• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terlebih dahulu disiapkan kultur uji (Gambar 3.1) dengan menginokulasikan satu ose kultur murni dari agar miring Nutrient Agar (NA) kedalam 10 ml medium cair Nutrient Broth (NB) secara aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kultur uji yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain Bacillus cereus, Eschericia coli, Salmonella typhimurium, dan Staphylococcus aureus.

Gambar 3.1 Diagram alir persiapan kultur uji 4.2 Pengujian aktifitas antimikroba dengan metode cakram

Kultur uji diinokulasikan sebanyak 0.2 ml kedalam media NA 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi 0.2% yang telah siap dituang ke cawan petri steril. Selanjutnya, 20 ml media NA yang telah berisi kultur uji dituangkan ke cawan petri dan dibiarkan menjadi padat.Setelah memadat, dibuat sumur dengan diameter 6mm dengan kedalaman yang seragam, larutan nanopartikel perak dituangkan kedalam sumur hingga setengah sumur terisi oleh larutan nanopartikel perak, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 hari. Zona penghambatan adalah lebar areal bening yang terbentuk di sekitar sumur yang diukur dengan jangka sorong dengan satuan mm (Gambar 3.2).

kultur murni bakteri

diinokulasikan ke dalam 10 mlNutrient Broth diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam

13

Gambar 3.2 Diagram alir metode sum

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil sintesis menggunakan air rebusan ekstrak biji jarak (Jatropha curcas L.) yang direaksikan dengan larutan AgNO3 terjadi perubahan warna pada larutan ekstrak biji jarak. Perubahan warna yang terjadi pada larutan ekstrak biji jarak yaitu dari berwarna kuning bening menjadi cokelat kemerahan. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadinya reaksi yaitu terbentuknya nanopartikel perak (NPAg). Perubahan warna terjadi karena adanya proses reduksi ion perak dengan menggunakan ekstrak biji jarak. Akan tetapi, perubahan warna tidak dapat dijadikan sebagai indikasi utama terbentuknya nanopartikel. Perlu dilakukan uji lain yaitu salah satunya menggunakan spektrofotometri UV-vis. Spektrofotometri UV-vis menjadi salah satu karakter yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi telah terbentuknya nanopartikel perak.

Analisis Spektrofotometri UV-vis Nanopartikel Perak

Analisis spektrofotometer UV-vis digunakan untuk mengkonfirmasi pembentukan nanopartikel dari hasil sintesis. Absorbansi pada panjang gelombang tertentu menunjukkan karakter yang unik dari suatu partikel.

Selain itu, spektrum panjang gelombang maksimum (λmaks) menunjukkan sebaran ukuran partikel yang dihasilkan dari proses sintesis. Kestabilan NPAg diindikasikan dengan terbentuknya larutan berwarna coklat kemerahan. Karakterisasi ini dilakukan pada saat 15 menit setelah ekstrak biji jarak direaksikan dengan larutan AgNO3 dengan tiga macam variasi perbandingan E1P5, E1P10, dan E1P15.

Kultur uji

diinokulasi 0.2 % kedalam 20 ml NA

dituangkan kedalam cawan petri dan dibiarkan

diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam diukur diameter penghambatan

Dibuat sumur dengan diameter 6mm, lalu diisi dengan larutan nanopartikel perak hingga setengah sumur terisi

14

Gambar 4.1 Hasil pengujian spektrum NPAg spektro UV-vis dengan variasi rasio ekstrak jarak dan AgNO3

Pada Gambar 4.1 dapat terlihat bahwa larutan AgNO3 memiliki λmaks

sebesar 200 nm. Sedangkan, larutan ekstrak biji jarak memiliki λmaks yang lebih lebar yaitu sebesar 250 hingga 300 nm. Setelah kedua larutan

direaksikan, diperoleh kisaran λmaks yang berbeda yaitu antara 400 hingga 500 nm. Hal ini menunjukkan terbentuknya komponen baru pada larutan. Menurut Solomon et al. (2007) & Vivekanandan (2008) menyatakan bahwa pada umumnya NPAg memiliki absorpsi yang kuat pada panjang gelombang antara 400 hingga 500 nm. Adanya serapan baru pada daerah 400 hingga 500 nm membuktikan bahwa proses sintesis menggunakan ekstrak biji jarak telah menghasilkan NPAg.

Berdasarkan hasil penelitian dengan mempelajari pengaruh variasi volume larutan AgNO3 yang direaksikan dengan larutan ekstrak biji jarak,

diperoleh hasil bahwa λmaks terbesar terdapat pada variasi penambahan volume larutan AgNO3 yang paling sedikit yaitu sampel E1P5 (rasio volume ekstrak biji jarak : AgNO3 yaitu 1 : 5). Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa penurunan λmaks terjadi seiring dengan meningkatnya volume larutan AgNO3 yang ditambahkan kedalam larutan ekstrak biji

jarak. Nilai λmaks menunjukkan ukuran partikel yang terbentuk dari sintesis nanopartikel perak dari hasil sintesis. Secara kualitatif, dapat diasumsikan

bahwa semakin tinggi λmaks, maka jumlah nanopartikel yang terbentuk semakin banyak.

Selain itu, nilai absorbansi juga dapat menunjukkan kecenderungan ukuran NPAg. Menurut Solomon et al. (2007) menyatakan bahwa ukuran nanopartikel perak akan semakin kecil seiring dengan pertambahan waktu

dan λmaks suatu larutan. Semakin tinggi nilai absorbansi, maka ukuran NPAg semakin besar. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel E1P5 memiliki λmaks paling tinggi dibandingkan E1P10 dan E1P15. Larutan NPAg memiliki nilai pH= 5 selama proses reaksi yang diukur menggunakan indikator pH universal (Gambar 4.2).

-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 ab so rb an si λ (nm) ekstrak jarak AgNO3 E1P5 E1P10 E1P15 1 2 3 4, 5 5 4 3 2 1

15

Gambar 4.2 Hasil pengujian pH dengan variasi rasio ekstrak jarak dan AgNO3

Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik serta untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah khasnya. Menurut Silverstein et al. (1999), energi yang dihasilkan oleh radiasi inframerah menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui bahwa telah terjadi ikatan antara senyawa aktif yang ada pada ekstrak biji jarak dengan molekul AgNO3 (silver nitrat) sehingga menghasilkan NPAg.

Gambar 4.3 Hasil spektrum NPAg dari ekstrak biji jarak dengan spektro-IR

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

Ekstrak Jarak AgNO3 E5P5 E5P10 E5P15

pH Perlakuan O-H C-O C=C C=O N-H Ag-O

16

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada Gambar 4.3, menunjukkan adanya peak pada bilangan gelombang 3673.81 yang merupakan ikatan O-H dengan tipe senyawa alkohol dan fenol (Skoog 2007). Gugus polar pada ikatan O-H yang berasal dari ekstrak biji jarak memiliki kemampuan yang baik untuk bereaksi dengan ion logam (seperti: ion perak). Menurut Gurunathan et al. (2009), ion hidroksida diperlukan untuk mempercepat proses reduksi ion Ag+. Hal tersebut dikarenakan daya mereduksi protein yang terlibat sebagai agen pereduksi, mengalami peningkatan dalam kondisi basa. Selain itu, terdapat peak pada bilangan gelombang 3434.49 yang merupakan ikatan N-H dengan tipe senyawa amina dan amida dengan intensitas sedang (Skoog 2007). Protein yang terdapat pada ekstrak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang memiliki gugus amina berperan dalam proses reduksi ion Ag+ menjadi Ago (nanopartikel Ag). Hasil ini sama dengan yang telah dikemukan oleh Li et al. (2007), menyatakan bahwa berdasarkan hasil karakterisasi FTIR pada Capsicum annuum L, protein yang memiliki gugus amina berperan dalam proses reduksi. Hasil ini menunjukkan bahwa protein dapat mengikat permukaan nanopartikel baik melalui kelompok amina bebas atau residu sistein, yang bertindak sebagai agen capping dan menstabilkan partikel. Pada saat terjadinya proses reduksi terjadi penambahan elektron sehingga muatan dari ion Ag menjadi tidak bermuatan (Timberlake 2010). Selain itu, ditemukan peak serapan pada bilangan gelombang 1736.14 yang merupakan ikatan C=O (karbonil) dengan intensitas kuat. Peak lain juga ditemukan pada daerah bilangan gelombang 1646.41 merupakan ikatan C=C dengan tipe senyawa alkena, serta pada bilangan gelombang 1163.81 yang merupakan ikatan C-O dengan tipe senyawa alkohol, eter, asam karboksilat, dan ester.

SEM (Scanning Electron Microscopy)

Analisis SEM bertujuan untuk mengetahui morfologi dari NPAg yang disintesis dari ekstrak biji jarak. Prinsip kerja SEM yaitu dengan cara menembakkan permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi, permukaan benda yang dikenai berkas elektron akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah.

Dari data yang telah diperoleh pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa morfologi sebaran NPAg dalam larutan ekstrak biji jarak rata-rata memiliki bentuk serabut tidak beraturan dan berukuran besar. Hal ini dikarenakan NPAg yang disintesis dari ekstrak tumbuhan memiliki stabilitas yang rendah sehingga kurangnya pengadukan pada saat sintesis NPAg memungkinkan NPAg mudah teragregasi. Pengadukan memiliki tujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi serta menghomogenkan larutan. Sehingga proses tersebut mampu mencegah terjadinya agregasi. NPAg yang dihasilkan dari proses sintesis berupa cairan perlu untuk distabilkan dengan mencegah gaya Van der Waals yang dapat menyebabkan koagulasi (penggumpalan) antar partikel (Tripathy et al., 2010). Pemberian polimer yang berfungsi sebagai penghalang elektrostatik atau mengelilingi permukaan partikel dapat digunakan untuk menstabilkan larutan sintesis NPAg. Selain itu, dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan larutan indikator yang dihasilkan

17

belum stabil, terlihat dari dari banyaknya endapan yang terdapat pada larutan hasil sintesis. Oleh karena itu, diperlukan suatu senyawa sebagai agen penstabil dalam proses sintesis nanopartikel.

Gambar 4.4 Hasil SEM pada NPAg perbesaran 10000x Analisis PSA (Particle Size Analyzer)

Konfirmasi terbentuknya nanopartikel perak berdasarkan korelasi

λmaks pada spektrum UV-Vis juga dapat dipastikan dengan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer). Analisis distribusi ukuran partikel

menggunakan alat Beckman Coulter Delsa™ NanoC Particle Analyzer. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui ukuran partikel. Pengukuran menggunakan PSA lebih akurat dibandingkan dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). Pada Gambar 4.5 menunjukan distribusi ukuran partikel untuk sampel E1P5, E1P10, dan E1P15. Hasil pengukuran PSA berbentuk distribusi sehingga dapat digunakan untuk menentukan ukuran partikel secara keseluruhan. Pengukuran dilakukan pada suhu 25oC dengan indeks bias sebesar 1.3332 dan viskositas sampel sebesar 0.8878 cP. Indeks bias dan viskositas penting diketahui untuk meningkatkan akurasi pengukuran menggunakan instrumen PSA.

Berdasarkan hasil PSA dapat dilihat bahwa formulasi sampel E1P5 menghasilkan ukuran partikel rerata yang paling kecil dibanding sampel E1P10 dan E1P15. Formulasi sampel E1P5 memiliki ukuran rata-rata NPAg yaitu pada kisaran 34 hingga 62 nm. Sedangkan, ukuran rata-rata NPAg pada sampel E1P10 dan E1P15 yang terbentuk semakin besar antara 37 nm hingga 116 nm. Dari hasil analisis menggunakan PSA, diketahui bahwa sampel E1P5 memiliki ukuran partikel rerata terkecil sehingga hanya sampel ini yang akan digunakan untuk uji aktivitas antimikroba. Analisis PSA dilakukan juga pada sampel NPAg K yang memiliki ukuran partikel rerata sebesar 44.8 nm. Sampel ini yang akan diuji dan dibandingkan dengan sampel E1P5 untuk uji aktivitas antimikroba.

18

Gambar 4.5 Distribusi ukuran nanopartikel perak pada sampel

Nilai PI menunjukkan ukuran lebarnya distribusi ukuran partikel. Nilai PI lebih kecil dari 0.3 menunjukkan bahwa ukuran partikel memiliki distribusi sempit dan pada umumnya ukuran partikel lebih homogen. Apabila nilai PI lebih dari 0.3 menunjukkan distribusi ukuran partikel lebih besar dan cenderung tidak seragam. Dari hasil analisis menggunakan PSA diperoleh bahwa sampel E1P5 memiliki nilai PI sebesar 0.246 yang menunjukkan bahwa nanopartikel perak yang terbentuk memiliki ukuran partikel cenderung homogen. Sedangkan, untuk sampel E1P10 dan E1P15 memiliki nilai PI lebih dari 0.3 yang menunjukkan bahwa nanopartikel perak yang terbentuk memiliki ukuran partikel cenderung beragam. Hal ini menguatkan dugaan bahwa senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak biji jarak (Jatropha curcas) mampu melakukan sintesis nanopartikel perak. Pengujian Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode sumur dengan nutrient agar (NA) sebagai media pertumbuhan bakteri. Bakteri uji yang digunakan untuk analisis dibiakkan pada agar NA dan diinokulasikan selama 24 jam. Kemudian dibuat sumur dengan cara membuat lubang pada media yang telah padat. Sampel uji diteteskan pada sumur yang telah dibuat sebanyak 1 µL dan disimpan selama 24 jam dalam oven suhu 37 oC. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar sampel berdifusi kedalam media agar yang telah ditumbuhi bakteri. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis bakteri, yaitu bakteri gram positif (Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus) dan gram negatif (Eschericia coli dan Salmonella typhimurium). Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil analisis antimikroba sampel NPAg S (nanopartikel perak hasil sintesis) dan NPAg K (nanopartikel perak produk komersil) dengan variasi dua perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 1% dan 2%. Hasil uji dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Dari hasil uji aktivitas antibakteri yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada sampel NPAg K dengan konsentrasi sebesar 1% tidak ditemukan adanya daya hambat untuk semua jenis bakteri. Namun, aktifitas penghambatan baru terlihat dengan adanya peningkatan konsentrasi

0 20 40 60 80 100 120 140

E1P5 E1P10 E1P15 NPAg K

uk uran dia m et er r at a-rat a (nm ) perlakuan

19

sebesar 2% pada sampel NPAg K. Nilai diameter hambat tertinggi terdapat pada bakteri B.cereus yaitu sebesar 7.80 mm. Berbeda halnya dengan sampel NPAg S pada dua konsentrasi (1% dan 2%) yang menunjukkan adanya aktifitas penghambatan untuk semua jenis bakteri. Baik pada konsentrasi 1 dan 2% diameter penghambatan optimum yaitu terdapat pada bakteriE. coli masing-masing sebesar 10.59 dan 11.11 mm.

Selain itu, berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa sampel NPAg S lebih efektif dibandingkan NPAg K dalam menghambat bakteri baik gram positif maupun gram negatif. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis distribusi ukuran partikel menggunakan PSA, didapatkan ukuran partikel sampel NPAg S lebih kecil yaitu sebesar 33.8 nm dibandingkan sampel NPAg K sebesar 44.8 nm. Ukuran partikel berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri suatu sampel. Apabila ukuran partikel NPAg semakin kecil, maka aktivitas antibakteri yang diberikan suatu sampel akan semakin baik (besar). Namun, semakin meningkatnya ukuran partikel NPAg, maka aktivitas antibakteri suatu sampel akan semakin berkurang. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sampel NPAg S yang memiliki ukuran partikel lebih kecil memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan NPAg K untuk keempat jenis bakteri, yaitu eshericia coli, staphylococcus aureus, salmonella typhii., dan bacillus cereus.

Kemampuan nanopartikel perak (NPAg) dalam menghambat pertumbuhan bakteri dikarenakan luas permukaannya yang besar memungkinkan untuk kontak dengan mikroorganisme dengan sangat baik (M. Rai et al 2009). Selama proses difusi berlangsung, NPAg mendekat pada membran sel bakteri dan melakukan penetrasi kedalam bakteri. Membran bakteri mengandung protein dengan komponen utamanya yaitu sulfur. Protein inilah yang akan berinteraksi dengan NPAg dan kemudian berinteraksi lagi dengan fosfor yang mengandung senyawa seperti DNA. Pada saat NPAg masuk dalam sel bakteri menyebabkan terbentuknya daerah dengan berat molekul (BM) rendah ditengah gumpalan bakteri. Gumpalan bakteri ini memiliki fungsi untuk melindungi DNA. Kemudian NPAg melakukan difusi dan menyerang rantai pernafasan bakteri sehingga sel tersebut menjadi mati.

Gambar 4.6 Grafik uji aktivitas antibakteri untuk sampel nanopartikel perak (NPAg) 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 1% 2% 1% 2% 1% 2% 1% 2%

E.coli S.aureus Salmonella t. B.cereus

Z on a Ham ba t

20

(a)

(b)

Gambar 4.7 Visualisasi antibakteri untuk dua sampel (NPAg S dan NPAg K) pada konsentrasi 1 % (a) dan konsentrasi 2 % (b)

Aktivitas antibakteri sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari suatu sampel. Hal ini seperti yang telah dijelaskan oleh Sharma et al (2009) bahwa ukuran nanopartikel perak yang kecil memiliki luas permukaan besar untuk berinteraksi dengan beberapa bakteri dibandingkan nanopartikel perak berukuran besar, sehingga dapat memberikan efek antibakteri lebih baik (besar). Selain itu, kerusakan sel mikroba disebabkan adanya interaksi NPAg dengan komponen yang mengandung fosfor maupun sulfur seperti DNA. Mekanisme NPAg dalam merusak sel mikroba yaitu dengan cara ion Ag+ berinteraksi kuat dengan grup –SH yang tersedia pada biomolekul sehingga dapat menginaktifkan bakteri. Selain itu, aktivitas antibakteri ion Ag+ pada kondisi anaerob ditemukan kurang kuat dibandingkan kondisi aerob.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait