan tindakan untuk mengendalikan kejadian ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang akan datang. Real smoothing mengacu pada transaksi aktual yang dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan mengenai bagaimana pengaruh perataan laba terhadap laba yang dilaporkan.

Prihatmoko, dkk (2004:262), menyatakan bahwa perataan laba atas laba yang dilaporkan dapat dicapai dengan dua jenis perataan, yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah perataan laba yang dilakukan melalui transaksi keuangan sesungguhnya dengan mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas kebijakan operasi dan waktunya. Sedangkan artificial smoothing adalah perataan laba melalui prosedur akuntansi yang diterapkan untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Oleh sebab itu, artificial smoothing sering juga disebut accounting smoothing.

Murtanto (2004:5), membedakan dimensi perataan laba menjadi 3 jenis, yaitu:

(25)

Seperti pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Banyak juga perusahaan yang menerapkan kebijakan diskon dan kredit sehingga dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan, sehingga laba terlihat stabil pada periode tertentu.

2. Perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu (smoothing through allocation overtime).

Manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada periode tersebut untuk menstabilkan harga.

3. Perataan melalui klasifikasi (classificatory smoothing).

Manajemen memiliki kewenangan dan kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya: jika p e n d a p a t a n non-operasi sulit untuk didefinisikan, maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan no n-operasi. Dan hal ini dapat digunakan sewaktu-waktu untuk meratakan laba dengan melihat kondisi pendapatan periode itu. Selain itu, manajemen juga dapat mengelompokkan pos-pos laba tertentu dalam kategori yang berbeda, misalnya antara pos-pos biasa (ordinary items) dan pos pos luar biasa (extraordinary items).

Narsa, dkk. (2003) dalam Pratamasari (2006:24) mengungkapkan 3 faktor yang dapat dikaitkan dengan munculnya praktik perataan laba, yaitu :

a. Manajemen akrual (accruals management)

(26)

mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan (revenues); menganggap suatu biaya sebagai tambahan investasi misalnya: biaya perawatan aktiva tidak lancar atau keuntungan atas penjualan aktiva dan perkiraan-perkiraan akuntansi yang lainnya, seperti beban piutang ragu-ragu dan perubahan metode akuntansi.

b. Penetapan perubahan kebijakan akuntansi yang wajib (adoption of mandatory accounting changes)

Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapakan suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan, yaitu: antara menerapkan lebih awal dari waktu yang diterapkan atau menunda sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.

Para manajer tentu akan memilih menerapkan kebijaksanaan akuntansi bila dengan penerapan tersebut dapat mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan perusahaan.

c. Perubahan akuntansi secara sukarela (voluntary accounting changes) Faktor ini berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih dan tersedia serta diakui oleh badan akuntansi yang ada. Contohnya: penggantian metode penilaian persediaan FIFO ke LIFO atau sebaliknya, mengubah metode penyusutan aktiva dari metode garis lurus ke metode yang dipercepat dan sebaliknya.

(27)

2.6.3 Alasan dan Motivasi Manajer Melakukan Perataan Laba

Menurut Assih dan Gudono (2000), perataan laba merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada asumsi dalam Positive Accounting Theory (PAT) dimana agent (manajemen) adalah individual yang rasional, yang memperhatikan kepentingan dirinya. Konsisten dengan asumsi tersebut, maka motivasi yang mempengaruhi pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah memaksimalkan kepentingannya. Motivasi dalam melakukan perataan laba ini biasanya adalah untuk kepuasan dua kelompok, yaitu: pengguna eksternal (meliputi investor dan kreditur) dan pengguna internal informasi akuntansi Pratamasari (2006:26).

Selain itu, Pratamasari (2006:26), juga mengungkapkan bahwa adanya ancaman penggantian manajemen merupakan salah satu alasan manajemen perusahaan untuk melakukan income smoothing.

Murtanto (2004:4) mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi untuk melakukan perataan laba pada dasarnya ingin memperoleh berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis, yaitu: a. Mengurangi pajak terhutang;

b . Meningkatkan kepercayaan diri manajer, karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang stabil pula;

c. Meningkatkan hubungan antara manajer dengan karyawan, karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah; serta d. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan

dan gelombang pesimisme dan optimisme dapat diperlunak. Di lain pihak, Dwiatmini dan Nurkholis (2001:29) mengungkapkan 2 alasan mengapa manajemen diuntungkan dengan adanya praktik perataan laba, yaitu :

(28)

perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan. Oleh karena itu, setiap fluktuasi dalam laba akan berpengaruh langsung terhadap kompensasinya.

2. Fluktuasi dalam kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan cara pengambilalihan atau penggantian manajemen secara langsung. Ancaman penggantian ini mendorong manajemen untuk membuat kinerja yang sesuai dengan keinginan pemilik. Menurut Suranta dan Merdistusi (2004) dalam Pratamasari (2006:27), motivasi yang mendasari para manajer melakukan perataan laba antara lain:

a. Kompensasi yang diterima manajer tidak sesuai dengan kinerja yang mereka hasilkan (job security hypothesis).

b. Jumlah saham yang dimiliki para manajer, besar kecilnya jumlah saham yang dimiliki manajer mempengaruhi terjadinya praktik income smoothing, karena manajer berusaha melakukan pensejajaran (alignment) dengan para share holders.

c. Tidak adanya mekanisme yang efektif.

d. Pasar modal yang sangat kompetitif dapat mendorong manajer untuk melakukan praktik income smoothing dengan cara meningkatkan kinerja yang buruk (poor performance) dan melakukan safety performance pada saat perusahaan mengalami kinerja yang sangat baik.

e. Masa jabatan CEO (Chief Exceutive Officers), semakin lama masa jabatan CEO dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh para dewan direksi dan mempengaruhi mekanisme corporate governance.

(29)

Menurut Belkaoui (2000: 58), terdapat tiga kendala yang dapat menggiring manajer untuk melakukan perataan laba, yaitu:

1) M e k a n i s m e pasar kompetitif, yang mengurangi pilihan bagi manajemen;

2) Skema kompensasi manajemen, yang secara langsung terkait dengan kinerja perusahaan; dan

3) Ancaman penggantian manajemen. 2.6.4 Tujuan Perataan Laba

Dari beberapa studi terdahulu telah ditemukan adanya berbagai macam tujuan yang melatarbelakangi perusahaan-perusahaan melakukan perataan laba (Murtanto, 2004:3). Pratamasari (2006:3), telah menemukan bukti bahwa perencanaan bonus digunakan sebagai tujuan perataan laba. Pratamasari (2006:28) menyatakan bahwa perataan laba yang dilakukan oleh para manajer bertujuan untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk meramalkan arus kas di masa yang akan datang. Menurut Jin dan Machfoedz (2000), praktik perataan laba pada intinya diharapkan dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham serta penilaian kinerja manajer.

Suwito dan Herawaty (2005:136), mengungkapkan bahwa tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah, memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa yang akan datang, meningkatkan kepuasan relasi bisnis, meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen dan meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

(30)

dari permainan angka-angka keuangan (financial numbers game). Rewards itulah yang kemungkinan menjadi tujuan dan motivasi manajemen untuk melakukan perataan laba maupun bentuk praktik akuntansi kreatif lainnya. Bentuk-bentuk rewards tersebut adalah sebagai berikut:

a. Efek harga saham (Share-price effect): harga saham yang lebih tinggi, mengurangi volatilitas harga saham, meningkatkan nilai perusahaan, menurunkan biaya modal (cost of equity capital).

b. Efek Biaya Pinjaman (Borrowing cost effect): meningkatkan kualitas kredit, menaikkan debt rating, menurunkan biaya pinjaman, mengurangi ketatnya perjanjian keuangan, meningkatkan keuntungan berdasarkan bonus.

c. Efek Biaya Politik (Political cost effect): mengurangi ketatnya peraturan dan menghindari pajak yang tinggi.

2.6.5 Faktor-faktor Perataan Laba (Income Smoothing)

Penelitian untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba telah banyak dilakukan, tetapi belum menunjukkan simpulan yang sepakat. Faktor- faktor yang mempengaruhi perataan laba dan faktor-faktor yang tidak mempengaruhi perataan laba dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba

No Faktor yang Berpengaruh Peneliti (Tahun)

1 Besaran Perusahaan,Total Aktiva Moses (1987)

(31)

(1997), Jatiningrum (2000)

3 Kelompok Usaha Belkoui dan Picur (1984);Albretch dan Ricardson (1990);Ashari, dkk.(1994)

4 Kebangsaan Ashari, dkk.(1994)

5 Harga Saham Ilmainir (1993)

6 Perbedaan laba aktual dan laba normal

Ilmainir (1993)

7 Kebijakan akuntansi mengenai laba Ilmainir (1993)

8 Leverage Operasi Zuhroh (1996);Jin dan Machfoedz

Sumber : Pratamasari (2006)

Tabel 2.2

Faktor-Faktor yang Tidak Mempengaruhi Perataan Laba

No Faktor yang tidak berpengaruh

Peneliti (tahun)

1 Besaran perusahaan, Total Aktiva

Penjualan

Nillai Pasar Saham

Ilmainir (1993);ashari, dkk (1994);Zuhroh (1997);Jin dan Machfoedz

(1998);Jatiningrum(2000) Saudagaran dan Sepe (1996)

Assih (1998), Salno dan Bardwan (2000)

(32)

Salno dan Baridwan (2000) 3 Kelompok Usaha Jin dan Machfoedz (1998); Assih

(1998);Salno dan Baridwan (2000);Samlawi dan Sudibyo (2000);Jatiningrum (2000)

4 Rencana Bonus Ilmainir (1993)

5 Proporsi Kepemilikan Assih (1998) 6 Status Badan Usaha Assih (1998) 7 Klasifikasi Winner/Lossser

Stock

Salno dan Baridwan (2000)

Sumber : Pratamasari (2006)

Dalam penelitian terdahulu faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba diantaranya yaitu:Besaran Perusahaan ,Total Aktiva ,Profitabilitas ,Kelompok Usaha ,Kebangsaan ,Harga Saham ,Perbedaan laba aktual dan laba normal ,Kebijakan Akuntansi mengenai laba dan Leverage Operasi.Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempengaruhi perataan laba diantaranya yaitu:Besaran Perusahaan ,Total Aktiva ,Penjualan ,Profitabilitas ,Kelompok Usaha ,Rencana Bonus ,Proposi Kepemilikan ,Status Badan Usaha ,dan Klasifikasi Winner/Losser Stock.

(33)

2.6.5.1 Profitabilitas.

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri (Sartono, 1998 : 130 ). Jumlah laba bersih kerap dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai kinerja sebagai suatu presentase dari beberapa tingkat aktivitas investasi. Perbandingan ini disebut rasio profitabilitas ( profitability ratio).

Alat ukur rasio profitabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA). Alasan yang mendasari penggunaan ROA sebagai sebagai alat ukur profitabilitas, bahwa ROA merupakan pengukur efektifitas manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang dimiliki perusahaan. Selain itu, ROA menghubungkan mata rantai marjin laba bersih dengan perputaran total aktiva. Marjin laba bersih mengukur profitabilitas terhadap penjualan, sedangkan perputaran total aktiva mengidentifikasikan efisiensi perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjualan (Pratamasari, 2006). Secara lebih ringkas, uraian di atas dapat dijelaskan dalam rumus sebagai berikut : ROA = Marjin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva.

ROA =

Penggunaan ROA sebagai alat ukur profitabilitas telah digunakan oleh Jin dan Machfoeds (1998), Jatiningrum (2000) serta Yusuf dan

(34)

2.6.5.2 Total Debt to Total Assets atau DAR

Rasio ini menunjukkan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk

menjamin hutang. Kreditur lebih menyukai rasio hutang yang rendah

karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan

terhadap kerugian hutang dalam peristiwa likuidasi. (Riyanto, 2001:34)

Perusahaan yang lebih banyak menggunakan hutang cenderung

untuk melakukan perataan laba untuk menjaga kredibilitas terhadap

perusahaannya. Formulasi dari Total Debt to Total Assets atau DAR

2.6.5.3 Price Earning Ratio atau PER

PER merupakan ukuran yang paling banyak digunakan oleh

investor untuk menentukan apakah investor modal yang dilakukannya

menguntungkan atau merugikan. PER menunjukkan berapa besar para

investor bersedia membayar untuk setiap keuntungan yang dilaporkan

perusahaan. PER menggambarkan besarnya perbandingan antara harga

pasar saham per lembar dengan laba per saham ( Elizabeth, 2003 : 5 ) jika

PER perusahaan tinggi berarti saham perusahaan memberikan return yang

besar bagi investor ( Dharmastuti, 2004 : 17 ). PER merupakan rasio untuk

harga pasar saham suatu waktu tertentu dengan laba per saham. Informasi

mengenai besarnya laba bersih per lembar saham berasal dari laba bersih

secara keseluruhan dibandingkan dengan jumlah total saham yang

(35)

2.7 Hubungan Antara Profitabilitas,Total Debt to Total Assets,Price Earning Ratio Terhadap Tindakan perataan Laba

Profitabilitas dalam Return On Asset (ROA) apabila Return On Asset (ROA) tinggi,maka perataan laba yang dihasilkan rendah sehingga

Profitabilitas dapat mempengaruhi tindakan Perataan laba(income smoothing).Apabila Return On Asset (ROA) rendah maka perataan laba yang dihasilkan tinggi sehingga Tingkat Profitabilitas dapat mempengaruhi Tindakan Perataan laba(income smoothing).Sedangkan

Total Debt to Total Asset (DAR), apabila Total Debt to Total Asset (DAR) tinggi, maka perataan laba yang dihasilkan tinggi sehingga Tingkat

leverage(menjamin Hutang) dapat mempengaruhi tindakan Perataan laba(income smoothing). Apabila Total Debt to Total Asset (DAR) rendah, maka perataan laba yang dihasilkan rendah sehingga Tingkat hutang dapat

mempengaruhi Tindakan Perataan laba(income smoothing).Price Earning Ratio (PER) ,Apabila Price Earning Ratio (PER) tinggi, maka perataan laba yang dihasilkan rendah sehingga Tingkat Harga jual Saham dapat

mempengaruhi tindakan Perataan laba(income smoothing). Apabila Price Earning Ratio (PER) rendah, maka perataan laba yang dihasilkan tinggi sehingga Tingkat Harga Saham dapat mempengaruhi tindakan Perataan

(36)
(37)

Persamaan penelitian Terdahulu dengan Variabel yang digunakan

(Profitabilitas,Total Debt to Total Assets dan Price Earning Ratio), teknik dan metode penelitian berupa :( Teknik purposive Sampling,dan metode:Deskriptif,Univariate,Multivariate) Sedangkan Perbedaannya Terletak Pada hasil Penelitian.

2.8 Kerangka Berfikir

Dalam penelitian ini alasan yang mendasari pemilihan perusahaan

yang termasuk dalam sektor manufaktur sebagai populasi penelitian adalah

karena sektor tersebut mendominasi keseluruhan perusahaan publik yang

terdaftar di Bursa Efek Jakarta (Murtanto, 2004) dalam (Pratamasari,

2006:49). Penelitian ini hanya akan mengambil tiga faktor saja yaitu

Profitabilitas, Total Debt to Total Asset (DAR), dan Price Earning Ratio ( PER ).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat suatu kerangka berfikir

dari, Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Perataan

(38)

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

H1

H2

H4

H3 Return On

Assets (ROA)

Total Debt to Total Asset

(DAR )

Price Earning Ratio ( PER )

Perataan laba (income

(39)

2.9 Hipotesis Penelitian.

Menurut Arikunto (2000). Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu

jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai

terbukti melalui data-data yang terkumpul.

Berdasarkan kerangka penelitian dan landasan teori tersebut diatas

maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

H1 = Profitabilitas yang ditunjukkan dalam Return On Assets secara

signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing)

H2 = Totot Debt to total Assets (DAR) secara signifikan mempengaruhi

tindakan perataan laba (income smoothing)

H3 = Price Earning Ratio (PER) secara signifikan mempengaruhi

tindakan perataan laba (income smoothing)

H4 = Profitabilitas, DAR, PER, secara signifikan bersama-sama

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kelompok orang atau sesuatu yang memiliki

karakteristik tertentu yang ingin diteliti oleh peneliti (Indriantoro dan

Supomo 2001 : 115). Populasi penelitian ini adalah 141 perusahaan sektor

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dengan periode pengamatan

tahun 2004 sampai dengan tahun 2005. Alasan yang mendasari pemilihan

perusahaan yang termasuk dalam sektor manufaktur sebagai populasi

penelitian adalah karena sektor tersebut mendominasi keseluruhan

perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (Murtanto, 2004)

dalam (Pratamasari, 2006:49). Selain itu, berdasarkan penelitian terdahulu

terbukti sektor perusahaan manufaktur paling banyak melakukan praktik

perataan laba (Salno dan Baridwan, 2000; Samlawi dan Sudibyo, 2000) .

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap

dapat menggambarkan populasinya (Soehartono, 2001:57). Sampel dalam

penelitian ini adalah 130 perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Jakarta. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode purposive/judgement sampling. Metode purposive/judgement sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2000 : 78).

Pemilihan metode ini berdasarkan pertimbangan agar peneliti dapat

memperoleh sumber data yang tepat dan sesuai dengan variabel yang diteliti.

Adapun sampel yang terpilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan

perusahaan tersebut tidak delisting selama periode pengamatan 31 Desember 2004 31 Desember 2008

(41)

2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit

untuk periode yang berakhir 31 Desember 2004, 2005, 2006 dan 2007.

3. Selama periode pengamatan perusahaan tidak melakukan merger,

akuisisi.

3.2 Variabel Penelitian.

3.2.1Variabel Bebas 3.2.1.1 Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubunganya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri

(Sartono, 2002:130). Alat ukur rasio profitabilitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA). Alasan yang mendasari penggunaan Return On Assets (ROA) sebagai sebagai alat ukur

profitabilitas, bahwa Return On Assets (ROA) merupakan pengukur efektifitas manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang

dimiliki perusahaan. Selain itu,Return On Assets (ROA) menghubungkan mata rantai marjin laba bersih dengan perputaran total aktiva. Marjin laba

bersih mengukur profitabilitas terhadap penjualan, sedangkan perputaran total aktiva mengidentifikasikan efisiensi perusahaan dalam menggunakan

aktivanya untuk menghasilkan penjualan (Pratamasari, 2006). Secara lebih

ringkas, uraian diatas dapat dijelaskan dalam rumus sebagai berikut :

ROA = Marjin Laba Bersih x Perputaran Total Aktiva.

(42)

3.2.1.2 Total Debt to Total Assets atau DAR

Rasio ini menunjukkan berapa bagian aktiva yang digunakan untuk

menjamin hutang. Kreditur lebih menyukai rasio hutang yang rendah

karena semakin rendah rasio ini, maka semakin besar perlindungan

terhadap kerugian hutang dalam peristiwa likuidasi (Riyanto, 2001:34).

Perusahaan yang lebih banyak menggunakan hutang cenderung

untuk melakukan perataan laba untuk menjaga kredibilitas terhadap

perusahaannya. Formulasi dari Total Debt to Total Assets atau DAR

3.2.1.3 Price Earning Ratio atau PER

Price Earning Ratio (PER) merupakan ukuran yang paling banyak digunakan oleh investor untuk menentukan apakah investor modal yang

dilakukannya menguntungkan atau merugikan. Price Earning Ratio (PER) menunjukkan berapa besar para investor bersedia membayar untuk setiap

keuntungan yang dilaporkan perusahaan. Price Earning Ratio (PER) menggambarkan besarnya perbandingan antara harga pasar saham per

lembar dengan laba per saham (Elizabeth, 2003 : 5) jika Price Earning Ratio (PER) perusahaan tinggi berarti saham perusahaan memberikan return yang besar bagi investor (Dharmastuti, 2004:17). Price Earning Ratio (PER) merupakan rasio untuk harga pasar saham suatu waktu tertentu dengan laba per saham. Informasi mengenai besarnya laba bersih

per lembar saham berasal dari laba bersih secara keseluruhan

dibandingkan dengan jumlah total saham yang ditempatkan. Formulasi

dari Price Earning Ratio atau PER adalah sebagai berikut :

(43)

3.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perataan laba (income smoothing) yang akan diukur dengan menggunakan Indeks Eckel (1981) dalam Pratamasari (2006:52). Indeks Eckel ini akan membedakan antara perusahaan-perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dengan

yang tidak melakukan perataan laba. Adanya praktik perataan laba

ditandai dengan Indeks Eckel yang nilainya kurang dari satu. Adapun

indeks perataan laba = (CV∆ I / CV ∆S ).

Dimana CV∆ I atau CV ∆S dapat dihitung sebagai berikut :

CV∆ I dan CV ∆S = X

∆ X = perubahan laba atau perubahan penjualan dari tahun ke n-1

ke tahun n

X = rata-rata perubahan laba atau penjualan selama 4 tahun

∆ I = perubahan laba ( I ) antara tahun ke n-1 ke tahun n

∆ S = perubahan penjualan ( S ) antara tahun ke n-1 ke tahun ke n

CV = koefisien korelasi dari variabel

Ashari dkk. (1994) dalam Jin dan Mahfoedz (1998) dalam

Pratamasari (2006:53), mengemukakan alasan mengenai Indeks Eckel

yang dipilih sebagai petunjuk terjadi atau tidaknya praktik perataan laba.

Adapun alasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Obyektif dan berdasarkan pada statistik dengan pemisahan yang jelas

(44)

2. Mengukur terjadinya praktik perataan laba tanpa memaksakan

prediksi pendapatan, pembuatan model dari laba yang diharapkan,

pengujian biaya atau pertimbangan yang subyektif.

3. Mengukur perataan laba dengan menjumlahkan pengaruh dari

beberapa variabel perata laba yang potensial dan menyelidiki pola dari

perilaku perataan laba selama periode waktu tertentu.

Namun demikian, Indeks Eckel ini memiliki keterbatasan, yaitu : hanya mengidentifikasi perusahaan yang melakukan perataan laba secara

buatan dan tidak mengidentifikasikan semua perusahaan yang mencoba

untuk melakukannya (Yusuf dan Soraya, 2004).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan

dalam penelitian ini adalah:

3.3.1Studi Dokumentasi.

Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang

tidak langsung ditujukan kepada subyek penelitian (Suhartono, 1999:70).

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data

yang diperoleh dari terbitan atau laporan suatu lembaga. Data diperoleh

dari Pojok BEJ UNDIP. Data yang digunakan adalah JSX Statistik Monthly, dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Informasi mengenai tanggal listing, delisting, akuisisi dan merger suatu perusahaan

yang diperlukan dalam proses pengambilan sampel dapat diperoleh dan

(45)

3.4 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitif. Analisis kuantitatif adalah suatu analisis data yang berwujud

angka. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Uji Statistik Deskriptif.

Statistik Deskriptif digunakan untuk menggambarkan profil

perusahaan yang dijadikan sampel dan mengidentifikasi variabel-variabel

yang akan diuji pada setiap hipotesis. Statistik Deskriptif meliputi mean,

maksimum, minimum dan standar deviasi. Selanjutnya untuk

menggambarkan variabel-variabel yang akan diteliti lebih rinci, sehingga

diperoleh gambaran yang menyeluruh, maka ditetapkan kelas interval

untuk masing-masing variabel.

Adapun langkah-langkah interval antara lain :

1. Menetapkan jumlah interval kelas yaitu sebanyak 5 kelas

2. Menghitung rentang interval kelas dengan cara nilai tertinggi dikurangi

nilai terendah kemudian dibagi dengan jumlah kelas interval.

3. Rumus perhitungan kelas sebagai berikut :

Interval Kelas :

kelas interval jumlah

terendah nilai

tertinggi nilai

3.4.2 Uji Statistik Inferensial (uji hipotesis)

Statistik Inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk

menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi

(Sugiyono, 2002: 143). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan metode statistik inferensial yang terdiri dari pengujian

(46)

3.4.2.1 Pengujian Univariate

One Sample Kolmogorov-Smirnov test dilakukan untuk menguji normalitas distribusi tiap-tiap variabel independen. Hipotesis nol dan

alternatif untuk pengujian normalitas data adalah :

H0 = Variabel (ROA, DAR, PER) terdistribusi dengan normal.

Ha = Variabel (ROA, DAR, PER) tidak terdistribusikan dengan

normal.

Hipotesis nol diterima artinya data terdistribusi secara normal,

apabila nilai probabilitas P > α (0,05). Hipotesis nol ditolak dan

hipotesis alternatif diterima, artinya data tidak terdistribusikan secara

normal apabila nilai P < α (0,05).

Jenis pengujian untuk masing-masing variabel disesuaikan dengan

hasil pengujian normalitas data. Pada data yang berdistribusi normal,

diterapkan t-test. Sedangkan pada data yang berdistribusi tidak normal diterapkan Mann-Whitney U test untuk variabel yang berskala ordinal maupun rasio. Pengujian tersebut dilakukan dengan

tingkat signifikan α (0,05).

3.4.2.2Pengujian Multivariate

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan logistic regression (regresi logistik) yang dilakukan terhadap ketiga variabel independen secara serempak. Logistic regression dipilih karena disamping tidak terlalu mempertimbangkan asumsi klasik, juga

variabel dependennya bersifat diukur denga skala nominal. Model logit

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ln

p p

-1 = β0 + β1ROA + β2DAR + β3PER + e

(47)

P = Probabilitas atau kemungkinan tindakan perataan laba

ROA = Return On Asset

DAR = Total Debt to Total Asset

PER = Price Earning Ratio

β = koefisien regresi logistik

ln = log of odds

e = residual

Model pengujian hipotesis dilakukan dengan dua tahap, yaitu :

1) Pengujian hipotesis secara simultan

Pengujian multivariate secara simultan merupakan pengujian statistik dengan menggunakan regresi logistik berganda

secara bersama-sama. Pengujian multivariate secara simultan ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel yang dimasukkan

dalam model mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

variabel dependen. Pada tahap ini dilakukan uji p-value dengan tingkat signifikasi 0,05 dan dengan ketentuan sebaga berikut :

- Jika p-value < 0,05 ; artinya variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen, sehingga H0 akan ditolak dan Ha akan

diterima.

- Jika p-value > 0,05 ; artinya variabel independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen,

sehingga H0 akan diterima dan Ha akan ditolak.

2) Pengujian Hipotesis secara Parsial

Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan cara

mengeluarkan satu atau lebih variabel independen dari pengujian

sebelumnya. Pengujian ini bertujuan untuk meyakinkan hasil yang

(48)

mengetahui variabel independen manakah yang mempunyai

pengaruh dominan terhadap variabel dependen. Untuk pengujian

secara parsial yang pertama, variabel yang pertama kali yang

dikeluarkan adalah variabel yang mempunyai nilai p paling besar. Pengujian secara terpisah selanjutnya akan mengeluarkan variabel

independen yang memiliki nilai p dibawah nilai p yang telah dikeluarkan sebelumya hingga pada akhirnya pengujian hanya

(49)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

1 Hasil Penelitian

1.3.1 Gambaran Umum Sampel

Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Jakarta (BEJ). Periode pengamatan dilakukan selama 4 tahun, yaitu

selama periode 31 Desember 2005 sampai dengan 31 Desember 2008.

Perusahaan tersebut selalu menerbitkan laporan keuangan selama periode

pengamatan. Hal ini didasarkan pada kebutuhan data, dimana indeck eckel yang digunakan untuk menentukan status perusahaan sebagai perata laba dan bukan

perata laba memerlukan data periodik yang sifatnya berurutan (time series).

Untuk ini, perusahaan manufaktur yang tidak terdaftar di Bursa Efek

Jakarta (BEJ) selama periode pengamatan, atau tidak menerbitkan laporan

keuangan sekali atau lebih diantara tahun pengamatan, dan perusahaan yang

melakukan akuisisi dan merger selama tahun pengamatan, dikeluarkan dari

sampel. Hasil penentuan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

dapat dilihat pada Tabel 4.1 :

(50)

Tabel 4.1

Seleksi Pemilihan Sampel

No Keterangan Jumlah

1 Jumlah sampel awal 141

2 Perusahaan yang delisting selama periode pengamatan (2005-2008)

7

3 Perusahaan yang melakukan akuisisi dan

merger selama periode pengamatan

4

Jumlah sampel akhir 130

Sumber : Dari data sekunder yang diolah

Dari data Tabel 4.1 di atas, didapat sampel sebanyak 130 perusahaan.

Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel kemudian dikelompokkan

berdasarkan status sebagai perusahaan yang melakukan perataan laba dan

perusahaan yang tidak melakukan praktik perataan laba sesuai dengan indeck eckel, dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut :

Tabel 4.2

Klasifikasi Perusahaan Berdasarkan Status

Status model indeck eckel Jumlah Persen

Perusahaan perata laba 60 46,15 %

Perusahaan bukan perata laba 70 53,85 %

Jumlah 130 100 %

(51)

Tabel 4.2 di atas memperlihatkan bahwa dari 130 perusahaan yang akan

diteliti, 60 perusahaan atau sebesar 46,15 % melakukan perataan laba dan 70

perusahaan atau sebesar 53,85 % tidak melakukan perataan laba.

1.3.2 Uji Hipotesis

4.1.2.1 Analisis Deskriptif

Uji Statistik Deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran

suatu data seperti, minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi suatu

perusahaan sampel. Uji statistik deskriptif dilakukan terhadap data

profitabilitas yang ditunjukkan dalam Return on Asset, Total Debt to Total Capital Asset dan Price Earning Ratio. Hasil uji statistik deskriptif disajikan dalam persamaan pada Tabel 4.3 sebagai berikut :

Tabel 4.3

Uji Statistik Deskriptif N

o

Variabel N Minimum Maksimum Mean Standar

Deviasi

1 ROA ( % ) 130 -60,03 128,66 3,0854 17,30878

2 DAR ( % ) 130 -63,39 3,49 0,1805 5,64256

3 PER ( % ) 130 -42,66 246,28 20,8295 47,75452

Sumber : Lampiran 7

Hasil Uji Statistik Deskriptif yang disajikan dalam Tabel 4.3 di

atas menunjukkan bahwa variabel profitabilitas yang ditunjukkan dalam

Return on Asset (ROA) mempunyai nilai minimum dan maksimum berturut-turut sebesar -60,03 dan 128,66, nilai rata-rata sebesar 3,0854,

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Gambar 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah Kota Padang Tahun 2008 secara langsung akan memerlukan dana yang relatif cukup besar, jika dibebankan pada satu tahun

How is the impact of Peer-Led Team Learning method towards students’ conceptual understanding in learning global warming concept. How is the roles of all peer

Penyusunan skripsi ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran

Mewawancarai dan mengundang narasumber, mengundang audien, menjadi admin akun resmi sosial media, menghitung timecode, mengurus surat dan form permintaan untuk

1. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.. Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan. metode Guided Inquiry-Discovery. Penelitian ini dilakukan

Hal ini dikarenakan logam bersifat konduktor yang dapat menghantarkan arus dengan baik dengan nilai resistivitas yang kecil, sedangkan karbon bersifat semikonduktor dan nilai

1. Untuk mengaplikasikan model indeks tunggal dalam membentuk sebuah portofolio optimal dengan menggunakan saham LQ-45 sebagai acuan. Untuk mengetahui saham-saham yang

Dalam pengendalian bahaya tedapat beberapa cara yaitu dengan prosedur bekerja pada ketinggian, Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bekerja pada ketinggian,