• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian karakteristik 1. Uji bobot jenis, 25 oC

DAFTAR TABEL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Tahap Pertama 1. Formulasi sabun cair

4.2.2. Pengujian karakteristik 1. Uji bobot jenis, 25 oC

Bobot jenis menurut SNI 06-4085-1996 didefinisikan sebagai perbandingan bobot sabun cair dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Bobot jenis sabun cair diukur pada suhu yang sama yaitu 25 oC dan dengan volume yang sama yaitu 1 ml dengan menggunakan micro tube.

Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot jenis sabun cair yang dihasilkan 1,058–1,125 g/ml seperti yang ditunjukkan pada Tabel 12. dan Gambar 16. Bobot jenis sabun cair sampel terpilih (K14) dan sabun cair kontrol positif berada dalam kisaran yang telah ditetapkan SNI 06-4085-1996, sedangkan sabun cair kontrol negatif (tanpa penambahan kitosan dan tanpa penambahan karagenan) melewati kisaran yang telah ditetapkan. Secara deskriptif dapat diketahui pula bahwa sampel (K14) memiliki bobot jenis di antara sampel negatif dan sampel positif yaitu sebesar 1,095.

Tabel 12. Hasil pengujian bobot jenis produk tahap kedua

Contoh Bobot Jenis, 25 oC (g/ml)

Kontrol Negatif 1,125

Sampel (K14) 1,095

Kontrol Positif 1,058

Gambar 16. Histogram pengujian bobot jenis tahap kedua

Bobot jenis sabun cair kontrol negatif (tanpa penambahan karagenan dan kitosan) berada di luar kisaran standar SNI (06-4085-1996). Bobot jenis sabun cair sampel terpilih (K14) berada di bawah bobot jenis kontrol negatif mungkin dikarenakan oleh adanya penambahan kitosan dan karagenan pada produk sabun cair. Dengan adanya penambahan kitosan dan karagenan pada produk sabun cair menyebabkan sabun cair yang dihasilkan memiliki bobot jenis sesuai dengan yang telah ditetapkan SNI 06-4085-1996. Menurut Gaman dan Sherington (1990), jika suatu bahan dilarutkan dalam air dan membentuk larutan maka densitasnya akan mengalami perubahan. Penambahan bahan-bahan seperti garam juga dapat meningkatkan bobot jenis, namun kadang-kadang bobot jenis dapat turun jika terdapat lemak atau golongan alkohol dalam larutan.

Berdasarkan perhitungan secara statistik, diketahui bahwa pada selang kepercayaan 95%, perlakuan kontrol negatif, sampel terpilih, dan kontrol positif tidak berbeda nyata terhadap bobot jenis sabun cair (Sig. > 0,05). Kontrol positif memiliki bobot jenis yang paling rendah, hal ini karena bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi yang digunakan berbeda dengan sabun cair yang dihasilkan. Komposisi sabun cair sangat menentukan besar kecilnya bobot jenis produk sabun cair. Data dan analisis dapat dilihat pada Lampiran 12. dan Lampiran 13.

4.2.2.2. Uji pH

Derajat keasaman (pH) dapat mempengaruhi daya absorpsi kulit. Menurut Wasitaatmadja (1997), produk kosmetika yang memiliki nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat menambah daya absorpsi pada kulit sehingga mengakibatkan kulit teriritasi, oleh karena itu produk kosmetik perawatan diri sebaiknya dibuat dengan menyesuaikan dengan pH kulit, yaitu berkisar 4,5–7,0. Hasil pengujian pH produk dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil pengujian pH produk tahap kedua

Contoh pH Kontrol Negatif 9,55 Sampel (K14) 9,23 Kontrol Positif 5,86 SNI (06-4085-1996) 6-8 Gambar 17. Histogram pengujian pH produk tahap kedua

Hasil pengukuran tingkat keasaman pada produk sabun cair antara kontrol negatif, sampel terpilih (K14), dan kontrol positif pH sabun cair sampel (K14) lebih rendah daripada kontrol negatif mungkin dikarenakan oleh adanya penambahan larutan kitosan yang bersifat asam. pH sabun cair yang diujikan berada di luar kisaran standar yang telah ditetapkan oleh SNI (06-4085-1996). pH bukanlah parameter utama yang menyebabkan kulit menjadi teriritasi. Parameter utama penyebab iritasi kulit pada sabun adalah alkali bebas. Kadar alkali bebas yang tinggi (di atas 0,22 %) dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan biasanya

kadar alkali bebas yang tinggi ditandai pula dengan pH sabun yang terlalu basa (pH diatas 11) (Akmal 2004).

Berdasarkan analisis statistik, diperoleh hasil bahwa pada selang kepercayaan 95 %, perlakuan kontrol negatif, sampel terpilih dan kontrol positif berbeda nyata terhadap tingkat keasaman sabun cair (Sig. < 0,05). Dengan menggunakan uji Tukey, dapat diketahui bahwa setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap antara yang satu sama lainnya terhadap pH produk sabun cair yang digunakan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan kitosan yang digunakan adalah asam asetat. Penambahan larutan yang bersifat asam akan membuat tingkat keasaman produk sabun cair yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Data dan hasil pengujian statistik untuk parameter pH sabun cair tahap kedua dapat dilihat dari Lampiran 14. dan Lampiran 15.

4.2.2.3. Uji kelembaban

Kelembaban produk sabun cair ini dinyatakan sebagai kemampuan produk sabun cair dalam mempertahankan beratnya terhadap pengaruh sinar matahari. Kehilangan berat yang kecil menandakan bahwa produk tersebut memiliki kelembaban yang tinggi dan sebaliknya kehilangan berat yang besar menandakan bahwa produk tersebut memiliki kelembaban yang rendah. Pada pengujian kelembaban kali ini, dilakukan uji pada kontrol negatif, sampel terpilih (K14) dan kontrol positif. Hasil yang diperoleh dapat dilihat Gambar 18.

Gambar 18. menunjukkan bahwa pada sabun cair kontrol negatif pada T0 terlihat terjadi penurunan yang signifikan tetapi lama kelamaan pada T3 hingga T5 penurunan berat tidak terlalu besar dan menjadi stabil. Sedangkan pada sabun cair kontrol positif penurunan berat tiap jam terlihat signifikan, hal ini mungkin dikarenakan pada produk sabun cair kontrol positif tidak ditambahkan bahan pengikat air. Sedangkan pada sampel (K14), penurunan berat produk tidak terlalu besar dan mulai stabil pada T3.

Dapat diketahui bahwa sabun cair sampel (K14) memiliki kelembaban yang paling tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan pada sabun cair sampel (K14) ditambahkan kitosan dan karagenan yang memiliki sifat mengikat air. Menurut Knorr (1982), sifat kitosan yang penting untuk aplikasinya adalah kemampuan mengikat air karena dalam kitosan terdapat gugus hidrofobik dan hidrofilik. Data penurunan kelembaban tiap jam dapat dilihat pada Lampiran 16.

4.2.3. Uji mikrobiologi (SNI 06-4085-1996)

Pengujian angka lempeng total atau cemaran mikroba dilakukan untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada produk sabun. Hal ini karena cemaran mikroba menentukan mutu sabun cair. Sabun cair berhubungan erat dengan masalah kesehatan terutama pada perawatan kulit, oleh karena itu cemaran mikroba juga menentukan apakah produk sabun cair dapat diterima oleh konsumen.

Pertumbuhan mikroba dalam sabun cair dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah kandungan pH, aw, nutrisi dan senyawa antimikroba. Faktor ekstrinsik antara lain suhu dan kelembaban relatif (Salam 2003).

Angka lempeng total merupakan salah satu cara untuk menetukan jumlah mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung. Cara ini lebih akurat dibandingkan dengan cara langsung melalui pengamatan di bawah mikroskop (Fardiaz 1989). Cara ini berdasarkan anggapan bahwa setiap sel yang hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan indeks bagi mikroorganisme dalam sampel dapat hidup. Hasil jumlah cemaran mikroba dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil pengujian cemaran mikroba (angka lempeng total) produk. Parameter Kontrol Negatif Sampel (K14) SNI (06-4085-1996)

Jumlah koloni hari ke-0 (koloni/ml)

<1 x 101 <1 x 101

Maks. 1 x 105 Jumlah koloni hari

ke-30 (koloni/ml)

<1 x 101 <1 x 101

Berdasarkan Tabel 14. dapat diketahui bahwa pada produk sabun cair kontrol negatif maupun pada sabun cair sampel (K14) tidak terdapat koloni yang tumbuh, baik pada pengujian di hari ke-0 maupun pada pengujian di hari ke-30. Jika kedua produk di atas dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan dalam SNI 06-4085-1996, maka kedua produk di atas memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Mikroba tidak dapat tumbuh pada produk sabun cair yang dihasilkan mungkin karena pH produk sabun cair yang cenderung basa dan pada proses pembuatannya dilakukan pada suhu berkisar 70-80 oC. Kondisi ini merupakan bukan kondisi yang optimum untuk pertumbuhan mikroba. Mikroba memiliki pH optimum berkisar 3,8-5,6 dan dapat tumbuh optimum pada suhu 22-37 oC (Stainer et al. 1976 dalam Fahmitasari 2004).

Formulasi sabun cair dan produk kosmetika lainnya pada umumnya ditambahkan bahan preservatif. Fungsi dari penambahan bahan preservatif salah satunya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri pada produk (Salam 2003). Walaupun pada kontrol negatif tidak tumbuh mikroba, penambahan bahan seperti kitosan pada produk sabun cair dirasa perlu guna memperpanjang daya simpan produk sabun cair. Kitosan merupakan bahan preservatif dari alam. Biasanya sabun dipasaran menggunakan formaldehyde sebagai bahan preservatif. Penggunaan bahan ini pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan reaksi alergi (Harry 1975). Data pengujian angka lempeng total produk dapat dilihat pada Lampiran 17.

Dokumen terkait