IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
4.2. Pengujian Metode
4.2.1. Penentuan kriteria
Dalam menganalisis sistem pada metode SAW dan metode Profile Matching
dibutuhkan kriteria-kriteria yang masing-masing bobotnya akan ditentukan. Pada metode SAW nilai bobot diberikan pada tiap-tiap kriteria, sedangkan pada metode
Profile Matching nilai bobot diberikan pada selisih nilai (GAP) pada setiap atribut, semakin kecil selisih nilai (GAP) maka semakin besar nilai bobot. Dari wawancara dengan pihak terkait telah ditentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria dan nilai ideal untuk setiap kriteria yang ada. Adapun kriteria-kriteria yang telah ditentukan yaitu Status Lahan (C1), Unsur C/N Tanah (C2), Unsur pH Tanah
(C3), Unsur P2O5 Tanah (C4), Persentase Pokok Mati (C5), Persentase Phytoptora (C6),
Persentase BPL (Bakteri) (C7), Persentase TLCV (Virus) (C8).
Dari kriteria tersebut, dibuat rating kecocokan untuk setiap tingkat kepentingan kriteria. Rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria adalah sebagai berikut:
Sangat Rendah (SR) = 0 Rendah (R) = 1 Kurang (K) = 2 Cukup (C) = 3 Tinggi (T) = 4 Sangat Tinggi (ST) = 5
Berdasarkan kriteria dan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria yang telah ditentukan, maka dilakukan penjabaran setiap kriteria yang telah dikonversikan dengan bilangan sesuai dengan rating kecocokan.
1. Kriteria Status Lahan
Kriteria Status Lahan merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan terpakai tidaknya suatu lahan pada tahun sebelumnya yang akan berpengaruh terhadap penilaian lahan. Variabel status lahan dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Status Lahan
Status Lahan (C1) Bilangan Fuzzy Nilai
Tidak Terpakai Kurang 2
Terpakai Tinggi 4
2. Kriteria Unsur C/N Tanah
Kriteria Unsur C/N Tanah merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan unsur C/N yang terkandung di dalam tanah pada lahan tembakau yang akan dipilih. Semakin baik unsur C/N maka semakin bagus sifat tanah yang dimiliki. Variabel unsur C/N tanah dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Unsur C/N Tanah
Unsur C/N Tanah (C2) Bilangan Fuzzy Nilai
C2< 5 Sangat Rendah 1
C2 = 5 – 10 Rendah 2
C2 = 11 – 15 Sedang 3
C2 = 16 – 25 Tinggi 4
C2> 25 Sangat Tinggi 5
3. Kriteria Unsur pH Tanah
Kriteria Unsur pH Tanah merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan unsur pH yang terkandung di dalam tanah pada lahan tembakau yang akan dipilih. Unsur pH yang sesuai untuk persyaratan tumbuh tanaman tembakau yaitu berkisar antara 5,5 – 6,2 (agak masam). Variabel unsur pH tanah dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Unsur pH Tanah
Unsur pH Tanah (C3) Bilangan Fuzzy Nilai
C3< 4,5 Sangat Masam 0 C3 = 4,5 – 5,5 Masam 1 C3 = 5,6 – 6,5 Agak Masam 2 C3 = 6,6 – 7,5 Netral 3 C3 = 7,6 – 8,5 Agak Alkalis 4 C3> 8,5 Alkalis 5
4. Kriteria Unsur P2O5 Tanah
Kriteria Unsur P2O5 Tanah merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan berdasarkan unsur P2O5yang terkandung di dalam tanah pada
lahan tembakau yang akan dipilih. Semakin baik unsur P2O5 maka semakin bagus sifat
tanah yang dimiliki. Variabel unsur P2O5 tanah dikonversikan dengan bilangan dapat
Tabel 4.4. Unsur P2O5 Tanah
Unsur P2O5Tanah Bilangan Fuzzy Nilai
P2O5< 4 Sangat Rendah 1
P2O5= 5 – 7 Rendah 2
P2O5= 8 – 10 Sedang 3
P2O5= 11 – 15 Tinggi 4
P2O5> 15 Sangat Tinggi 5
5. Kriteria Persentase Pokok Mati
Kriteria Persentase Pokok Mati merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan banyaknya persentase kematian tanaman pada suatu lahan dalam suatu masa tanam dalam satu tahun. Semakin tinggi tingkat kematian tanaman maka semakin rendah tingkat produksi lahan, maka diperlukan suatu penanganan agar dapat mengurangi tingkat kematian tanaman di dalam suatu lahan. Variabel persentase pokok mati dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Persentase Pokok Mati
Persentase Pokok Mati (C5) Bilangan Fuzzy Nilai
C5> 10% Sangat Rendah 1
C5 = 5% – 9% Rendah 2
C5< 4% Cukup 3
Tidak Ada Pokok Mati Tinggi 4
6. Kriteria Persentase Phytoptora
Persentase Phytoptora merupakan salah satu persentase dari pokok sakit tanaman tembakau. Pokok sakit merupakan salah satu persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan banyaknya persentase penyakit yang diderita tanaman pada suatu lahan. Semakin tinggi tingkat penyakit maka dapat mempengaruhi produksi lahan. Dalam mengatasi hal ini maka diperlukan suatu pengobatan pada lahan yang terkena phytoptora agar dapat mengurangi tingkat kegagalan tanaman dalam memproduksi tembakau. Variabel persentase phytoptora dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Persentase Phytoptora
Persentase Phytoptora (C6) Bilangan Fuzzy Nilai
C6> 10% Sangat Rendah 1
C6 = 5% – 9% Rendah 2
C6< 4% Cukup 3
Tidak Ada Pokok Sakit Tinggi 4
7. Kriteria Persentase BPL (Bakteri)
Persentase BPL (Bakteri) merupakan salah satu persentase dari pokok sakit tanaman tembakau. Pokok sakit akibat BPL ini merupakan penyakit yang diakibatkan oleh bakteri. Semakin tinggi tingkat penyakit maka semakin rendah tingkat produksi lahan. Variabel persentase BPL (bakteri) dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Persentase BPL (Bakteri)
Persentase BPL (Bakteri) (C7) Bilangan Fuzzy Nilai
C7> 10% Sangat Rendah 1
C7 = 5% – 9% Rendah 2
C7< 4% Cukup 3
Tidak Ada Pokok Sakit Tinggi 4
8. Kriteria Persentase TLCV (Virus)
Persentase TLCV (Virus) merupakan salah satu persentase dari pokok sakit tanaman tembakau. Pokok sakit akibat TLCV ini merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus. Semakin tinggi tingkat penyakit maka semakin rendah tingkat produksi lahan. Variabel persentase TLCV (virus) dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Persentase TLCV (Virus)
Persentase TLCV (Virus) (C8) Bilangan Fuzzy Nilai
C8> 10% Sangat Rendah 1
C8 = 5% – 9% Rendah 2
C8< 4% Cukup 3
4.2.2. Perhitungan metode simple additive weighting
Dalam perhitungan metode Simple Additive Weighting, nilai data pada setiap kriteria merupakan hasil dari proses penginputan data alternatif lahan yang sudah diinputkan berdasarkan bobot kriteria yang sudah ditentukan melalui proses perhitungan. Di dalam perkebunan Bulu Cina terdapat lebih kurang 15 lahan yang terdiri dari Pasar 1, Pasar 2T, Pasar 3T, Pasar 5K, Pasar 8, Pasar 8T, Pasar 9, Pasar 10, Pasar 10T, Pasar 11B, Pasar 11T, Pasar 12, Pasar 12T, Pasar 12KR dan Pasar 13. Data lahan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah berdasarkan data yang diambil dari BPTD (Balai Penelitian Tembakau Deli) pada tahun 2013, yang hanya terdapat 6 alternatif lahan. Berikut ditampilkan data lahan yang dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Data Lahan Tembakau Tahun 2013
Kriteria Lahan
Pasar 9 Pasar 10 Pasar 11T Pasar 12 Pasar 11B Pasar 1
Status Lahan Tidak Terpakai
Tidak
Terpakai Terpakai Terpakai Terpakai Terpakai Unsur C/N Tanah 7,20 6,14 4,84 6,49 6,28 5,89 Unsur pH Tanah 5,23 5,15 5,5 4,83 4,90 5,115 Unsur P2O5 Tanah 39,62 38,95 133,165 11,09 5,41 7,84 Persentase Pokok Mati 0,55% 0,67% 0,60% 0,85% 2,82% 1,17% Persentase
Phytoptora Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada 38,41% 8,5% Persentase
BPL (Bakteri) Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
Tidak Ada Persentase
TLCV (Virus) 0,14% 0,13% 0,16% 0,19% 0,87% 0,65%
Setelah diketahui nilai data lahan yang dibutuhkan, selanjutnya adalah mengubah data tersebut kedalam kriteria yang telah ditentukan berupa nilai rating
kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. Rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria terdapat dalam Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Rating Kecocokan Setiap Alternatif pada Setiap Kriteria
Lahan Kriteria C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 A1 2 2 1 5 3 4 4 3 A2 2 2 1 5 3 4 4 3 A3 4 1 1 5 3 4 4 3 A4 4 2 1 4 3 4 4 3 A5 4 2 1 2 3 1 4 3 A6 4 2 1 2 3 2 4 3
Setelah didapat nilai dari rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria, langkah selanjutnya membuat matriks keputusan X berdasarkan kriteria kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R. Berikut matriks keputusan X yang dibuat berdasarkan tabel kecocokan pada tabel 4.10.
2 2 1 5 3 4 4 3 2 2 1 5 3 4 4 3 X = 4 1 1 5 3 4 4 3 4 2 1 4 3 4 4 3 4 2 1 2 3 1 4 3 4 2 1 2 3 2 4 3
Hitung normalisasi matriks keputusan X untuk menghitung nilai masing- masing kriteria berdasarkan kriteria keuntungan (benefit) yaitu C1, C2, C3, C4 dan
Untuk Alternatif 1 (A1), maka =
r11 = = = 0.5 r15 = = = 1
r12 = = = 1 r16 = = = 0.25
r13 = = = 1 r17 = = = 1
r14 = = = 1 r18 = = = 1
Untuk Alternatif 2 (A2), maka =
r21 = = = 0.5 r25 = = = 1
r22 = = = 1 r26 = = = 0.25
r23 = = = 1 r27 = = = 1
r24 = = = 1 r28 = = = 1
Untuk Alternatif 3 (A3), maka =
r31 = = = 1 r35 = = = 1
r32 = = = 0.5 r36 = = = 0.25
r33 = = = 1 r37 = = = 1
r34 = = = 1 r38 = = = 1
Untuk Alternatif 4 (A4), maka =
r41 = = = 1 r45 = = = 1
r42 = = = 1 r46 = = = 0.25
r43 = = = 1 r47 = = = 1
Untuk Alternatif 5 (A5), maka =
r51 = = = 1 r55 = = = 1
r52 = = = 1 r56 = = = 1
r53 = = = 1 r57 = = = 1
r54 = = = 0.4 r58 = = = 1
Untuk Alternatif 6 (A6), maka =
r61 = = = 1 r65 = = = 1
r62 = = = 1 r66 = = = 0.5
r63 = = = 1 r67 = = = 1
r64 = = = 0.4 r68 = = = 1
Selanjutnya membuat matriks ternormalisasi R yang diperoleh dari hasil normalisasi matriks X, sebagai berikut:
0.5 1 1 1 1 0.25 1 1 0.5 1 1 1 1 0.25 1 1 R = 1 0.5 1 1 1 0.25 1 1 1 1 1 0.8 1 0.25 1 1 1 1 1 0.4 1 1 1 1 1 1 1 0.4 1 0.5 1 1
Dari hasil normalisasi matriks yang telah didapat, kemudian dihitung nilai preferensi untuk setiap alternatif ∑ , berdasarkan nilai bobot preferensi yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu W1 = 3, W2 = 4, W3 = 4, W4 = 4, W5 = 5, W6
= 5, W7 = 5 dan W8 = 5. Bobot preferensi atau tingkat kepentingan (W) pada setiap
kriteria ditentukan oleh pihak perusahaan bergantung pada tingkat kepentingan untuk setiap kriteria, sebagai contoh kriteria unsur C/N tanah memiliki bobot lebih tinggi dari pada kriteria status lahan karena sesuai dengan keputusan pada pihak BPTD untuk
menghasilkan lahan yang baik diperlukan unsur tanah yang sesuai tetapi status lahan hanya sebagai faktor pendukung tambahan. Berikut perhitungan nilai preferensi untuk setiap alternatif. V1 = (W1 x r11) + (W2 x r12) + (W3 x r13) + (W4 x r14) + (W5 x r15) + (W6 x r16) + (W7 x r17) + (W8 x r18) = (3)(0.5) + (4)(1) + (4)(1) + (4)(1) + (5)(1) + (5)(0.25) + (5)(1) + (5)(1) = 1.5 + 4 + 4 + 4 + 5 + 1.25 + 5 + 5 = 29.75 V2 = (W1 x r21) + (W2 x r22) + (W3 x r23) + (W4 x r24) + (W5 x r25) + (W6 x r26) + (W7 x r27) + (W8 x r28) = (3)(0.5) + (4)(1) + (4)(1) + (4)(1) + (5)(1) + (5)(0.25) + (5)(1) + (5)(1) = 1.5 + 4 + 4 + 4 + 5 + 1.25 + 5 + 5 = 29.75 V3 = (W1 x r31) + (W2 x r32) + (W3 x r33) + (W4 x r34) + (W5 x r35) + (W6 x r36) + (W7 x r37) + (W8 x r38) = (3)(1) + (4)(0.5) + (4)(1) + (4)(1) + (5)(1) + (5)(0.25) + (5)(1) + (5)(1) = 3 + 2 + 4 + 4 + 5 + 1.25 + 5 + 5 = 29.25 V4 = (W1 x r41) + (W2 x r42) + (W3 x r43) + (W4 x r44) + (W5 x r45) + (W6 x r46) + (W7 x r47) + (W8 x r48) = (3)(1) + (4)(1) + (4)(1) + (4)(0.8) + (5)(1) + (5)(0.25) + (5)(1) + (5)(1) = 3 + 4 + 4 + 3.2 + 5 + 1.25 + 5 + 5 = 30.45 V5 = (W1 x r51) + (W2 x r52) + (W3 x r53) + (W4 x r54) + (W5 x r55) + (W6 x r56) + (W7 x r57) + (W8 x r58) = (3)(1) + (4)(1) + (4)(1) + (4)(0.4) + (5)(1) + (5)(1) + (5)(1) + (5)(1) = 3 + 4 + 4 + 1.6 + 5 + 5 + 5 + 5 = 32.6
V6 = (W1 x r61) + (W2 x r62) + (W3 x r63) + (W4 x r64) + (W5 x r65) + (W6 x r66) +
(W7 x r67) + (W8 x r68)
= (3)(1) + (4)(1) + (4)(1) + (4)(0.4) + (5)(1) + (5)(0.5) + (5)(1) + (5)(1) = 3 + 4 + 4 + 1.6 + 5 + 2.5 + 5 + 5
= 30.1
Alternatif dengan nilai terbesar akan terpilih sebagai alternatif terbaik. Dengan kata lain akan terpilih sebagai lahan terbaik dalam penanaman tembakau periode selanjutnya. Hasil perankingan diperoleh : V1 = 29.75, V2 = 29.75, V3 = 29.25, V4 =
30.45, V5 = 32.6, V6 = 30.1. Nilai terbesar ada pada V5, dengan demikian Alternatif
A5 (Pasar 11B) adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik. Pengurutan
berdasarkan nilai tertinggi yang diperoleh dari perhitungan metode Simple Additive Weighting dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil Perankingan Metode SAW Alternatif Nama Lahan Nilai Akhir Ranking
A5 Pasar 11B 32.6 1 A4 Pasar 12 30.45 2 A6 Pasar 1 30.1 3 A2 Pasar 10 29.75 4 A1 Pasar 9 29.75 5 A3 Pasar 11T 29.25 6
4.2.3. Perhitungan metode profile matching
Dalam perhitungan metode Profile Matching, penentuan bobot diberikan jika terdapat selisih nilai GAP. Semakin kecil selisih nilai GAP maka semakin besar nilai bobot yang didapat. Dalam proses perhitungan, data lahan yang digunakan adalah berdasarkan data yang diambil dari BPTD (Balai Penelitian Tembakau Deli) pada tahun 2013 yang telah ditampilkan sebelumnya pada Tabel 4.9. Setelah mengetahui data lahan, selanjutnya dilakukan pemetaan nilai GAP pada setiap faktor yang terdapat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Perhitungan GAP Lahan Kriteria C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 A1 2 2 1 5 3 4 4 3 A2 2 2 1 5 3 4 4 3 A3 4 1 1 5 3 4 4 3 A4 4 2 1 4 3 4 4 3 A5 4 2 1 2 3 1 4 3 A6 4 2 1 2 3 2 4 3 PROFIL IDEAL 4 4 3 3 4 4 4 4 A1 -2 -2 -2 2 -1 0 0 -1 G A P A2 -2 -2 -2 2 -1 0 0 -1 A3 0 -3 -2 2 -1 0 0 -1 A4 0 -2 -2 1 -1 0 0 -1 A5 0 -2 -2 -1 -1 -3 0 -1 A6 0 -2 -2 -1 -1 -2 0 -1
Setelah nilai GAP didapat, kemudian lakukan pembobotan terhadap nilai GAP. Semakin kecil selisih GAP maka semakin besar nilai bobot dan begitu pun sebaliknya. Cara melakukan pembobotan terhadap nilai GAP adalah berdasarkan ketentuan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Bobot Nilai GAP Selisih GAP Bobot Nilai Keterangan
0 5 Kompetensi sesuai kebutuhkan (tidak ada selisih) 1 4.5 Kompetensi individu kelebihan 1 tingkat -1 4 Kompetensi individu kekurangan 1 tingkat
2 3.5 Kompetensi individu kelebihan 2 tingkat -2 3 Kompetensi individu kekurangan 2 tingkat
3 2.5 Kompetensi individu kelebihan 3 tingkat -3 2 Kompetensi individu kekurangan 3 tingkat
4 1.5 Kompetensi individu kelebihan 4 tingkat -4 1 Kompetensi individu kekurangan 4 tingkat
5 0.5 Kompetensi individu kelebihan 5 tingkat -5 0 Kompetensi individu kekurangan 5 tingkat
Berdasarkan ketentuan bobot penilaian GAP diatas, maka didapat hasil pembobotan seperti pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hasil Pembobotan Nilai GAP
Lahan Kriteria C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 C8 A1 -2 -2 -2 2 -1 0 0 -1 G A P A2 -2 -2 -2 2 -1 0 0 -1 A3 0 -3 -2 2 -1 0 0 -1 A4 0 -2 -2 1 -1 0 0 -1 A5 0 -2 -2 -1 -1 -3 0 -1 A6 0 -2 -2 -1 -1 -2 0 -1 A1 3 3 3 3.5 4 5 5 4 Nilai Bobot GAP A2 3 3 3 3.5 4 5 5 4 A3 5 2 3 3.5 4 5 5 4 A4 5 3 3 4.5 4 5 5 4 A5 5 3 3 4 4 2 5 4 A6 5 3 3 4 4 3 5 4
Setelah didapatkan nilai bobot GAP, langkah selanjutnya adalah menghitung dan mengelompokkan nilai Core Factor dan Secondary Factor. Yang termasuk kedalam Core Factor adalah kriteria Unsur C/N Tanah (C2), Unsur pH Tanah (C3),
Unsur P2O5 Tanah (C4), Persentase Pokok Mati (C5). Sedangkan yang termasuk
kedalam Secondary Factor adalah kriteria Status Lahan (C1), Persentase Phytoptora
perhitungan Core Factor dan Secondary Factor beserta hasil perhitungan nilai Core Factor dan Secondary Factor yang ditampilkan dalam Tabel 4.15.
Perhitungan Nilai Core Factor : Perhitungan Nilai Secondary Factor :
NCF1 = NSF1 = = = = = = 3.375 = 4.25 NCF2 = NSF2 = = = = = = 3.375 = 4.25 NCF3 = NSF3 = = = = = = 3.125 = 4.75 NCF4 = NSF4 = = = = = = 3.625 = 4.75 NCF5 = NSF5 = = = = = = 3.5 = 4
NCF6 = NSF6 =
= =
= =
= 3.5 = 4.25
Tabel 4.15. Nilai Core Factor dan Secondary Factor Alternatif Core Factor Secondary Factor
A1 3.375 4.25 A2 3.375 4.25 A3 3.125 4.75 A4 3.625 4.75 A5 3.5 4 A6 3.5 4.25
Selanjutnya melakukan perhitungan nilai total berdasarkan persentase dari
Core Factor yaitu 60% dan Secondary Factor yaitu 40%. Hasil akhir dari perhitungan metode Profile Matching dapat dilihat dalam Tabel 4.16.
Perhitungan Nilai Total :
N1 = (60% × NCF1) + (40% × NSF1) = (60% × 3.375) + (40% × 4.25) = 2.025 + 1.7 = 3.725 N2 = (60% × NCF2) + (40% × NSF2) = (60% × 3.375) + (40% × 4.25) = 2.025 + 1.7 = 3.725 N3 = (60% × NCF3) + (40% × NSF3) = (60% × 3.125) + (40% × 4.75) = 1.875 + 1.9 = 3.775
N4 = (60% × NCF4) + (40% × NSF4) = (60% × 3.625) + (40% × 4.75) = 2.175 + 1.9 = 4.075 N5 = (60% × NCF5) + (40% × NSF5) = (60% × 3.5) + (40% × 4) = 2.1 + 1.6 = 3.7 N6 = (60% × NCF6) + (40% × NSF6) = (60% × 3.5) + (40% × 4.25) = 2.1 + 1.7 = 3.8
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh: N1 = 3.725, N2 = 3.725, N3 = 3.775,
N4 = 4.075, N5 = 3.7, N6 = 3.8. Nilai terbesar berada pada N4, dengan demikian
Alternatif A4 (Pasar 12) adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik.
Pengurutan berdasarkan nilai tertinggi yang diperoleh dari perhitungan metode Profile Matching dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Hasil Perankingan Metode Profile Matching Alternatif Nama Lahan Nilai Akhir Ranking
A4 Pasar 12 4.075 1 A6 Pasar 1 3.8 2 A3 Pasar 11T 3.775 3 A1 Pasar 9 3.725 4 A2 Pasar 10 3.725 5 A5 Pasar 11B 3.7 6
4.2.4. Pengujian Perbandingan Metode
Hasil dari proses pemilihan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) dalam menilai status lahan terbaik ditampilkan dalam Tabel 4.17 dengan menggunakan data hasil produksi lahan berdasarkan produksi picol of stapel daun reguler pada tahun 2013.
Tabel 4.17. Penilaian Hasil Produksi Tahun 2013
No Alternatif Nama Lahan Hasil Produksi
1 A1 Pasar 9 38311 2 A2 Pasar 10 38850 3 A3 Pasar 11T 36321 4 A4 Pasar 12 41534 5 A5 Pasar 11B 46923 6 A6 Pasar 1 46297
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tembakau Deli (BPTD) dalam pemilihan lahan terbaik pada tahun 2013 didapat hasil bahwa lahan pada Pasar 11B merupakan lahan terbaik karena memiliki nilai produksi tertinggi yaitu sebanyak 46923 . Untuk menentukan metode mana yang lebih akurat dalam penilaian lahan terbaik dilakukan perbandingan hasil metode Simple Additive Weighting dan Profile Matching dengan nilai hasil produksi pada pihak BPTD.
Tabel 4.18. Hasil Penilaian BPTD dan Metode SAW dan Profile Matching No Nama Lahan BPTD SAW Profile Matching
1 Pasar 9 38311 29.75 3.725 2 Pasar 10 38850 29.75 3.725 3 Pasar 11T 36321 29.25 3.775 4 Pasar 12 41534 30.45 4.075 5 Pasar 11B 46923 32.6 3.7 6 Pasar 1 46297 30.1 3.8
Berdasarkan nilai pada Tabel 4.18 didapat solusi lahan terbaik berdasarkan metode
Simple Additive Weighting adalah lahan pada Pasar 11B, sesuai dengan hasil yang didapat pada pihak BPTD yaitu lahan pada Pasar 11B. Sedangkan pada metode
Profile Matching lahan terbaik yang didapat adalah lahan pada Pasar 12. Oleh karena itu setelah dilakukan perbandingan antara kedua metode dengan pihak BPTD Terbaik
didapatkan bahwa metode Simple Additive Weighting dianggap lebih akurat dibandingkan dengan metode Profile Matching karena hasil lahan terbaik metode
Simple Additive Weighting sama dengan hasil pada pihak BPTD.