• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.10.1.Plastisitas

Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisasi adalah kepekaan terhadap deformasi, pengertian ini merupakan kebalikan dari pada

ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya bersifat mengukur konsistensi (ketahanan terhadap deformasi) (Kartowardoyo, 1980).

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung di uji tanpa perlakukan khusus sebelumnya. Akibat jika Po Rendah adalah :

 Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman dalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan nilai Po.

 Nilai Po rendah juga bisa disebabkan oleh pengeringan pada suhu terlalu tinggi (lebih dari 130 0C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang. Pemeraman dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.

 Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku, yaitu lateks kebun. Lateks kebun dari klon yang berbeda memiliki nilai Po atau viskositas yang mungkin berbeda. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahan karet terhadap pengusangan (PRI)

Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksida pada suhu tinggi. Plastisitas retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimer. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu 1400C selama 30 menit). Akibat jika PRI rendah adalah :

 PRI menggambarkan ketahanan karet terhadap proses pengusangan. Proses penggumpalan yang tidak tepat, seperti menggunakan bahan penggumpal tawas, pupuk atau asam sulfat dapat mengakibatkan karet tidak tahan proses pengusangan karena panas dan cahaya.

 Koagulum yang diperoleh dari lateks encer (KKK rendah) cenderung menghasilkan crum rubber dengan PRI rendah, karena lateks encer menyebabkan semakin banyak bahan antioksidan alami tercuci dan terbuang.

(Cu, Mn, Fe, Ca) ke dalam bahan olah untuk produksi crumb rubber bisa mengakibatkan penurunan PRI.

 Hasil percobaan lain menunjukkan perlakuan penjemuran (sinar matahari), KKK, dosis amonia, lama predrying, jenis koagulan, garam oksida logam dan jumlah penggilingan dengan kreper berpengaruh nyata terhadap sifat pengusangan (PRI).

 Penjemuran di bawah sinar matahari selama 6 jam bagi lum yang masih basah tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai PRI crumb rubber yang dihasilkan. Tapi untuk lum yang telah kering, penjemuran dapat mengakibatkan nilai PRI menurun hingga hampir separuhnya.

 Semakin encer lateks kebun sebagai bahan olah maka semakin rendah Po maupun PRI crumb rubber yang diperoleh. Pada pengolahan crumb rubber dengan bahan olah koagulum, biasanya lateks kebun digumpalkan atau dibiarkan menggumpal secara alami tanpa pengenceran

 Penggunaan amonia sebagai pengawet lateks kebun dengan dosis semakin tinggi mengakibatkan nilai Po semakin tinggi, namun PRI crumb rubber yang diperoleh semakin rendah. Pada pengolahan crumb rubber berbahan olah lum lapangan, penggunaan amonia hampir tidak pernah dilakukan. Oksida logam seperti Cu, Fe dan Mn bersifat proksidan terhadap rantai molekul karet .  Perbaikan PRI dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia yang bersifat

dapat mencegah oksidasi selama proses pengeringan. Selain itu upaya perbaikan PRI dapat dilakukan melalui pencampuran dengan bahan olah bermutu baik. Beberapa jenis bahan olah memiliki nilai PRI yang cukup tinggi sehingga bisa dicampurkan dengan bahan olah lain agar mendapatkan crumb rubber dengan PRI yang memadai.

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor : 1. Karet dijemur dibawah sinar matahari

2. Karet dipanaskan terlalu tinggi

3. Karet terlalu banyak di giling atau direndam terlalu lama 4. Karet mengandung banyak kotoran

Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya (Walujono, 1970).

2.10.2.Viskositas Mooney (VM)

Viskositas Mooney karet alam (Heave Brasiliensi) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet Hevea brasiliensis. Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran rendah hingga menengah (0-400 dpl) dengan curah hujan 1500-2500 mm/tahun dan mampu hidup di lahan dengan keasaman tinggi (pH 4.0-4.5), pada tanah miskin hara.

Derajat pengikatan silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi sehingga akan meningkatkan nilai viskositas mooney karet alam. Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang disebabkan oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan sebagainya. Viskositas Mooney karet mentah dapat ditentukan dengan “Mooney Viscosimeter”. Menurut Baker dan Geensmith pada kompon murni karet alam laju matang, viskositas Wallace awal ( vicositas mooney) dan plastisitas retensi indeks dari karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisasi dari kompon murni tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan perpanjangan putus (Kartowardoyo, 1980).

2.10.3. Kadar Abu

Penentuan maksimal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah banyak. Dalam pengolahan karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium karbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian kurang bersih (Walujono, 1970).

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi.

Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum (Kartowardoyo, 1980).

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan. Penyebab kadar abu tinggi disebabkan karet banyak mengandung garam-garam oksida logam seperti kalsium, posfat, sulfat yang berasal dari kontaminan karet seperti kontaminasi oleh tanah, kaolin, penggunaan penggumpal tawas atau pupuk. Bahan olah mutu rendah yang biasa diperoleh dari penggumpalan lateks dengan penggumpal tawas atau pupuk dan bahan penggumpal lain seperti air aki dan dibarengi dengan penyimpanan ditempat yang kotor, berair atau perendaman biasanya mengandung kadar abu tinggi. Crumb rubber yang dihasilkan dari bahan olah mutu rendah biasanya menunjukkan nilai Po dan PRI yang rendah (Setyamidjaja, 1993).

BAB 3

Dokumen terkait